cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 02161192     EISSN : 25414054     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian (J.Pascapanen) memuat artikel primer yang bersumber dari hasil penelitian pascapanen pertanian. Jurnal ini diterbitkan secara periodik dua kali dalam setahun oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Arjuna Subject : -
Articles 258 Documents
POLA PERTUMBUHAN ASPERGILLUS OCHRACEUS BIO 220 DAN PRODUKSI OKRATOKSIN A PADA JAGUNG DAN KEDELAI INVITRO (Growth Pattern of Aspergillus ochraceus and Ochratoxin A Production on Maize and Soybens invitro) Sinta Simatupang; Winiati P. Rahayu; Hanifah N. Lioe; Dian Herawati; Wisnu Broto; Santi Ambarwati
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 11, No 1 (2014): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v11n1.2014.48-56

Abstract

Kapang toksigenik Aspergillus ochraceus penghasil mikotoksin dapat menimbulkan masalah kesehatan bila mengkontaminasi bahan pangan seperti jagung dan kedelai. Pertumbuhan kapang A. ochraceus dipengaruhi oleh perubahan iklim, seperti perubahan suhu dan kelembaban. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perubahan suhu dan kelembaban terhadap pertumbuhan A. ochraceus dan jumlah okratoksin A yang diproduksinya. Aspergillus ochraceus BIO 220 di diinokulasikan pada media Potato Dextrose Agar (PDA), jagung dan kedelai, kemudian diinkubasi selama 20 hari pada tiga kondisi suhu (20, 30, 40 oC) dan tiga tingkat kelembaban (70, 80 dan 90%). Pertumbuhan miselium dan spora diamati setiap dua hari dan konsentrasi okratoksin A yang terbentuk dianalisis dengan RP-HPLC yang dilengkapi dengan fluorescence detector setelah 40 hari. Pertumbuhan kapang toksigenik A. ochraceus BIO 220 pada media laboratorium PDA, jagung dan kedelai optimal pada suhu 30 oC dan kelembaban 90%. Pembentukan okratoksin A optimum pada jagung dan kedelai yang dikontaminasi dengan A. ochraceus BIO 220 pada suhu 20 oC dan RH 80% masing-masing sebanyak 93 dan 45 ppb. Kapang A. ochraceus BIO 220 tidak dapat tumbuh pada jagung dan kedelai bila kondisinya ekstrim yaitu pada suhu 40°C dengan kelembaban 70, 80 dan 90 %.Kata kunci :Aspergillus ochraceus, kelembaban, okratoksin, suhuEnglish Version AbstractToxigenic fungi, Aspergillus ochraceus producing ochratoxin A can cause serious health problem if the fungi contaminated food product such as maize and soybean. A. ochraceus growth is affected by climate change including the change of temperature and relative humidity. This study was performed to evaluate the effect of temperature and relative humidity on A. ochraceus BIO 220 growth and its ochratoxin A production. Aspergillus ochraceus BIO 220 was inoculated in Potatoes Dextrose Agar (PDA) media, maize and soybean, then incubated at 3 different temperatures (20, 30, 40 oC) dan 3 different relative humidities (70, 80 dan 90%) for 20 days. Mycelium and spores were in observed every two days and the level of ochratoxin A was analyzed using RP-HPLC equipped by fluorescence detector after 40 days. Optimum growth for A. ochraceus BIO 220 in laboratory media, maize and soybean was at temperature 30 °C and relative humidity 90%, while the highest ochratoxin A level was reached in maize (93 ppb) and soybean (45 ppb) at temperature of 20 °C and 80 % relative humidities. Aspergillus ochracheus BIO 220 could not grow in maize and soybean media at extreme condition (temperature 40 °C and relative humidity 70, 80 dan 90 %).Keywords :Aspergillus ochraceus, ochratoxin, relative humidity, temperature
PENGARUH GIBERELIN DAN JENIS KEMASAN UNTUK MENEKAN SUSUT CABAI KOPAY SELAMA PENGANGKUTAN JARAK JAUH Kasma Iswari; Srimaryati Srimaryati
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 11, No 2 (2014): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v11n2.2014.89-100

