cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Kesehatan Reproduksi
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 195 Documents
PEMBERIAN MAKANAN PRALAKTASI DENGAN KELANGSUNGAN HIDUP BAYI DI INDONESIA (ANALISIS DATA SDKI 2007) Dewi, Utami; Agus Wilopo, Siswanto; Wibowo, Tunjung
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : IPAKESPRO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (690.805 KB)

Abstract

PEMBERIAN MAKANAN PRALAKTASI DENGAN KELANGSUNGAN HIDUP BAYI DI INDONESIA (ANALISIS DATA SDKI 2007) Utami Dewi1, Siswanto Agus Wilopo2, Tunjung Wibowo3  ABSTRACT Background: It is recommended for a mother to initiate and give early breastfeeding for a newborn as the first breast milk is known to be nutritious and contains antibody. The delay of breastfeeding may stimulate non breast milk-supplementary food to be given. Based on BPS and Macro International data 65% of infants received pre-lacteal feeds besides breast milk in their three days of life.Objective: the known relationship between pre-lacteal feeds and infants’ survival in Indonesia.Method: This was an observational study with a cohort retrospective study design by using IDHS data year 2007. Samples were all infants (0-12 months, breastfed after birth) from mothers aged 15-49 years old as many as 2,886 mothers. The independent variable was pre-lacteal feeds after birth and the dependent variable was infants’ survival. The analyses used univariable, bivariable, and survival analysis with Kaplan-Meier, Log regression and Cox regression.Result and Discussion: Bivariable analysis using survival Kaplan-Meier showed that there was a significant relationship between pre-lacteal feeds after birth and infants’ survival. The survival of infants who received pre-lacteal feeds was greater than that of infants who did not receive pre-lacteal feeds (92%:89%). Multivariable analysis using Cox regression showed that the survival chance in infants who did not receive pre-lacteal feeds was 0.63 times lower than that in infants who received pre-lacteal feeds (HR 0.63; CI 95%=0.42-0.95). Conclusion: Pre-lacteal feeds shows relationship with infant survival. Other factors affecting infant’s survival were mother’s age < 20 and < 35 years, low economic status, and birth assistant with non professional. Keyword: infant’s survival, pre-lacteal feeds, infant  ANSTRAK Latar Belakang : Pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak dini sangat dianjurkan karena ASI yang keluar pertama kali sangat bergizi dan mengandung antibodi. Keterlambatan memulai pemberian ASI menunjukkan bahwa adanya pemberian makanan dan minuman selain ASI. Menurut Data BPS dan Macro International sebesar 65% bayi yang dilahirkan mendapatkan makanan pralaktasi selain ASI pada tiga hari pertama kehidupan.Tujuan : Diketahuinya hubungan pemberian makanan pralaktasi terhadap kelangsungan hidup bayi di Indonesia. Metode : Jenis penelitian observasional dengan rancangan cohort retrospectif menggunakan data SDKI 2007. Sampel penelitian adalah semua bayi (berumur 0-12 bulan, menyusu setelah lahir) dari ibu yang berumur 15-49 tahun berjumlah 2.886. Variabel bebas adalah pemberian makanan pralaktasi setelah lahir, variabel terikat kelangsungan hidup bayi. Analisis yang digunakan adalah univariabel, bivariabel dan analisis survival dengan Kaplan- Meier, Log regression dan Cox regression.Hasil dan Pembahasan: Analisis bivariabel dengan survival Kaplan-Meir didapatkan hubungan yang bermakna antara pemberian makanan pralaktasi setelah lahir dengan kelangsungan hidup bayi, namun kelangsungan hidup lebih tinggi pada bayi yang mendapatkan makanan pralaktasi dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan makanan pralaktasi (92%:89%). Analisis multivariabel dengan Cox regresion menunjukkan peluang kelangsungan hidup pada bayi yang tidak mendapatkan makanan pralaktasi sebesar 0,63 kali lebih rendah dibandingkan dengan yang mendapatkan makanan pralaktasi (HR 0,63; CI 95%=0,42-0,95).Kesimpulan : Pemberian makanan pralaktasi berhubungan dengan kelangsungan hidup bayi. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bayi adalah umur ibu < 20 dan < 35 tahun, sosial ekonomi rendah dan penolong persalinan oleh non nakes Kata kunci: kelangsungan hidup bayi, pemberian makanan pralaktasi, bayi 1 Sekolah Tinggi Kesehatan Hangtuah, Pekanbaru2 Magister Kesehatan Ibu dan Anak-Kesehatan Reproduksi, FK UGM3 Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UGM  
HUBUNGAN ANTARA ENDOMETRIOSIS FERTILITY INDEX (EFI) DAN KEBERHASILAN FERTILISASI IN VITRO (FIV) Amelia, Adelina; Dasuki, Djaswadi; Pradjatmo, Heru
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : IPAKESPRO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.549 KB)

