cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
ISSN : 08539987     EISSN : 23383445     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
Media Health Research and Development ( Media of Health Research and Development ) is one of the journals published by the Agency for Health Research and Development ( National Institute of Health Research and Development ) , Ministry of Health of the Republic of Indonesia. This journal article is a form of research results , research reports and assessments / reviews related to the efforts of health in Indonesia . Media Research and Development of Health published 4 times a year and has been accredited Indonesian Institute of Sciences ( LIPI ) by Decree No. 396/AU2/P2MI/04/2012 . This journal was first published in March 1991.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue " Vol 22, No 4 Des (2012)" : 6 Documents clear
PENGENDALIAN VEKTOR TERPADU PENGARUHNYA TERHADAP INDIKATOR ENTOMOLOGI DAERAH ENDEMIS MALARIA PULAU SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN Boewono, Damar Tri; Widyastuti, Umi; Heryanto, Bambang; Mujiono, Mujiono
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 22, No 4 Des (2012)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/2910

Abstract

Abstract Integrated malaria vector control study has been conducted in the border area of Indonesia-Malaysia, Sebatik Island, Nunukan Regency, Kalimantan Timur Province.  The objective of the study was to determine the impact of integrated vector control application against quantitative entomological indicators as malaria epidemiology variable. The evaluation was carried out by all night human landing mosquito collection and larval density (dipper method; 350 ml volume) calculated as number of larvae per dip. The study revealed two mosquito species Anopheles balabacensis and Anopheles maculatus as malaria vectors in the area.  Anopheles balabacensis was  found predominant, highly antrophophylic 88,33% and the sporozoite index which was determined by ELISA test 12,75%.  Quantitative entomological indicators such as: vectorial capacity, entomological inoculation  rate, stability index of  An. balabacensis as malaria vector and the malaria cases were found gradualy decreased and within 6 months evaluation, 100% reductions were occured. Results of this study indicated the effectiveness of vector control application. Integrated vector control method is recommended to be applied in  effort to maintained low malaria endemicity and  not to be applied during the outbreak.   Keywords: Malaria,  Integrated control, Entomologycal indicator,  Sebatik  Island   Abstrak ARTIKEL Telah dilakukan penelitian pengendalian vektor malaria terpadu di daerah lintas batas Indonesia-Malaysia, Pulau Sebatik (Dusun Berjoko/Lordes, Desa Sungai Limau), Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, tahun 2011. Tujuan penelitian mengetahui efektivitas pengendalian vektor malaria terpadu, distribusi kelambu berinsektisida dan aplikasi biolarvasida (piriproksifen 0,5%) dengan metode evaluasi indikator entomologi kuantitatif, sebagai variabel epidemiologi malaria.  Pengendalian dengan distribusi kelambu berinsektisida Long Lasting Insecticide Net (deltametrin 55 mg/m2), 1-2 unit/keluarga dan aplikasi bio-larvasida zat pengatur tumbuh (insect growth regulator) piriproksifen 0,5% di tempat perkembangbiakan nyamuk vektor dengan konsentrasi 1g/m2, setiap 2 minggu sekali. Evaluasi dilakukan dengan penangkapan nyamuk dan koleksi jentik (metode diper 350 ml). Ditentukan kepadatan jentik (ekor/ciduk) dan penurunan indikator entomologi kuantitatif sebagai variabel epidemiologi yaitu: kapasitas vektorial, rerata laju inokulasi entomologi, indek stabilitas nyamuk An. balabacensis sebagai vektor serta kasus malaria. Ditemukan 2 spesies  nyamuk tersangka vektor malaria An. balabacensis dan An. maculatus, populasi An. balabacensis sangat dominan dan bersifat antropofilik 88,33% dengan sporozoit indek 12,75%.  Setelah 6 bulan aplikasi pengendalian vektor malaria terpadu, indikator epidemiologi kuantitatif meliputi:  kapasitas vektorial, rerata laju inokulasi entomologi, indek stabilitas An. balabacensis sebagai vektor dan kasus malaria menurun sampai 100%.   Pengendalian vektor terpadu sangat efektif di daerah endemis untuk menjaga endemisitas malaria tetap rendah dan tidak direkomendasikan aplikasi pada waktu terjadi wabah dan peningkatan kasus.   Kata kunci: Malaria,  Pengendalian terpadu, Indikator entomologi, Pulau Sebatik
BEBERAPA ASPEK PERILAKU NYAMUK Anopheles barbirostris DI KABUPATEN SUMBA TENGAH TAHUN 2011 Noshirma, Monika; Willa, Ruben Wadu; Adnyana, Ni Wayan Dewi
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 22, No 4 Des (2012)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/2911