Abstract

Cabai Kopay termasuk jenis cabai keriting spesifik Kota Payakumbuh Propinsi Sumatera Barat, yang mempunyai keunggulan hasil tinggi (18-21 ton/ha), dengan panjang buah 30-35 cm. Kondisi fisik menjadi kendala dalam pengemasan/pengepakan karena mudah patah. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menekan susut selama pengangkutan. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh teknologi menekan susut cabai Kopay selama pengangkutan jarak jauh (750 km). Penelitian terdiri dari dua tahap. Tahap I mengamati kriteria fisik dan kimia cabai Kopay. Tahap II penekanan susut cabai Kopay selama pengangkutan, menggunakan rancangan acak lengkap dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor I adalah konsentrasi Asam giberelat (AG) yaitu (A) : A1) AG (C12H22O5) 20 ppm, A2) AG 30 ppm, dan A3) AG 40 ppm. Faktor ke II adalah jenis kemasan (B) yakni: (B1) kemasan karton dengan bantalan berlapis guntingan kertas koran, (B2) kemasan karton tanpa bantalan, (B3) keranjang bambu dengan bantalan berlapis guntingan kertas koran, (B4) Keranjang bambu tanpa bantalan, (B5) karung plastik dengan bantalan berlapis guntingan kertas koran, (B6) karung plastik tanpa bantalan. Sebagai pembanding diamati cara pedagang, dan kemasan karton tanpa bantalan dan tanpa AG, kemasan keranjang bambu tanpa bantalan dan tanpa AG, serta karung plastik tanpa bantalan dan tanpa AG. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, susut cabai Kopay segar selama pengangkutan pada jarak 750 km berhasil ditekan melalui penyemprotan buah cabai segar dengan asam giberelat (AG) 30 ppm dan dikemas dengan karton pakai bantalan berlapis kertas koran dengan losses sebesar 7,31 %, perlakuan petani mengalami kerusakan 38,71%. Kadar vitamin C meningkat menjadi 0,35% dari 0,29% sebelum perlakuan, sedangkan tingkat kekerasan buah dapat dipertahankan pada 127,25 kg/cm2, kadar air 79,12% dan kadar capsaicin 4,65%.Kata kunci :Cabai Kopay, susut, asam giberelat, pengemasanEnglish Version AbstractCurly chili peppers ‘Kopay’ is a chili germ plasm of Payakumbuh city. This variety has superior traits such as high yield potential (18-20 t/ha) and longer fruits (30-35 cm). However, the longer fruits result in difficulty in their packaging and causes breaking or damage of the fruits. The objective of the research was to find technology to suppress the losses of the chili peppers ‘Kopay’ during a long range transportation. Step 1 of the research was to observe the physical and chemical characteristics of the chili fruits, and step 2 was an experiment to find the method for suppress the loses during transportation. The experiment was conducted using a factorial in Completely Randomised Design with three replication. The first factor of GA concentration: 20, 30, and 40 ppm, and the second factor was type of the packaging: (B1) corngated fibreboard with pads chopped used newspaper, (B2) paperboard packaging without pad, (B3) bamboo basket lined with pads of newspaper chopped, (B4) bamboo basket without pad, (B5) plastic bags with pads of newspaper chopped, (B6) without plastic in woven pad. For comparison, the traders methods, cardboard packaging without pads without GA, bamboo basket without pad and without GA, and a plastic without pads without GA. The results showed that losses during long range transportation can be suppressed by spraying the fruit with Gibereline acid (GA) 30 ppm and packed with cardboard disposable pads of newsprint with losses of 7.31%, while without treatment the loses amount is to 38.71%. Levels of vitamin C increased to 0.35% from 0.29% before treatment, whereas the level of fruit hardness can be maintained at 127.25 kg/cm2, water content 79,12%, and 4.65% capsaicin content.Keywords :Chili peppers ‘Kopay’, losses, gibberellic acid, packaging
PENGARUH KANDUNGAN AMILOSA TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK NASI INSTAN Luna, Prima; Herawati, Heti
Jurnal Pascapanen Pertanian Vol 12, No 1 (2015): Journal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Amilosa dan amilopektin merupakan komponen utama penyusun pati. Komposisi kedua komponen tersebut menentukan karakteristik nasi, sehingga pengaruh kedua komponen tersebut menarik untuk dipelajari. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh kadar amilosa dari tiga varietas padi dalam produksi nasi instan. Hasil penelitian menunjukan bahwa ANOVA antara metode pemasakan berbeda nyata dengan waktu rehidrasi (p<0.0001). Perlakuan yang terbaik adalah perendaman di dalam Na-Sitrat 5% selama 2 jam dan dimasak dengan rice cooker. Waktu rehidrasi adalah 4 menit dan rendemen 80%. Semakin tinggi kadar amilosa maka kekerasan meningkat dan elastisitas beras semakin rendah sehingga berpengaruh terhadap waktu rehidrasi. Kandungan amilosa yang tinggi membutuhkan air yang lebih banyak pada proses produksi nasi instan. Sesuai sifat beras, maka beras dengan kadar amilosa rendah tekstur nasinya lunak dan lengket, sedangkan beras dengan amilosa tinggi tekstur nasinya keras dan tidak lengket. Proses produksi nasi instan cenderung menyebabkan terjadinya peningkatan kadar amilosa sebelum dan setelah rehidrasi. Uji korelasi menunjukkan bahwa kandungan amilosa beras berkorelasi negatif dengan waktu rehidrasi (r ? -0,96). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan amilosa memiliki pengaruh signifikan terhadap retrogradasi pati dan sifat tekstur nasi. Nasi dengan kandungan amilosa tinggi mudah untuk mengalami retrogradasi, sedangkan amilosa rendah lambat beretrogradasi. Semakin tinggi kandungan amilosa beras maka waktu rehidrasi nasi instan semakin cepat. Kata kunci :beras, nasi instan, kandungan amilosa, karakteristik fisik English Version Abstract Amylose and amylopectin are main structures of starch. Composition of these components are significantly effect on the characteristics of rice; therefore, this phenomenon is interesting field to study. The objective of this study was to determine the effect amylose content on three varieties of paddy to produce instant rice. Research results have shown that ANOVA between amylose content and cooking methods has significantly different from rehydration time (p<0.0001). The best treatment was soaked rice in Na-Sitrat 5% for 2 hour and cooked using rice cooker. Rehydration time was 4 minute and yield was 80%. Hardness was increasing because of higher amylose on rice. However, higher amylose gave lower elasticity on rice. Higher amylose required more additional water. Therefore, rice with high amylose content has harder texture and separated appearance among cooked rice; on the other hand, lower amylose has softer texture and sticky. The processing of instant rice tend to increase the amount of amylose on rice before and after rehydration. Based on correlation analysis, amylose content had negative correlation with rehydration time (r ? -0.96). This result showed that amylose content gave significant effect on starch retrogradation. Higher amylose was easily to be retrogradated and vice versa. Thus, the higher amount of amylose may have faster rehydration time. Keywords :rice, instant rice, amylose content, physical propertiesAmilosa dan amilopektin merupakan komponen utama penyusun pati. Komposisi kedua komponen tersebut menentukan karakteristik nasi, sehingga pengaruh kedua komponen tersebut menarik untuk dipelajari. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh kadar amilosa dari tiga varietas padi dalam produksi nasi instan. Hasil penelitian menunjukan bahwa ANOVA antara metode pemasakan berbeda nyata dengan waktu rehidrasi (p<0.0001). Perlakuan yang terbaik adalah perendaman di dalam Na-Sitrat 5% selama 2 jam dan dimasak dengan rice cooker. Waktu rehidrasi adalah 4 menit dan rendemen 80%. Semakin tinggi kadar amilosa maka kekerasan meningkat dan elastisitas beras semakin rendah sehingga berpengaruh terhadap waktu rehidrasi. Kandungan amilosa yang tinggi membutuhkan air yang lebih banyak pada proses produksi nasi instan. Sesuai sifat beras, maka beras dengan kadar amilosa rendah tekstur nasinya lunak dan lengket, sedangkan beras dengan amilosa tinggi tekstur nasinya keras dan tidak lengket. Proses produksi nasi instan cenderung menyebabkan terjadinya peningkatan kadar amilosa sebelum dan setelah rehidrasi. Uji korelasi menunjukkan bahwa kandungan amilosa beras berkorelasi negatif dengan waktu rehidrasi (r ? -0,96). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan amilosa memiliki pengaruh signifikan terhadap retrogradasi pati dan sifat tekstur nasi. Nasi dengan kandungan amilosa tinggi mudah untuk mengalami retrogradasi, sedangkan amilosa rendah lambat beretrogradasi. Semakin tinggi kandungan amilosa beras maka waktu rehidrasi nasi instan semakin cepat.Kata kunci :beras, nasi instan, kandungan amilosa, karakteristik fisikEnglish Version AbstractAmylose and amylopectin are main structures of starch. Composition of these components are significantly effect on the characteristics of rice; therefore, this phenomenon is interesting field to study. The objective of this study was to determine the effect amylose content on three varieties of paddy to produce instant rice. Research results have shown that ANOVA between amylose content and cooking methods has significantly different from rehydration time (p<0.0001). The best treatment was soaked rice in Na-Sitrat 5% for 2 hour and cooked using rice cooker. Rehydration time was 4 minute and yield was 80%. Hardness was increasing because of higher amylose on rice. However, higher amylose gave lower elasticity on rice. Higher amylose required more additional water. Therefore, rice with high amylose content has harder texture and separated appearance among cooked rice; on the other hand, lower amylose has softer texture and sticky. The processing of instant rice tend to increase the amount of amylose on rice before and after rehydration. Based on correlation analysis, amylose content had negative correlation with rehydration time (r ? -0.96). This result showed that amylose content gave significant effect on starch retrogradation. Higher amylose was easily to be retrogradated and vice versa. Thus, the higher amount of amylose may have faster rehydration time.Keywords :rice, instant rice, amylose content, physical properties
EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL EKSTRAK SIRIH MERAH (Piper crocat um) (Extraction and Characterization of Nanoparticles of Red Betel Leaves (Piper crocatum)) Kun Tanti Dewandari; Sri Yuliani; Sedarnawati Yasni
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 2 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v10n2.2013.58-65

