cover
Contact Name
Eko Didik Widianto
Contact Email
rumah.jurnal@live.undip.ac.id
Phone
+6224-7698201
Journal Mail Official
fh@undip.ac.id
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto, SH. Kampus Tembalang Semarang-Central Java - 50239
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Diponegoro Law Journal
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : 25409549     DOI : -
Core Subject : Social,
Karya Ilmiah dan Ringkasan Skripsi Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 112 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016" : 112 Documents clear
ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN PESAWAT TANPA AWAK SEBAGAI ALAT UTAMA PERSENJATAAN DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGGUNAAN DRONE OLEH AMERIKA SERIKAT DI PAKISTAN) Arman Surya Nicolas Marbun*, Agus Pramono, Kabul Supriyadhie
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (809.32 KB)

Abstract

Perkembangan teknologi dalam bidang persenjataan yang akhir-akhir ini menjadi sorotan dunia internasional adalah lahirnya teknologi pesawat tanpa awak, Pesawat tanpa awak pada awalnya digunakan hanya sebatas mata-mata, sekarang mampu dilengkapi dengan persenjataan misil, rudal dan bom yang mampu menyebabkan kerusakan sangat serius. Pada satu sisi perkembangan teknologi, khususnya pengembangan pesawat tanpa awak memang memberikan banyak manfaat positif, namun di sisi lain kemajuan teknologi tersebut tidak dapat diimbangi dengan kemajuan hukum yang ada, sehingga kesenjangan ini justru berpeluang terjadinya penyalahgunaan kekuatan militer tersebut.Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini merupakan penelitian ilmu hukum normatif yang meneliti dan mengkaji hukum tertulis dan kaidah hukum yang sedang berlaku. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah hukum positif (Ius Constitutum)Pesawat tanpa awak pada prakteknya difungsikan oleh negara-negara sebagai pesawat udara militer yang penggunaannya harus tunduk dan sesuai dengan pengaturan Pasal 3 Konvensi Chicago 1944. Penggunaan diluar batas wilayah territorial harus mendapatkan otorisasi khusus dari negara kolong. Dan Pengguaan pesawat tanpa awak oleh Amerika Serikat di wilayah negara lain merupakan pelanggaran kedaulatan dan yurisdiksi sebagaimana yang termuat dalam Konvensi Montevideo 1933 mengenai hak dan kewajiban negara.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) Talita Ambaranti*, R.Suharto, Marjo
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (571.821 KB)

Abstract

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dibentuk, pada dasarnya untuk memberikan keringanan kepada konsumen dalam menyelesaikan sengketa mereka. Permasalahan dengan eksekusi Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Pasal 56 Ayat (2) UUPK memberikan kesempatan mengajukan keberatan, dapat disimpulkan bahwa putusan BPSK tersebut masih belum final yang berarti eksekusi dari putusan BPSK ini tidak dapat dilaksanakan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pelaksanaan eksekusi atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri dan mengetahui efektivitas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk dilaksanakan eksekusinya.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa pelaksanaan hukum dan putusan BPSK itu pada dasarnya nonyudisialPeran BPSK adalah sebatas memberikan putusan dan tidak ada wewenang untuk memaksa pihak-pihak yang bersengketa untuk melaksanakan putusan BPSK terutama putusan yang dibuat melalui konsiliasi dan mediasi. Sedangkan untuk putusan arbitrase, BPSK juga tidak mampu untuk memaksa pihak yang bersengketa untuk melaksanakan putusan yang dibuat di BPSK namun hasil putusan arbitrase tersebut dapat dimintakan pengesahan kepada Pengadilan Negeri untuk kemudian eksekusinya dilakukan oleh Pengadilan Negeri dengan penetapan untuk eksekusi berdasarkan ketentuan Pasal 57 UUPK.
PELAKSANAAN PENDAFTARAN MEREK INDIKASI GEOGRAFIS PADA PRODUK MENDOAN BANYUMAS DI PEMKAB BANYUMAS Stephani Rianda*, Rinitami Njatrijani, Herni Widanarti
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.734 KB)