Abstract

Adelina Amelia1, Djaswadi Dasuki2, Heru Pradjatmo3Background: Endometriosis is a gynecological disease that is found in 25-30% of infertile women. The most widely used staging system of endometriosis in IVF is the revised American Fertility Society (r-AFS) which has limited predictive ability for pregnancy after surgery. The Endometriosis Fertility Index (EFI) is used to predict fecundity after endometriosis surgery.Objective: To assess the relationship between EFI and the outcomes of IVF.Methods: The study was retrospective cohort. Subjects of study were endometriosis patients who underwent IVF in Infertility Clinic of Permata Hati, Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta in 2012 that met inclusion and exclusion criteria. Subjects were devided into two groups: high EFI and low EFI. ROC curve was used to obtain the cut-off point.Chi-square and logistic regression statistics analysis were used.Results and Discussion: A total of 54 cycles from 54 couples who underwent IVF were included. Cut off point for EFI is 6. There is no difference in the outcomes of IVF between high and low EFI (OR 15,135; 95% CI 0,830-276,00; p=0,067), but high EFI increased the outcome of IVF 15 times better than low EFI. The outcome of IVF was influenced by type of the embryo transfer (OR 0,126; 95% CI 0,028-0,566).Conclusion: High EFI did not affect the outcomes of IVF both rated at biochemical pregnancy, clinical pregnancy and live birth. The outcomes of IVF was influenced by type of the embryo transfer. The cause of female infertility and stage of the endometriosis increased EFI score but did not affect the outcomes of IVF. Keyword: endometriosis, infertility, endometriosis fertility index, in vitro fertilization ABSTRAK Latar Belakang: Endometriosis adalah salah satu penyakit ginekologi yang ditemukan pada 25-50% wanita infertil. Sistim klasifikasi yang digunakan untuk menentukan derajat atau stadium endometriosis dalam FIV yaitu The revised American Fertility Society (r-AFS) yang memiliki keterbatasan dalam memprediksikan kehamilan setelah pembedahan. Endometriosis Fertility Index ( EFI) adalah sistim klasifikasi endometriosis terbaru yang dapat digunakan untuk memprediksikan kehamilan setelah pembedahan.Tujuan: Menilai hubungan antara Endometriosis Fertility Index (EFI) dan keberhasilan Fertilisasi In Vitro (FIV). Metode: Studi kohor retrospektif. Subyek penelitian adalah pasien endometriosis yang menjalani program FIV di Klinik Permata Hati RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan terlepas dari kriteria ekslusi. Subyek dibagi menjadi 2, kelompok EFI tinggi dan EFI rendah. Nilai titik potong EFI didapat dari kurva ROC. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-square dan regresi logistik.Hasil dan Pembahasan: Sebanyak 54 siklus dari 54 pasangan yang menjalani fertilisasi in vitro(FIV) disertakan dalam penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Nilai titik potongditetapkan EFI=6. Tidak terdapat perbedaan secara statistik terhadap keberhasilan FIV antara EFI tinggi dan rendah (OR 15,135; IK 95% 0,830-276,00; p=0,067) tetapi secara klinis skor EFI tinggi meningkatkan keberhasilan FIV 15 kali dibanding skor EFI rendah. Keberhasilan FIV dipengaruhi oleh jenis embrio yang ditransfer (OR 7,020; IK 95% 1,309-37,660; p=0,023).Kesimpulan: Skor EFI tinggi tidak mempengaruhi keberhasilan dalam program FIV baik dinilai pada kehamilan biokimia, kehamilan klinik, maupun kelahiran bayi hidup. Faktor yang mempengaruhi adalah jenis embrio yang ditransfer. Faktor penyebab infertilitas wanita dan stadium endometriosis meningkatkan skor EFI tetapi tidak mempengaruhi keberhasilan FIV.Kata kunci: endometriosis, infertilitas, endometriosis fertility index,fertilisasi in vitro. 1,2,3 Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran UGM
DENSITAS MASSA TULANG PADA PENGGUNA KONTRASEPSI IMPLAN LEVONORGESTREL Kumala Dewi, Andriana; Dasuki, Djaswadi; Rumekti Hadiati, Diah
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : IPAKESPRO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.123 KB)

