cover
Contact Name
Tri Mulyaningsih
Contact Email
trimulya@unram.ac.id
Phone
+62274-512102
Journal Mail Official
jik@ugm.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.ugm.ac.id/jikfkt/about/editorialTeam
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Ilmu Kehutanan
ISSN : 01264451     EISSN : 24773751     DOI : https://doi.org/10.22146/jik.28284
Focusing on aspects of forestry and environments, both basic and applied. The Journal intended as a medium for communicating and motivating research activities through scientific papers, including research papers, short communications, and reviews
Articles 206 Documents
Pengawetan Kayu Gubal Jati Secara Rendaman Dingin dengan Pengawet Boron untuk Mencegah Serangan Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light.) Afif Sumaryanto; Sutjipto Achmad Hadikusumo; Ganis Lukmandaru
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 7, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (766.12 KB) | DOI: 10.22146/jik.7516

Abstract

Pada penggunaan kayu jati umur muda, umum diketahui bahwa bagian gubal banyak diserang oleh rayap kayu kering karena keawetan alaminya yang rendah. Asam borat dan boraks merupakan salah satu pengawet yang mengandung bahan aktif boron yang murah, mudah didapat, tidak berbau, dan tidak mengubah warna kayu. Bahan yang digunakan adalah bagian gubal papan jati yang diperoleh dari tebangan jati hutan rakyat di Kecamatan Kali Bawang, Kulon Progo. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial dengan dua faktor yaitu faktor jenis bahan pengawet yaitu asam borat dan boraks (konsentrasi 5 %) dan faktor lama perendaman (12, 24, 36, dan 48 jam). Rayap yang digunakan untuk pengujian keawetan contoh uji pada penelitian ini adalah rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light.) Hasil penelitian menunjukkan kisaran hasil rerata nilai pada parameter absorbsi sebesar 33,09 – 70,77 kg/m3 , nilai retensi sebesar 3,81 – 10,77 kg/m3 , kedalaman penetrasi 2,34 – 3,86 mm, mortalitas rayap sebesar 46,33 – 53 % selama 2 minggu dan 82,67 – 94,33 % selama 4 minggu pengumpanan, pengurangan berat sampel sebesar 0,56 – 0,57 gram, serta derajat kerusakan sebesar 30,34 – 31,27 %. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara faktor jenis bahan pengawet dan lama perendaman yang berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap. Faktor jenis bahan pengawet berbeda sangat nyata terhadap absorbsi dan penetrasi. Faktor lama perendaman berbeda sangat nyata terhadap absorbsi, retensi, penetrasi. Pemberian bahan pengawet mampu mengurangi kehilangan berat sampai sekitar 70 % serta memberi persentase kematian rayap yang lebih tinggi (87-92 %) dibandingkan gubal tanpa perlakuan.Katakunci: Tectona grandis L.f., gubal, pengawetan kayu, boraks, rendaman dingin, Cryptotermes cynocephalus Light Preservation of Teak Sapwood by Cold Soaking Using Boron Against Drywood Termite (Cryptotermes cynocephalus Light.) Attacks.AbstractThe utilization of younger teakwood has a disadvantage, which is the sapwood is more susceptible to dry wood termites as it has less natural durability. Boric acid and borax are inexpensive preservatives, which contain boron as the active material. Those preservatives are also easy to be obtained as well as do not produce smells and the wood discoloration. The experiment materials were the sapwood parts from teak boards obtained from the felled trees in the community forest of Kali Bawang, Kulon Progo. A complete randomized block design was arranged in a factorial with two factors, which were the type of preservatives (boric acid and borax in 5% concentration) and duration of cold soaking (12, 24, 36, and 48 hours). To examine the durability of sample, dry wood termites (Cryptotermes cynocephalus Light) were used. The results showed that the average values of absorption, retention, and depth of penetration were 33.09 to 70.77 kg/m3, 3.81 to 10.77 kg/m3, and 2.34 to 3.86 mm, respectively. The average values of termite mortality during 2 weeks and 4 weeks were 46.33 to 53 %, 82.67 to 94.33 %. Weight reduction and degree of the damage were, 560 to 570 mg, and 30.34 to 31.27 %, respectively. By analysis of variance, there was an interaction between the type of preservatives and the duration of cold soaking factors, which affected significantly the termite mortality. Type of preservative affected significantly the absorption and penetration. Further, the duration of cold soaking affected significantly the level of absorption, retention and penetration. The application of preservatives could reduce the mass loss of specimens until 70 % as well as to give higher levels of mortality rate (87-92 %) compared to that of untreated one.
Studi Mutu Kayu Jati di Hutan Rakyat Gunungkidul I. Pengukuran Laju Pertumbuhan Sri Nugroho Marsoem
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 7, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1270.343 KB) | DOI: 10.22146/jik.7529

