cover
Contact Name
Ali Mustofa
Contact Email
alimustofa@unesa.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
alimustofa@unesa.ac.id
Editorial Address
The English Department, Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Surabaya T4 Building, 2nd floor Lidah Wetan Campus Surabaya 60213
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Litera Kultura
ISSN : -     EISSN : 23562714     DOI : -
Litera Kultura : Journal of Literary and Cultural Studies accepts articles within the scope of Literature and Cultural Studies. The journal is published three times in a year: April, August, and December.
Articles 353 Documents
Female Masculinity of Alanna Trebond in Tamora Pierce’s Alanna: The First Adventure (Song of the Lioness) SITI WULANDARI
LITERA KULTURA : Journal of Literary and Cultural Studies Vol 7 No 1 (2019): April
Publisher : The English Department, Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (594.067 KB) | DOI: 10.26740/lk.v7i1.28658

Abstract

Masculinity studies have focused almost exclusively on masculinity performed by men. However this study focuses on masculinity produced by Alanna Trebond as the main female character in Alanna: The First Adventure (Song of the Lioness) novel by Tamora Pierce. The first problem discussed is how masculinity described by Alanna as the main female character in the novel and the second problem concern in what factors that leads in her masculinity. This literary study falls under the umbrella of gender studies, deploys Peter Lehman’s concept of Masculinity and theory of female masculinity by Judith Halberstam to bring out the representation of female masculinity in the novel. Based on the analysis, this study shows that Alanna Trebond has more masculine character than feminine in the form of Courageous, Heroism and Leadership skill. This masculine characteristic is formed and caused by several factors, namely family upbringing and social environment. Keywords: female masculinity, gender, family upbringing Studi maskulinitas telah berfokus hampir secara eksklusif pada maskulinitas yang dilakukan oleh pria. Namun studi ini berfokus pada kejantanan yang diproduksi oleh Alanna Trebond sebagai karakter wanita utama dalam novel Alanna: The First Adventure (Song of the Lioness) oleh Tamora Pierce. Masalah pertama yang dibahas adalah bagaimana maskulinitas digambarkan oleh Alanna sebagai karakter utama wanita dalam novel dan masalah kedua menyangkut faktor apa yang menyebabkan maskulinitasnya. Studi sastra ini berada di bawah payung studi gender, menggunakan konsep Maskulinitas karya Peter Lehman dan teori maskulinitas wanita dari Judith Halberstam untuk menampilkan representasi maskulinitas wanita dalam novel tersebut. Berdasarkan analisis, penelitian ini menunjukkan bahwa Alanna Trebond memiliki karakter lebih maskulin daripada feminin dalam bentuk keberanian, kepahlawanan dan keterampilan kepemimpinan. Karakteristik maskulin ini terbentuk dan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pengasuhan keluarga dan lingkungan sosial. Kata kunci: perempuan maskulin, jenis kelamin, pengasuhan keluarga
OFFRED RESISTANCE AGAINST OPPRESSION IN MARGARETT ATWOOD’S THE HANDMAID’S TALE SKOLASTIKA ARTAULI MAHA SIHARINGGITAN SITOEMORANG
LITERA KULTURA : Journal of Literary and Cultural Studies Vol 7 No 1 (2019): April
Publisher : The English Department, Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.776 KB) | DOI: 10.26740/lk.v7i1.28929

Abstract

Oppression is the inequitable use of authority, law, or physical force to prevent others from being free or equal.Feminist fight against the oppression of women.Women have been unjustly held back from achieving full equality for much of human history in many societies around the world.This study aims to analyze the resistance against oppression of Offred as the main character in Margarett Atwood’s novel The Handmaid’s Tale.in order to analyze the text,This study uses Kate Millet’s theory on sexual politics.The analysis finds out that are two ways Offred become a radical person.Firsty because Gilead Society restrict freedom of the Handmaid , and secondly Gilead Society uses the Handmaid body as a device of the country to produced a baby. And that reasons make Offred shows her own resistance in the end.
Exercising Of Power In Suzanne Collins Catching Fire: Foucauldian Critical Analysis ACHMAD ANGGA RAFIKA ALWIN
LITERA KULTURA : Journal of Literary and Cultural Studies Vol 7 No 1 (2019): April
Publisher : The English Department, Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (577.646 KB) | DOI: 10.26740/lk.v7i1.29041

