cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.kespro@gmail.com
Editorial Address
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Gedung 5 lt. 4 Jl. Percetakan Negara no. 29 Jakarta 10560 Indonesia 
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Kesehatan Reproduksi
ISSN : 2087703X     EISSN : 23548762     DOI : https://doi.org/10.22435
Core Subject : Health,
Jurnal Kesehatan Reproduksi (Journal of Reproductive Health) offers a specific forum for advancing scientific and professional knowledge of the reproductive health field among practitioners as well as academics in public health and researchers. Coverage includes a vast range of reproductive health issues, such as: 1.Woman and child’s health 2.Male reproductive health 3.Youth and elderly health 4.Family planning 5.Sexually transmitted infections and HIV-AIDS 6.Prevention and control of abortion 7.Gender issues 8.Infertility 9.Other reproductive health issues in terms of clinical and public health.
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 10 No 1 (2019): JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI VOLUME 10 NO. 1 TAHUN 2019" : 8 Documents clear
IMPLEMENTASI PROGRAM DAN ALTERNATIF STRATEGI MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN BAYI BERBASIS SOSIAL BUDAYA Yulfira Media
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol 10 No 1 (2019): JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI VOLUME 10 NO. 1 TAHUN 2019
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.577 KB) | DOI: 10.22435/kespro.v10i1.453

Abstract

Abstract Background: One of the problems and strategic issues of regional development in West Sumatra Province is the high infant mortality rate (IMR). Objective: an overview of the implementation of programs and constraints related to maternal and child health services and the formulation of alternative strategies for reducing socio-cultural based IMR. Methods: The study was conducted in 10 districts/cities in West Sumatra Province with qualitative methods. Research informants: mothers with infant mortality cases; pregnant women/child; traditional birth attendant; public figure; stake holders. Research themes; program implementation; performance coverage and constraints; alternative strategies to reduce IMR based on social culture. Data analysis with content analysis and SWOT analysis. Results: Barriers to the implementation of programs/activities to reduce IMR are: low access to health services; socio-cultural problems in the utilization of health services. Alternative efforts to reduce IMR based on socio-culture through health promotion strategies and community empowerment as well as strengthening the capacity of health resources that have the competency and based on local socio-culture. Conclusion: Socio-cultural barriers in West Sumatra are still limited knowledge, the existence of habits and community beliefs related to maternal/child health. The results of the SWOT analysis as an alternative strategy are health promotion and community empowerment and strengthening the capacity of health resources that have the competence and are based on local socio-culture. Key words: strategy, social culture, infant mortality Abstrak Latar Belakang: Salah satu masalah dan isu srategis pembangunan daerah Provinsi Sumatera Barat adalah masih tingginya Angka Kematian Bayi (AKB). Tujuan: gambaran pelaksanaan program dan hambatan terkait pelayanan kesehatan ibu dan anak serta perumusan alternatif strategi upaya penurunan AKB berbasis sosial budaya. Metode: Penelitian dilaksanakan pada 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat dengan metode kualitatif (Focus Group Discussion, wawancara mendalam dan observasi). Informan penelitian: ibu dengan kasus kematian bayi; ibu hamil/balita; dukun beranak; tokoh masyarakat; dan pemegang program. Tema penelitian; pelaksanaan program/kegiatan; output kinerja program dan hambatannya; alternatif strategi dalam upaya menurunkan AKB berbasis sosial budaya. Analisis data dengan content analysis dan analisis SWOT. Hasil: Hambatan pelaksanaan program/kegiatan penurunan AKB adalah: belum optimalnya akses layanan kesehatan; masalah sosial budaya dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Alternatif upaya penurunan AKB berbasis sosial budaya melalui strategi promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat serta penguatan kapasitas sumber daya kesehatan yang mempunyai kompetensi dan berbasis sosial budaya lokal. Kesimpulan: Hambatan sosial budaya di Sumatera Barat adalah masih terbatasnya pengetahuan, adanya kebiasaan serta kepercayaan masyarakat terkait dengan kesehatan ibu/bayi. Hasil analisis SWOT sebagai strategi alternatif adalah promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dan penguatan kapasitas sumber daya kesehatan yang mempunyai kompetensi serta berbasis sosial budaya lokal. Kata kunci: strategi, sosial budaya, kematian bayi
“Anak adalah Aset”: Meta Sintesis Nilai Anak pada Suku Lani dan Suku Aceh Agung Dwi Laksono; Ratna Dwi Wulandari
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol 10 No 1 (2019): JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI VOLUME 10 NO. 1 TAHUN 2019
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.242 KB) | DOI: 10.22435/kespro.v10i1.933