Abstract

Kabupaten Gunungkidul menyimpan potensi sebagai penyedia kayu jati sebagai bahan baku industri dari hutan rakyatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya laju pertumbuhan dan riap pohon jati di hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul serta dihubungkan dengan faktor hujan. Tempat tumbuh yang diamati yaitu Panggang, Playen dan Nglipar. Pengamatan dilakukan selama 3 tahun, yaitu periode I (Oktober 2009-September 2010), periode II (Oktober 2010-September 2011), dan periode III (Oktober 2011-September 2012). Pengukuran diameter pohon dilakukan setiap akhir bulan pada 3 kelas diameter pohon, yaitu besar, menengah dan kecil, dengan ulangan 5 pohon tiap kelasnya. Hasil pengamatan menunjukkan rerata riap diameter tertinggi sebesar 2,21 ± 0,52 cm/tahun diamati di Panggang untuk kelas diameter besar sedangkan nilai terendah sebesar 0,33 ± 0,19 cm/tahun diamati di Nglipar yaitu untuk kelas diameter kecil. Kelas diameter besar memberikan nilai riap yang tertinggi. Pertumbuhan saat periode I hampir semua menunjukkan tertinggi pada semua tempat tumbuh dan kelas diameter. Secara umum, pengukuran riap bulanan menunjukkan adanya pertumbuhan minim dan minus antara Mei-September, puncak pertumbuhan antara Nopember-Februari. Korelasi Pearson antara riap dan curah/hari hujan untuk semua data menunjukkan korelasi sangat nyata antara riap bulanan dengan curah hujan (r = 0,24) atau hari hujan (r = 0,28). Korelasi data berdasarkan faktor tempat tumbuh memperoleh derajat korelasi tertinggi (r = 0,67) yang diamati di Playen khususnya di periode II. Rendahnya derajat korelasi secara umum mengindikasikan beberapa faktor lain perlu diperhitungkan untuk mengetahui kecenderungan pertumbuhan pohon hutan rakyat Gunungkidul.Katakunci: Tectona grandis, laju pertumbuhan, riap, Gunungkidul, curah hujan A Study of Teakwood Quality Grown in Community Forests in Gunungkidul, I. Measurement of Growth-RateAbstractGunungkidul regency has a potentiality to be a producer of teak wood as raw materials for industrial purposes. This study aimed to find out the growth-rate and increment levels of teak trees from community forests in Gunungkidul regency and to correlate it with the rainfall factor. Three observed sites were Panggang, Playen and Nglipar. The observation was conducted during 3 years, i.e. 1st period (October 2009-September 2010), 2nd period (October 2010-September 2011), and 3rd period (October 2011-September 2012). The measurements of diameter were performed on trees in 3 diameter classes (high, middle, small) every in the end of the month by 5 replications of each class. The results were the highest average of diameter increment were 2.21 + 0.52 cm/year observed in Panggang for high diameter class as the lowest level was 0.33 + 0.19 cm/year observed in Nglipar for small diameter class. High diameter class showed the highest increment values. Most of the growth-rate levels of 1st period were the highest in every sites and diameter classes. Generally, the measurement of monthly increment showed the minimum or minus growth between May and September, the highest increment peaks were measured during November – February. Pearson’s correlation for all the data between the rates of increment and rainfall (r = 0.24) or rainy day (r = 0.28) were significant. Data correlation on the basis of gowth-sites showed the highest degree which were observed in Playen, especially in the 2nd period. The weak correlation generally indicates the other factors should be considered to discover the trend of the growth of teak trees in the community forests of Gunungkidul regency.
Pengaruh Pakan dan Bahan Peluruh Serisin terhadap Filamen Terurai Kokon Ulat Sutera Emas Cricula trifenestrata Helf Terry M Frans
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 7, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.805 KB) | DOI: 10.22146/jik.7530

