Hukum Responsif : Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
Responsif Law Journal is a method of interpretation that involves various important factors (not just reviewing the text of legal products) but also involves knowledge of historical background, culture, anthropology and psychology to bring back the nuances of a scientific text. Hermeneutics is also a humanities science that is universal as a result of reflection in all conditions of understanding. The scope of articles published in this journal covers a wide range of topics, including: Criminal law; Civil law; Constitutional law; State administrative law; International law; Development society law; Islamic law; Business law; Procedural law; and Human rights.
Articles
162 Documents
IMPLEMENTASI PROSES ASIMILASI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KELAS 1 CIREBON (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cirebon)
Yulita Haryani;
Rd Henda
Hukum Responsif Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/responsif.v10i1.5056
Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya akan disingkat dengan LAPAS merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan bahwa ia telah terbukti melanggar hukum. LAPAS juga lebih dikenal oleh masyarakat awam dengan istilah penjara. Ketika seseorang telah dimasukan kedalam LAPAS, maka hak kebebasannya sebagai warga masyarakat akan dicabut. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Sesuai dengan sistem pemasyarakatan tersebut, ketika seorang narapidana berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan seharusnya mendapatkan pembinaan. Salah satu bentuk pembinaan kepada narapidana yaitu pembinaan Asimilasi. Asimilasi merupakan pembinaan terhadap narapidana pada tahap kedua. Asimilasi sebagai bentuk reintegrasi sosial sebelum narapidana nantinya benar-benar di bebaskan. proses ini membutuhkan suatu prasyarat, yaitu bila itu terjadi saling penyesuaian diri sehingga memungkinkan terjadinya kontak dan komunikasi sebagai landasan untuk dapat beriteraksi dan memahami diantara kedua etnis. Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum sosioligel yaitu pendekatan masalah melalui penelitian hukum yang berlaku dengan melihat perundang-undangan serta dihubungkan dengan fakta di lapangan berdasarkan data yang diperoleh. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan asimilasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas 1 cirebon sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Adapun yang belum sesuai dikarenakan kurangnya jumlah pegawai yang ada, pembinaan yang sudah sesuai disini adalah diberikannya kesempatan narapidana untuk melakukan asimilasi dengan memberikan bimbingan dan pembinaan sedangkan yang masih belum sesuai adalah belum dilakukannya asimilasi narapidana dengan pihak ketiga.
PEMOLISIAN BERBASIS MASYARAKAT SUATU FOKUS PADA EFEKTIFITAS PENGENDALIAN KEJAHATAN DI INDONESIA
moh. sigit gunawan
Hukum Responsif Vol 5, No 1 (2014): Hukum Responsif
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/responsif.v5i1.168
AbstractDalam judul makalah ini disebutkan fokus pada efektifitas dengan maksud mengerjakan sebuah sesuatu dengan benar namun tidak berarti “doing the right thing” dikalahkan. Dalam hal ini peran polisi tidak sendiri tetapi melibatkan peran aktif dan melakukan bersama-sama dengan masyarakat. Rumusan tugas pokok tersebut bukan urutan sebuah prioritas, melainkan ketiga-tiganya sama pentingnya. Sedangkan dalam pelaksanaan tugas pokok yang akan dikedepankan sangat tergantung dari situasi dan kondisi masyarakat di dalam lingkungannya. Pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Dalam hal ini pihak kepolisan seharusnya lebih mengembangkan taktik proaktif untuk menangani tindak kejahatan yang tidak dapat diselsaikan dengan cara reaktif. Pertemuan dengan masyarakat merupakan perekat sekaligus dapat mencairkan hubungan antara Polisi dengan masyarakat yang dilayaninya. Dalam pertemuan banyak dikemukakan gagasan, pertanyaan,serta pendapat yang terkadang menjadi masukan bagi kalangan Kepolisian dalam menjalankan tugas maupun fungsinya.Pemahaman Pemolisian Berbasis Masyarakat dapat membuat kreatifitas yang berupa tumbuhnya inisiatif masyarakat dan Kepolisian untuk membuat organ dalam melakukan kerja yang lebih efektif dan efesien dalam penanganan kejahatan dan pengendalian kejahatan dan merupakan sebuah pembaharuan hukum terutama dalam Hukum Acara Pidana. Pendekatan kultural memang dipakai untuk mempertajam persoalan keamanan dalam konteks tanggung jawab komunitas. Jika dihimpun kegiatan Pemolisian Berbasis Masyarakat ini telah memberikan sinyal yang tegas; bahwa perubahan hukum bukan kerja tunggal aparat, bukan kerja tunggal pengambil kebijakan melainkan kerja bareng dengan masyarakat.Kata Kunci : Efektifitas dan Efesiensi,pengendalian, tugas dan peran fungsi, aktif dan cepat, masyarakat