Abstract

Abstract Background: If a child gives values that were considered positive or beneficial to parents, then parents will place high expectations on the child. The study was conducted to synthesize the value of children in the Aceh Tribe and the Lani Tribe. Objective: The research aim was to explore the value of children in the Lani and the Acehnese. Methods: Using the meta-synthesis method in two manuscripts resulting from health ethnographic research, namely "The Dilemma of the Family Planning Program" (Acehnese Tribe in East Aceh, Aceh) and "Portrait of Noken Child Care Patterns in Lani Culture" (Lani Tribe in Tolikara, Papua). Results: Economically the people of Aceh and Lani consider children to be investments. This applies to girls. Socially, the two tribes consider children to be a complement to a family's life and a source of happiness. In religion, the Acehnese consider the child to be the successor to the religion, multiplying children was an effort to multiply the people. While Lani people believe in Christian teachings that encourage them to spread on the surface of the earth, this was done by multiplying offspring. For Acehnese children were important. They consider that the Acehnese boy could be the pride of the family and also the successor to the offspring. While Lani people value girls more than boys. Conclusions: Both tribes still want a large number of children, between 4-7 children. Both tribes also still hold strong the value of children economically, children were assets. Key words: the value of children, meta-synthesis, meta-aggregation, ethnography research, Aceh tribe, Lani tribe Abstrak Latar Belakang: Apabila seorang anak memberikan nilai yang dianggap positif atau menguntungkan bagi orang tua, maka orang tua akan menaruh harapan yang tinggi terhadap anak. Suku Aceh dan Suku Lani merupakan kelompok rentan yang perlu mendapat perhatian. Tujuan: Tujuan penelitian untuk mengeksplorasi nilai anak pada Suku Lani dan Suku Aceh. Metode: Meta sintesis pada dua manuskrip hasil riset etnografi kesehatan, yaitu “Dilema Program Keluarga Berencana” (Suku Aceh di Aceh Timur, Aceh) dan “Potret Pola Asuh Anak Noken dalam Budaya Lani” (Suku Lani di Tolikara, Papua). Studi difokuskan pada nilai anak secara: ekonomi; sosial; agama; preferensi gender; dan preferensi jumlah anak. Hasil: Secara ekonomi masyarakat Aceh dan Lani menilai anak adalah investasi. Hal ini berlaku bagi anak perempuan. Secara sosial kedua suku menilai anak adalah pelengkap hidup sebuah keluarga dan sumber kebahagiaan. Secara agama orang Aceh menilai anak itu penerus agama, memperbanyak anak adalah upaya untuk memperbanyak umat. Sedang orang Lani meyakini ajaran kristiani yang menganjurkan mereka untuk menyebar di permukaan bumi yang dilakukan dengan cara memperbanyak keturunan. Bagi orang Aceh anak laki itu penting. Mereka menganggap bahwa anak laki Aceh dapat menjadi kebanggaan keluarga dan sekaligus penerus keturunan. Sedang orang Lani menilai lebih tinggi anak perempuan dibanding laki-laki. Kesimpulan: Kedua suku masih menginginkan jumlah anak yang banyak, antara 4-7 anak. Kedua suku juga masih memegang kuat nilai anak secara ekonomi, anak adalah aset. Kata kunci: nilai anak, meta sintesis, meta agregasi, riset etnografi, suku Aceh, suku Lani
HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU PEMELIHARAAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA SANTRI PUTRI DI PONDOK PESANTREN KABUPATEN JEMBER Nahdah Khoirotul Ummah; Tantut Susanto; Latifa Aini Susumaningrum
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol 10 No 1 (2019): JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI VOLUME 10 NO. 1 TAHUN 2019
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.884 KB) | DOI: 10.22435/kespro.v10i1.1397