Abstract

Pasal 56 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek; Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.Penelitian ini bertujuan untuk, Pertama mengetahui latar belakang Ditjen KI dalam pendaftaran Merek Indikasi Geografis pada produk mendoan Banyumas di Pemkab Banyumas dan Kedua untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan Pemkab Banyumas terhadap Merek mendoa Banyumas yang menjadi Indikasi Geografis daerah Banyumas. Pendaftaran merek Indikasi Geografis mendoan Banyumas yang di daftarkan secara perorangan telah terjadinya kesalahan dalam prosedur pendaftaran Merek yang tidak tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek dan tunduk pada Paris Convention yang menjelaskan bahwa termasuk sebagai objek perlindungan Hak Kekayaan Industri yaitu Paten, model utilitas, desain industri, merek dagang, merek jasa/layanan, nama dagang, indikasi asal atau penyebutan asal, dan pembatalan dalam Pasal 10 bis (Persaingan Usaha Tidak Sehat) yang tidak mungkin lepas dari ketentuan-ketentuannya.Perlindungan Indikasi Geogarfis mendoan Banyumas dapat dilakukan dengan pendaftaran kata mendoan Banyumas sebagai Indikasi Geografis, dipilihnya pendaftaran Indikasi Geografis dikarenakan telah mempunyai kekuatan hukum sebagai Indikasi Geografis suatu daerah yang di jelaskan dalam Pasal 56 Undang-undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu Indikasi Geografis terdaftar mendapat perlindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas indikasi geografis tersebut masih ada.
PENYELESAIAN PINJAMAN BERMASALAH DI KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITAS DIPONEGORO (KPRI UNDIP) Eko Agus Prayitno*, Suradi, Rinitami Njatrijani
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (472.328 KB)

Abstract

Koperasi menurut Undang-undang nomor 25 tahun 1992 adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas dasar kekeluargaan. Pinjaman bermasalah adalah semua pinjaman yang memiliki resiko tinggi karena peminjam telah menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan. Pinjaman bermasalah adalah pinjaman dengan kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Kemacetan pinjaman pada umumnya disebabkan oleh kesulitan-kesulitan keuangan, baik yang disebabkan oleh  faktor intern maupun faktor ekstern. Permasalahan yang diteliti dalam penulisan hukum ini adalah untuk mengetahui apa penyebab terjadinya pinjaman bermasalah pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia Universitas Diponegoro (KPRI UNDIP) dan bagaimana cara penyelesaian pinjaman bermasalah pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia Universitas Diponegoro (KPRI UNDIP). Metode pendekatan yang digunakan adalah metode penelitian secara yuridis empiris yaitu dalam menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data primer yang diperoleh di lapangan yaitu tentang Penyelesaian Pinjaman Bermasalah di Koperasi Pegawai Republik Indonesia Universitas Diponegoro (KPRI UNDIP). Hasil penelitian menunjukan bahwa sebab-sebab yanng menimbulkan pinjaman bermasalah di Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI UNDIP) adalah gaji pegawai telah habis dipotong pinjaman lain diluar KPRI UNDIP dan meninggal dunia. Sedangkan penyelesaiannya adalah gaji pegawai habis dipotong pinjaman lain: pihak KPRI UNDIP meminta pertanggung jawaban kepada bendahara dan meminta kebijakan atau persetujuan atas pemotongan gaji. Meninggal dunia : pihak KPRI UNDIP menutup dengan uang cadangan koperasi, alternatif lain adalah ditukar dengan uang asuransi karena setiap anggota diasuransikan ke bank.
PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA TERTANGGUNG PT MAA GENERAL ASSURANCE DALAM HAL DICABUTNYA IZIN USAHA PERUSAHAAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) Fadhli Dzil Ikram*, Rinitami Njatrijani, Sartika Nanda Lestari
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (774.021 KB)

Abstract

Penulisan hukum ini dilakukan untuk mengetahui pertimbangan OJK dalam hal mencabut izin usaha PT MAA General Assurance dan perlindungan hukum bagi tertanggung PT MAA General Assurance berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, setiap perusahaan perasuransian wajib memenuhi ketentuan perundangan-undangan tentang perasuransian, apabila terdapat pelanggaran maka menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian maka perusahaan tersebut dapat dikenakan sanksi usaha, sedangkan para tertanggung PT MAA sudah dijamin hak-haknya menurut undang-undang yang berlaku. OJK mencabut izin usaha PT MAA karena PT MAA tidak dapat memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perasuransian, para tertanggung PT MAA memiliki posisi sebagai kreditor yang pembayaran hak-haknya didahulukan dibandingkan dengan kreditor lainnya, guna melindungi lebih lanjut para tertanggung, pemerintah harus secepatnya membentuk peraturan lebih lanjut mengenai ketentuan Pasal 53 ayat (1) UU Perasuransian mengenai program penjaminan polis.
PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DI KABUPATEN BOYOLALI MENURUT UU NO. 29 TAHUN 2009 Nandra Adi Perdana*, Untung Sri Hardjanto, Fifiana Wisnaeni
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.427 KB)