Abstract

DENSITAS MASSA TULANG PADA PENGGUNA KONTRASEPSI IMPLAN LEVONORGESTREL Andriana Kumala Dewi1 , Djaswadi Dasuki2, Diah Rumekti Hadiati3  ABSTRACT Background: BKKBN reported that implant as a long term method of contraception was the most widely used among new users in 2012. The contraceptive action is mainly by inhibition of ovulation and production of estrogen is supressed. Estrogen is one of the most important factors related to bone remodelling. Thus, it has raised concerns regarding the adverse effect of long term use of this contraceptive method on the bone status of women who use them. So, it is necessary to study the effects of long term use of progestogens on bone mineral density.Objective: Comparing bone mass density in contraceptive implant users and non-hormonal users.Methods: Cross sectional study. This study was conducted in Kontap, outpatient department, Sardjito Hospital in August-December 2013. The participants’ age were 20-50 years who met the inclusion criteria and regardless of the exclusion criteria. Total of 110 women were divided into 2 groups, contraceptive implant users and non-hormonal contraceptive users. Bone mass density was measured using ultrasound densitometry on the calcaneus bone.Results: Bivariate Chi-square analysis showed that there was no significant association between the use of the contraceptive implant with incidence of abnormal bone density (RP 1.75; 95% CI (0.80-3.83), p = 0.23). BMI as confounding variable provide a significant relationship with bone density with OR 23.24; 95% CI (4.26 to 126.86), p <0.001Conclusion: In this study, there was no significant difference of bone mass density between contraceptive implant group and non hormonal group. BMI were significantly related to bone mass density. Keyword: Bone mineral density, contraceptive implant, contraceptive progestin-only, levonorgestrel  ABSTRAK Latar belakang: Data BKKBN menunjukkan bahwa implan merupakan metode kontrasepsi jangka panjang terbanyak dipakai oleh peserta baru KB tahun 2012. Cara kerja utama implan levonorgestrel dengan inhibisi ovulasi sehingga terjadi supresi produksi estrogen. Estrogen adalah salah satu faktor penting dalam remodelling tulang. Hal inilah yang memunculkan kekhawatiran tentang pengaruh penggunaan implan terhadap status kesehatan tulang pemakainya.Tujuan: Membandingkan densitas massa tulang pada pengguna kontrasepsi implan levonorgetrel dan non hormonal.Metode penelitian: Studi potong lintang. Penelitian dilakukan di Poliklinik Kontap, RSUP Dr. Sardjito. Jumlah peserta penelitian 110 wanita berusia 20-50 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan terlepas dari kriteria eksklusi, terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok pengguna kontrasepsi implan dan pengguna kontrasepsi non hormonal. Densitas massa tulang diukur dengan menggunakan alat densitometri ultrasonografi pada tulang kalkaneus.Hasil: Analisis bivariat Chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara penggunaan kontrasepsi implan dengan kejadian densitas tulang yang tidak normal (RP 1,75; IK 95% (0,80-3,83), p=0,23). BMI sebagai variabel luar memberikan hasil analisis yang bermakna terhadap kejadian densitas tulang tidak normal dengan nilai OR 23,24; IK 95% (4,26-126,86), p<0,001.Kesimpulan: Tidak ada perbedaan densitas massa tulang yang bermakna antara kelompok pengguna kontrasepsi implan dan non hormonal. BMI kategori underweight secara signifikan memiliki hubungan dengan kejadian densitas tulang tidak normal. Kata kunci: densitas massa tulang, kontrasepsi implan, kontrasepsi progestin-only, levonorgestrel 1,2,3 Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UGM/RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta
PENGARUH PEMBERIAN ASAM TRANEKSAMAT TERHADAP JUMLAH PERDARAHAN PASCASALIN PADA KELAHIRAN VAGINAL Chilmawati, Laili; Pradjatmo, Heru; Siswosudarmo, H.R.
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : IPAKESPRO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.604 KB)

Abstract

PENGARUH PEMBERIAN ASAM TRANEKSAMAT TERHADAP JUMLAH PERDARAHAN PASCASALIN PADA KELAHIRAN VAGINALLaili Chilmawati1 , Heru Pradjatmo2, H.R. Siswosudarmo3 ABSTRACT Background: Maternal mortality is the great problem in developing countries and postpartum hemorrhage is the main cause. Obstetrics intervention and uterotonics agents have been used to control postpartum hemorrhage, but the use of hemostatic agent is still in the study.Objective: To compare the effect of tranexamic acid on postpartum hemorrhage and its potential side effects compared with placebo in vaginal deliveryMethods: A Double blindrandomized controlled Trial (RCT). We conducted a total of 198 subjects who met the inclusion criteria were recruited. The treatment group was those who got one gram tranexamic injection and the the control group those who got placebo. Independent sample t-test, chi-square and linear regression were used for statistical in treatment group analysis.Results and Discussion: A total of 198 subjects met the inclusion criteria, consisting of 99 subjects and 99 in the control group. No significant difference was found on the amount of postpartum hemorrhage (102.13±67.34 ml vs.110.58±73.57 ml;p=0.40), nor on the difference of hemoglobin level (0.99±1.13 g/dLvs.1.05 ± 0.93 g/dLp=0.66), and of hematocrit level (4.06 ± 3.73 vs.4.58±4.18%;p=0.36). The use of other uterotonics gave the significant difference at the decrease of hemoglobin level (p=0,02). Side effect of nausea and vomiting at tranexamic acid group didn’t differ from placebo (p=1,00).Conclusion: There was no difference between the use of tranexamic acid and placebo in terms of number of bleeding the decrease of haemoglobin and hematocrit. Keywords: tranexamic acid; postpartum hemorrhage; hemoglobin and hematocryte level, vaginal delivery. ABSTRAK Latar belakang: Kematian ibu merupakan masalah yang besar di negara sedang berkembang. Perdarahan pascasalin merupakan penyebab paling utama kematian ibu. Intervensi obstetrik dan obat-obat uterotonika telah digunakan secara optimal untuk mengatasi perdarahan pascasalin, tetapi obat hemostatik masih dalam kajian.Tujuan: Mengetahui pengaruh asam traneksamat terhadap jumlah perdarahan pascasalin pada persalinan vaginal dan efek samping yang mungkin terjadi.Metode Penelitian: Metode penelitian ini adalah Randomized Controlled Trial (RCT). Subyek penelitian adalah pasien dengan persalinan vaginal yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kelompok penelitian adalah mereka yang mendapat injeksi asam traneksamat 1 gram intravena sedang kelompok control adalah mereka yang mendapat plasebo. Independent t-test, chi-square dan regresi linier digunakan untuk analisis statistika.Hasil dan Pembahasan: Sebanyak 198 subyek memenuhi memenuhi kriteria kelayakan, terdiri atas 99 subyek masuk ke dalam kelompok perlakuan dan 99 subyek yang masuk dalam kelompok kontrol. Tidak didapatkan perbedaan secara bermakna pada jumlah perdarahan kala IV (102,13±67,34 ml vs 110,58±73,57 ml, p=0,40), penurunan kadar hemoglobin (0,99±1,13 g/dLvs.1,05±0,93 g/dL, p=0,66) dan penurunan kadar hematokrit (4,06±3,73 vs.4,58±4,18%, p=0,36). Penggunaan uterotonika lain memberikan perbedaan secara signifikan terhadap penurunan kadar hemoglobin (p=0,02). Kadar hemoglobin awal dan kadar hematokrit awal memberikan perbedaan secara signifikan terhadap penurunan kadar hematokrit (p=0,006 dan 0,01). Kejadian efek samping mual dan muntah pada pemberian asam traneksamat tidak berbeda dibandingkan dengan plasebo (p=1,00).Kesimpulan: Jumlah perdarahan kala IV, penurunan kadar hemoglobin dan penurunan kadar hematokrit tidak berbeda antara kelompok yang mendapat asam traneksamat dibanding yang mendapat placebo. Kata kunci: asam traneksamat, perdarahan pascasalin, kadar hemoglobin, hematokrit. 1 PPDS 1 Obstetri dan Ginekologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran UGM2,3 Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran UGM
DEVELOPING A NEW FORMULA FOR ESTIMATING BIRTH WEIGHT AT TERM PREGNANCY Siswosudarmo, Risanto; Titisari, Intan
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : IPAKESPRO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.104 KB)