Abstract

Tujuan penelitian untuk melihat pengaruh pakan dan bahan peluruh serisin, terhadap filamen terurai kokon ulat sutera emas Cricula trifenestrata Helf. Penelitian ini diharapkan dapat menemukan teknologi penguraian filamen pada tahap pemintalan benang, sebagai bahan baku pembuatan kain sutera. Penelitian menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap (RAL) untuk melihat interaksi dari kedua faktor perlakuan yaitu jenis pakan dan jenis bahan peluruh serisin. Variabel yang diamati adalah panjang filamen terurai per kokon (cm), jumlah potongan filamen terurai per kokon (helai), dan panjang filamen perpotongan (cm/helai). Penelitian memberikan hasil bahwa kombinasi perlakuan jenis pakan daun alpukat dan bahan peluruh serisin sabun dengan abu kayu memberikan pengaruh yang terbaik terhadap rata-rata panjang filamen terurai per kokon, rata-rata jumlah potongan filamen per kokon, dan rata-rata panjang filamen perpotongan. Dengan demikian kombinasi perlakuan ini dapat disarankan dalam proses penguraian kokon.Katakunci: sutera, Cricula trifenestrata, serisin, filamen, kokon. Effects of Fodder and Sericin Degumming Agents on Asunder Filament of Golden Silkworm Cocoon of Cricula trifenestrata HelfAbstractThe research aim was to obtain the effect of fodder and sericin degumming agents on asunder filament of golden silkworm cocoon of Cricula trifenestrata Helf. This study expected to find an asunder filament technology in the yarn spinning phase, as the material of silk textile. The complete random design was used to find the interaction between two treatment factors of fodder types and sericin degumming agents. The length of asunder filament per cocoon (cm), the amount of pieces of asunder filament per cocoon (sheet), and the length of filament per piece (cm/sheet) were evaluated. The combination between avocado leaf and soap sericin degumming agent with wood ashes treatment showed the best results on the average of the length of sericin emitec filament asunder per cocoon, the average amount of filament pieces per cocoon, and the average filament length per piece. Therefore, the treatment combination is recommended on the cocoon asunder process.
Perubahan Struktur dan Komposisi Hutan Rawa Gambut Menggunakan Citra Penginderaan Jauh dan Pendekatan Ekologis di Kawasan Bekas Pengembangan Lahan Gambut Provinsi Kalimantan Tengah Raden Mas Sukarna
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 7, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2606.878 KB) | DOI: 10.22146/jik.7531