Abstract

Abstract Background: Girl’s adolescent who live in Islamic boarding schools need behavioral maintenance facilities regarding reproductive health. Girl’s adolescent development during reproductive growth will be associated with the acceptance of self-esteem. Objective: The study purpose was to understand about the relationship of self-esteem and adolescent reproductive health maintenance behaviors of students in Darussholah Boarding Schools Jember. Method: This study used cross-sectional with 281 adolescent aged 12-18 with convenience sampling. Rosenberg Self-esteem Scale (RSES) was used to measure self-esteem, and reproductive health care questionnaire was to measure reproductive health maintenance behaviors. Chi-square was performed to analyze the objective of study. Results: The results showed that among 281 adolescents were identify have a low self esteem (85%) and (74%) of less maintenance reproductive health behaviors. There is a significant relationship between the self-esteem and adolescent reproductive health maintenance behaviors among girl’s adolescent in Darussholah Boarding Schools Jember (χ2 = 96.34; p-value = 0.001). Girl’s adolescent with low self-esteem are more likely 35.414 time to have less reproductive health care (OR = 35.414; 95% CI = 90,145-13,913). Conclusion: Acceptance of proportional self-esteem should be improved to maintenance. Therefore, facilities in Islamic boarding schools need to be provided to realize a clean and healthy should the maintenance of reproductive. Keywords: Self esteem, maintainance of reproductive behavior, female adolscent, boarding schools Abstrak Latar belakang: Remaja putri yang tinggal di pondok pesantren selama proses hygiene perseorangan memerlukan fasilitas pemeliharaan perilaku kesehatan reproduksinya. Perkembangan remaja selama tumbuh kembang kesehatan reproduksi akan berkaitan dengan penerimaan harga dirinya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan perilaku pemeliharaan kesehatan reproduksi remaja santri putri di Pondok Pesantren Darussholah Jember. Metode: Desain penelitian cross-sectional dilakukan pada 281 remaja berusia 12-18 tahun dengan convenience sampling. Kuesioner digunakan untuk mengukur karakteristik remaja. Kuisioner Rosenberg Self-esteem Scale (RSES) digunakan untuk mengukur harga diri, dan kuesioner pemeliharaan kesehatan reproduksi digunakan untuk mengukur perilaku pemeliharaan kesehatan reproduksi. Hasil: Hasil menunjukkan bahwa remaja memiliki harga diri rendah (85%) dan perilaku pemeliharaan kesehatan reproduksi yang kurang (74%). Ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan perilaku pemeliharaan kesehatan reproduksi remaja santri putri di Pondok Pesantren Darussholah Jember (χ2= 96,34; p-value= 0,001). Remaja santri putri dengan harga diri rendah berpeluang 35,414 kali memiliki pemeliharaan kesehatan reproduksi kurang (OR= 35,414; 95% CI= 13,913-90,145). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara peran keluarga dengan pengetahuan dan SADARI pada remaja putri di Kecamatan Jelbuk. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pendidikan dan promosi kesehatan pada keluarga supaya dapat menjalankan peran keluarga dengan lebih baik dan menjadi sumber informasi tentang SADARI bagi remaja putri. Kata kunci: harga diri, pemeliharaan kesehatan reproduksi, remaja putri, pondok pesantren
POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA TUNARUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER Livia Dwi Ramadhani; Tantut Susanto; Latifa Aini Susumaningrum
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol 10 No 1 (2019): JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI VOLUME 10 NO. 1 TAHUN 2019
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.782 KB) | DOI: 10.22435/kespro.v10i1.1404