Abstract

DEVELOPING A NEW FORMULA FOR ESTIMATING BIRTH WEIGHT AT TERM PREGNANCY Risanto Siswosudarmo1, Intan Titisari2  ABSTRAK Latar belakang: Taksiran berat janin (TBJ) dipakai untuk panduan melakukan manajemen persalinan. Beberapa cara telah dipakai untuk mengukur taksiran berat lahir bayi misalnya dengan palpasi abdomen, pengukuran tinggi fundus uterus ibu (TFU) dan pemeriksaan ultrasonografi. Pengukuran tinggi fundus uterus ibu nampaknya merupakan cara yang paling sederhana dan murah dan dapat dikerjakan oleh semua tenaga kesehatan.Tujuan penelitian: Membuat rumus baru berdasarkan pengukuran tinggi fundus uterus ibu.Rancangan dan cara penelitian: Rancangan penelitian ini adalah studi cross sectional dengan mengukur TFU pada kehamilan 37-42 minggu di kamar bersalin RS Sardjito dan RS Jejaring. Sebanyak 655 ibu hamil yang memenuhi kriteria kelayakan dimasukkan dalam penelitian ini. Tinggi fundus diukur dengan pita non elastik flksibel dari simfisis pubis sampai puncak tinggi uterus pada saat pasien dalam persalinan kala satu. Berat lahir bayi (BLB) ditimbang dengan timbangan bayi yang sama setelah semua dikalibrasi. Analisis regresi linear digunakan untuk menghitung korelasi dan menentukan rumus TBJ berdasar TFU.Hasil: Sejumlah 655 ibu hamil yang memenuhi kriteria kelayakan dengan umur kehamilan antara 37 sampai 42 minggu masuk dalam penelitian ini. Sebagian besar mereka berumur antara 20 to 30 tahun, sedang paritasnya berimbang. Rata-rata TFU adalah 31,25 ± 2,35 cm (bervariasi dari 24 sampai 38 cm) dan rata-rata BBL adalah 3021,60 ± 341,14 gram (bervariasi dari 2050 to 4250 gram). Koefisien korelasi Pearson adalah 0.93 ( R square 0.86), yang menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara TFU dengan BBL. Rumus TBJ berdasar TFU adalah adalah Y (BBL dalam gram) = 125 X (TFU dalam cm) – 880.Kesimpulan: Terdapat hubungan yang kuat anatara TFU dengan BBL, di mana rumus untuk mengestimasi BBL adalah BBL = 125 TFU – 880. Kata kunci: Estimasi berat lahir, Tinggi fundus uterus, Berat bay lahir, Rumus Risanto ABSTRACT Background: Estimated birth weight (EFW) is used as a guidence for management of labor. Several methods are used from abdominal palpation, measurement of fundal height and ultrasound examination. For the shake of simplicity fundal height measurement to be the simplest and cheapest way that can be done by all medical personnels.Objective of study: To develop a new formula in determining estimated birth weight based on maternal symphisis fundal height (FH).Material and method: A cross sectional study was used, consisting of 655 pregnant women from Sardjito and affiliated hospitals at 37-42 weeks of gestation. Fundal height was measured from the symphisis to the top of uterine fundus, using inverted unelastic flexible tape. Infant birth weight (IBW) was determined by the same baby scale after calibrated. Linear regression analysis was used to calculate the correlation and develop the formula.Result: A total of 655 pregnant mothers meeting the inclusion criteria from 37 to 42 weeks of gestation were recruited. Most of them were between 20 to 30 years old and their parity were almost comparable. The mean FH was 31.25 ± 2.35 cm (ranged between 24 to 38 cm) and the mean IBW was 3021.60 ± 341.14 grams (ranged between 2050 to 4250 grams). The Pearson correlation was 0.93 (R square 0.86), signifying that there was a strong correlation between FH and IBW. The formula for estimating IBW based on FH was Y (IBW in gram) = 125 X (FH in cm) – 880.Conclusion: There was a strong correlation between FH and IBW. The formula for estimating IBW was IBW = 125 FH – 880. Key words: Estimating birth weight, Fundal height, Fetal birth weight, Risanto’s formula. 1,2 Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran UGM
PENDIDIKAN/PEKERJAAN MATERNAL DAN FAKTOR RISIKO PREEKLAMPSIA: STUDI EPIDEMIOLOGI DI KOTA TERNATE Fransiska, Lilie; Patmini, Edi; Wahab, Abdul; Emilia, Ova
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI Vol 1, No 3 (2014)
Publisher : IPAKESPRO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (580.717 KB)