Abstract

Pengembangan lahan gambut (PLG) satu juta hektar untuk lahan pertanian antara tahun 1995-1998 di Provinsi Kalimantan Tengah telah menyebabkan perubahan yang nyata terhadap struktur dan komposisi hutannya, dan secara langsung memberikan dampak terhadap keseimbangan fungsi ekologisnya. Perubahan hutan rawa gambut (HRG) yang relatif cepat belum sepenuhnya dapat diikuti dengan kegiatan evaluasi riil, karena luasnya kawasan dan akses yang terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan perubahan struktur dan komposisi HRG antara tahun 2003-2010 menggunakan teknik penginderaan jauh dan pendekatan ekologis dikawasan bekas PLG dengan luas ± 368.000 ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi citra penginderaan jauh melalui model kerapatan kanopi hutan, berhasil menentukan klasifikasi dan distribusi perubahan struktur dan komposisi HRG dan kondisi ekologisnya secara efektif. Kawasan HRG dengan kondisi ekologis alamiah dan sub alamiah telah berkurang luasnya sebesar 1,49 %, kawasan hutan semi alamiah dan transisi ke semi alamiah bertambah luasnya sebesar 3,69 %, dan kawasan hutan transisi dan non alamiah bertambah luasnya sebesar 4,39 %. Fakta ini menggambarkan bahwa kawasan HRG bekas PLG saat ini mengalami penurunan keragaman jenis-jenis endemik dengan indeks antara 0,5 - 2,5 yang mengakibatkan kurang stabilnya fungsi ekologi atau ekosistemnya.Katakunci: hutan rawa gambut, penginderaan jauh, ekologi, struktur dan komposisi hutan Structural and Composition Changes of Peat Swampeat Forests Using Remote Sensing and Ecological Approaches at the Abandoned Peat Development Site in Central Kalimantan ProvinceAbstractPeatland project of one million hectares to agricultural land between 1995 and 1998, the so-called Mega Rice Project (MRP) in Central Kalimantan province, have significantly changed both structure and composition of peat swamp forest (PSF) as well as the balance of ecological functions. These quick changes have not been fully followed by real evaluation activities due to large area and limited access. To answer these problems, this study aimed to estimate these changes between 2003 and 2010 using remote sensing techniques and ecological approach on approximately 368,000 ha of ex-MRP area. The results showed that the application of remote sensing imagery through Forest Canopy Density (FCD) models were able to determine both forest classification and distribution effectively, including its ecological conditions. The natural and sub-natural PSF area had decreased by 1.49%, semi natural and its transition increased by 3.69%. Non natural and its transition increased by 4.39%. These facts illustrate that PSF on ex-MRP area was decreasing in term of its endemic species diversity with index between 0.5 and 2.5. Consequently, its ecological or ecosystem functions were also unstable.
Studi Mutu Kayu Jati di Hutan Rakyat Gunungkidul II. Pengukuran Tegangan Pertumbuhan Sri Nugroho Marsoem; Vendy Eko Prasetyo; Joko Sulistyo; Ganis Lukmandaru
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1265.372 KB) | DOI: 10.22146/jik.8547

Abstract

Pohon dengan tegangan pertumbuhan yang tinggi dikhawatirkan akan mudah mengalami cacat seperti pecah, retak, dan pelengkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi nilai tegangan pertumbuhan pohon jati yang tumbuh di tiga tempat hutan rakyat Gunungkidul. Nilai pelepasan regangan juga dibahas dari hubungannya dengan kecepatan tumbuh dan berat jenis. Pelepasan regangan pada arah longitudinal dan tangensial ditentukan melalui metode strain-gauge. Nilai pelepasan regangan di permukaan batang berkisar antara -130,5 sampai -999,5 µå sedangkan nilai pelepasan regangan tangensial antara -103 to 1411,5 µå. Beberapa nilai pelepasan regangan longitudinal yang cukup tinggi mengindikasikan adanya kayu tarik. Selanjutnya, variasi dalam pohon untuk tegangan pertumbuhan menunjukkan tidak ada kecenderungan tertentu. Perbedaan nyata diamati dimana sampel dari Nglipar memberikan nilai paling tinggi (-628,25 + -223,73 µå). Meskipun demikian, tidak ada hubungan nyata yang diukur antara nilai pelepasan regangan dihubungkan dengan laju pertumbuhan dan berat jenis. Penyebaran nilai tegangan sisa internal dalam arah radial bervariasi diantara pohon satu dengan lainnya dimana beberapa sampel menunjukkan adanya perbedaan nilai pelepasan regangan yang drastis. Untuk itu, perlu dilakukan usaha untuk mengurangi perbedaan yang mencolok di nilai pelepasan regangan dari pusat ke permukaan batang untuk mencegah cacat yang berkaitan dengan tegangan pertumbuhan.Katakunci: Tectona grandis, tegangan pertumbuhan, pelepasan regangan, sifat kayu, GunungkidulA study of teak wood quality from community forests in Gunungkidul II. Growth-stress measurementAbstractTrees containing large growth stresses, leads to significant losses due to split, checked and also warped. The variation of growth-stress in teak trees grown in the three community forest sites of Gunungkidul regency was observed. The released strain levels were also discussed in relation to the growth-rate and specific gravity. The strains released in the longitudinal and tangential directions were measured by the strain-gauge method. The values of longitudinal released strain at the periphery of the stem were ranged from -130.5 to -999.5 µå whereas tangential released strain were from -103 to 1411.5 µå. Some high values of longitudinal released strain indicated the presence of tension wood. Further, intra-tree variation of growth stress showed no particular tendencies among the samples. There were significant differences in the longitudinal strain as samples from Nglipar site showed the highest amounts (-628.25 + -223.73 µå). However, no significant correlation was found between the values of released strains with the growth-rate and specific gravity. The radial distributions of internal residual-stress were varied among the individuals which some trees exhibited steeper released strain gradients. Thus, it is important to reduce the gradient from pith to periphery of released-strain patterns to prevent the defect related to the growth stresses.
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Bambu Husnul Khotimah; Sutiono Sutiono
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.926 KB) | DOI: 10.22146/jik.8548