Abstract

Abstract Background: Deaf adolescent during their development needs special attention particularly parents, to prevent risk for sexual behavior. Risk for sexual behavior among deaf adolescent related to the role of parents can be facilitated by families on how families communicate issues regarding reproductive health of deaf adolescents. Objective: The purpose of this study was to analyze the relationship between the family communication patterns and risky sexual behavior in Disabled Children School, Patrang regency of Jember district Method: A cross-sectional study was conducted among 53 deaf adolescent aged 11-20 with convenience sampling. A questionnaire was used to identify the sociodemography of participants while the data family communication patterns of was obtained by using the Family Communication Patterns Questionnaire and Adolescents Reproductive Health (ARH) Questionnaire to measure risky sexual behavior. Spearman test was performed to analyze the objective of the study. Results: There is a correlation between family communication patterns and risky sexual behavior in Disabled Children School, Patrang regency of Jember district (r = -0,301; p-value= 0,029). Conclussion: Family communication patterns received by deaf adolescents determine their sexual behavior. Deaf adolescents with dysfunctional family communication patterns tend to show risky sexual behavior. Keywords: family communication pattern, risk for sexual behavior, deaf adolescents Abstrak Latar belakang: Remaja tunarungu selama tumbuh kembangnya membutuhkan perhatian khusus terutama orang tua, untuk mencegah perilaku seksual berisiko. Perilaku seksual berisiko di kalangan remaja tunarungu berkaitan dengan peran orang tua dan dapat difasilitasi oleh keluarga terkait bagaimana keluarga mengkomunikasikan masalah kesehatan reproduksi remaja tunarungu. Tujuan: Mengetahui hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan perilaku seksual berisiko pada remaja tunarungu di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Patrang Kabupaten Jember. Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dilakukan pada 53 remaja tunarungu berusia 11-20 tahun dengan convenience sampling. Instrumen menggunakan kuesioner Pola Komunikasi Keluarga dan Kuesioner Adolescents Reproductive Health (ARH) untuk mengukur perilaku seksual berisiko. Hasil: Ada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan perilaku seksual berisiko pada remaja tunarungu di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Patrang Kabupaten Jember (r = -0,301; p-value= 0,029). Kesimpulan: Pola komunikasi keluarga yang diterima oleh remaja tunarungu menentukan perilaku seksualnya. Remaja tunarungu dengan pola komunikasi keluarga disfungsional cenderung menunjukan perilaku seksual yang berisiko. Kata kunci: pola komunikasi keluarga, perilaku seksual berisiko, remaja tunarungu
HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA REMAJA PUTRI DI KECAMATAN JELBUK JEMBER, JAWA TIMUR Yunidar Dwi Puspitasari; Tantut Susanto; Kholid Rosyidi Muhammad Nur
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol 10 No 1 (2019): JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI VOLUME 10 NO. 1 TAHUN 2019
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (239.907 KB) | DOI: 10.22435/kespro.v10i1.1533