Abstract

Abstrak Analisis skripsi ini membidik pada pendeskripsian pada praktik kekuasaan oleh para pemimpin dan korbannya, Katniss, yang mana mereka saling mempraktikan kemampuan mereka dalam menindas satu sama lain Skripsi ini berfokus pada proses narasi di novel Catching Fire oleh Suzanne Collins yang merupakan seri kedua dari serial The Hunger Games. Dikarenakan aturan – aturan President yang dilanggar atau ditentang oleh Katniss, hal ini menuntunnya pada kemurkaan dari President Snow dan mendapat banyak pendukung dari kalangan masayarakat di setiap 13 distrik yang ada, dengan maksud untuk menciptakan revolusi baru dan menggulingkan tahta dari President Snow yang memimpin Panem. Penulis menggunakan teori power dari Michel Foucault yang mana sangat cocok dengan pembahasan dalam skripsi ini. Data akan diambil dari berbagai macam aspek dalam novel seperti dialog, penggambaran situasi, alur, dan juga karakter dari tokoh – tokohnya. Jadi penggambaran dari skripsi ini utamanya tentang bagaimana hubungan kekuasaan satu sama lain seperti yang di jelaskan oleh Michel Foucault bahwa tidak selalu orang atas yang bisa menindas orang bawah, namun bagaimana orang – orang tersebut saling menggunakan kekuatan kuasanya dalam maksud dan sistem tertentu. Terlebih lagi bagaimana Katnis merespon penindasan dari President Snow akan dijabarkan dalam penelitian ini. Memperhatikan bagaimana kekuasaan dihubungkan melalui teori tentang power oleh Michel Foucault akan membuat skripsi ini bisa memperluas pandangan dalam hidup manusia soal kekuasaan. Memperhatikan hal-hal yang penting dan menarik akan membuat skripsi ini mampu untuk menunjukkan banyak hal dibalik tindakan dan maksud dari sang penindas kepada yang ditindas dan begitu juga sebaliknya. Peneliti akan menjelaskan dan menghubungkan dengan teori Foucault untuk memberikan info yang lebih akurat tentang penindasan dan kekuasaaan yang tergambarkan di dalam novel, sehingga bisa lebih muda dimengerti oleh pembaca, yang mana juga bisa di hubungkan dalam kehidupan nyata. . Kata Kunci: Kekuasaan, Penindasan Abstract This study aims at describing the power exercised by the leaders and the victim, Katniss, as they exercising their ability to oppress against each other through particular system. This study focus merely in progress of narration of Suzanne Collins’ Catching Fire, which is the second sequel of The Hunger Games. Due to rules that Katniss breaks which lead her into the anger of President Snow and a massive support from all districts to create the revolution and to overthrow President Snow’s power to lead the Panem. The writer will use the concept of power from Michel Foucault which is fit to what is going to be explained in this study. The data will be taken from many aspects from the novel such as dialogue, depiction of situation, plot, and character as well. So, the portray of this study mainly about how the power would be related to each other as explained by Michel Foucault as well that it is never about upward oppress downward, yet how people exercise their power to each other due to particular purposes. More over how Katniss responses will be also explained in the analysis because of the cruelty of President Snow. Concerning on how power is related or chained to others through the theory of power from Michel Foucault will make this study widen the sight of human real life. Paying attention to important and interesting things that will make this study able to show a lot of things beneath the actions and intention from the oppressor to the oppressed and vice versa. The researcher will explain and chain to Foucault’s theory to give more accurate sight about the oppression and power that depicted in the novel, in order to make it easier to be understood by the readers, which also can be related in the reality. Keywords: Power, Oppression
Animal Totems and its Representation in Philip Pullman’s Northern Lights CINDI AMANDA DISTIA KUSUMA WARDANI
LITERA KULTURA : Journal of Literary and Cultural Studies Vol 7 No 1 (2019): April
Publisher : The English Department, Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (431.947 KB) | DOI: 10.26740/lk.v7i1.29042