Abstract

Budidaya bambu diperlukan untuk menambah populasi bambu yang cenderung berkurang yang disebabkan oleh beralihnya fungsi lahan yang digunakan untuk pemukiman atau diganti dengan komoditi tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan. Sementara itu kebutuhan bahan baku bambu terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan. Budidaya bambu bermanfaat selain untuk menjaga ketersediaan suplai juga untuk meningkatkan kualitas bambu untuk memenuhi permintaan pasar. Tulisan ini mengkaji analisis finansial dari penanaman bambu. Kajian finansial dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa upaya penanaman atau budidaya bambu ini layak atau tidak secara finansial untuk dilakukan. Data yang digunakan adalah data hasil penelitian di perusahaan perkebunan bambu PT XYZ di Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai NPV (Rp 36.644.364,08) lebih besar dari nol, Net B/C (2,56) lebih besar dari satu, IRR (11 %) lebih besar dari suku bunga 6 %, serta payback period pada tahun ke-9 umur proyek 15 tahun. Berdasarkan kriteria indikator kelayakan finansial dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya bambu layak secara finansial untuk diusahakan.Katakunci: Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), budidaya bambu, studi kelayakan, analisis finansial Financial analysis and feasibity study of bamboo cultivation AbstractBamboo cultivation is necessary to increase the population of bamboo clumps. The bamboo clumps tend to decrease due to the shift of used lands for residential or replaced by other crop comodities, which are considered more profitable. On the other hand, the need of bamboo for raw materials remain increase in line with population growth and the development of science. The important of the bamboo cultivation are to maintain the availability of its supply and to improve the quality of bamboo, which meet the market demands. This paper examined financial analysis of bamboo cultivation. Financial study was necessary to show whether the effort to cultivate bamboo is financially feasible or not. The data used were colecting from the research on bamboo plantation of PT XYZ company in Lampung. The results showed that the NPV (IDR 36,644,364.08) was greater than zero, the Net B/C ê-2.56 êwas greater than one, the IRR (11 %) was greater than the rate of 6%, and the payback period on the ninth year was less than the project life 15 years. Based on the criteria of financial study, it can be concluded that the cultivation of bamboo is financially feasible to be developed. 
Sebaran Populasi dan Potensi Tanaman Ganitri ( Elaeocarpus ganitrus Roxb ) di Jawa Tengah Asep Rohandi; Gunawan Gunawan
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (786.294 KB) | DOI: 10.22146/jik.8550