EKSISTENSI JAKSA SEBAGAI PENGACARA NEGARA DALAM MELAKUKAN GUGATAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI (STUDI KASUS PERKARA KORUPSI DI KABUPATEN CIREBON)
Astrid Bella Angita;
Dudung Hidayat
Hukum Responsif Vol 9, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/responsif.v9i2.5047
Kejaksaan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Salah satu kewenangan kejaksaan berdasarkan undang-undang adalah kejaksaan dapat bertindak untuk dan atas nama negara baik diluar maupun didalam pengadilan dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara (DATUN). Berlandaskan kewenangan tersebut muncullah istilah Jaksa Pengacara Negara (JPN). Kejaksaan di Indonesia memiliki bagian tersendiri untuk penanganan kasus DATUN. Salah satunya adalah Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon. Penulisan ini bertujuan untuk melihat Eksistensi Jaksa Sebagai Pengacara Negara Dalam Melakukan Gugatan Pembayaran Uang Pengganti (Studi Kasus Perkara Korupsi Di Kabupaten Cirebon). Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalah adalah: bagaimanakah upaya Kejaksaan dalam mengembalikan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi dan Apa hambatan Jaksa Pengacara Negara dalam upaya mengembalikan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik riset ke lapangan yaitu Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang menangani penyelesaian untuk memulihkan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. Berdasarkan hasil penelitian skripsi ini diketahui bahwa Jaksa Pengacara Negara dalam penyelesaian pengembalian beban ganti rugi terhadap keuangan Negara merupakan upaya lanjutan setelah instrumen pidana tidak sepenuhnya mengembalikan kerugian keuangan Negara. Strategi kejaksaan untuk pengembalian keuangan Negara adalah optimalisasi fungsi dan tugas kejaksaan pada bidang penyidikan dan Intelijen. Hambatan jaksa pengacara negara yaitu terhadap aset terpidana sudah tidak ada lagi untuk dijadikan obyek gugatan, sehingga akan sia-sia karena tidak ada lagi untuk dilakukan sita jaminan serta perkara perdata membutuhkan biaya yang besar dalam penyelesaiannya sehingga akan rugi jika dipaksakan melakukan gugatan jika uang pengganti kecil.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PENJUALAN ROKOK ILEGAL
Dicky Eka Wahyu Permana;
Sanusi Sanusi
Hukum Responsif Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/responsif.v12i1.5026
Peredaran rokok mempunyai sifat atau karakteristik yang konsumsinya perlu dikendalikan. peredarannya perlu diawasi. rokok yang beredar harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. di pasaran banyak terdapat rokok ilegal yang tidak sesuai dengan undang-undang cukai. Rumusan masalah penelitian ini antara lain, bagaimanakah kualifikasi rokok ilegal dan bagaimanakah penegakan hukum terhadap pelaku penjualan rokok illegal. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yang disebut juga dengan metode penelitian doktrinal dengan spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat preskriptif, Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang kemudian data dianaliasis secara kualitatif. Rokok ilegal adalah rokok yang beredar di wilayah Indonesia baik itu yang berasal dari produk dalam negeri maupun impor yang tidak mengikuti peraturan yang berlaku di wilayah hukum Indonesia, ciri-ciri rokok ilegal diantaranya tidak dilekati pita cukai, pita cukai palsu dan pita cukai bekas,dan penegakan hukum terhadap pelaku penjualan rokok ilegal adalah dengan memberikan sanksi administratif dan sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang No 39 tahun 2007 perubahan atas Undang-Undang No 11 tahun 1995 tentang cukai, Seharusnya pemerintah lebih ketat dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal dan juga melakukan operasi pasar terkait peredaran rokok ilegal serta regulasi dalam hal ini pemberian sanksi yang dijatuhkan hakim untuk pelaku penjualan rokok ilegal harus lebih berat agar bisa memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain.