Abstract

Sirih merah merupakan salah satu tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsional, karena mengandung senyawa fitokimia dari golongan alkaloid, flavonoid, dan tanin yang berkhasiat sebagai antihiperglikemik dan antioksidan. Salah satu kelemahan dalam penyerapan bahan aktif adalah bioavaibilitasnya yang rendah. Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah teknologi nano. Tujuan penelitian ini adalah melakukan ekstraksi sirih merah, sintesis nanopartikel dan karakterisasinya serta mengetahui stabilitasnya pada beberapa kondisi pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi etanol 96% dengan maserasi memberikan hasil yang terbaik dengan rendemen 7,2 ± 0,25%, kapasitas antioksidan 10892,86 ± 6,06 AAE?g/ml, IC 50 sebesar 46,51 ± 0,05 AAE?g/ml serta total fenol 2388,37 ± 0,3 mg/100g dengan komponen volatil utama yaitu sabinen dan mirsen. Konsentrasi kitosan 0,2% dengan rata-rata diameter 197,20 ± 11,68 nm memberikan hasil yang terbaik dengan nilai IP 0,235 ± 0,03, zeta potensial 32,75 ± 2,11 mV, kapasitas antioksidan 5502,00 ± 8,48 AAE?g/ml, nilai IC 50 yaitu 279,10 ± 0,05 AAE?g/ml dan total fenol 568,76 ± 3,0 mg/100g. Enkapsulasi nanopartikel dengan penyalut campuran maltodekstrin dan isolat protein menunjukkan terjadi peningkatan ukuran partikel dimana dengan pengisi maltodekstrin (M) sebesar 8952,7 ± 2598 nm dan campuran maltodekstrin dan isolat protein kedelai sebesar 8266,9 ± 1134,9 nm. Stabilitas pada beberapa kondisi pH menunjukkan bahwa penurunan persentase total fenol terbesar pada pH basa (6,7, dan 8) dibandingkan pada kondisi pH asam (2,3 dan 4).Kata kunci :ekstraksi, antioksidan, daun sirih merah, nanopartikelEnglish Version AbstractRed betel, a medicinal plant containing alcaloids, flavonoids and tannins, has health benneficial effects as antihyperglycemics and antioxidants. However, its low bioavailablity limit the applications of this extract for nutraceuticals. Transformation of extract into nanoparticles through ionic gelation process was done to enhance its bioavailability. This study is aimed at extracting the active ingredients of red betel leaves using organic solvent, preparing nanoparticles, and characterizing their properties including their stability at different pHs. The study showed the highest yield of red betel leaves extract was observed in the extraction using ethanol 96% (7.2 ± 0,25%) with the capacity of antioxidant of 10892.86 ± 6.06 AAE?g/ml, the IC 50 of 46.51 ± 0.05 AAE?g/ml, the total phenol of 2388.37 ± 0.3 mg/100g and the major volatile compounds of sabinene dan myrcene. Chitosan at a concentration of 0.2% produced nanoparticle size of 197.20 ± 11.68 nm with PDI 0,235 ± 0,03, zeta potential 32.75 ± 2.11mV, antioxidant capacity 5502.00 ± 8.48 AAE?g/ml, nilai IC 50 yaitu 279,10 ± 0,05 AAE?g/ml dan total fenol 568,76 ± 3,0 mg/100g. Encapsulation of nanoparticles using maltodextrin and protein isolates resulted in increases in particle size, in which maltodextrin gave slightly largle particles (8952.7 ± 2598 nm) than did combination of maltodextrin and soy proten isolate (8266.9 ± 1134.9 nm). Nanoparticles at pHs of 6, 7 and 8 exhibited larger decreases in total phenol as compared to that at lower pHs (2, 3, and 4).Keywords : extraction, antioxidant, red betel leaves, nanoparticles
Pengaruh Penyimpanan Dingin Terhadap Karakter Fisiko-Kimia Nasi Teretrogradasi Untuk Konsumsi Penderita Diabetes Melitus (Dm) Dan Pelaku Diet Wisnu Broto; Tati Sukarti; Dwi Purnomo; Ermi Sukasih
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 1 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v10n1.2013.1-8

Abstract

Beras sering dihindari oleh penderita diabetes melitus karena anggapan bahwa mengonsumsi nasi dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat. Upaya menurunkan indeks glikemik (IG) beras dapat dilakukan dengan cara retrogradasi pati sehingga diperoleh pati resisten. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh penanakan dan pengeringan berulang serta penyimpanan pada suhu dingin (5oC) dalam proses retrogradasi pati pada beras dan karakterisasi sifat fisiko-kimia nasi teretrogradasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan regresi. Perlakuan pada percobaan ini yaitu penanakan pada suhu 85oC selama 45 menit dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 15 jam yang berulang 3 kali untuk kemudian disimpan pada suhu 5oC selama 0, 4, 8, 12, 16, dan 20 hari. Penelitian ini dilakukan dengan 2 ulangan, masing-masing ulangan dilakukan secara duplo. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa retrogradasi pati nasi dari varietas Ciherang dan Mekongga dapat dilakukan dengan penanakan dan pengeringan berulang serta diikuti dengan penyimpanan pada suhu 5oC. Perlakuan terbaik diperoleh dari penyimpanan dingin selama 8 hari yang dapat menurunkan indeks glikemik nasi teretrogradasi hingga 26,9 % dari nasi kontrolnya dengan daya cerna masing-masing sebesar 30,32 % (Mekongga) dan 13,11 % (Ciherang). Adapun karakter fisiko-kimianya memiliki kisaran kadar gula total (1,39 – 1,89 %), amilosa (25,04 – 25,52%), amilopektin (48,07-48,73%), serat kasar (0,38-0,43%), air (10,42-10,87%), daya rehidrasi (158-162 %), derajad putih (90 - 91,45 %), tekstur (3479,90 - 3680,04 gf) dan kelengketan (-264,15 s/d -220,62 gf).
PENGARUH SUHU PENGGORENGAN VAKUM DAN CARA PEMBUMBUAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERIPIK WORTEL (Effect of vacuum frying temperature and various technique of flavoring on characteristics of carrot chips) Nurdi Setyawan; Widaningrum Widaningrum
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 2 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v10n2.2013.104-112