Abstract

Abstract Some aspects of Anopheles barbirostris behavior in Central Sumba Regency was conducted in July– October in District Umbu Ratu Nggai (Village Padira Tana) which represents in mountain ecology and the district of Mamboro (Manu Wollu Village) representing the coastal ecology. Both villages are selected to have high malaria cases during the past year. The objective of the study is to determine Some aspect of Anopheles barbirostris behavior in Central Sumba Regency. The result showed that the characteristics of  breeding habitats of Anopheles barbirostris in the padira tana village is in fields (both in use, not use or ready for planting) and in kobakan. in Manu Wolu Village the breeding habitats are in former ponds, puddles an kobakan. The bitting activity of Anopheles barbirostris the in Padira Tana Village highest in July (MBR = 0.08) outside the house,  while in Manu Wolu Village bite out of the house in July and October (MBR = 0.04). in the Padira Tana Village and Manu Wollu village the Anopheles barbirostris is most prevalent in the cage with peak hours 11.00 pm to 04.00 am. Keyword: some aspect of vector behavior, Anopheles barbirostris Abstrak Studi beberapa aspek perilaku vektor malaria Anopheles barbirostris di Kabupaten Sumba Tengah dilaksanakan pada bulan Juli – Oktober di 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Umbu Ratu (Desa Padira Tana) yang mewakili ekologi pegunungan dan Kecamatan Mamboro (Desa Manu Wolu) yang mewakili ekologi pantai. Kedua desa yang dipilih mempunyai kasus malaria tinggi selama satu tahun terakhir. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui beberapa aspek perilaku vektor Anopheles barbirostris di Kabupaten Sumba Tengah. Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik habitat perkembangbiakan Anopheles barbirostris di desa Padira Tana adalah sawah (baik yang terpakai, tidak dipakai maupun siap tanam) dan di kobakan. Sedangkan di desa Manu Wolu ditemukan di bekas kolam, kubangan dan kobakan.    Kepadatan nyamuk An. barbirostris yang menggigit orang (MBR) di Desa Padira Tana paling tinggi pada bulan Juli (MBR=0,08) di luar rumah sedangkan di Desa Manu Wolu menggigit di luar rumah baik pada bulan Juli maupun Oktober (MBR=0,04). Di Desa Padira Tana dan Di Desa Manu Wolu nyamuk Anopheles paling banyak ditemukan di kandang dengan jam puncak 23.00-04.00. Kata kunci: beberapa aspek perilaku vektor, Anopheles barbirostris
CEK SILANG MIKROSKOPIS SEDIAAN DARAH MALARIA PADA MONITORING PENGOBATAN DIHIDROARTEMISININ-PIPERAKUIN DI KALIMANTAN DAN SULAWESI Ariyanti, Endah; E, Riyanti; Prasetyorini, Budi; Aisyah, Aisyah; Khairiri, Khairiri; Harun, Syahrial; Handayani, Sarwo; Tjitra, Emiliana
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 22, No 4 Des (2012)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/2912

Abstract

Abstract Quality assurance of malaria microscopy is an important issue in health service and health research for a better case management. In monitoring Dyhydroartemisinin-Piperaquine, quality assurance was a part of this research activities at sentinel sites in Kalimantan and Sulawesi. This activity was carried out to confirmed diagnosis of malaria cases that could be analysed, and to evaluate the skill of microscopists to be improved in the future. Quality assurance was assessed based on the results of cross-checking malaria smears which done blindly by certified microscopist from Laboratory of  Parasitology ,National Institute of Health Research and Development, The quality of smears were mostly good, however the error rate was still high (10.9%). Therefore, a better and continuing planning and strategiy is needed to improve and mantain the quality  of  skill microscopists. Keywords: malaria; microscopic, Dyhydroartemisinin-Piperaquine   Abstrak Pemantapan kualitas mikroskopis malaria merupakan isue penting dalam pelayanan dan penelitian kesehatan untuk penanganan kasus yang lebih baik. Pada monitoring pengobatan Dihidroartemisinin-Piperakuin, pemantapan kualitas merupakan bagian dari kegiatan penelitian tersebut di lokasi sentinel (Kalimantan dan Sulawesi). Pemantapan dilakukan untuk mendapatkan kepastian diagnosis kasus malaria yang dapat dianalisis, dan sebagai evaluasi ketrampilan mikroskopis untuk perbaikan dan peningkatan di masa datang. Pemantapan kualitas dinilai berdasarkan hasil cek silang sediaan darah malaria secara blinded yang dilakukan oleh mikroskopis tersertifikasi dari Laboratorium Parasitologi Badan Litbang Kesehatan. Hasil cek silang menunjukkan kualitas  sediaan darah sebagian besar sudah baik meskipun untuk error rate masih tinggi mencapai 10,9%. Oleh sebab itu dibutuhkan rencana dan strategi yang baik dan berkelanjutan untuk memperbaiki dan mempertahankan kualitas tenaga mikroskopis malaria yang handal.   Keywords: malaria; mikroskopis; Dihidroartemisinin-Piperakuin
PERBANDINGAN DUA METODE PEMBELAJARAN TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE PADA GURU SEKOLAH DASAR Pujiyanti, Aryani; Trapsilowati, Wiwik; Suwasono, Hadi
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 22, No 4 Des (2012)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/2913