KEKUATAN AKTA JUAL BELI (AJB) ATAS TANAH DALAM PROSES MENJADI SERTIPIKAT HAK MILIK (SHM)
Yeni Puspita Dewi;
Tina Marlina;
Irma Maulida
Hukum Responsif Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/responsif.v11i2.5014
Tanah.merupakan.salah.satu.sumber.penghidupan bagi masyarakat dan menjadi kebutuhan manusia yang mendasar, tanah dan manusia tidak dapat dipisahkan. Manusia hidup dan berkembang serta melakukan aktivitas di atas tanah. Pasal 9 Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menjelaskan bahwa adanya kepastian hukum yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Pemerintah harus menyelenggarakan pendaftaran atas tanah guna membuktikan tanda kepemilikan, hal ini dimaksudkan supaya terciptanya ketertiban atas pemanfaatan tanah. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka identifikasi masalah ini adalah Bagaimana kekuatan akta jual beli (AJB) dalam pensertipikatan tanah dan Bagaimana proses akta jual beli (AJB) menjadi sertipikat hak milik (SHM). Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang memiliki maksud dan tujuan untuk menemukan fakta, yang kemudian munuju pada identifikasi dan pada akhirnya menuju penyelesaian masalah. Hasil penelitian dan merupakan sebagai tujuan akhir dari pembuatan akta tanah yaitu untuk mendapatkan sertipikat sebagai. Penjaminan hak atas tanah tersebut yaitu dikarenakan adanya sertipikat atas tanah karena yang telah dilengkapi dengan surat ukur mengenai batas-batas tanah secara pasti sehingga dapat menjamin kepastian objeknya.
ASPEK YURIDIS PENERAPAN TINDAK PIDANA LINGKUNGAN DALAM PENAMBANGAN TRADISIONAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA (Studi Putusan Nomor 134/Pid.B/LH/2018/PN Sbr )
Ruri Fanesa Claudia Asri;
Rd Henda
Hukum Responsif Vol 10, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/responsif.v10i2.5063
Pengelolaan sumber daya alam adalah hak negara untuk mengelola dan menguasainya yang akan digunakan untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat banyak, Salah satunya yaitu kegiatan pernambangan. Kegiatan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009. Terhadap mereka yang melakukan pelanggaran ketentuan Undang-undang tersebut, maka diancam pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 158 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam penelitian ini masalah yang dikaji adalah, Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Putusan Nomor 134/Pid.B/LH/2018/Pn Sbr dan Ketentuan Hukum Undang-undang No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Berkaitan Dengan Penerapan Sanksi Pidana Lingkungan Dalam Penambangan Tradisional Tanpa Izin. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk hukum normatif dengan tipe penelitian bersifat deskriptif, pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif. Data yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, seleksi data, klasifikasi data, dan sistemasi data. Selanjutnya analisis data dilakukan dengan cara deskriptif dan kualitatif. Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka ketentuan hukum hakim yaitu hakim mempertimbangkan rasa keadilan, namun Hakim hanya melihat apa yang ada di Pengadilan saja tanpa melihat kultur masyarakat terdakwa tinggal serta berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Sumber Nomor 134/Pid.B/LH/2018/PN Sbr ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi hukum yang terjadi pada kasus yaitu faktor penegak hukum penegak hukum dan faktor masyarakat. Faktor penegal hukum antara lain tidak sesuai hasil putusan dengan yang terdapat dalam aturan Undang-undang yang berlaku, dan faktor masyarakat setempat tidak pernah mempermasalkan pernambangan tersebut memiliki izin atau tidaknya, yang tersebut selama hak atas tanah mereka terpenuhi.