Abstract

Abstract Background: Breast Cancer is commonly diagnosed in fertile women over the age of 35, but recently there is also possibility for adolescent to develop this disease. Prevention that can be done to detect breast cancer early is by doing Breast Self-Examination (BSE). Objective: The purpose of research was to analyze the correlation between the role of family with the knowledge and the attitude of BSE among adolescent girls in Jelbuk sub-district, Jember. Method: This research was a correlational analysis that applied cross-sectional approach conducted on 360 participants using cluster random sampling technique in Jelbuk sub-district, Jember. The data were collected by using questionnaires to measure the characteristic of the participants including sociodemographic, the role of family, and knowledge, attitude, and practice of BSE. Data analysis was done by using Spearman Rank test. Results: Of 360 participants, it was identified that the family role was good (Md=146), knowledge and attitude was also good (Md=23). The role of family was correlated with knowledge and attitude of BSE (r=0,261; p-value=<0,001). Conclusion: There are any relationships between the role of family with knowledge and BSE. Therefore, there is a need for improving of health education and promotion in the family so that, families can carry out their role better and become source of information about BSE for adolescent girls. Keywords: BSE, the role of family, reproductive health Abstrak Latar belakang: Kanker payudara yang biasa dialami perempuan usia subur di atas 35 tahun saat ini mengalami pergeseran dan mulai dialami oleh remaja. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menemukan kanker payudara secara dini adalah deteksi dini pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara peran keluarga dengan pengetahuan dan sikap SADARI pada remaja putri di Kecamatan Jelbuk Jember. Metode: Penelitian ini merupakan analitik korelasional dengan pendekatan cross-sectional dan menggunakan sampel sebanyak 360 responden yang dipilih melalui teknik cluster random sampling di Kecamatan Jelbuk Jember. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner untuk mengukur karakteristik responden yaitu sosiodemografi, peran keluarga, serta pengetahuan, sikap dan praktik SADARI. Analisis data dilakukan dengan uji Spearman Rank. Hasil: Dari 360 responden sebagai sampel, teridentifikasi peran keluarga yang baik (Md=146) dan perilaku (keyakinan) SADARI baik (Md=23). Peran keluarga berhubungan dengan perilaku (keyakinan) SADARI (r=0,261; p-value=<0,001). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara peran keluarga dengan pengetahuan dan SADARI pada remaja putri di Kecamatan Jelbuk. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pendidikan dan promosi kesehatan pada keluarga supaya dapat menjalankan peran keluarga dengan lebih baik dan menjadi sumber informasi tentang SADARI bagi remaja putri. Kata kunci: SADARI, peran keluarga, kesehatan reproduksi
SITUASI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS-TUBERKULOSIS DI KABUPATEN MERAUKE 2018: ANCAMAN PADA UMUR PRODUKTIF Dina Bisara; Oster Suriani Simarmata; Novianti Novianti; Felly Philipus Senewe
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol 10 No 1 (2019): JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI VOLUME 10 NO. 1 TAHUN 2019
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.524 KB) | DOI: 10.22435/kespro.v10i1.1711

Abstract

Abstract Background: Pulmonary tuberculosis is the most serious opportunistic infection in HIV/AIDS subjects and is a major cause of mortality and morbidity in developing countries. Objective: To describe the results of HIV / TB examination in Merauke District Hospital Method: Study design is cross-sectional using data from “Studi evaluasi deteksi kasus TBC dengan alat tes cepat molekuler di Indonesia tahun 2018”. Descriptive data analysis is applied based on secondary data of PLWHA patients who visited Merauke District Hospital to examine Mycobacterium tuberculosis (MTB). Results: The proportion of PLWHA was almost three times higher (8.5%) compared to other 43 health facilities (3,0%). The highest proportion of PLWHA is productive age of 15-54 years (94.9%) and male (54.5%). The proportion of children (aged <15 years) with HIV is six times higher (3%) compared to other 43 health facilities (0,5%). The results of MTB with molecular rapid tests in 43 health facilities is higher in PLWHA compared to non-PLWHA (34.4%:32.0%), and the opposite is true for Merauke District Hospital (22.2%:29.4%). Conclussion: HIV epidemic in Merauke has been on the general population particularly in productive and children category. This high level of HIV has an impact on increasing transmission to children and HIV-TB co-infection. Keywords: HIV, HIV-TB co-infection, reproductive age, children, RSUD Merauke Abstrak Latar belakang: Tuberkulosis paru adalah salah satu infeksi oportunistik yang paling serius pada HIV/AIDS dan merupakan penyebab utama kematian dan morbiditas di negara-negara berkembang. Tujuan: Diperoleh gambaran hasil pemeriksaan HIV-TB di RSUD Merauke. Metode: Disain studi adalah potong lintang menggunakan data “Studi evaluasi deteksi kasus TB dengan alat tes cepat molekuler (TCM) di Indonesia tahun 2018”. Analisis deskriptif data sekunder pasien HIV yang berkunjung ke RSUD Merauke yang diperiksa MTB. Hasil: Proporsi ODHA di RSUD Merauke hampir tiga kali lebih tinggi (8,5%) dibandingkan dengan 43 fasilitas kesehatan lainnya (3,0%). Persentase tertinggi adalah pada umur produktif 15-54 tahun (94,9%) dan laki-laki (54,5%). Proporsi anak (<15 tahun) dengan HIV enam kali lebih tinggi (3,0%) dibandingkan dengan 43 fasilitas kesehatan lainnya (0,5%). Hasil pemeriksaan konfirmasi bakteriologi MTB dengan TCM pada 43 fasilitas kesehatan tinggi pada ODHA dibanding non ODHA (34,4%:32,0%), dan situasi sebaliknya pada RSUD Merauke (22,2%:29,4%). Kesimpulan: Epidemi HIV di Merauke sudah mencapai tingkat populasi umum, terutama pada kelompok produktif dan anak. Tingginya angka HIV akan berdampak pada tingginya penularan pada anak dan koinfeksi HIV-TB. Kata kunci: HIV, HIV koinfeksi TB, umur produktif, anak, RSUD Merauke
IDENTIFIKASI VARIABEL CONFOUNDING DENGAN PENERAPAN UJI CHI SQUARE MANTEL HAENSZEL PADA HUBUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) TERHADAP BBLR DI KOTA SAMARINDA Hasmawati Hasmawati; Ike Anggraeni; Rahmi Susanti
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol 10 No 1 (2019): JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI VOLUME 10 NO. 1 TAHUN 2019
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.264 KB) | DOI: 10.22435/kespro.v10i1.2069