Abstract

Ganitri (Elaeocarpus ganitrus Roxb) merupakan jenis tanaman multiguna yang cukup potensial untuk dikembangkan. Jenis ini sudah mulai dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat khususnya diwilayah Jawa Tengah. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi sebaran populasi dan mengetahui potensi tanaman ganitri meliputi informasi geografi dan kondisi ekologisnya. Metode yang dilakukan meliputi : (1) studi literatur dan komunikasi langsung dengan pihak terkait dan masyarakat, (2) survei lapangan untuk pengumpulan data penampilan dan produktifitas tegakan ganitri meliputi : lokasi, luas, tahun tanam, kerapatan tegakan, tinggi, diameter, bentuk batang, sistem penanaman, (3) pengumpulan data primer dan sekunder kondisi tempat tumbuh tanaman ganitri meliputi : letak geografis, ketinggian, curah hujan dan jenis tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman ganitri di wilayah Jawa Tengah tersebar di hutan tanaman pada ketinggian 0-1.300 m dpl pada jenis tanah regosol, andosol, podsolik coklat, atosol dengan curah hujan 3.500-4.500 mm/tahun. Sebaran hutan tanaman ganitri tidak ditemukan di semua kabupaten, tetapi hanya terdapat di beberapa wilayah/kabupaten yang secara umum ditanam dengan beberapa tujuan yaitu terutama untuk dimanfaatkan bijinya sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK), selain untuk kayu pertukangan serta fungsi lindung. Sebaran hutan tanaman ganitri di Jawa Tengah ditemukan di Kabupaten Cilacap, Kebumen, Kendal, Brebes, Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo, Banyumas, Temanggung, Semarang dan Karanganyar. Secara umum, ganitri memiliki kisaran wilayah yang cukup luas mulai dari dataran tinggi sampai dataran rendah, khususnya berada diwilayah Jawa Tengah bagian tengah dan selatan. Pengembangan tanaman ganitri untuk produksi biji dapat ditemukan di Kabupaten Cilacap,Kebumen,Purworejo, dan Banjarnegara.Katakunci: Elaeocarpus ganitrus Roxb, hutan rakyat, Jawa Tengah, sebaran populasi, potensi Distribution and the potential growth of ganitri ( Elaeocarpus ganitrus Roxb ) in Central JavaAbstractGanitri (Elaeocarpus ganitrus Roxb) is a multi-purpose species that has the potential to be developed. This species has been known and cultivated by people, particularly in the region of Central Java. The research aimed to identify the distribution of the population and to determine the potentiality of ganitri including the geographic information and ecological conditions. The methods included: (1) the study of literature and direct communication with stakeholders and public, (2) field survey for data collection of performance and productivity of ganitri stands which included : location, spacious, year of planting, stand density, height, diameter, stem form, and planting system (3) primaryand secondary data collections of the site conditions of ganitri plants which included: geographical location, altitude, rainfall, and soil type. The results showed that the ganitri in Central Java was distributed in forest plantations at an altitude of 0-1,300 m abovesea level, on the soil type of regosol, andosol, brown podzolic, latosol with rainfall of 3,500-4,500 mm/year. The distributions of ganitri plantations were found only in some/districts which planted the trees for multi-purposes, which are primarily to produce the seeds as non-timber forest products (NTFPs), to produce construction timber, and to protect the area. The distributions of forest plantations of ganitri in Central Java were found in Cilacap, Kebumen, Kendal, Brebes, Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo, Banyumas, Temanggung, Semarang, and Karanganyar district. In general, ganitri plants had a fairly broad ecological range from the highlands to the lowlands, especially in the territory of central and southern of Central Java. Ganitri establishment for seed productions can be found in the District of Cilacap, Kebumen, Purworejo, and Banjarnegara.
Pertumbuhan Stek Cabang Bambu Petung (Dendrocalamus asper) pada Media Tanah, Arang Sekam dan Media Kombinasinya. Adriana Adriana; Widaryanti W. Winarni; Daryono Prehaten; Ganis Nawangsih
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.069 KB) | DOI: 10.22146/jik.8572