Abstract

This study uses descriptive qualitative method which focusing on the literary work in the novel and interpretation on the analysis. The main data is taken from one of Phillip Pullman‟s trilogy entitled Northern Lights. The main focus of this study is the three main characters and their daemons of the novel named Lyra Belacqua, Lord Azriel and Marisa Coulter then their daemons named Pantailamon, Stelmaria, and Ozymandias. This study aims to analyze how the three main characters and their daemons lead their life to Totemism and the representation of the animal totems toward human‟s personality trait based on the three main characters which already stated in the research questions. Totems are symbols or representations of human‟s affiliations with, and/or categorizations of, animals, plants and inanimate objects. Totemism is related to fundamental human belief systems based on totems. Investigating totems and totemism psychologically is a unique way to explore human minds. The theory from Wundt and Freud for definition of the term totemism and the representation of animal totems toward characters‟ personality using Carl Jung about four basic psychological functions are applied to reveal the problems. This analysis shows how the three main characters with their daemons lead their life to totemism by revealing the three characters‟ activites, behavioural and way to respond something to a certain circumtances. Beside that, the representation of the three characters in term of their personality traits can be identified whether they belong to extrovert or introvert by finding the similarities between the daemon and the character according to the meaning of each animal totems and four basic psychological functions. Keywords: Animal Totem, Totemism, and Personality TraitPenelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang berfokus pada karya sastra dalam novel dan interpretasi dalam analisis. Data utama diambil dari salah satu trilogi Philip Pullman yang berjudul Northern Lights. Fokus utama pada penelitian ini adalah ketiga karakter utama yang bernama Lyra Belacqua, Lord Azriel and Marisa Coulter dan daemon mereka yang bernama Pantailamon, Stelmaria, dan Ozymandias. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana ketiga karakter utama dan daemon mereka mengarah hidupnya pada totemisme dan representasi dari totem binatang terhadap kepribadian manusia seperti yang telah dinyatakan dalam rumusan masalah. Totem adalah sebuah simbol atau representasi dari afiliasi manusia atau kategori dari hewan, tumbuhan dan objek mati. Totemisme berhubungan dengan kepercayaan mendasar manusia berdasarkan totem. Menginvestigasi totem dan psikologi totemisme adalah hal yang unik untuk di jelajahi dalam pemikiran manusia. Teori dari Wundt dan Freud untuk gambaran definisi dari totemisme dan representasi dari totem binatang terhadap kepribadian karakter menggunakan teori Carl Jung mengenai empat fungsi psikologis dasar ini diterapkan untuk mengungkapkan masalah yang ada. Analysis mengacu pada bagaimana ketiga karakter utama dan daemon mereka mengarahnya pada totemisme dengan mengungkapkan kegiatan, perilaku, dan dalam menanggapi sesuatu di keadaan tertentu. Selain itu, representasi dari ketiga karakter perihal sifat kepribadian mereka dapat dikategorikan sebagai ekstrovert atau introvert dengan menemukan persamaan diantara daemon dan karakter berdasarkan arti dari masing-masing totem binatang dan empat fungsi psikologis dasar. Kata Kunci: Totem Binatang, Totemisme, dan Sifat Kepribadian
Jacob Portman’s Identity Confusion in Ransom Riggs’ Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children LINDA LESTIANA
LITERA KULTURA : Journal of Literary and Cultural Studies Vol 7 No 1 (2019): April
Publisher : The English Department, Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.008 KB) | DOI: 10.26740/lk.v7i1.29109

Abstract

This study analyses Jacob Portman’s identity confusion in Ransom Riggs’ Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children. Adolescent period, as experienced by Jacob Portman, is considered as the most sensitive and dangerous period in a person’s life because adolescents experience a search of identity in that period. They may discover their self-identity or even experience identity confusion. This study is aimed to explore identity confusion depicted in a fantasy novel, and to reveal the possible factor of the identity confusion which happen to the protagonist character. The data source of the study is Ransom Rick’s fantasy novel, entitled Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children. Analysis of the study is done by applying the theoretical concept of Identity confusion by Erik H. Erikson. Identity versus role confusion is part of psychological stages which can help to reveal identity confusion that appears on Jacob Portman. The study showed that Jacob Portman experienced identity confusion, he cannot answer the big question ‘who am I?’. Jacob confuses about who is he and where he belongs in the society. And this study also showed the possible factors that caused Jacob Portman experienced identity confusion. First is caused by lack of supports from his parents, second is his parents always force him to be like they want, for the last possible factors is he does not have enough commitment to decide thing for his own life. So, Jacob cannot successfully through identity versus role confusion stage which cannot bring him to be mature individual as people expect. Keywords: psychological stages, identity vs role confusion, identity, identity confusion
Magical Realism and Kafkas Construction of Identity in Haruki Murakamis Kafka on the Shore FAHMI APRILIYANTI AMIRULLAH
LITERA KULTURA : Journal of Literary and Cultural Studies Vol 7 No 1 (2019): April
Publisher : The English Department, Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.413 KB) | DOI: 10.26740/lk.v7i1.29110