Abstract

Abstract Prevention of dengue hemorrhagic fever (DHF) began to be prioritized in school since majority of DHF cases was found in school children, especially in groups of children under 15 years old. Prevention of DHF in school was implemented by teacher role as DHF health educator for student at school. This study was one of school community mobilization models in Semarang for DHF prevention programs. The model compared two methods of health education such as an active learning approach with poster and leaflet media approach. The purpose of this study was to determine the effectiveness of implementation model to knowledge, attitudes, practice (KAP) and self-efficacy of teachers in DHF in schools. This study was a quasi experiment research with community intervention studies. The research used nonequivalen control group design. The sample of the study was physical education teachers in primary school in Tembalang subdistrict (intervention group) and Pedurungan Tengah Village, Pedurungan subdistrict (comparison group) which was selected purposively. The results showed that knowledge, practices and self-efficacy of teachers which had training in active learning method was higher than the group of teachers who received education leaflets and posters. Active learning method capable significantly for improving knowledge, practices and self-efficacy of teachers in DHF prevention (p value<0,05). Teachers self efficacy as health promotor in school on the group with active learning method was higher than the group that had poster and leaflet media. Active learning method was recomended for DHF health education at primary school. Keywords : Teacher, DHF prevention, active learning     Abstrak Pencegahan demam berdarah dengue (DBD) mulai diprioritaskan pada sekolah karena sebagian besar kasus DBD dijumpai pada kelompok responden yang bersekolah, terutama pada kelompok anak berusia di bawah 15 tahun. Pencegahan DBD di sekolah salah satunya dilakukan melalui peran guru untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang DBD kepada siswa di sekolah. Penelitian ini merupakan salah satu model mobilisasi komunitas sekolah di Kota Semarang untuk program pencegahan demam berdarah dengue (DBD). Model dilaksanakan dengan membandingkan 2 metode pendidikan kesehatan yaitu pendekatan pembelajaran aktif dengan pemberian poster dan leaflet. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan model terhadap pengetahuan, sikap, perilaku (PSP) dan self efficacy guru sekolah dasar tentang DBD di sekolah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan jenis studi intervensi masyarakat. Rancangan yang digunakan adalah non equivalen control group design. Sampel penelitian adalah guru pendidikan jasmani di Kecamatan Tembalang (kelompok perlakuan) dan Kelurahan Pedurungan Tengah, Kecamatan Pedurungan (kelompok pembanding) yang dipilih secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan, praktek dan self efficacy guru pada kelompok dengan pembelajaran aktif lebih tinggi daripada kelompok guru yang menerima edukasi leaflet dan poster. Metode pembelajaran aktif mampu meningkatkan pengetahuan, perilaku dan self efficacy guru dalam perilaku pencegahan DBD secara signifikan (p<0,05) daripada metode poster dan leaflet. Kepercayaan diri guru untuk menjadi promotor kesehatan di sekolah lebih besar pada kelompok dengan metode pembelajaran aktif daripada kelompok dengan metode poster dan leaflet. Metode pembelajaran aktif dapat direkomendasikan dalam pendidikan kesehatan tentang DBD di sekolah dasar.   Kata kunci : guru, pencegahan DBD, pembelajaran aktif
SERO SURVEI DAN ANALISA PENGETAHUAN SIKAP PENJAMAH UNGGAS TERHADAP PENYAKIT FLU BURUNG DI INDONESIA TAHUN 2008 Pracoyo, Noer Endah; Riajuni, Luxi; Sukarso, Triyani; Subangkit, Bambang; Putranto, Rudi Hendro
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 22, No 4 Des (2012)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/2914