Abstract

Bambu petung banyak digunakan untuk bahan konstruksi bangunan karena sifatnya yang keras dan kuat. Pembiakan secara vegetatif menggunakan rimpang (rhizome), namun memiliki kelemahan, yaitu kesulitan dalam pembongkaran rumpun bambu. Oleh karena itu digunakan stek cabang,lebih praktis, bahan stekter sedia lebih banyak, mudah diperoleh, murah, tidak merusak rumpun asal, waktu pengambilan lebih cepat, dan pembentukan rumpun lebih mudah. Media pengakaran yang umum digunakan adalah top soil, namun pengadaan top soil dalam jumlah besar sulit, sehingga perlu dicari alternatif lain yaitu dengan mencampur media top soil dengan media lain. Media yang digunakan yaitu media tanah, arang sekam dan kombinasi tanah+arang sekam (2:1). Stek cabang bambu petung dengan umur pohon induk ± 2 tahun, diameter 2-3 cm dan panjang 2 ruas. Panjang tunas pada perlakuan media tanah, arang sekam dan kombinasi tanah+arang sekam menunjukkan berbeda di antara perlakuan. Jumlah tunas terbanyak terdapat pada perlakuan media arang sekam dan kombinasi tanah+arang sekam (3 tunas). Media campuran tanah+arang sekam menunjukkan panjang tunas terpanjang (37,11 cm), dan panjang akar terpanjang (17,5 cm). Media tanah dan arang sekam menunjukkan % berakar terbesar (86,67 %).Kata kunci: stek cabang, bambu petung, media tanah, arang sekam, pembiakan vegetatif. Growth of branches of petung bamboo (Dendrocalamus asper) grafting in soil media, husk charcoal, and their combinationAbstractRecently, the utilization of bamboo is more extensive, but the attention towards its regeneration is not sufficient. The use of stem or branch cuttings are more practical and having more benefits and promising because the cutting materials are more available, easier to gain, cheaper, undamaging the source clump, faster in the taking time, and easier in the clump formation. The common rooting media used is top soil (the fertile part of upper layer soil). Recently, it is quite hard to provide top soil in a large number. Thus, it is important to find an alternative source in order to decrease the use of top soil that is by mixing the top soil media with other materials. The media used were soil media, husk charcoal, and the mixture of soil and husk charcoal (2:1). The branch cuttings used were branches of petung bamboo taken from 2 years old amboo, with 2-3 cm in diameter, and 2 nodus in length. The treatment was done by giving some variations in the soil media, the husk charcoal,and the mixture of soil and huskcharcoal. The mixture of soil and huskcharcoal media gave a significant influencet o the length of sprout variable,but it did not give significant influence to the number of sprout, the length of root, and the percentage of rooting.
Potensi dan Pengembangan Jenis-Jenis Tanaman Anggrek dan Obat-obatan di Jalur Wisata Loop-Trail Cikaniki-Citalahab Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Aditya Hani; Tri Sulistyati Widyaningsih; Ratna Uli Damayanti
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.987 KB) | DOI: 10.22146/jik.8574