MENERAWANG PROBLEMATIKA KEBIJAKAN INVESTASI NEGARA GUNA MENGKRITISI UNDANG-UNDANG NO.25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL
Endang Sutrisno
Hukum Responsif Vol 4, No 2 (2012): HUKUM RENSPONSIF
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/responsif.v4i2.1156
The development of the legal order in a global era has led the legal to cross-domain border on another level. Law must be able to be the order of primacy to construct values of justice, predictability and usability. Legal policy through legislation products often respond to national interests. It should have a balance of interests between national and global. The content of Act 25 of 2007 on Investment should reflect these problems. In fact, in the level of implementation, it is not able to accommodate a balance of interests. A dichotomy of interests due to the inclusion of global values causes the negation of national interest. Key Words : Legal Order; National Interest & Global Interest
TINJUAN TEORITIS PERIZINAN JUAL BELI CAIRAN ROKOK ELEKTRIK DI HUBUNGAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN
Anggi Ariyadi Prayitno;
Jojo Junawan
Hukum Responsif Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/responsif.v10i1.5052
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok yang cukup besar. Sesuai perkembangan zaman, bentuk rokok yang diminat para remaja, yaitu penggunaan rokok elektrik (Electronic Nicotine Delivery System atau E-Cigarette). Rokok elektrik sendiri juga sudah terdapat di Indonesia. Sampai saat ini, rokok elektrik masih masuk ke Indonesia sebagai komoditi perdagangaan alat elektronik lainnya, bukan sebagai rokok atau obat-obatan. Akibatnya rokok elektrik ini tidak memiliki izin dari Kementrian Perdagangan dan tidak ada izin edar dari BPOM serta bebas dari cukai. Seperti yang kita tahu, jaman sekarang ini vape sudah banyak mengalami perkembangan yang bisa dibilang cukup pesat dan juga menjadi perdebatan yang ada terutama khususnya di Indonesia. Dalam penelitian ini permasalahan yang ingin diketahui ialah 1) Bagaimanakah pelaksanaan peredaran cairan rokok elektrik di wilayah Kota Cirebon, 2) Bagaimanakah upaya Dinas Perdagangan dalam menertibkan peredaran cairan rokok elektrik. Penelitian ini merupakan metode pendekatan yuridis empiris yang merupakan pemecahan masalah yang didasarkan pada studi pustaka atau peraturan perundang- undangan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan dengan maksud dan tujuan menemukan fakta yang menuju pada identifikasi masalah dan pada akhirnya penyeselasaian masalah. Dalam hal pendekatan digunakan untuk menganalisa Dinas Peindustrian dan Perdagangan (DISPERDAGIN) Kota Cirebon dalam perannya untuk meminimalisir peredaran cairan rokok elektrik (liquid) yang beredar dan belum memiliki izin di wilayah Kota Cirebon. Hasil penelitian disimpulkan bahwa tidak adanya perizinan yang dimiliki oleh para penjualnya cairan rokok elektrik (liquid) diwilayah Kota Cirebon namun banyak penjual yang menjual produk tersebut secara bebas tanpa memiliki izin. Dari sini Dinas Perdagangan Kota Cirebon memiliki upaya-upaya sendiri dari melakukan pengawasan, menetapkan standar, mengadakan tindakan penilaian, mengadakan tindakan perbaikan dan mereka tidak segan untuk melakukan penyitaan terhadap produk tersebut jika melanggar Undang-Undang yang berlaku.
