JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana
Jurnal Rectum is such a publication media of scientific works produced by academics, practitioners, researchers and students who are pursuing law. This journal is managed by the Faculty of Law, Darma Agung University, in cooperation with the UDA Research and Community Service Institute (LPPM). This journal is opened to the public. Focus and Sope is Law and Social Sciences
Articles
120 Documents
Search results for
, issue
"Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI"
:
120 Documents
clear
PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG (Studi Putusan Nomor 529/ Pid. B /2015/PN-Rap)
Hengki Turnaldo Buulolo;
Tika Pertiwi;
Jessica Nathasya Malau;
Yessika Serefine Sitohang;
Herman Brahmana;
Agus Irawan
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2938
Secara hukum, tindakan membuat uang palsu atau menyebarkan uang palsu dapat dianggap sebagai tindak pidana pemalsuan uang, karena berupa “meniru dan membuat” uang menyerupai yang asli. Peraturan mengenai mata uang di muat dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 mengenai Mata Uang menjelaskan Rupiah adalah mata uang sah NKRI. Uang mempunyai peran yang sangat penting untuk dijadikan pembayaran serta alat tukar yang legal, tindakan pemalsuan uang memiliki dampak yang cukup besar yang mengakibatkan menurunnya keyakinan masyarakat dengan uang yang di keluarkan oleh “Bank Indonesia”. Berbagai macam factor yang mendukung maraknya tindakan pemalsuan uang, seperti faktor ekonomi, lingkungan, kemajuan teknologi di antaranya computer, scanner (alat pemindaian) serta printer sebagai alat pencetak yang semakin maju, rendahnya tingkat pendidikan, serta nilai tukar yang tinggi dan transaksi tunai yang banyak membuat peluang bagi pelaku untuk melakukan Tindakan tersebut. Hukum Yuridis Normatif yang bersifat kualitatif (kasus) sebagai metode pendekatan yang di gunakan untuk penelitian ini. Data yang di peroleh untuk penelitian meliputi sumber hukum berupa undang-undang, pustaka serta putusan pengadilan No. 529/Pid.B/2015/PN-Rap. Secara fundamental, tanggung jawab dalam mengatasi Tindakan pemalsuan maupun pengedaran terhadap uang yang di palsu menjadi otoritas penegak hukum, mulai dari tingkat Polisi, Jaksa, hingga diakhiri oleh Pengadilan melalui putusan dari Hakim.
PENITENSIER DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
Zahratul Ain Taufik;
Ayu Riska Amalia;
Atika Zahra Nirmala
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2948
Abstract The protection of human rights is not only attached to the individual human being, but also to other human beings. This is a consequence of humans as social beings who cannot be separated from other humans. Criminal Law is then present to regulate various acts that violate human rights which will then be punished. Criminal law, of course, cannot be implemented properly if there are no other legal sciences that accompany it, including Penitentiary law, which is known as the Law of Punishment or legal science that studies punishment. Penitentiary law is not a rule of law that can immediately punish criminals arbitrarily, but needs to consider human rights. This paper focuses on whether penitentiary law violates human rights or not. The purpose of this paper is to examine penitentiary law from a human rights perspective. This writing uses normative legal research methods with literature research techniques that are analyzed qualitatively using a statutory approach and conceptual approach. The results of the study concluded that Penitentiary Law is a rule that seeks to continue to fight for the human rights of people who have been violated by the perpetrator of the crime by punishing him, but the model of punishment given still takes into account the human rights of the convicted criminal. keywords: Human Rights, Criminal Law, Penitentiary Law
AKIBAT HUKUM MUCIKARI DI BAWAH UMUR DENGAN MELIBATKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI KORBAN DALAM PROSTITUSI ONLINE
Wahyu Vidyaningsih;
Habib Adjie
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2950
This increasingly rapid development of technology and information affects the acceleration in every field in the rotation of the activities of the wider community. But not only has a positive impact, but also has a negative impact. For example in the case of prostitution that is carried out online. In the news TribunJabar.Id reported the involvement of minors in online prostitution as operators and pimps. The emergence of legal problems related to the position of children involved in online prostitution cases as pimps is the background of this research with the aim of knowing the legal impact of online prostitution crimes committed by minors. The research will use a normative method with a statutory and bibliographical approach. It was concluded that the sanctions that can be imposed on minors who are involved in online prostitution are by taking action in accordance with Law number 11 of 2012 if they are under 15 years old, and a maximum of ½ (half) of the maximum criminal penalty if they are over 15 years old.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN YANG DILAKUKAN MASYARAKAT PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI MEDAN NOMOR: 65/PID.C/2021/PN MDN.