Abstract

Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) merupakan salah satu kawasan hutan hujan tropis terluas di Jawa Barat yang memiliki keanekaragamaan hayati tinggi. Jenis keanekaragaman hayati tersebut di antaranya berupa tanaman hias dan tumbuhan obat-obatan. Kedua jenis tersebut merupakan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang berpotensi untuk dikembangkan secara ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis anggrek dan tumbuhan obat-obatan di kawasan TNGHS. Penelitian ini merupakan langkah awal upaya konservasi eksitu jenis-jenis tanaman hutan. Kajian dilakukan pada kawasan hutan TNGHS antara daerah Cikaniki dan Citalahab yang memiliki ketinggian 1.000-1.900 m dpl. Pengumpulan data dilakukan dengan cara eksplorasi dan identifikasi tanaman. Hasil eksplorasi menunjukkan adanya 68 jenis anggrek,sedangkan tumbuhan obat yang ditemukan sebanyak 14 jenis tumbuhan serta telah dimanfaatkan oleh masyarakat hutan untuk keperluan pengobatan secara tradisional. Potensi tanaman hias dan obat-obatan yang terdapat di TNGHS perlu dilestarikan dan dikembangkan melalui konservasi eksitu. Kegiatan tersebut dapat dijadikan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat mengenai teknik budidaya tanaman anggrek dan obat.Kata kunci: stek cabang, bambu petung, media tanah, arang sekam, pembiakan vegetatifPotentials and development of orchid species and medicinal plant in Tourism Loop-Trail Cikiniki-Citalahab, Gunung Halimun-Salak National Park AbstractHalimun-Salak Mountain National Park (HSMNP) is one of the largest tropical rain forests in,West Java which has a high biodiversity value. Biodiversity type includes ornamental and medicinal plants. Both of these are the Non-Timber Forest Products (NTFPs) with the potentiality to be economically developed. This research aimed to identify orchide species and medicine plants in the HSMNP.  This study is an initial step on ex situ conservation of forest plant species. Studies were conducted in the forest area between Cikaniki and Citalahab area in TNGHS which has an altitude of 1000-1900 m asl. Data collection was performed by exploration and identification of plants. Exploration results indicated the presence of 68 of orchid species and 14 species of medicinal plants. These species have mostly been used by the forest community for traditional medicinal uses. Potency of ornamental and medicine plants should be preserved and developed through ex situ conservation.  These activities can be used as a learning medium for the community with regard to cultivation techniques of orchides and medicinal plants.
An Innovative Policy For Rural Development? Rethinking Barriers to Rural Communities Earning Their Living from Forests in Indonesia Ahmad Maryudi
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.628 KB) | DOI: 10.22146/jik.8575

Abstract

The government of  Indonesia (GoI) has trialed a number of community forestry schemes, ranging from collaborative management to long-term forest management rights handed to local communities, and implements them in state forest land. This policy shift toward community forestry in Indonesia shows an emerging signal on acknowledgement on the ability of local forest users to manage forest resources sustainably,and gives the people opportunities to benefit from the resources and eventually improve their daily life. With so much of promises community forestry brings, this paper primarily asks why the program is yet to meet the high expectation of rural development, tackling the pervasive rural poverty. It aims to identify,analyze and address key constraints of rural communities in exercising their rights which are conside red as key factors to improve their live lihood and alleviate rural poverty. That the government-initiated community forestry schemes fall short of the initial targets in terms of the extent of state forest land areas managed by to forest communities to a large extent is explained bythe regulatory barriers of tenurial uncertainties and the complexlicensing procedures. Those coupled by the limited capacityas technical assistance rarely provided by government institutions appear to impede local people to secure better livelihood.Keywords: community forestry, livelihood, rural communities, poverty alleviation, regulatory barriers Inovasi kebijakan untuk pembangunan pedesaan? Mengulas berbagai hambatan masyarakat pedesaan untuk mendapat penghidupan dari dari hutan di IndonesiaIntisariPemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program kehutanan sosial di kawasan hutan negara, mulai dari skema kemitraan sampai dengan pemberian hak kelola hutan bagi masyarakat lokal. Pergeseran paradigma kebijakan menuju kehutanan sosial memunculkan sinyal pengakuan terhadap kemampuan masyarakat lokal dalam mengelola hutan secara lestari, dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk memanfaatkan sumberdaya hutan untuk memperbaiki kehidupan sehari-hari. Pertanyaan kunci yang diangkat dalam artikel ini adalah mengapa program kehutanan sosial belum mampu menggapai tujuan mulia untuk memerangi kemiskinan yang sangat akut di pedesaan sekitar hutan. Tujuan dari artikel ini adalah mengidentifikasi, menganalisis dan memecahkan berbagai hambatan yang dipandang sebagai faktor kunci bagi masyarakat pedesaan untuk memperbaiki tingkat penghidupan. Belum optimalnya berbagai program kehutanan sosial yang diluncurkan oleh pemerintah secara garis besar disebabkan oleh ketidakpastian tenurial dan prosedur perijinan yang sangat kompleks. Hal ini diperparah oleh terbatasnya pendampingan teknis yang pada akhirnya menghambat masyarakat pedesaan untuk menggapai penghidupan yang lebih baik.

Page 9 of 21 | Total Record : 206