Abstract

PENDIDIKAN/PEKERJAAN MATERNAL DAN FAKTOR RISIKO PREEKLAMPSIA: STUDI EPIDEMIOLOGI DI KOTA TERNATELilie Fransiska1, Edi Patmini2, Abdul Wahab3, Ova Emilia4 ABSTRACTBackground: Preeclampsia is one of leading cause of maternals and infants morbidity and mortality that can be prevented by an early detection in pregnant woman who have risk factors to preeclampsia. Early detection and management have a significant role in decreasing maternal and infant mortality rate.Objective: To determine the proportion of pregnancy with risk to preeclampsia and related risk factors. Method: This research is an observational study with cross sectional design. The independent variables are level of maternal education, and occupation. The dependent variable is increased risk of preeclampsia during pregnancy. Data collected by direct interview, physical examination and laboratory examination. Data analysis was done with SPSS programme.Results and Discussion: The result showed that there was no significant difference in maternal educational level with the risk of preeclampsia (p= 0,919), and there is no significant difference between maternal working status with risk of preeclampsia (p= 0,435).Conclusions: This research showed that maternal level of education and working status didn’t have a significant influence to the risk of preeclampsia (p> 0,05).Keywords : maternal occupation, level of maternal education, risk of preeclampsia ABSTRAKLatar Belakang: Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi yang dapat dicegah dengan melakukan deteksi dini pada ibu hamil yang memiliki risiko terhadap terjadinya preeklampsia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan proporsi ibu hamil dengan risiko preeklampsia di Kota Ternate dan faktor-faktor risiko yang terkait. Hasil penelitian ini diharapkan supaya dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Kota Ternate. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan desain studi potong lintang. Variabel bebas adalah tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan ibu. Variabel terikat adalah peningkatan risiko terjadinya preeklampsia selama kehamilan. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara langsung, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Selanjutnya analisis deskriptif pada data penelitian dilakukan dengan menggunakan program SPSS.Hasil dan Pembahasan: Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok berpendidikan tinggi dan kelompok berpendidikan rendah (p= 0,919), serta antara kelompok bekerja dan tidak bekerja (p= 0,435).Kesimpulan: Faktor pendidikan dan pekerjaan maternal tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap risiko terjadinya preeklampsia (p> 0,05).Kata kunci : pekerjaan ibu, pendidikan ibu, risiko preeklampsia 1 Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta2 Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM3 Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM, Yogyakarta4 Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM
PENGARUH CARA PERSALINAN TERHADAP INISIASI LAKTASI Ismiana, Anna; Taufiqurrahman, Irwan; Siswishanto, Rukmono
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI Vol 1, No 3 (2014)
Publisher : IPAKESPRO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.058 KB)

Abstract

PENGARUH CARA PERSALINAN TERHADAP INISIASI LAKTASIAnna Ismiana 1, Irwan Taufiqurrahman2, Rukmono Siswishanto3ABSTRACT Background: Breastfeeding on the first day would prevent 16% of neonatal deaths and if early breastfeeding was given within the first 1 hour would prevent 22% neonatal of mortality per year.Objective: To determine the effect of mode of delivery on the initiation of breastfeeding.Method: The study was prospective cohort. The study was conducted by taking all cases of vaginal delivery and caesarean sections in the obstetric department of Dr. Sardjito, Banjarnegara Hospital, Wates Hospital, Wonosari Hospital and Magelang Hospital that met the criteria from January to May 2014. Maternal data were recorded from the medical records and the data of breast milk secretion within 24 hours after delivery were collected from paramedical personnel who had been trained before. The statistical test that is used was Chi-square.Results and Discussion: Subjects who met the inclusion criteria consisted of 162 women. Based on the mode of delivery, breastfeeding initiation on the first day after vaginal delivery were done in 73 women (90,1%), while in the cesarean delivery group, the initiation were done in only 34 women (42%). There were no significant relationship between age, education level, women occupation, and parity with the initiation of the first day of postnatal breastfeding. Statistically, BMI <25 kg/m2 had a significant association with 24 hours of postnatal breastfeeding initiation, but not clinically significant. There is a significant association between mode of delivery and the first day of postnatal lactation breastfeeding (OR=20,17;95% CI 7,47 to 54,43; p= 0,000).Conclusions: The proportion of the first day of breastfeeding initiation was larger in vaginal delivery group compared with cesarean delivery group.Keywords: mode of delivery, cesarean section, vaginal delivery, lactation initiation. ABSTRAKLatar Belakang: Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada hari pertama akan menyelamatkan 16% kematian neonatal dan jika menyusu dini dalam 1 jam pertama akan menyelamatkan 22% kematian balita pertahun dari kematian. Tujuan: Mengetahui pengaruh cara persalinan terhadap inisiasi laktasi.Metode: Studi kohort prospektif. Penelitian dilakukan dengan mengambil semua kasus persalinan vaginal dan seksio sesarea di RSUP Dr. Sardjito, RSUD Banjarnegara, RSUD Wates, RSUD Wonosari, dan RSUD Magelang yang memenuhi kriteria dari bulan Januari sampai dengan Mei 2014 sampai dengan sampel terpenuhi. Data maternal dicatat dari catatan medis, data penelitian didapat dari melakukan pemeriksaan keluarnya ASI dalam 24 jam pascasalin oleh petugas medis atau paramedis yang telah terlatih. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-square. Hasil dan Pembahasan: Subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 162 orang. Berdasarkan karakteristik cara persalinan, kejadian inisiasi laktasi hari pertama pascasalin pada persalinan vaginal sebanyak 73 orang (90,1%), sedangkan pada persalinan secara seksio sesarea sebanyak 34 orang (42%). Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan paritas dengan inisiasi laktasi hari pertama pascasalin. Secara statistik IMT <25 kg/m2 memiliki hubungan yang bermakna dengan inisiasi laktasi 24 jam pascasalin, namun tidak bermakna secara klinis. Terdapat hubungan yang bermakna antara cara persalinan dengan inisiasi laktasi hari pertama pascasalin (OR=20,17; 95%CI 7,47-54,43; p=0,000).Kesimpulan: Proporsi inisiasi laktasi hari pertama pascasalin pada kelompok persalinan vaginal lebih besar dibandingkan dengan kelompok persalinan seksio sesarea.Kata kunci: cara persalinan, seksio sesarea, persalinan vaginal, inisiasi laktasi 1,2,3 Bagian Obstetri dan Ginekologi, Facultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
PENGARUH STATUS RAWATAN BAYI DI NICU TERHADAP RISIKO DEPRESI PASCASALIN Ema, Yasmina; Siswishanto, Rukmono Siswishanto; Widad, Shofwal
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI Vol 1, No 3 (2014)
Publisher : IPAKESPRO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.101 KB)