Sonya Airini Batubara;
Sandro Oliver J. Simatupang;
Yolanda Munthe;
Andrew Defv Pelawi;
Roy Agrifa Perangin Angin;
Fitriani Fitriani
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2933
Dalam mengurangi tingkat kriminalitas perlu adanya penegakan hukum di Indonesia demi menciptakan lingkungan yang kondusif. Maraknya pelanggaran hukum yang terjadi terutama selama pandemi COVID-19 menyebabkan banyak kerugian mulai dari materi hingga nyawa. Tujuan penelitian untuk mengetahui upaya lembaga penegak hukum dan sanksi yang diberikan terhadap pelanggar protokol kesehatan selama COVID-19. Metode yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah analisis sumber hukum tertulis yang bersifat deskriptif. Dengan memperoleh hasil bahwa masih banyak orang yang tidak mengikuti protokol kesehatan pada keramaian di tempat-tempat yang ramai hingga larut malam. Upaya satgas melakukan sosialisasi serta pemberian peringatan keras terhadap pelaku pelanggar protokol kesehatan. Satgas COVID-19 telah melakukan peringatan keras terhadap pelaku usaha di kawasan Medan Metropolitan Trade Center (MMTC) yang ditemukan terdapat pengunjung yang tidak mengikuti protokol kesehatan serta penuh, yaitu berupa penutupan kafe sementara
GUGATAN WANPRESTASI TERHADAP TUNGGAKAN PEMBAYARAN BARANG FARMASI KEPADA PERUSAHAAB DISTRIBUTOR FARMASI (Studi Putusan Nomor 15/Pdt.Gs/2022/PN.Tjk)
Risti Dwi Ramasari;
Intan Nurina;
Reza Uyundoya
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2936
Default comes from the Dutch language "wanprestastie", which means non-fulfillment of achievements or obligations that have been assigned to certain parties in an engagement, both agreements born of an agreement or agreements arising from a law. According to the Legal Dictionary, default means negligence, negligence, default, not fulfilling its obligations in the agreement. Legal Consequences of Default Against Arrears in Payment of Pharmaceutical Goods to Pharmaceutical Distributor Companies in Decision Number 15/Pdt.Gs/2022/ PN. Tjk is that Muhamad Sutedjo must pay his payment obligations to the Plaintiff Rp. 113,424,307.50 (one hundred thirteen million four hundred twenty four thousand three hundred seven rupiah and fifty cents). And plus paying interest of 6% (six percent) per year from IDR 113,424,307.50 (one hundred thirteen million four hundred twenty four thousand three hundred seven rupiah fifty cents) starting from June 14, 2022 (due date of subpoena second from the Plaintiff) until this decision was read out and the Basis for consideration of the Judge in imposing a decision on default in the arrears of payment for pharmaceutical goods to a Pharmaceutical Distributor Company in Decision Number 15/Pdt.Gs/2022/PN.Tjk is based on the provisions in Article 1320 KUH Civil requirements for the validity of an agreement, Article 1925 of the Civil Code Jo Article 163 HIR/283 RBg because the Defendant did not dispute, Supreme Court Jurisprudence Number 063 K/PDT/1987 concerning Addition of interest of 6% of the principal amount of the loan and Article 18 paragraph (1) Perma Number 4 of 2019 concerning Amendments to Perma Number 2 of 2015 concerning Procedures for Settlement of Simple Claims.