Abstract

Abstract Background: Confounding is a very important issue to consider because its presence can affect the p-value and the magnitude of the risk that can cause errors in decision making. The Mantel Haenszel is used when there are one or more confounding variables, which can be applied to public health problems such as the incidence of LBW which has many risk factors such as antenatal care (ANC), maternal age, parity, and anaemia. Objective: To identify confounding variables in the ANC relationship with LBW. Method: Nonreactive research with a case-control design. The sample was 305 (61 cases; 244 controls), in 3 Samarinda City Health Centers and sourced from the 2016-2017 maternal cohort registered, East Kalimantan. Results: Maternal age was confounding in the relationship of ANC to LBW (ΛOR 12.29%) whereas parity (ΛOR 1.65%) and anaemia (ΛOR 0,64%) didn’t become confounding. Conclusion: ANC has a significant relationship with the incidence of LBW without or accompanied by confounding variables. Parity and anemia are not as confounding whereas maternal age is influential confounding which is marked by changes in OR before and after considering external variables. Thus, more intensive pregnancy care is needed more mothers who are it too young and or too old. Key words: Confounding, Mantel Haenszel, Low Birth Weight, Maternal age Abstrak Latar belakang: Confounding merupakan isu yang penting untuk diperhatikan, karena kehadirannya dapat mempengaruhi p value dan besaran risiko yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Mantel Haenszel digunakan bila terdapat satu atau lebih variabel confounding, yang dapat diterapkan pada permasalahan kesehatan masyarakat secara global seperti kejadian Berat Badan lahir Rendah (BBLR) yang banyak memiliki faktor risiko seperti ANC dan faktor risiko BBLR lain seperti usia ibu, paritas dan anemia Tujuan: Mengidentifikasi variabel confounding pada hubungan Antenatal Care dengan BBLR. Metode: Non reactive research dengan desain case control. Sampel berjumlah 305 (kasus 61; kontrol 244) di 3 Puskesmas Kota Samarinda dan bersumber dari register kohort ibu tahun 2016-2017. Penelitian ini menggunakan dua cara analisis yaitu analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi Square dan dilanjut identifikasi variabel confounding dengan Chi Square Mantel Haenszel. Hasil: Usia ibu ( menjadi confounding dalam hubungan ANC terhadap BBLR, sedangkan paritas ( dan anemia ( bukan menjadi confounding. Kesimpulan: ANC memiliki hubungan bermakna dengan kejadian BBLR tanpa atau disertai variabel confounding. Paritas dan anemia bukan sebagai confounding, sedangkan usia ibu memberikan pengaruh (confounding). Dengan demikian, perlu perawatan kehamilan yang lebih intensif kepada ibu dengan usia terlalu muda/usia terlalu tua. Kata kunci: Confounding, Mantel Haenszel, BBLR, Usia Ibu
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH DI KECAMATAN SIBERUT SELATAN, KEPULAUAN MENTAWAI TAHUN 2018 Rennie Yolanda; Angela Kurniadi; Tommy Nugroho Tanumihardja
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol 10 No 1 (2019): JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI VOLUME 10 NO. 1 TAHUN 2019
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.696 KB) | DOI: 10.22435/kespro.v10i1.2174