Abstract

Abstract The bird flu in Indonesia actually is Avian Influenza Virus H5N1 type. Is known bird flu virus in Humans occur if direct contact with infected poultry or through contact with environmental enclosure, and the carcasses of infected poultry products. The absence of the data if the handlers of poultry in the cases of bird flu virus has been exposed to the research conducted sero survey of bird flu antibody titers in handlers poultry  attitudes and knowledge of poultry against bird flu incident. The research objective measure antibodies against respondents tirer AI H5N1 virus, assess knowledge and attitudes against bird flu handlers through the interview. The study design was cross sectional. Handlers of poultry population in the region is ever going Extraordinary Cases of bird flu. Samples were responders/poultry handlers venous blood taken for H5N1 antibody titer by Ellisa, H5N1 conducted interviews using a questionnaire. The study used the respondents informed consent agreement. Research time in February to November 2007 in the island of Java. The number of samples of 80 samples of respondents. The results obtained are not found of H5N1 avian influenza antibody titer in responders. The results of the interview most of the handlers to wash Their hands after doing Their job (82.1%). A total of 52.9% residential handlers is more than a mile from where the management of poultry, (69%) lived outside market handlers/Abattoir of poultry.Handler to act entered correctly (53.3%%) and almost all handlers (97%) would bring the patient/patient ill with signs of bird flu infection to health facilities. Keywords: poultry handlers, bird flu virus, knowledge and attitudes of poultry handlers Abstrak Yang dimaksud Flu burung di Indonesia sebetulnya adalah Virus Avian Influenza dengan tipe H5N1. Selama ini diketahui penularan virus flu burung pada manusia terjadi jika kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi atau melalui kontak dengan lingkungan kandang, karkas dan hasil produk unggas yang terinfeksi. Belum adanya data apakah penjamah unggas di daerah kasus sudah terpapar virus flu burung maka dilakukan penelitian sero survei titer antibodi flu burung dan pengetahuan sikap pada pejamah unggas terhadap kejadian flu burung. Tujuan penelitian mengukur tirer anti bodi responden terhadap virus AI H5N1, menilai pengetahuan dan sikap penjamah terhadap penyakit flu burung melalui wawancara. Desain penelitian adalah cross sectional. Populasi adalah penjamah unggas di daerah yang pernah terjadi Kasus Luar Biasa flu burung. Sampel adalah responden/penjamah unggas yang diambil darah vena untuk mendapatkan titer antibodi H5N1 dengan cara Ellisa, 5N1H5 juga dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Penelitian menggunakan persetujuan inform consent pada responden. Waktu penelitian pada bulan Febuari sampai Nopember 2007 di daerah Pulau Jawa. Jumlah sampel sebanyak 80 sampel responden. Hasil yang diperoleh tidak ditemukan titer antibodi Avian Influenza H5N1 pada responden. Hasil wawancara sebagian besar penjamah melakukan cuci tangan setelah melakukan pekerjaannya (82,1%). Sebanyak 52,9 % tempat tinggal penjamah berjarak lebih dari satu km dari tempat pengelolaan unggas, (69%) penjamah tinggal diluar pasar/tempat pemotongan unggas.Hampir semua penjamah melakukan tindakan dengan benar (53,3%) dan hampir semua penjamah (97%) akan membawa pasien/penderita sakit dengan tanda terinfeksi flu burung ke sarana kesehatan.   Kata kunci : penjamah unggas, virus flu burung, Pengetahuan dan sikap penjamah unggas.
EVALUASI PERAN APOTEKER BERDASARKAN PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS Supardi, Sudibyo; Raharni, Raharni; Susyanti, Andi Leny; Herman, Max J.
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 22, No 4 Des (2012)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/2915