TINJAUAN YURIDIS NON FUNGIBLE TOKEN (NFT) DARI ASPEK HUKUM BENDA DAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Alfonsus Syukur Hadirat Ziliwu;
Utusama Ndruru;
Jaminuddin Marbun;
Alusianto Hamonangan
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2962
Hadirnya Industri 4.0 dan memasuki Society 5.0 memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap lahirnya jenis aset baru, yaitu aset-aset yang berbasis digital. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tingginya minat terhadap NFT. Transaksi NFT yang diperdagangkan secara internasional membuatnya semakin populer. Namun disisi lain, NFT juga sering digunakan oleh pihak ketiga untuk mengkomersialisasi karya seniman tanpa izin seniman tersebut. Seiring perkembangan NFT, ada banyak kegiatan yang berkaitan dengan transaksi NFT sehingga diperlukan adanya perangkat hukum yang dapat mengatur NFT. Maka dalam penelitian ini penulis inggin mengakji bagaimana pengaturan NFT dalam hukum positif Indonesia dengan judul : “Tinjauan Yuridis Non Fungible Token (NFT) Dari Aspek Hukum Benda Dan Hak Kekayaan Intelektual”.
PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM TERHADAP DUGAAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN PENGGELAPAN DENGAN UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI
Azeng Nurindah Sari;
I Ketut Siregig;
Ansori Ansori
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2937
Istilah "starfbaar feit", yang mengacu pada perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan didukung oleh ancaman, diterjemahkan sebagai "kejahatan" (sanksi). Tindak pidana penipuan dan pencurian yang termasuk aspek korupsi karena dilakukan oleh pegawai negeri sipil ditelaah oleh penulis penelitian ini. Untuk menghasilkan temuan penelitian yang tidak memihak dan akurat, penelitian ini menggunakan strategi hukum empiris dan normatif. Kemudian setelah disusun secara metodis selama proses analisis data, data tersebut diperiksa secara kualitatif dan legal dengan memberikan pemahaman terhadap data sesuai dengan fakta yang ditemukan di lapangan, memastikan bahwa data tersebut benar-benar berasal dari subjek. urusan. di tangan dan disusun menjadi urutan frase yang merupakan solusi untuk masalah berdasarkan temuan studi. Berdasarkan temuan penelitian, terdapat variasi komponen atau keterputusan antara perbuatan melawan hukum korupsi, pencurian, dan penipuan. Selain itu, karena tidak disebutkannya PNS yang melakukan perbuatan pungutan liar di pengadilan dalam undang-undang Nomor Perkara Nomor: 112/Pid.B/2022/PN.Tjk, maka penelitian ini melihat PNS yang belum pernah didakwa pelanggaran seperti itu.
ANALISIS GERAKAN #METOO SEBAGAI PERLAWANAN KEKERASAN DAN PELECEHAN SEKSUAL BAGI PEREMPUAN DI CHINA
Khoirul Amin;
Nazariana Nazariana
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2971
Tulisan ini meneliti mengenai gerakan #MeToo yang telah memperluas percakapan tentang kekerasan seksual. Keberadaan #MeToo di dunia maya menyediakan ruang bagi wanita-wanita di seluruh dunia, tak terkeuali China, untuk berdiskusi dan berbagi informasi. Juga sebagai bentuk dari perlawanan mereka terhadap kekeresan dan pelecehan seksual yang relevan dengan kehidupan dan pengalaman mereka, dan berfungsi sebagai batu loncatan untuk aktivisme siber ini terkait dengan isu-isu perempua di China. Melalui cyberspace, aktivisme siber feminis memulai perannya dan menghadirkan suara-suara perempuan dengan cara baru terhadap kekerasan seksual dan mengungkapkan kekuasaan di berbagai sektor masyarakat. Efek dari gerakan ini juga terlihat di sektor korporasi dan akademis. Sebelum #MeToo masuk di China, China tidak memiliki sistem hukum yang siap untuk menangani kejahatan penyerangan seksual, dan pelecehan seksual bahkan lebih sulit untuk dicegah dan dihukum karena ambiguitas undang-undang yang menentangnya. Setelah Gerakan #MeToo di China memobilisasi lembaga pemerintah dan LSM di kota, China saat ini sedang bekerja menuju kesetaraan, China juga akan mengamandemen Undang-Undang tentang Perlindungan Hak dan Kepentingan Perempuan, regulasi tersebut membuat kepentingan perempuan China semakin membaik, bahkan Dewan Negara, kabinet China, meluncurkan Outline of Women's Development in China (2021-30) untuk mempromosikan kesetaraan gender pada September 2021 hingga sekarang.
ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN MINERAL ILEGAL (Studi Putusan Nomor: 90/Pid.Sus/2021/PN Gdt)
Muhammad Rifqi Pangestu;
Risti Dwi Ramasari
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2990
Terdapat putusan nomor: 90/Pid.Sus/2021/PN Gdt sehubungan dengan tindak pidana pengolahan dan pemurnian mineral secara tidak sah, dan di atas terdakwa I Bayu Mukhlisin Bin Aminudin dan terdakwa IIN uryanto Bin Poniran menyatakan sah dan meyakinkan. Dia dinyatakan bersalah melakukan kejahatan. Perbuatan pidana ikut serta dalam pengolahan dan pemurnian bahan galian yang bukan berasal dari pemegang izin. Hasil penyidikan dan pembahasan berdasarkan putusan nomor: 90/Pid.Sus/2021/PN Gdt, penyebab pelaku melakukan tindak pidana pengolahan dan pemurnian mineral ilegal adalah kurangnya kesadaran hukum masyarakat. itu. Lahan yang ditambang bukan milik penambang dan merupakan keberadaan masyarakat yang mengandalkan industri pertambangan sebagai mata pencaharian utama. Dan kegagalan pemerintah untuk mensosialisasikan penambang terkait pengolahan dan pemurnian mineral ilegal dapat dituntut. Pertimbangan hukum hakim terhadap pelaku tindak pidana pengolahan dan pemurnian bahan galian ilegal berdasarkan Putusan Nomor: 90/Pid.Sus/2021/PN Gdt adalah bahwa yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa bersifat merusak ekosistem dan lingkungan. merugikan negara, sedangkan faktor yang meringankan adalah terdakwa menyesali perbuatannya, terdakwa baru pertama kali divonis bersalah dan terdakwa sopan di persidangan.
PERANAN KESADARAN HUKUM GENERASI Z DALAM BERINTRAKSI DI MEDIA SOSIAL
Dwi Sartika Paramyta
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2995
Media sosial menghilangkan batas ruang dan waktu yang memberi kebebasan berintraksi akan tetapi harus dibatasi dengan peraturan yang dapat mencegah hal-hal yang merugikan orang perorangan ataupun masyarakat secara luas. Generasi Z sebagai pengguna media sosial membutuhkan kesadaran hukum agar terhindar dari dampak negatif. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder terkait dengan peranan kesadaran hukum bagi generasi Z dalam berintraksi di Media Sosial. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual dan pendekatan filosofis. Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana peranan kesadaran hukum bagi generasi Z dalam berintraksi di Media Sosial dan bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum bagi Generasi Z dalam berintraksi di media sosial. Hasil penelitian ialah peranan kesadaran hukum bagi Generasi Z dalam berintraksi di Media Sosial adalah sangat penting agar mengoptimalkan pemanfatan media sosial secara positif dan melindungin diri dari efek negatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum bagi Generasi Z dalam berintraksi di media sosial antara lain pengetahuan tentang ketentuan hukum, pengakuan terhadap ketentuan hukum, penghargaan terhadap ketentuan hukum, pentaatan atau kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan hukum. Hal tersebut akibat faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi Generasi Z dalam membentuk, menginternalisasikan dan mengaplikasikan ketentuan hukum sehingga membentuk kesadaran hukum dalam berintraksi di media sosial.