Abstract

PENGARUH STATUS RAWATAN BAYI DI NICU TERHADAP RISIKO DEPRESI PASCASALINYasmina Ema1, Rukmono Siswishanto2, Shofwal Widad3ABSTRACT Background: Postnatal depression is a frequent complication after childbirth, approximately occurred 6.5 to 14.5% in postnatal women. Untreated postnatal depression can have adverse long-term effects. Episodes of depression can be chronic so it will affect the quality of life. Depression that occurs in the mother will affect behavioral, emotional, cognitive, and child interpersonal is in the future. Post partum women whose babies are takenb care in the NICU is believed to have the level of depression, level of anxiety, and trauma symptoms that were higher compared with the women who don’t. The occurrence of depression is associated with a variety of factors, including the adaptation with a sick baby, having a baby that isolated in the NICU, and the stress arising from the NICU environment itself.Objective: To observe the influence of the status of infants in the NICU treatment on the incidence of postnatal depression.Method: This study used a cross-sectional design. The subjects were post portum women days 14-21 who met the criteria. Subjects were divided into 2 groups, one group of mothers with babies in the NICU and one group of mothers with babies under wentrooming. This study used edinburgh post natal depression scale (EPDS). Statistical test used was chi-square and logistic in regression.Results and Discussion: The subjects who met the criteria were 144 women. A total of 19 women was suffered from postnatal depression (13.1%). Educational status of husband and infant admision to NICU giving significant differences on postnatal depression (p = 0.027 and p = 0.047). Infant care in the NICU increased postnatal depression 3.34 times compared rooming in group (CI 95% 1.12 to 9.99).Conclusion: The proportion of postnatal depression group of mothers with infants treated in the NICU were larger than the rooming in group. Keyword: postnatal depression, neonatal intensive care admission, EPDS ABSTRAK Latar Belakang: Depresi pascasalin merupakan salah satu komplikasi yang sering muncul setelah persalinan, terjadi pada 6,5-14,5% dari wanita pascasalin. Depresi pascasalin yang tidak diobati dapat memiliki efek jangka panjang yang merugikan. Episode depresi ini bisa menjadi kronis sehingga akan mempengaruhi kualitas hidupnya. Depresi yang terjadi pada ibu akan mempengaruhi perilaku, emosi, kognitif, dan interpersonal anak di kemudian hari. Wanita pascasalin yang bayinya dirawat di NICU dipercaya mempunyai tingkat depresi, tingkat kecemasan, dan gejala trauma yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita pascasalin yang bayinya menjalani rawat gabung. Terjadinya depresi ini berhubungan dengan berbagai macam faktor, meliputi adaptasi dengan bayi yang sakit, memiliki bayi yang terisolasi di ruangan NICU, dan stress yang timbul karena lingkungan NICU itu sendiri.Tujuan: Mengetahui pengaruh status rawatan bayi di NICU terhadap kejadian depresi pascasalin.Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien pascasalin hari ke 14-21 yang memenuhi kriteria inklusi. Subyek dibagi menjadi 2, kelompok ibu dengan bayi yang dirawat di NICU dan kelompok ibu dengan bayi rawat gabung. Penelitian ini menggunakan Edinburgh Post Natal Depression Scale (EPDS).Hasil dan Pembahasan: Subyek penelitian yang memenuhi kriteria berjumlah 144 orang. Sebanyak 19 ibu menderita depresi pascasalin (13,1%). Pendidikan suami dan status rawat bayi memberikan perbedaan secara bermakna terhadap depresi pascasalin (p= 0,027 dan p=0,047). Perawatan bayi di NICU meningkatkan risiko depresi pascasalin sebesar 3,34 kali dibanding perawatan bayi secara rawat gabung (CI 95% 1,12-9,99). Kesimpulan: Proporsi depresi pascasalin kelompok ibu dengan bayi dirawat di NICU lebih besar dibanding kelompok ibu dengan bayi rawat gabung.Kata kunci: depresi pascasalin, status rawat bayi NICU, skor EPDS. 1,2,3 Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
THE USE OF NEW INSERTER (R_INSERTER) FOR DELIVERING CuT-380A IUD DURING POSTPARTUM PERIOD PHASE II CLINICAL TRIAL Siswosudarmo, Risanto; Kurniawan, Kadek; Suwartono, Herdhana; Alkaff, Taufik Rahman; Anggraeni, Maria
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI Vol 1, No 3 (2014)
Publisher : IPAKESPRO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.78 KB)