Abstract

Sayuran merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Penanganan pascapanen yang baik penting untuk menekan kerusakan, menjaga kualitas nutrisi dan keamanan sayuran. Perubahan gaya hidup konsumen yang menginginkan segala sesuatu yang serba cepat menuntut tersedianya bahan pangan siap santap (dalam bentuk snack) yang dapat langsung dikonsumsi. Teknologi pengolahan sayuran segar menjadi produk sayuran kering siap santap merupakan salah satu alternatifnya. Teknologi penggorengan dengan tekanan rendah memungkinkan mengolah komoditi sayuran menjadi hasil olahan berupa keripik (chip). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu penggorengan vakum dan cara pembumbuan terhadap karakteristik keripik wortel siap santap. Perlakuan yang diterapkan adalah (1) pembumbuan (basah dan kering) dan (2) suhu penggorengan (60-70oC, 70-80oC, dan 80-90oC). Rancangan penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan 4 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pembumbuan basah dan suhu penggorengan vakum (60-70)°C menghasilkan produk keripik wortel yang paling baik dengan kadar protein (7,37 %), kadar FFA (0,47 %), vitamin A (302,25 ppm), dan kadar serat (8,77%). Hasil analisis organoleptik, produk keripik wortel dengan perlakuan pembumbuan basah dan suhu penggorengan vakum (60-70)°C paling disukai oleh panelis.Kata kunci :suhu, penggorengan vakum, bumbu, keripik wortelEnglish Version AbstractVegetables are perishable foodstuffs. Postharvest handling is essential to reduce damage, maintain safety and nutritional quality of vegetables. Changing in consumer lifestyles who want everything fast-paced demands the availability of food ready to eat (snacks) that can be eaten. Technology for processing fresh vegetable into dried vegetables products that ready to eat is one of the alternatives. Frying Technology with low pressure allows the processing of commodities into processed vegetables in the form of crisps (chips). The objective of the research was to determine the effect of vacuum frying temperature and technique of flavoring on the characteristics of carrots ready to eat. The treatments applied were (1) technique of flavoring (wet and dry) and (2) frying temperature (60-70°C, 70-80°C, and 80-90°C). The research used factorial completely randomized design with four replications. The results showed that combined treatment wet flavoring method and vacuum frying temperature (60-70)°C produced the best dried carrots with protein (7.37 %), FFA (0.47 %), vitamin A (302.248 ppm), and crude fiber (8.77 %). The results of organoleptic test showed that dried carrot products with wet flavoring method and vacuum frying temperature (60-70)°C most preferred by the panelists.Keywords : Temperature, vacuum frying, flavoring, carrot chips
PENGARUH JENIS KEMASAN DAN PENYIMPANAN DINGIN TERHADAP MUTU FISIK CABAI MERAH (Effect of packaging type and low temperature storage on physical quality of red chilli) Rahmawati Nurdjannah; Yohannes Aris Purwanto; Sutrisno Sutrisno
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 11, No 1 (2014): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v11n1.2014.19-29

Abstract

Kerusakan cabai merah segar di daerah tropis terutama disebabkan oleh suhu, kelembaban dan penanganan pascapanen. Meminimalkan kerusakan cabai dapat dilakukan dengan menghambat proses respirasi melalui penyimpanan suhu rendah dan teknik pengemasan. Belum banyak publikasi tentang pengemasan cabai dengan kapasitas besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan suhu dingin dan jenis kemasan terhadap kualitas fisik cabai dengan kapasitas besar selama penyimpanan 13 hari. Penelitian skala laboratorium ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu jenis kemasan (tiga taraf: jala plastik, karung plastik dan kardus karton) dan suhu penyimpanan (dua taraf: 10°C dan 15°C). Hasil penelitian ini menunjukkan kombinasi perlakuan kemasan kardus karton pada suhu 10°C memberi hasil terbaik untuk mempertahankan mutu fisik cabai yang disimpan selama 13 hari dengan laju respirasi paling rendah 17,64 ± 1,8 ml gas CO2/kg.jam, susut bobot terendah (3,35±1,99%), rata-rata kekerasan 3,63 ± 0,33 N dan nilai warna yang tidak berbeda nyata dengan warna awal cabai (l*=35,96±1,26, a*=39,57±1,07 dan h*= 25,57±1,03). Sampai penyimpanan hari ke 5, mutu fisik cabai yang dikemas karung plastik sama dengan cabai dikemas kardus karton, namun setelah hari ke 5, cabai kemasan kardus karton lebih unggul daripada kemasan lain. Penyimpanan pada suhu 10°C menghasilkan kualitas cabai yang lebih baik daripada penyimpanan suhu 15°C, kecuali pada parameter susut bobot (susut bobot suhu 15°C rata-rata 6,76± 4,19 % lebih rendah suhu 10°C rata-rata 8,26 ± 4,71%). Perlakuan tidak mempengaruh nilai warna (l*, a* dan h°) cabai yang disimpan selama 13 hari.Kata kunci :cabai, kemasan, penyimpanan dingin, susut bobotEnglish Version AbstractDamage fresh red chillies in the tropics is mainly caused by temperature, humidity and postharvest handling. Chili can minimize the damage done to hinder the process of respiration by low temperature storage and packaging techniques. Research on red chilies with large capacity pack is slightly smaller than the capacity reported. The purpose of this study is to determine the effect of low temperature storage and packaging type on the physical quality of red chilies in a large capacity for 13 days of storage. The study was conducted on a laboratory scale with a completely randomized factorial design. Factors studied were the type of packaging (three levels i.e. plastic nets, plastic sack and ventilated cardboard box) and storage temperature (two levels i.e. 10 °C and 15°C). The results showed that the combined treatment ventilated cardboard box packaging at a temperature of 10 ° C to give the best effect to maintain the physical quality red chilli stored for 13 days at a rate respiration of 17,64 ± 1,8 ml CO2 / kg.h, lowest weight loss (mean 3.35 ± 1, 99%), hardness (mean 3,63 ± 0,33 N) and color values are not significantly different from the initial color of chilli (l * = 35.96 ± 1.26, a * = 39.57 ± 1.07 and h * = 25.57 ± 1.03). The physical quality of chillies in plastic sack are not significantly different from chili in ventilated cardboard box until 5 days storage, but after 5 day, the physical quality of chilli in ventilated cardboard box better than a plastic sack. The physical quality of chillies in stored at temperature of 10°C has better than chilli in temperature of 15°C, except for the parameters of weight loss (weight loss temperature of 15°C on average 6.76 ± 4.19% lower mean temperature of 10 ° C. average 8.26 ± 4.71%). The treatment does not influence the color values (L *, a * and h °) peppers stored for 13 daysKeywords :red chilies, packaging, low temperature storage, weight loss
PENGARUH PERLAKUAN HEAT MOISTURE TREATMENT (HMT) TERHADAP SIFAT FISIKO KIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG BERAS DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BIHUN BERINDEKS GLIKEMIK RENDAH Sri Widowati; Heti Herawat; Ema S. Mulyani; Fahma Yuliwardi; Tjahja Muhandri
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 11, No 2 (2014): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v11n2.2014.59-66

Abstract

Pencegahan utama terhadap penyakit Diabetes Mellitus (DM) pada tiap individu dapat dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, seperti diet mengonsumsi pangan Indeks Glikemik rendah (IGr). Bihun adalah salah satu sumber karbohidrat alternatif disamping nasi. Bihun dapat dikonsumsi oleh semua kelompok, termasuk penderita autis yang harus diet bebas gluten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh karakteristik sifat fisikokimia dan fungsional akibat perlakuan Heat Moisture Treatment (HMT) pada tepung beras dan aplikasi produksi bihun IG rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan HMT pada dua varietas padi IR42 dan Ciherang memiliki perbedaan sifat fisikokimia dari bihun beras native. Proses HMT dapat mengurangi tingkat kelengketan bihun, meningkatkan elastisitas, dan meningkatkan kesukaan panelis terhadap bihun tanak. Proses HMT dengan metode dua siklus autoclaving-cooling secara umum dapat meningkatkan kadar amilosa, karbohidrat dan serat pangan, dan menurunkan daya cerna pati dan IG. Proses HMT mempengaruhi sifat fungsional bihun beras. Proses HMT dapat meningkatkan sifat fungsional. Bihun HMT memiliki kadar serat pangan (6,24-6,36%) lebih tinggi dibandingkan dengan bihun beras native (5,28-5,66%), dan daya cerna pati (67,92-69,74%) serta IG (47) yang lebih rendah dibandingkan bihun beras native (daya cerna 72,64-73,52%; IG = 61).Kata kunci :heat-moisture treatment (HMT), karakteristik fisikokimia, sifat fungsional, bihun berasEnglish Version AbstractPrimary prevention of diabetes mellitus (DM) diseases on risk individuals can be done through lifestyle modifications, such as proper diet by consumming low glycemic index (GI) foods. Rice vermicelli is one alternative carbohydrate sources instead of rice. Vermicelli can be consumed for all groups, including people with autism to be compatible with a gluten free diet. This study aimed to obtain the physico-chemical properties and functional changes caused by the heat moisture treatment (HMT) in rice flour and its application in production of low GI rice vermicelli. Results showed HMT treatment in two rice varieties namely IR42 and Ciherang had different physico-chemical properties from native rice vermicelli. HMT process can reduce the stickiness of the vermicelli, improve elasticity and the panelists preference of cook rice vermicelli. HMT processes affect the functional properties of rice vermicelli. HMT processes in rice flour with methods of two cycles autoclaving-cooling in general can increase of amylose, carbohydrate and dietary fiber content, and lowers the starch digestibility and protein content of the flour. HMT rice vermicelli had higher levels of dietary fiber (6.24 to 6.36%) than the native rice vermicelli (5.28 to 5.66%). In vitro starch digestibility of HMT rice vermicelli ranged from 67.92 to 69% was lower than native rice vermicelli (72.64 to 73.52%). HMT rice vermicelli had lower GI (47) than the native one, i.e.61.Keywords :heat-moisture treatment (HMT), physicochemical characteristics, functional properties, rice vermicelli
Efek Fermentasi Laktat pada Kandungan Total polyfenol dan Aktivitas Antioksidan Lengkuas (Alpinia galanga Linn) (Effects of Lactic Fermentation on Total Polyphenol Content and Antioxidant Activity of Galangal (Alpinia galanga Linn)) Tezar Ramdhan; Syarifah Aminah; Muflihani Yanis; Anil K. Anal
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 2 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v10n2.2013.66-70

Abstract

Efek fermentasi laktat pada kandungan total polyfenol dan aktivitas antioksidan Lengkuas (Alpinia galanga Linn). Lengkuas merupakan salah satu herbal yang memiliki kandungan senyawa fenolik sehingga banyak digunakan secara luas sebagai bahan obat tradisional selama berabad-abad. Di sisi lain, bakteri asam laktat (BAL) telah terbukti dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dari media. Kombinasi kedua bahan tersebut diyakini dapat menghasilkan produk yang sehat. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji apakah bakteri asam laktat dapat beradaptasi dengan lengkuas untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dari produk fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bakteri asam laktat (BAL) terhadap kandungan total polifenol dan aktivitas antioksidan ekstrak lengkuas. Sebelum inokulasi, 150 g lengkuas dicampur dengan 150 ml air steril, kemudian, 90 ml ekstrak tersebut diinokulasi dengan 3 mililiter starter subkultur (L. plantarum dan L. casei) sebelum kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah itu, ektstrak kemudian dikeringbekukan menggunakan freeze-dryer (48 jam). Total polifenol diukur dengan menggunakan metode Folin-Denis, sedangkan aktivitas antioksidan diukur menggunakan metode DPPH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa L. plantarum bisa menaikkan jumlah polifenol lebih tinggi secara signifikan daripada L. casei. Kandungan total polifenol dan aktivitas antioksidan tertinggi dihasilkan oleh ekstrak lengkuas yang difermentasi dengan L. plantarum selama 12 jam, yaitu masing-masing sekitar 53 mg GAE/100 g dan 79%.Kata kunci :lengkuas, bakteri asam laktat (BAL), fermentasi, kandungan total polifenol, aktivitas antioksidanEnglish Version AbstractGalangal is one of herbs that has been widely used as traditional medicines ingredients for centuries due to its phenolic compounds and its antioxidant properties. On the other hand, lactic acid bacteria (LAB) have been proved can increase antioxidant activity of the media. The combination of both functional materials is believed can produce healthful products. Therefore, it is important to analyse whether the lactic acid bacteria are adaptable to the galangal’s phenolic compounds characteristics in order to get desirable properties of fermented products. This experiment was aimed to examine the effect of lactic acid bacteria (LAB) fermentation on total polyphenol content and antioxidant activity of ginger extract. Prior to inoculation, 150 g of galangal was blended with 150 ml sterilized water, then, 90 ml of the juice was inoculated by 3 milliliters of subcultured starter (L. plantarum and L. casei). Then the juice was incubated at 370C for 24 hours. In order to get powder of fermented samples, freeze-dryer was used (48 hours). The total polyphenol content was measured using Folin-Denis method, while the antioxidant activity was estimated using the DPPH radical-scavenging activity. The result showed that L. plantarum could raise the total polyphenol significantly higher than L. casei. The highest content of total polyphenol content and antioxidant activity reached by galangal juice which fermented by L. plantarum for 12 hours, it was around 53 mg GAE/100 g and 79%, respectively.Keywords : galangal, lactic acid bacteria (LAB), fermentation, total polyphenol content, antioxidant activity
PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGA (MANGIFERA INDICA L.) CV RUCAH PADA BERBAGAI ISOLAT JAMUR DAN RAGI DIISOLASI DARI KULIT MANGGA Ermi Sukasih; Setyadjit Setyadjit; Dwi Amiarsi
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 11, No 2 (2014): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v11n2.2014.101-107