Abstract

Berdasarkan Pasal 4 UU No. 15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, transmigrasi merupakan model pembangunan komunitas masyarakat dengan perencanaan kerja sama antar daerah untuk memperluas kesempatan kerja dan menumbuh kembangkan wilayah lokasi transmigrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya Dinas Sosial, Ketenaga Kerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan program transmigrasi dan langkah serta solusi yang diambil jika terjadi wanprestasi pelaksanaan transmigrasi yang berbasis kerjasama antar daerah.Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa upaya Dinas Sosial, Ketenaga Kerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan program transmigrasi di Kabupaten Boyolali melaluiperencanaan Program Transmigrasi dengan kerja sama antar daerah antara Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Rapak Lambur, Kutai Kartanegara.Berdasarkan hasil penelitian, jika terjadi wanprestasi, Dinsosnakertrans Kabupaten Boyolali terkesan lepas tangan dan menyerahkan pada warga sendiri.Solusi yang telah dilakukan oleh Dinsosnakertrans Kabupaten Boyolali untuk mengatasi hambatan tersebut adalah dengan melakukan pemantauan danpembinaan terhadap warga di lokasi transmigrasi 
KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TENTANG PENERIMAAN GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 7 / PID. SUS - TPK / 2015 / PN DPS.) Nyoman Serikat Putra Jaya, Budi Wisaksono, Lastiar Rudi H B*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (790.234 KB)

Abstract

Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi menyentuh tahapan pemberian dalam arti yang luas (gratifikasi) dari seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai suatu tindak pidana (suap). Undang-undang korupsi saat ini telah memperkenalkan istilah "gratifikasi" sebagai bagian dari pemberantasan tindak pidana korupsi. Gratifikasi yang merupakan suatu pemberian dalam arti luas kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat berpotensi kearah suap apabila berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban aparatur negara.Namun dalam penegakan dan penerapan hukumnya cenderung menghadapi hambatan/kendala. Oleh karena itu, pengaturan masalah gratifikasi sebagai upaya penanggulangan atau pemberantasan korupsi yang merupakan bagian dari kebijakan hukum pidana, memerlukan pengaturan yang bersifat komprehensif. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan hukum normatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Data sekunder digunakan untuk membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer tersebut.Hasil yang diperoleh adalah terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam pengaturan gratifikasi saat ini yang memerlukan pengaturan yang bersifat menyeluruh. Kebijakan formulasi mengenai gratifikasi yang telah ada saat ini dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi memerlukan penyusunan ulang (re-formulasi) terutama dalam substansi pengertian gratifikasi, pelaporan penerimaan gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sanksi pidana, dan kualifikasi pemberi dan penerima gratifikasi, sehingga optimalisasi penerapan dan penegakan hukum sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu kepastian dan keadilan.
PERTANGGUNGJAWABAN KOMANDO (COMMAND RESPONSIBILITY) DALAM KEJAHATAN PERANG OLEH BATALYON AIDAR DI UKRAINA Joko Setiyono, Nuswantoro Dwiwarno, Radityo Fikri Morteza*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (731.892 KB)

Abstract

Batalyon Aidar sebagai salah satu kelompok bersenjata yang  melakukan kejahatan perang di Ukraina yang di bentuk oleh terdakwa Serhiy Melnychuk sebagai mantan komandan batalyon tersebut. Tindakan terdakwa telah menyalahi aturan dari pertanggungjawaban komando sebagai pemegang otoritas kekuasaan pasukannya dengan memerintahkan bawahannya melakukan kejahatan perang. Hubungan antara atasan dan bawahan terjadi karena ada unsur komando, pemegang komando menjalankan fungsinya secara langsung pasukan yang berada dibawahnya, sementara pemegang komando tertinggi bertanggung jawab sebagai pemegang kebijakan. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaturan pertanggungjawaban komando dalam instrumen hukum humaniter internasional dan pertanggungjawaban komando dalam kejahatan perang oleh Batalyon Aidar di Ukraina.
PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK DAGANG ASING DARI TINDAKAN PEMBONCENGAN REPUTASI (PASSING-OFF) DALAM PENAMAAN MEREK DI INDONESIA Budi Santoso, Rinitami Njatrijani, Alvio Ardianto Wicaksono*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.054 KB)

Abstract

Sengketa merek di Indonesia telah berlangsung lama dan menyangkut berbagai macam isu, di antaranya kesamaan atau kemiripan merek, status merek berlisensi, hubungan antara hak cipta dan hak merek, peniruan merek terkenal, interpretasi terhadap pemakai pertama di Indonesia, dan seterusnya. Sekarang sudah mulai marak penggunaan merek yang mirip dengan merek lain yang sudah terdaftar serta penggunaan merek yang sama dan atau mirip dengan merek lain sehingga menimbulkan kesalahan persepsi di benak masyarakat. Pelanggaran merek ini disebut Passing-Off (pemboncengan reputasi).Penulisan hukum ini mengangkat permasalahan mengenai Bagaimana pengaturan Merek Dagang Asing di Indonesia dan Bagaimana perlindungan hukum terhadap Merek Dagang Asing dari tindakan Pemboncengan Reputasi (Passing-Off) dalam penamaan Merek di Indonesia.Penulisan hukum ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, hasil seminar, karya ilmiah dan sumber lain yang terkait dengan masalah yang diambil. Penelitian ini bermaksud untuk memaparkan secara rinci, jelas, dan menyeluruh tentang perlindungan hukum terhadap Merek Dagang Asing dari tindakan Pemboncengan Reputasi (Passing-Off) dalam penamaan Merek di Indonesia.Hasil penelitian dalam penulisan hukum ini menggambarkan mengenai Peangaturan perlindungan Merek terkenal di Indonesia meliputi lingkup Nasional dan Internasional. Dalam pengaturan nasional terdapat dalam ketentuan perundang-undangan tentang Merek, yaitu Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961, Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992, Undang-Undang Merek Nomor 14 Tahun 1997, dan Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 yang berlaku sekarang ini sabagai dasar hukum Merek. Pengaturan secara Internasional dapat dilihat dari ketentuan dalam Paris Convention Edisi Revisi Stockholm pada Pasal 6 bis, dimana Indonesia tergabung didalamnya, ketentuan dalam The Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’S), dan World Trade Organization (WTO). Bentuk perlindungan hukum terhadap Merek terkenal dalam sengketa kasus “RDL” berdasarkan putusan oleh Mahkamah Agung RI No. 018K/N/HaKI/2006 menyatakan bahwa kepemilikan Merek “RDL” dinyatakan sah milik RDL PHARMACEUTICAL LABORATORY, INC., sebagaimana amar putusan tersebut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, Merek “RDL” milik Penggugat telah memenuhi syarat dan kriteria sebagai suatu Merek terkenal dimana RDL PHARMACEUTICAL LABORATORY, INC., mampu menunjukkan bukti-bukti pendaftaran “RDL” di berbagai negara di dunia. Pihak PT. SPARINDO MUSTIKA (Tergugat) dikalahkan dan Merek “RDL” miliknya dinyatakan batal. Pihak RDL PHARMACEUTICAL LABORATORY, INC., dengan sah mengklaim Merek “RDL” dan berhak didaftarkan mereknya dalam daftar umum Merek di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
FUNGSI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN SEBAGAI SARANA PENDUKUNG INDUSTRI PERIKANAN DI JAKARTA UTARA Nurmaya Puspitasari*, Amiek Soemarmi, Henny Juliani
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (714.408 KB)

Abstract

Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) merupakan pelabuhan perikanan terbesar yang berada di Jakarta. Pelabuhan ini memiliki peranan penting terutama dalam industri perikanan, karena pelabuhan ini merupakan salah satu sarana pendukung yang menyediakan fasilitas-fasilitas terlengkap untuk mendukung kegiatan usaha disektor perikanan.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dijelaskan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan menjadi: Pelabuhan perikanan tipe A (samudera), Pelabuhan perikanan tipe B (nusantara), Pelabuhan Perikanan tipe C (pantai), Pelabuhan perikanan tipe D (pangkalan pendaratan ikan).Penulisan hukum ini menggunakan metode yuridis empiris yang bertujuan untuk menemukan kendala atau hambatan yang terjadi serta fungsi dan apakah pelabuhan tersebut di atas sudah memenuhi kriteria sebagai sarana pendukung sesuai dengan peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku.Dalam penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian secara deskriptif analitisyang bertujuan melukiskan tentang suatu hal di daerah tertentu dan pada saat  tertentu yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang ada dan atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti.Data primer yang diperoleh melalui penelitian lapangan yang dilakukan berupa wawancara dan keterangan informasi dari responden.Pelabuhan ini mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi pemerintahan dan fungsi pengusahaan untuk mendukung kegiatan usaha perikanan. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan memberikan wewenang kepada Pelabuhan Perikanan untuk mengelola, memfasilitasi dan memberikan pelayanan kepada pelaku kegiatan perikanan di Pelabuhan Perikanan. Pelaksanaan dua fungsi ini mengalami hambatan atau kendala yang berasal dari para pelaku usaha perikanan seperti kurang sadar hukum akan pentingnya surat kelengkapan berlayar maupun kurang optimalnya pemanfaatan fasilitas perikanan di pelabuhan ini serta hambatan-hambatan lain yang berasal dari pelabuhan sendiri maupun dari luar lingkungan pelabuhan.Keberhasilan kegiatan perikanan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) dari praproduksi sampai pemasaran hasil industri usaha perikanan dapat dicapai antara lain dengan cara meningkatkan fasilitas yang diperlukan oleh pelabuhan perikanan, meningkatkan hasil penangkapan ikan, peningkatan mutu hasil tangkapan, pengolahan hasil perikanan, dan lain-lain yang dapat meningkatkan mutu industri usaha perikanan.

Page 6 of 12 | Total Record : 112


Filter by Year

2016 2016


Filter By Issues
All Issue Vol 13, No 4 (2024): Volume 13 Nomor 4, Tahun 2024 Vol 13, No 3 (2024): Volume 13 Nomor 3, Tahun 2024 Vol 13, No 2 (2024): Volume 13 Nomor 2, Tahun 2024 Vol 13, No 1 (2024): Volume 13 Nomor 1, Tahun 2024 Vol 12, No 4 (2023): Volume 12 Nomor 4, Tahun 2023 Vol 12, No 3 (2023): Volume 12 Nomor 3, Tahun 2023 Vol 12, No 2 (2023): Volume 12 Nomor 2, Tahun 2023 Vol 12, No 1 (2023): Volume 12 Nomor 1, Tahun 2023 Vol 11, No 4 (2022): Volume 11 Nomor 4, Tahun 2022 Vol 11, No 3 (2022): Volume 11 Nomor 3, Tahun 2022 Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022 Vol 11, No 1 (2022): Volume 11 Nomor 1, Tahun 2022 Vol 10, No 4 (2021): Volume 10 Nomor 4, Tahun 2021 Vol 10, No 3 (2021): Volume 10 Nomor 3, Tahun 2021 Vol 10, No 2 (2021): Volume 10 Nomor 2, Tahun 2021 Vol 10, No 1 (2021): Volume 10 Nomor 1, Tahun 2021 Vol 9, No 3 (2020): Volume 9 Nomor 3, Tahun 2020 Vol 9, No 2 (2020): Volume 9 Nomor 2, Tahun 2020 Vol 9, No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Tahun 2020 Vol 8, No 4 (2019): Volume 8 Nomor 4, Tahun 2019 Vol 8, No 3 (2019): Volume 8 Nomor 3, Tahun 2019 Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019 Vol 8, No 1 (2019): Volume 8 Nomor 1, Tahun 2019 Vol 7, No 4 (2018): Volume 7 Nomor 4, Tahun 2018 Vol 7, No 3 (2018): Volume 7 Nomor 3, Tahun 2018 Vol 7, No 2 (2018): Volume 7 Nomor 2, Tahun 2018 Vol 7, No 1 (2018): Volume 7 Nomor 1, Tahun 2018 Vol 6, No 4 (2017): Volume 6 Nomor 4, Tahun 2017 Vol 6, No 3 (2017): Volume 6 Nomor 3, Tahun 2017 Vol 6, No 2 (2017): Volume 6 Nomor 2, Tahun 2017 Vol 6, No 1 (2017): Volume 6 Nomor 1, Tahun 2017 Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Vol 5, No 1 (2016): Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016 Vol 4, No 4 (2015): Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015 Vol 4, No 1 (2015): Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015 Vol 3, No 2 (2014): Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014 Vol 2, No 3 (2013): Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013 Vol 2, No 2 (2013): Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013 Vol 1, No 4 (2012): Volume 1, Nomor 4, Tahun 2012 More Issue