Abstract

Abstract The Government Regulation Number 51 on Pharmacy Practice states that dispensing prescriptions in a health facility, including the community health center, must be done by a pharmacist. In 2010 only ten percents of community health centers have a pharmacist. A cross sectional qualitative study has been done to obtain information on the role of pharmacist themselves in practicing in a community health center, and to obtain information on problem and barrier of the role of pharmacist. The study was carried out in Java, namely in cities of Tangerang, Bandung, Surabaya and Bantul District. Informants for in-depth interviews are District/City Health Office staff involved in the pharmacist assignment in a community health center and head of community health center, whereas for focus group discussion we invited pharmacists from District/City Health Office, community health center, school of pharmacy and regional pharmacists association. Descriptive data were analyzed qualitatively using triangulation method and temporary results were reviewed in a round table discussion in Jakarta with DG of Pharmaceutical Services and Medical Devices, Indonesian Pharmacist Association and Provincial Health Office of DKI Jakarta. Results of the study show that: 1. A. pharmacist is not available at all community health centers, as well as non-care community health centers, there are many prescription services performed by non-professional personnel. 2. The role of pharmacist in a community health center covers good drug management just like their job description, especially in prescription dispensing and drug use report. 3. The role of the pharmacist in pharmaceutical services: (a) information carried on the delivery of drugs prescription drugs to the patient, prior to clinic services began, and during a visit to posyandu posyandu toddlers and the elderly, (b) drug counseling is limited given the availability of time and there is no room , (c) visite the patient was done, either with the patients own doctor or maternity hospitalization, (d) home care have not been going well. 4. Issues related to pharmacists in community health centers is the availability and the number does not match to the workload, so that pharmaceutical care have not been going well due to limitations of time and effort. Also there are pharmacists feel less capable in providing drug information to other health professionals, especially medical specialist several health centers, so it is still necessary coaching and training. Keywords: pharmacist, Guideline of pharmaceutical care, community health center, drug management Abstrak Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009 disebutkan pelayanan resep dokter di pelayanan kefarmasian (salah satunya puskesmas) harus dilakukan oleh apoteker. Data tahun 2010 menunjukkan hanya 10% puskesmas yang memiliki apoteker. Tujuan penelitian adalah mendapatkan informasi tentang peran apoteker di puskesmas dan permasalahan dalam pelayanan kefarmasian di puskesmas. Hasil penelitian diharapkan sebagai masukan bagi pihak yang terkait untuk meningkatkan ketersediaan apoteker dalam pelayanan kefarmasian di puskesmas. Penelitian potong lintang (cross sectional) dengan pendekatan kualitatif dilakukan terhadap instansi yang terkait dengan peran apoteker di puskesmas pada tahun 2011. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Provinsi Banten, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Dari masing-masing provinsi diambil satu kota, yaitu Kota Tangerang, Kota Bandung, Kabupaten Bantul dan Kota Surabaya. Informan penelitian untuk wawancara mendalam adalah Dinkes Kabupaten/Kota dan Kepala Puskesmas, sedangkan peserta diskusi kelompok terarah adalah 12 apoteker yang mewakili Dinkes Kabupaten/Kota, puskesmas perawatan, Perguruan Tinggi Farmasi (PTF) dan Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (PD IAI). Analisis data secara deskriptif kualitatif dengan metoda triangulasi sumber data dan triangulasi metoda pengumpulan data. Hasil sementara disempurnakan dengan Round Table Discussion di Jakarta dengan mengundang nara sumber. Hasil studi adalah sebagai berikut : 1.  Apoteker belum tersedia di semua puskesmas perawatan, apalagi puskesmas non perawatan, sehingga pelayanan resep dikerjakan oleh tenaga non profesional. 2.  Peran apoteker dalam pengelolaan obat umumnya sudah berjalan, khususnya dalam pelayanan obat resep dan pembuatan LP-LPO bulanan. 3.  Peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian: (a) informasi obat dilakukan pada saat penyerahan obat resep kepada pasien, sebelum pelayanan puskesmas dimulai, dan pada saat kunjungan ke posyandu balita dan posyandu lansia, (b) konseling obat dilakukan terbatas mengingat ketersediaan waktu dan belum ada ruangan, (c) visite pasien sudah dilakukan, baik dengan dokter maupun sendiri kepada pasien bersalin rawat inap, (d) home care belum berjalan dengan baik. 4.  Permasalahan yang terkait dengan apoteker di puskesmas adalah ketersediaan dan jumlah tidak sesuai dengan beban kerjanya, sehingga pelayanan kefarmasian belum berjalan baik akibat keterbatasan waktu dan tenaga. Juga ada apoteker merasa kurang mampu dalam memberikan informasi obat kepada tenaga kesehatan lain, khususnya dokter spesialis di beberapa puskesmas perawatan, sehingga masih diperlukan pembinaan dan pelatihan.   Kata kunci: apoteker, pelayanan kefarmasian, pengelolaan obat, puskesmas

Page 1 of 1 | Total Record : 6