Abstract

THE USE OF NEW INSERTER (R_INSERTER) FOR DELIVERING CuT-380A IUD DURING POSTPARTUM PERIOD PHASE II CLINICAL TRIALRisanto Siswosudarmo1, Kadek Kurniawan2, Herdhana Suwartono3, Taufik Rahman Alkaff4, and Maria Anggraeni5ABSTRAKLatar Belakang: IUD adalah salah satu alat kontrasepsi jangka panjang yang efektif, tetapi penggunaan di Indonesia masih rendah. Karena inserter IUD yang biasa di pakai terlalu pendek untuk pemasangan segera pascasalin maka bentuk inserter baru (R_inseter) telah dikembangkan.Tujuan: Untuk mengetahui apakah R_inserter dapat digunakan dengan mudah sesuai standard pemasangan IUD dan untuk mengetahui keamanannya.Metode: Uji klinis fase II, post test observation.Bahan dan cara: IUD yang dipasang adalah TCu380A dengan modifikasi pada inserternya (R_inserter) buatan PT Kimia Farma. Penelitian ini dilakukan di 3 Rumah Sakit dan 3 Puskesmas yang merupakan afiliasi rumah sakit pendidikan Dr Sardjito dari bulan Januari 2012 sampai April 2013. Semua klien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan dalam penelitian ini. Pemasangan dilakukan oleh Residen atau Bidan yang telah mendapatkan pelatihan. Follow up dilakukan setelah 1 minggu, 1, 3, 6, 9 dan 12 bulan pascapasang. Kemudahan, angka ekspulsi, infeksi, nyeri, perdarahan, dan angka kelangsungan merupakan hasil utama yang diobservasi. Hasil dan Pembahasan: Selama kurun waktu tersebut telah direkrut sebanyak 142 klien yang memenuhi kriteria kelayakan. Lama pemasangan rata-rata adalah 3,89 ± 2,08 menit dengan minimum 2 menit dan maksimum 10 menit. Tidak ada kesulitan yang dirasakan. Secara kumulatif kejadian dalam 1, 3, 6, 9 dan 12 bulan untuk ekspulsi masing-masing adalah 9,9%, 9,9%, 10,6%, 10,6% dan 10%. Angka ekspulsi jika IUD dipasang dalam 10 menit pertama setelah plasenta lahir adalah 6,2% dibanding 24,1% bila pemasangan dilakukan setelah 10 menit (RR 3,90; 95%CI 1,37-11,2). Kejadian seperti infeksi, nyeri dan perdarahan relatif kecil dan dapat diatasi. Angka kelangsungan selama 1, 3, 6, 9 dan 12 bulan berturut turut adalah 89,4%, 89,4%, 86,6% 86,6% dan 85,9%. Tidak dijumpai kehamilan pada penelitian ini.Kesimpulan: R_inserter dapat dipakai untuk memasang IUD CuT-380A dengan mudah dan aman. Angka kejadian ekspulsi tertinggi terjadi dalam satu bulan pertama pascapasang dan berhubungan dengan saat pemasangan.Kata kunci: R_inserter, IUD pascasalin, ekspulsi, infeksi, angka kelangsungan. ABSTRACT Background: IUD is one of the most effective and long acting contraception, but the rate of its use in Indonesia is still low. As conventional IUD inserter is too short to deliver it during immediate postpartum (postplacental) period, then the new inserter, R_inserter, is developped.Objective:To find out whether the R_inserter can be used easily to deliver CuT-380A IUD during postpartum period in a standard procedure and to find out its safety.Method: Phase II clinical trial, post-test observation.Materials and Method: The IUD’s used were the conventional CuT-380A with a modification on its inserter namely 9 cm longer, produced by PT Kimia Farma Indonesia. The study was carried out in three hospitals and three community health centers (Puskemas) which were the network of Sardjito teaching hospital, from January 2012 to April 2013. All eligible women needing IUD as their contraception were recruited. IUD insertion was carried out by trained obstetric and gynecology resident or midwives. Follow up was done after 1 week, then 1, 3, 6, 9 and 12months after insertion.The ease of insertion, rate of the following events namely expulsion, infection, pain, bleeding, and continuation were main outcomes of interest.Results and Discussion: During the study period, a total 142 participants were recruited. The mean duration of insertion was 3.89 ± 2.08 minutes (ranged 2 to 10 minutes). No subjective difficulties were perceived by the providers. The cumulative expulsion rate for 1, 3, 6, 9 and 12 months were 9.9%, 9.9%, 10.6%, 10.6% and 10.% consecutively. The rate of expulsion if the IUD was inserted during 10 minutes after placental delivery was 6.2% compared to 24.1% if it was inserted after 10 minutes (RR 3.90; 95% CI 1.37-11.2). Infection, pain, and bleeding were relatively small and could be appropriately managed. The continuation rate for 1, 3, 6, 9 and 12 months were 89.4%, 89.4%, 86.6%, 86.6% and 85.9% consecutively. No pregnancy was found during the study period.Conclussion: The R_inserter could be easily used to deliver a CuT-380A IUD. The rate of expulsion was highest during the first month of insertion and was related to the time of insertion.Keywords:  R_ inserter, postpartum IUD, expulsion, infection, continuation rate.1,2,3,4 Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, Universitas Gadjah Mada/ Sardjito Hospital Yogyakarta5 National Family Planning Board, Jakarta
EFEK PEMANFAATAN PROGRAM PEMANTAUAN DAN PROMOSI PERTUMBUHAN TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOTA CIREBON Nurcahyani, Lia; Hakimi, Mohammad; Sudargo, Toto
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI Vol 1, No 3 (2014)
Publisher : IPAKESPRO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (483.522 KB)

