cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jpptp06@yahoo.com
Editorial Address
Jalan Tentara Pelajar No. 10 Bogor, Indonesia
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 1410959x     EISSN : 25280791     DOI : -
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (JPPTP) adalah media ilmiah penyebaran hasil penelitian/pengkajian inovasi pertanian untuk menunjang pembangunan pertanian wilayah.Jurnal ini memuat hasil penelitian/pengkajian primer inovasi pertanian, khususnya yang bernuansa spesifik lokasi. Jurnal diterbitkan secara periodik tiga kali dalam satu tahun.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021" : 10 Documents clear
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA SOLOK, SUMATERA BARAT Puspitasari Puspitasari; Adhitya Marendra Kiloes
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n3.2021.p275-288

Abstract

Strategy for Agricultural Technology Innovation-Based Agro-tourism Development in Solok City, West Sumatera. Agro-tourism area is an agricultural-based tourism area aimed at increasing the community income. One of the potential agro-tourism areas to be developed is the Payo agro-tourism area in Solok City, West Sumatra. The development of the Payo Agro-tourism Area aims to create a sustainable agro-tourism area and improve the economy and welfare of the community and farmers. Therefore, it is necessary to identify the factors of strengths and opportunities that can support and weaknesses and threats that can become obstacles in developing the agro-tourism area, then formulate an appropriate strategy for its development. This study aims to analyze the community-based agro-tourism development strategy in Solok City. The research was conducted in 2018, with the determination of research respondents carried out by purposive sampling, which is based on the criteria of respondents who are stakeholders or actors who have an interest in developing the Payo agro-tourism area in Solok. Data and information were analyzed using SWOT and QSPM to determine strategic priorities. The SWOT analysis results show 10 alternative strategies such as the development of superior fresh and processed products as agro-tourism icons, technical guidance on cultivation and post-harvest technology, promotion through social media, plant rejuvenation and technology application, the establishment of community institutions, arrange the production planning, arrange agro-tourism management planning, government budgeting support, build supporting facilities and infrastructure, managerial training for agro-tourism management. Based on the results of the QSPM analysis, the most appropriate strategy to prioritize is budgeting support from local governments in terms of promotion and improvement of the quality of tourism objects. Keywords: agro-tourism, strategy, SWOT, QSPM ABSTRAK Kawasan agrowisata merupakan kawasan wisata berbasis pertanian yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di dalam kawasan. Salah satu kawasan agrowisata yang potensial untuk dikembangkan adalah kawasan agrowisata Payo di Kota Solok, Sumatera Barat. Pengembangan Kawasan Agrowisata Payo ini bertujuan untuk menciptakan kawasan agrowisata yang berkelanjutan, serta meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dan petani. Oleh karena itu perlu diidentifikasi faktor-faktor kekuatan dan peluang yang dapat mendukung, serta kelemahan dan ancaman yang dapat menjadi hambatan dalam pengembangan kawasan agrowisata tersebut, kemudian dirumuskan suatu strategi yang tepat untuk pengembangannya.  Penelitian ini bertujuan untuk   menganalisis strategi pengembangan kawasan agrowisata berbasis masyarakat di Kota Solok. Penelitian dilakukan pada tahun 2018, dengan penentuan responden penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu berdasarkan kriteria responden yang merupakan stakeholders yang berkepentingan terhadap pengembangan kawasan agrowisata Payo di Kota Solok. Data dan informasi dianalisis menggunakan SWOT dan  QSPM untuk mengetahui prioritas strategi. Dari hasil perumusan analisis SWOT diperoleh 10 alternatif strategi yaitu pengembangan produk segar dan olahan unggulan sebagai ikon agrowisata, bimbingan teknis mengenai teknologi budidaya dan pasca panen, promosi melalui media sosial, peremajaan tanaman dan penerapan teknologi, pembentukan kelembagaan masyarakat, penyusunan rencana produksi, pembuatan rencana manajemen pengelolaan agrowisata, dukungan  penganggaran dari pemerintah, melengkapi sarana dan prasarana, serta pelatihan manajerial bagi SDM pengelola agrowisata. Berdasarkan hasil analisis QSPM strategi yang paling tepat untuk diprioritaskan adalah dukungan penganggaran dari pemerintah daerah dalam hal promosi dan peningkatan kualitas obyek wisata. Kata kunci: agrowisata, strategi, SWOT, QSPM,   
PENGARUH KOMUNIKASI TERHADAP KONVERGENSI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI KELAPA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU Yulia Andriani; Roza Yulida; