cover
Contact Name
Hasjad
Contact Email
hasjadhasjad8@gmail.com
Phone
+6282129935653
Journal Mail Official
hasjadhasjad8@gmail.com
Editorial Address
Jl. Sultan Hasanuddin No.234 Unaaha, Kab. Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, 93461
Location
Kab. konawe,
Sulawesi tenggara
INDONESIA
Jurnal Lakidende Law Review (DELAREV)
ISSN : -     EISSN : 28296680     DOI : https://doi.org/10.47353/delarev
Core Subject : Social,
Jurnal Lakidende Law Review (DELAREV) diterbitkan Fakultas Hukum Universitas Lakidende. Jurnal ini didedikasikan sebagai media pembahasan hukum yang berisi artikel atau hasil peneltian yang ditulis oleh para ahli, ilmuwan, praktisi, reviewer dan mahasiswa di bidang hukum. Jurnal Lakidende Law Review (DELAREV) terbit tiga kali dalam setahun yaitu pada bulan April, Agustus, dan Desember. Jurnal Lakidende Law Review (DELAREV) mengakomodasi semua kajian atau penelitian tentang hukum diantaranya Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Adat, Hukum Islam dan Lain sebagainya.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 63 Documents
KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA TERHADAP PEMBERI DAN PENERIMA GRATIFIKASI BERDASARKAN UU NO. 31 TAHUN 1999 JUNCTO UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (DALAM RANGKA PEMBAHARUAN REGULASI GRATIFIKASI DI INDONESIA)” Alvan Kharis
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 2 (2022): DELAREV (AGUSTUS)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (952.498 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i2.13

Abstract

Berdasarkan hasil kajian dapat diketahui bahwa gratifikasi diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memberikan sanksi bagi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara sebagai penerima Gratifikasi berdasarkan ketentuan Pasal 12 huruf (a) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman sanksi pidana penjara maksimal seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), sedangkan pemberi gratifikasi hanya dikenakan sanksi pidana yang lebih ringan berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu ancaman sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Padahal pemberi gratifikasi merupakan causa Proxima (asal mula) penyebab terjadinya tindak pidana gratifikasi. Alasan pengaturan ancaman sanksi pidana yang lebih berat terhadap penerima gratifikasi dikarenakan penerima gratifikasi merupakan pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara yang menjalankan tugas negara, namun yang juga menjadi masalah bahwa di dalam Pasal 5 ayat (2) juga mengatur sanksi pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai penerima gratifikasi yang justru ancaman sanksi pidananya sama dengan ancaman sanksi pidana bagi pemberi gratifikasi dalam Pasal 5 ayat (1) dengan sistem perumusan sanksi pidana yang berbeda dengan Pasal 12 huruf (a). Didalam Pasal 12 huruf (a) sistem rumusan sanksi pidananya bersifat “kumulatif”, sedangkan Pasal 5 ayat (2) bersifat “kumulatif- alternatif “ . Pasal 12 huruf (a) dengan Pasal 5 ayat (2) yang mengatur perbuatan yang serupa akan tetapi dengan sistem perumusan sanksi pidana yang berbeda ditambah dengan ancaman sanksi pidana bagi pemberi gratifikasi dan penerima gratifikasi yang demikian berbeda akan menimbulkan ketidakadilan dalam penerapannya. Oleh karena itu menurut penulis Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkhusus pada Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 12 huruf (a) perlu dilakukan “law reform” sebagai upaya pembaharuan regulasi gratifikasi di negara Indonesia, karena regulasi yang demikian buruknya dalam penegakan hukum tidaklah akan mampu melahirkan suatu keadilan,sedangkan keadilan hukum itu sendiri merupakan tujuan hukum yang paling utama dalam penegakan hukum.
PERKEMBANGAN KEJAHATAN MAYANTARA Ni Nyoman Triana Suskendariani; Sabri Guntur
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 2 (2022): DELAREV (AGUSTUS)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (814.648 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i2.15

Abstract

Perkembangan teknologi informasi di satu sisi membawa hal yang positif namun di sisi lain juga membawa hal negatif kepada masyarakat. Dampak positifnya adalah memberikan banyak kemudahan bagi manusia dalam melakukan aktivitasnya. Sedangkan, dampak negatifnya salah satunya adalah memudahkan orang untuk melakukan kejahatan di dunia maya yang sering dikenal sebagai cyber crime.Bebagai bentuk Cyber Crime yang sering kali terjadi menimbulkan kerugian tidak hanya materiil tetapi juga mental spiritual. Cyber Crime yang berdampak terhadap mental spiritual, psikis adalah Cyber Crime dibidang kesusilaan seperti cyber sex dan cyber (child) pornography.
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PERSFEKTIF TEORI KRIMINOLOGIS (Studi Kasus Wilayah Hukum Kepolisian Resort Kolaka) Handrawan Handrawan; Ali Rizky; Idaman Idaman; Ahmad Fatur Ridhan
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 2 (2022): DELAREV (AGUSTUS)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (721.731 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i2.17

Abstract

Faktor-Faktor yang menyebabkan penyalahgunaan Narkotika di Kabupaten Kolaka adalah Pertama, Faktor Geografis, Kedua, Faktor Keinginan untuk mencoba, ingin tampil beda, kurang percaya diri, akhirnya menjadi adiksi (ketergantungan). Ketiga, Faktor Pelampiasan Stres Keempat, Faktor Keamanan, narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana yang disepakati yang akan merusak ketahanan nasional dan pertahanan negara. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi terjadinya penyalahgunaan Narkotika di Kabupaten Kolaka oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten (selanjutnya disingkat BNNK) Kolaka dan Satresnarkoba Kabupaten Kolaka, lebih memprioritaskan atau mengutamakan bidang pencegahan dalam menanggulangi terjadinya tindak pidana narkotika. Kebijakan preventif atau upaya pencegahan yang dilakukan BNNK Kolaka adalah dengan membentuk Desa Bersih Narkoba (Bersinar). dan Upaya represif (penal) merupakan inti dari tugas dan wewenang kepolisian dan BNN Kabupaten Kolaka sebagai penegak hukum dalam kapasitasnya sebagai penyidik dalam menangani tindak pidana Penyalahgunaan Narkotika, maka polisi sebagai penyidik memandang sama dengan tindak pidana yang lain. Artinya, dalam menangani tindak pidana ini penyidik menerapkan pula tindakan-tindakan hukum standar yang bersifat penyidikan, seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan lain-lain sebagainya sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.Kata Kunci: Narkotika; Presfektif; Kriminologis
TINJAUAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB DEBITUR KEPADA KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Karmila Karmila; Jabaruddin Jabaruddin
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 2 (2022): DELAREV (AGUSTUS)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (709.83 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i2.18

Abstract

Tanggung jawab debitur terhadap kreditur dalam perjanjian jaminan fidusia yaitu Pemberi fidusia dalam hal ini debitur wajib mengurus dan menjaga harta benda, Kewajiban debitur adalah memelihara obyek jaminan fidusia, Pemberi fidusia wajib menyerahkan laporan kepada penerima fidusia, Apabila terjadi kerusakan terhadap barang yang telah dijaminkan maka debitur berkewajiban mengganti barang tersebut dan Kewajiban debitur adalah mengasuransikan obyek jaminan fidusia pada perusahaan asuransi. Sedangkan proses penyelesaian sengketa antara debitur dan kreditur dalam perjanjian jaminan fidusia, apabila terjadi cedera janji (wanprestasi) antara debitur dan kreditur dapat diselesaikan melalui 2(dua) mekanisme yakni; melalui jalur litigasi yang terdiri dari penyelesaian secara perdata melalui musyawarah kedua belah pihak sesuai ketentuan yang termuat dalam akta notaries. jika hal tersebut tidak dapat diselesaikan kedua belah pihak maka proses penyelesaian sengketanya dapat dilanjutkan pada pengadilan negeri tempat domisili hukum tetap. apabila salah satu pihak melalaikan ketentuan dalam akta jaminan fidusia tersebut dapat dilakukan tuntutan pidana sesuai dengan Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia.
ANALISIS PERLINDUNGAN ANAK DALAM PANDANGAN HUKUM POSITIF (Dimensi Hukum Administrasi Negara, Hukum Perdata, Dan Hukum Pidana Agus Ariadi
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 2 (2022): DELAREV (AGUSTUS)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (649.083 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i2.19

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis, Perlindungan Anak dalam Pandangan Hukum Positif dimensi Hukum Administrasi Negara, Hukum Perdata, dan Hukum Pidana. Metode Penelitian ini adalah (yuridis- Normatif), yaitu penelitian yang mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma, asas-asas (prinsip), kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian Yuridis Normatif ini mengutamakan penelitian kepustakaan (Library research). Terkait perlindungan anak dalam hukum positif, ada 3 (tiga) Aspek hukum yang mengatur, yaitu hukum Administrasi Negara, Hukum Perdata, dan Hukum Pidana bahwa Pertama didalam Hukum Administrasi Negara lahirnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bahwa Pencatatan Sipil berupa dokumen kependudukan merupakan hak setiap warga Negara termasuk anak dalam arti hak memperoleh (akta autentik), dari pejabat Negara misalnya akta kelahiran (Pasal 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006, tentang Administrasi Kependudukan. Kedua Aspek Hukum Perdata agar demi terjaganya hak-hak keperdataan anak, beberapa aturan perundang-undangan telah memberikan perlindunganya misalnya yang diatur didalam Undang-Undang No : 16 Tahun 2019,tentang perubahan atas undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-Undang No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteran Anak, Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan KUHPerdata (BW), Ketiga dalam Aspek Hukum Pidana dalam hukum Pidana ada dua titik ditekankan pertama perlindungan anak dari tindakan kekerasan dan diskriminasi yang kedua perlindungan bagi anak yang bermasalah dengan hukum. Beberapa undang-undang yang mengatur hal itu misalnya Undang-Undang No.23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang No.11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
TINJAUAN YURIDIS PENATAAN RUANG KAWASAN PESISIR KOTA KENDARI TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP Jabaruddin; Hasjad
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 2 (2022): DELAREV (AGUSTUS)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (878.262 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i2.20

Abstract

Degradasi lingkungan perkotaan digambarkan dari semakin wewadahnya penyakit-penyakit akibat kualitas lingkungan yang semakin memburuk bahkan sulit diatasi, sebagai akibat tidak adanya ruang bagi penampung buangan kegiatan manusia berupa limbah padat maupun limbah cair yang semakin menumpuk dan mengalir tidak terkendali yang menjadi wadah yang subur bagi media pertumbuhan penyakit. Berbagai kondisi lingkungan yang negatif tersebut memacu kejadian kerusakan lingkungan kota menjadi berantai dan kait-mengait. Pada kawasan pemukiman kota tepi air misalnya, masalah klasik adalah bencana banjir, pada kawasan pesisir terjadi kerusakan dan pencemaran pantai. Adanya ‘ROB’ atau genangan air laut ke arah darat, seperti teluk kendari misalnya, tentunya membawa kerusakan akibat pengaruh air asin, atau intruksi air laut yang men gisi kan tong-kantong air tanah (aquifer). Pada kota-kota di daerah lereng pegunungan terjadi tanah longsor dan juga banjir (lumpur) antara lain akibat kurang atau tidak adanya tanaman yang tidak bias mengikat atau menahan air hujan yang terakumulasi, terutama bila terjadi curah air hujan tinggi. Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh permerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, adalah antara lain adalah kebun atau halaman ruang/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Proporsi tiga puluh persen merupakan ukuran minimal untuk minimal untuk keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem okologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketrsedian udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanaman tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya. Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal dua puluh persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat. Ketentuan ruang terbuka hijau publik dan distribusinya ditegaskan dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR). Distribusinya ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3) UUPR disesuaikan dengan sebaran pendukuk dan hirarki pelayanana dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang.
AKIBAT HUKUM PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM JUAL BELI TANAH OLEH PTUN KENDARI (Studi Putusan no 07/GTUN/2007/PTUN-Kdi) Hasim Hartono; Rachmad Al Aziz
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 2 (2022): DELAREV (AGUSTUS)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (664.145 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i2.21

Abstract

Akta Jual Beli merupakan Akta autentik sebagai alat bukti terkuat mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat yang dapat menentukan secara tegas hak dan kewajiban sehingga menjamin kepastian hukum dan sekaligus dapat menghindari terjadinya sengketa. Jika terjadi sengketa seperti pembatalan akta autentik. Akta otentik Sebagai alat bukti yang terkuat dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna di pengadilan. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana akibat hukum pembatalan sertifikat terhadap akta jual beli, (2) Bagaimana pertimbangan hakim pengadilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan sertifikat. Peneltian ini menggunakan tipe penelitian normatif-empiris, yaitu dengan penelitian ini tidak hanya meliputi peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan buku di perpustakaan, tetapi juga terhadap prakteknya dilapangan. Penelitian dengan pendekatan normatif melakukan kajian terhadap perundang-undangan dan kaidah hukum yang berkaitan dengan pembatalan sertifikat hak atas tanah dalam perkara jual beli tanah, pendekatan empiris adalah menganilis data dari lapangan. Hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa Putusan PTUN tesebut dapat kita ketahui bahwa sertifikat hak atas tanah bisa batal dikarenakan beberapa alasan seperti cacat hukum, cacat administrasi dalam penerbitan sertifikat atau juga berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Tujuan dari pembatalan sertifikat tersebut yakni guna untuk memberikan kepastian hukum akan kepemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan atas tanah itu sendiri. Hakim memutuskan perkara tersebut dengan mempertimbangkan dan juga memperhatikan berbagai bukti yang dibuktikan oleh pihak penggugat dan juga tergugat, dari berbagai bukti tersebut hakim memutuskan berdasarkan pertimbangan hukum tersebut Majelis hakim berkesimpulan bahwa tindakan tergugat dalam menerbitkan keputusan objek sengketa adalah terbukti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud oleh ketentuan Pasal 53 ayat (2) huruf a UU No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sehingga dengan demikian keputusan objek sengketa haruslah dinyatakan batal demi dan mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut objek sengketa.
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING DIKECAMATAN ABUKI KABUPATEN KONAWE (Studi Kasus Putusan No. 46/Pid.B/LH/2021/ PN Unh) Sofyan Rauf; Aditya Nur Iman
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 2 (2022): DELAREV (AGUSTUS)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (815.979 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i2.23

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana Illegal Logging yang dilakukan dikawasan Hutan Produksi Terbatas di Kecamatan Abuki Kabupaten Konawe dalam putusan Nomor : 46/Pid.B/LH/2021/PN Unh. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan undang-undang (statute approach) dan metode pendekatan kasus (case approach) dan dilaksanakan di Pengadilan Negeri Unaaha dengan mengambil berkas salinan putusan Nomor : 46/Pid.B/LH/2021/PN Unh. Selain itu, penulis juga mewawancarai Hakim di Pengadilan Negeri Unaaha. Hasil penelitian menunjukkan kesimpulan pertama, penerapan hukum terhadap dalam perkara tindak pidana illegal logging studi kasus Putusan Nomor : 46/Pid.B/LH/2021/PN Unaaha yang dilakukan oleh terdakwa telah memenuhi unsur-unsur yang telah didakwakan oleh penuntut umum dalam surat dakwaan yaitu memanen, atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari penjabat berwenang. kesimpulan kedua bahwa dalam pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana illegal logging studi putusan Nomor : 46/Pid.B/LH/2021/PN Unaaha. hakim tidak mempertimbangkan saudara terdakwa masih tinggal di sekitar Kawasan hutan yang dimana didalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Pengrusakan Hutan penjatuhan hukuman pidana bagi orang perseorangan dibedakan menjadi dua yaitu terdakwa yang tinggal diluar kawasan hutan dan terdakwa yang tinggal di sekitaran kawasan hutan tersebut.
TINJAUAN YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA ( Studi Putusan pengadilan negeri No.4/Pid.Sus-Anak/2021/ PN Unaaha) Jaya Satria Lahadi; Rosmaidar
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 2 (2022): DELAREV (AGUSTUS)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (844.89 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i2.24

Abstract

Tinjauan Yuridis Pemidanaan Terhadap Anak Dalam Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus Pengadilan Negeri No 4/Pid.sus-Anak/2021/Pn. Unaaha Penyalahgunaan narkotika sudah lama menjadi masalah serius yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia. Narkotika juga dijadikan sebagai lahan basah yang menggiurkan bagi pengedar karena memberikan keuntungan yang sangat besar dari penjualan barang haram tersebut. Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia belakangan ini semakin marak dan tidak hanya menyerang orang dewasa saja melainkan kalangan anak-anak dan generasi penerus bangsa juga dijadikan sasaran pengedaran Narkotika bahkan diantaranya dijadikan pengedar. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah guna untuk mengetahui Racitio Recidendi Hakim dalam memutuskan perkara nomor 4/pid.sus.-anak/2021/Pn unaaha. Tipe penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah normatif, dimana penelitian ini tidak hanya meliputi peraturan perundang-undangan dan bahan hukum di perpustakaan. Dari hasil penelitian maka dapat di simpulkan bahwa Analisis Yuridis Ratio Recidendi Hakim dalam memutuskan perkara Nomor.4/Pid.sus.anak/2021/Pn unaaha dalam menangani perkara tindak pidana memiliki narkotika secara melawan hukum pada umumnya telah mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa anak, telah menimbang ketentuan pasal 2 dan pasal 71 Undang-Undang No 11 Tahun 2012 dan juga sudah mempertimbangkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan. Hakim tetap menjatuhkan pidana, hakim dalam putusan ini hanya menggunakan teori pemidanaan yaitu teori Detterence (Pencegahan) dengan menjatuhkan pidana pembinaan di luar lembaga dalam hal ini menempatkan pelaku anak di Lembaga Khusus Anak (LPKA) kelas II Kendari 3 (tiga) tahun, dan mengikuti pembinaan, pendidikan dan pelatihan kerja selama 3 (tiga) bulan.
LARANGAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Mohd. Yusuf DM; Geofani Milthree Saragih
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 3 (2022): DELAREV (DESEMBER)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.15 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i3.26

Abstract

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis/suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Yang menjadi perhatian dari pemerintah dan komponen bangsa lainnya adalah masalah hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah pernikahan Muslim dengan non-muslim yang selanjutnya kita sebut sebagai “pernikahan beda agama”. Keadaan masyarakat indonesia yang majemuk menjadikan pergaulan di masyarakat semakin luas dan beragam. Hal ini telah mengakibatkan pergeseran nilai agama yang lebih dinamis daripada yang terjadi pada masa lampau.Seorang muslimin dan muslimat ini lebih berani untuk memilih pendamping hidup non-muslim. Dapat disimpulkan bahwa Jika Negara melegalkan pernikah beda agama di Indonesia maka sama saja Negara menabrak hukum-hukum agama yang ada di Indonesia, dan melanggar Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin setiap warga Negaranya untuk memeluk agama dan ibadat menurut agama dan kepercayaannya, sedangkan tiap-tiap agama mempunyai tata cara atau ibadat perkawinan yang berbeda-beda. Pandangan HAM di Indonesia seharusnya lebih merujuk kepada pengaturan HAM yang ada di Undang-Undang Dasar 1945, bukan merujuk kepada DUHAM yang kita sendiripun tidak tahu siapa yang membuatnya dan bahkan apa agendanya bagi Negara yang masih kental keagamaanya.Hak asasi Manusia yang ada di Indonesia, bukanlah Hak Asasi Manusia yang sekuler, yang memisahkan agama dari Negara, yang melegalkan segala cara atas nama “HAM”, ini jelas bertentangan dengan Pancasila sila pertama, dan ini tidak masuk dalam jati diri bangsa Indonesia.