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan uji aktivitas antifungal dari ekstrak kulit mangga yang telah disemprot dengan asam salisilat ke dalam kapang dan khamir perusak buah mangga yang diperoleh dari proses isolasi. Dari proses isolasi diperoleh tujuh isolat kapang dan khamir yang diberi kode isolat A, B, C, D, E, F, dan G, dan setelah dimurnikan diperoleh empat isolat (isolat A, B, D dan G). Perlakuannya adalah tingkat kepekatan ekstrak kulit mangga, ada 5 tingkatan yaitu ekstrak yang dievaporasi hingga volumenya ½ nya (ekstak A), dievaporasi hingga 1/3 nya (ekstrak B), dievaporasi hingga ¼ nya (ekstrak C), dievaporasi hingga 1/5 nya (esktrak D) dan dievaporasi hingga 1/6 nya (ekstrak E). Sebagai kontrol adalah etil asetat teknis dan larutan benomyl 500 ppm. Uji aktivitas menggunakan metode sumur, uji resorsinol menggunakan HPLC. Penelitian diulang sebanyak tiga kali. Hasil aplikasi ekstrak pada agar plate menunjukkan bahwa berbagai konsentrasi ekstrak kulit mangga mampu menghambat semua jenis isolat kapang dan khamir, kecuali isolat D. Daya hambat terbesar ditunjukkan pada isolat G, mencapai 31 mm zona hambat yakni pada ekstrak kulit mangga yang dievaporasi hingga 1/6 nya (ekstrak E). Nilai ini lebih besar dari daya hambat oleh benomyl 500 ppm yang hanya 10 mm. Kadar resorsinol pada ekstrak antifungal ini adalah 5.012 ppm. Hasil identifikasi dari isolat adalah: isolat A adalah Aspergillus niger, isolat B adalah Fusarium solari, isolat D adalah Penicillium sp dan isolat G adalah Rhodotorula sp.Kata kunci :ekstrak kulit mangga, antifungal,isolat, kapang dan khamir, resorsinolEnglish Version Abstract(Antifungal Effect Of Mango Peel (Mangifera Indica L) Cv.Rucah Extract On Several Isolates Of Mold And Yeasts From Rotten Mango Peel)The aim of the research was to isolate and identify of molds and yeasts cause rot on mango cv.Indramayu and test the inhibitory activity of mango peel extract that contain antifungal to mold and yeasts the result of the isolation process. Seven earlier isolates have been obtained (isolates A, B, C, D, E, F and G), further purification was obtained 4 isolates (isolates A, B, D and G). The treatments were based on density of the extract, they were evaporated to ½ volume extract (Extract A), evaporation until to 1/3 volume extract (extract B), evaporation to ¼ volume (extract C), evaporation to 1/5 volumes (extract D) and evaporation to 1/6 volume (extract E). As the control were ethyl acetate pure solution and benomyl 500 ppm solution. The research method, antifungal assay using gel well diffusion, determination of resorcinol content using HPLC. This study was three times repeated. Applications on the plate showed that the mango peel extract at various levels of concentration can inhibit the growth of all mold and yeast isolates except isolate D. The greatest inhibition zone indicated on mold isolates G. The mango peel extract which evaporated until the 1/6 volume (extract E) showed of 31 mm zone inhibition, this value is greater than Benomyl 500 ppm solution that is 10 mm. Resorcinol content of this antifungal extract is 5,012 ppm. The end result of the process of identification has been obtained that were Aspergillus niger for isolates A, Fusarium solari for isolates B, Penicillium sp for isolate D and Rhodotorula sp. for isolate G.Keywords :mango peel extract, antifungal, isolate, mold and yeast, resorcinol 

Page 2 of 26 | Total Record : 258


Filter by Year

2004 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 18, No 3 (2021): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 18, No 2 (2021): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 18, No 1 (2021): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 17, No 3 (2020): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 17, No 2 (2020): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 17, No 1 (2020): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 16, No 3 (2019): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 16, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 16, No 1 (2019): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 15, No 3 (2018): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 15, No 2 (2018): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 15, No 1 (2018): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 14, No 3 (2017): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 14, No 2 (2017): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 14, No 1 (2017): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 3 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 2 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 12, No 3 (2015): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 12, No 2 (2015): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 12, No 1 (2015): Journal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 12, No 1 (2015): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 11, No 2 (2014): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 11, No 1 (2014): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 2 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 1 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 9, No 2 (2012): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 9, No 1 (2012): Jurnal Pascapanen Pertanian Vol 9, No 1 (2012): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 8, No 2 (2011): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 8, No 1 (2011): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 5, No 2 (2008): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 5, No 1 (2008): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 4, No 2 (2007): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 4, No 1 (2007): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 3, No 2 (2006): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 3, No 1 (2006): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 2, No 2 (2005): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 2, No 1 (2005): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 1, No 1 (2004): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian More Issue