Abstract

Abstract Background: Increasing percentage of adolescents who have had premarital sex from year to year and many factors that associated with adolescent attitudes towards premarital sexual behavior. Objective: Identifies factors associated with adolescent attitudes towards premarital sexual behaviour in South Siberut. Method: Observational analytic research with a cross-sectional study. Respondents were collected from all high schools in South Siberut using stratified random sampling with a total of 126 respondents. Variables included are gender, father’s education level, mother’s education level, parent income, HIV/AIDS knowledge, and attitude towards HIV/AIDS. Research instrument using questionnaires. Data were analyzed using Chi-square test. Result: 53,2 percent of adolescents had an attitude that didn’t support premarital sexual behaviour. The result of bivariate analysis showed that there was a relationship between adolescent attitudes towards premarital sexual behaviour with gender (p=0,003). There was no relationship between adolescent attitudes towards premarital sexual behaviour with father’s education level (p=0,161), mother’s education level (p=0,915), parent income (p=0,69), HIV/AIDS knowledge (p=0,257), and attitude towards HIV/AIDS (p=0,141). Conclusion: Factor that associated with adolescent attitudes towards premarital sexual behaviour is gender. Father’s education level, mother’s education level, parent income, HIV/AIDS knowledge, and attitude towards HIV/AIDS aren’t associated with adolescent attitudes towards premarital sexual behaviour. Keywords: premarital sexual behaviour, HIV/AIDS, adolescent, South Siberut. Abstrak Latar belakang: Meningkatnya persentase remaja yang telah melakukan hubungan seksual pranikah dari tahun ke tahun dan banyaknya faktor yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah. Tujuan: Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah di Kecamatan Siberut Selatan. Metode: Penelitian analitik observasional dengan studi potong lintang. Responden berasal dari seluruh SMA/sederajat di Kecamatan Siberut Selatan dengan pengambilan sampel acak berstrata sejumlah 126 responden. Variabel yang dicari meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan ayah, tingkat pendidikan ibu, penghasilan orangtua, tingkat pengetahuan HIV/AIDS, dan sikap terhadap HIV/AIDS. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Analisis data dengan uji kai kuadrat. Hasil: Sebanyak 53,2 persen remaja memiliki sikap tidak mendukung perilaku seksual pranikah. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah dengan jenis kelamin (p=0,003). Tidak terdapat hubungan antara sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah dengan tingkat pendidikan ayah (p=0,161), tingkat pendidikan ibu (p=0,915), penghasilan orangtua (p=0,69), tingkat pengetahuan HIV/AIDS (p=0,257), dan sikap terhadap HIV/AIDS (p=0,141). Kesimpulan: Faktor yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah adalah jenis kelamin. Tingkat pendidikan ayah, tingkat pendidikan ibu, penghasilan orangtua, tingkat pengetahuan HIV/AIDS, dan sikap terhadap HIV/AIDS tidak berhubungan dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah. Kata kunci: perilaku seksual pranikah, HIV/AIDS, Remaja, Siberut Selatan

Page 1 of 1 | Total Record : 8