Abstract

Magical realism has become remarkable genre in literary works. One of many novelists who apply magical realism in his work is Haruki Murakami, in one of his works entitled Kafka on the Shore. This novel tells about a story of Kafka and Nakata whom their journey is corresponding to each other. For that reason, this study will reveals how magical realism is depicted in Kafka on the Shore by using magical realism characteristics proposed by Wendy Faris; Irreducible Element, Phenomenal World, Unsettling Doubts, Merging Realm and Disruption of Time, Space and Identity. In addition, to reveals how Kafka constructing his identity upon the disruption he got by using Lacanian Hero as the aim of and symbolical order as the media of the construction of identity. The analysis shows that magical realism depicted in the novel by the presence of the events that indicated as magical realism characteristics. Other than that, by using Lacanian concept of Hero and Symbolical order, the finding reveals how Kafka construct his identity by being hero for himself, means that he needs to accept his fate, not runs to the world of compensation and to pays the price for his actions while he tries to accept the fate he has.Keywords: Magical Realism, Identity, Construction, Lacanian Hero, Symbolical Order.
The Struggle of Lady Eboshi on Preserving Womanhood Value with Battling the Gender Stereotypes Culture in Princess Mononoke by Hayao Miyazaki DHEA ANGGRAENI RACHMI
LITERA KULTURA : Journal of Literary and Cultural Studies Vol 7 No 1 (2019): April
Publisher : The English Department, Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (356.228 KB) | DOI: 10.26740/lk.v7i1.29484

Abstract

Abstrak Studi ini difokuskan pada peran feminisme radikal dan pengalihan gender dalam Princess Mononoke oleh Hayao Miyazaki. Ini menganalisis bagaimana seorang wanita di Irontown bernama Lady Eboshi dapat membuat banyak perbedaan untuk mencapai kesetaraan gender dengan menghancurkan budaya tradisional di mana wanita tidak dapat melakukan banyak hal seperti pria. Dia mengubah stereotip dan pandangan orang-orang ketika dia membuat para wanita di Irontown menjadi berani dan tangguh seperti dia. Data diambil dari film Princess Mononoke oleh Hayao Miyazaki dalam bentuk dialog, kutipan, frasa, dan deskripsi. Princess Mononoke menunjukkan bahwa wanita dan pria sama-sama sama meskipun jenis kelamin dan sifat biologisnya diberikan kepada mereka. Pria kebanyakan mendominasi dalam banyak hal, tetapi Lady Eboshi menjadikan para wanita termasuk dirinya menjadi jenis kelamin yang lebih unggul. Feminisme radikal memengaruhi Lady Eboshi untuk menjadi pemimpin dan menghancurkan budaya tradisional Jepang. Kata Kunci: Feminisme, Feminise Radikal, Patriarkal dan, Era Jepang.
Magical Realism in Riggs’ Miss Peregrine’s Home For Peculiar Children INTAN MUSTIKA WATI
LITERA KULTURA : Journal of Literary and Cultural Studies Vol 7 No 1 (2019): April
Publisher : The English Department, Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (514.252 KB) | DOI: 10.26740/lk.v7i1.29485

Abstract

Abstrak Miss Peregrines Home for Peculiar Children (2011) adalah novel remaja yang menarasikan tentang kisah Jacob Portman, anak lelaki berumur enam belas tahun yang mengalami situasi realisme magis setelah kematian misterius kakeknya. Studi ini bertujuan untuk mengungkap penyajian dari realisme magis dalam narasi dan meneliti bagaimana fenomena magis disajikan dalam teks. Analisis dari studi ini didasarkan pada satu rumusan masalah utama: “Bagaimana realisme magis digambarkan dalam novel Miss Peregrines Home for Peculiar Children oleh Ransom Riggs?”. Teori yang digunakan untuk menganalisa fenomena realisme magis adalah teori lima elemen dari realisme magis oleh Wendy B. Faris. Hasil studi ini menunjukkan bagaimana dunia magis digambarkan dalam naratif tetapi masih terasa logis. Ada hal-hal supernatural dan luar biasa yang terjadi dalam teks. Fenomena ini semuanya bergabung dengan peristiwa nyata yang terjadi di dunia nyata. Kata Kunci: Realisme Magis, Keanehan
Magical Realism in Haruki Murakamis After Dark RHEZA ADAM ASFAHANI
LITERA KULTURA : Journal of Literary and Cultural Studies Vol 7 No 1 (2019): April
Publisher : The English Department, Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.384 KB) | DOI: 10.26740/lk.v7i1.29486