Abstract

EFEK PEMANFAATAN PROGRAM PEMANTAUAN DAN PROMOSI PERTUMBUHAN TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOTA CIREBONLia Nurcahyani 1, Mohammad Hakimi 2, Toto Sudargo 3ABSTRACT Background: Undernourishment is the main cause of mortality in underfives, one of which is the lack of growth monitoring and promotion program utilization. Cases of undernourishment at Cirebon Municipality exceed the provincial and national figures. In 2008, community participation in growth monitoring and promotion program increased 19% from the previous year, however cases of undernourishment also increased 0.23%.Objective: To study the effect of growth monitoring and promotion program utilization toward nutritional status of underfive.Method: The study was observational with retrospective cohort design. Subject consisted of 246 underfives of 17-59 months and mothers that met inclusion and exclusion criteria. Sampling used three stage combined with purposive and random sampling technique. Data consisted of primary and secondary data obtained from questionnaire, growth chart, nutrition registry, monthly report of underfive weighing at Cirebon Municipality in 2008, digital scale, measurement board/microtoise and 2006 is WHO anthropometric software. Data analysis used univariate, bivariate with chi square, and multivariate with logistic regression. The study was supported with qualitative data obtained from observation and indepth interview with 6 cadres and 2 nutrition staff to identify input and process indicators and constraints in the utilization of growth monitoring and promotion program.Result and Discussion: The utilization of growth monitoring and promotion program affected nutritional status of underfive significantly p<0,05. Incidence of undernourished underfives that did not utilize the program regularly was 2.7 times greater than in those utilizing the program regularly after considering the contribution of knowledge and attitude of mothers and age of underfives. Input indicator especially role of cadres in the process of growth monitoring and promotion program at Cirebon Municipality was not optimum. Constraints in program utilization consisted of individual (health reason), provider (social reason) and community (geographical reason).Conclusion: Monthly growth monitoring should be prioritized on underfives for the first 24 month. Target of growth monitoring and promotion program could be achieved when there is comprehensive support from people that received the service, service providers and policy makers.Keywords:  nutritional status, underfives, growth monitoring, promotion program, program utilization ABSTRAK Latar Belakang: Kurang gizi adalah penyebab utama mortalitas balita, salah satunya karena kurangnya penggunaan pemantau pertumbuhan dan promosi program. Kasus kurang gizi di Kotamadya Cirebon melebih angka provinsi dan nasional. Di tahun 2008, partisipasi masyarakat dalam pemantauan pertumbuhan dan program promosi meningkat 19% dibanding tahun sebelumnya, namun kasus kurang gizi tetap meningkat 0,23%.Tujuan: Untuk meneliti efek pemanfaatan pemantauan pertumbuhan dan program promosi terhadap status gizi balita.Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan rancangan retrospective cohort. Subyek terdiri dari 246 balita usia 17-59 bulan dan ibu yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampling memakai tiga tahap dikombinasikan dengan teknik sampling purposif dan acak. Data berasal dari data primer kuesioner dan sekunder, grafik pertumbuhan, register gizi, laporan bulanan berat badan balita di Kotamadya Cirebon tahun 2008, timbangan berat badan, papan pengukur/microtoise dan WHO anthropometric software 2006. Analisis data memakai univariat, bivariat dan multivariat dengan regresi logistik. Penelitian ini juga didukung data kualitatif dari hasil observasi dan wawancara mendalam dengan 6 kader dan 2 staf gizi untuk mengidentifikasi indikator input dan proses serta hambatan dalam penggunaan pemantau pertumbuhan dan program promosi.Hasil dan Pembahasan: Penggunaan pemantau pertumbuhan dan program promosi mempengaruhi status gizi balita secara signifikan p<0,05. Insidensi kurang gizi balita yang tidak memanfaatkan program secara reguler 2,7 kali lebih tinggi dibanding yang memanfaatkan. Kemungkinan kontribusi pengetahuan dan sikap ibu serta usia balita juga mempengaruhi. Indikator input terutama peran kader dalam proses pemantauan pertumbuhan dan program promosi di Kotamadya Cirebon belum optimal. Hambatan penggunaan meliputi faktor individu (alasan kesehatan), petugas kesehatan (alasan sosial) dan komunitas (alasan geografis).Kesimpulan: Pemantauan pertumbuhan balita bulanan harus diprioritaskan untuk 24 bulan pertama. Target pemantauan pertumbuhan dan promosi dapat dicapai bila ada dukungan dari sisi kebutuhan masyarakat yang menerima layanan, dukungan tenaga kesehatan dan kebijakan pengambil kebijakan.Kata kunci: status gizi, balita, pemantau pertumbuhan, program promosi, pemanfaatan program 1 Politeknik Kesehatan Cirebon, Program Kebidanan, Tasikmalaya2 Magister Kesehatan Ibu dan Anak – Kesehatan Reproduksi, Fakultas   Kedokteran Universitas Gadjah Mada3 Magister Kesehatan dan Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Page 2 of 20 | Total Record : 195