Kedudukan Dan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Di Dalam Proses Legislasi Pasca Amandemen Uud 1945
montisa mariana
Hukum Responsif Vol 5, No 1 (2014): Hukum Responsif
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/responsif.v5i1.120
Dewan Perwakilan Rakyat telah mengalami pergeseran fungsi dan wewenang sesudah Amandemen UUD 1945. Hal ini terlihat di dalam proses pembuatan perundang-undangan (legislasi). Sebelum UUD 1945 diamandemen, kekuasaan legislasi terletak di tangan Presiden (eksekutif) dengan merujuk kepada Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Namun setelah UUD 1945 diamandemen, proses legislasi dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan merujuk kepada Pasal 20 ayat 1 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang”. Hal ini merupakan salah satu bentuk penguatan fungsi DPR di dalam proses legislasi pasca Amandemen UUD 1945.Kata Kunci : DPR, Presiden, Legislasi, Amandemen UUD 1945
TINJAUAN YURIDIS SANKSI TERHADAP PELANGGARAN PEMASANGAN SALURAN AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN KUNINGAN (Studi pada Kantor PDAM Kabupaten Kuningan)
Krisna Muhamad Dahlan;
Montisa Mariana
Hukum Responsif Vol 9, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/responsif.v9i1.5037
Pelanggaran pemasangan kembali saluran air minum yang telah diputus karena menunggak pembayan rekening PDAM akibat tidak mempunyai dana untuk membayarnya maka konsumen melakukan Pelanggaran pemasangan air minum di Kabupaten Kuningan karena sebagian besar Penduduk Kabupaten Kuningan memakai air dari PDAM tetapi tingkat penghasilannya rendah, maka dari itu sering ditemukan konsumen melakukan pelanggaran pemasangan kembali saluran air minumnya yang telah dicabut karena konsumen tersebut awalnya menunggak pembayaran rekening air minum PDAM. Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah bagaimana Pelanggaran yang dilakukan oleh konsumen Perusahaan Daerah Air Minum PDAM di Kabupaten Kuningan, dan bagaimana penerapan sanksi yang diberikan kepada konsumen yang melakukan pelanggaran pemasangan air minum PDAM di Kabupaten Kuningan. Metode yang digunakan didalam penelitian ini ialah metode pendekatan, yuridis sosiologis, yaitu penulisan yang mengkaji suatu permasalahan dengan berdasarkan keilmuan hukum ataupun studi kepustakaan yang kemudian dihubungkan dengan memperhatikan peraturan daerah yang berlaku. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa untuk efek jera konsumen yang menunggak pembayaran dan melakukan Pelanggaran pemasangan saluran air minum akan dikenakan sanksi 50% dari tunggakan yang belum konsumen bayarkan kepada PDAM dan ditambah biaya pemasangan meter air (Berdasarkan SK Direksi PDAM Kabupaten Kuningan nomor: 870/ SK-25-PDAM/201tentang Sanksi Terhadap Pemasangan Saluran Air Minum secara Illegal), selain hal tersebutfaktor yang menyebabkan konsumen melakukan pelanggaran pemasangan air PDAM Kabupaten Kuningan ialah faktor ekonomi dan lingkungan. Pelaku tidak bisa membayar setiap bulannya kepada Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Kabupaten Kuningan tetapi si pelaku masih membutuhkan air dan lingkungan yang mendorong pelanggaran tersebut. Oleh karena itu pelaku berani melakukan pelanggaran tersebut agar bisa mendapatkan air bersih dan pelaku dikenakan sanksi denda yang tercantum didalam Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Pelayanan Air Minum Kabupaten Kuningan.