Abstract

After Dark merupakan salah satu karya sastra populer karangan Haruki Murakami. Novel tersebut menceritakan tentang seorang wanita muda bernama Eri Asai yang telah tertidur selama dua bulan dan belum terbangun. Fokus penelitian ini pada hal-hal yang terjadi saat Eri tidur dan kejadian di mimpinya menggunakan teori realisme magis oleh Wendy B. Faris yang ada di bukunya yang berjudul Ordinary Enchantments: Magical Realism and the Remystification of Narrative dan teori mimpi dari Carl Jung. Terdapat dua rumusan masalah dalam studi ini: 1. Bagaimana realisme magis digambarkan dalam After Dark? 2.Apa makna dari mimpi dalam realisme magis dari novel? Tujuan dari studi ini adalah untuk menggambarkan realisme magis di dalam novel dan menjelaskan makna dari mimpi dalam realisme magis pada novel. Data studi ini adalah novel karya Murakami yang berjudul After Dark. Data inti diambil dari sumber data yang menggambarkan kejadian-kejadian saat Eri tidur dan mimpinya. Data dianalisis dengan menggunakan teori yang sudah disebut sebelumnya. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa hal-hal yang terjadi saat Eri tertidur dan bermimpi menggambarkan sebagai realisme magis berdasarkan lima karakteristik dari relisme magis seperti elemen tak tereduksi, dunia fenomenal, keraguan yang menggoyahkan, penggabungan dunia dan gangguan dari waktu, ruang dan identitas. Kejadian yang terjadi di mimpi Eri merupakan gambaran dari seorang wanite pelacur asal China yang di tolong oleh Mari Kata Kunci: magis, realisme, tidur, mimpi
Sexism in C.S. Lewis The Chronicles of Narnia HERISKA AYU PRANANING TYAS
LITERA KULTURA : Journal of Literary and Cultural Studies Vol 7 No 1 (2019): April
Publisher : The English Department, Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.954 KB) | DOI: 10.26740/lk.v7i1.29487

Abstract

Abstrak Penelitian ini difokuskan pada seksisme dalam novel The Chronicles of Narnia oleh C.S. Lewis. Penelitian ini menganalisis bagaimana seksisme tercermin pada para karakter wanita di dalam novel. C.S. Lewis mengambil tindakan berbeda untuk menggambarkan karakter wanitanya dalam novel, Dia percaya bahwa karakter wanita harus lebih inferior daripada karakter pria dalam berbagai hal. Data diambil dari novel The Chronicles of Narnia oleh C.S. Lewis dalam bentuk dialog, kutipan, frasa, dan deskripsi. Analisis ini menggunakan teori seksisme yang terkait dengan karakter wanita dalam novel. Seksisme digunakan untuk menganalisis karakter perempuan karena menjelaskan bahwa perempuan sering diperlakukan negatif dalam masyarakat berbeda dari laki-laki. Perempuan digambarkan sebagai gender yang kurang penting. Masyarakat selalu menganggap remeh wanita sebagai inferior dan memandang pria sebagai gender superior dalam berbagai hal. Masyarakat juga tidak lagi jarang memberikan perlakuan berbeda pada masing-masing gender. Dalam The Chronicles of Narnia, karakter wanita memainkan peran utama dalam cerita, mereka tidak diizinkan bertarung langsung dalam pertempuran. Tapi, mereka menjadi figur pendukung dalam pertempuran, seperti Lucy yang menjadi tabib yang menyembuhkan orang yang terluka dalam pertempuran dengan sihir ramah. Jelas juga bahwa seksisme yang tercerminkan pada karakter perempuan dalam seluruh seri novel tidak hanya ditunjukkan oleh penulis C.S. Lewis, tetapi juga tokoh protagonis pria dalam novel itu sendiri. Kata kunci: Seksisme, gender, perempuan, inferior

Page 2 of 36 | Total Record : 353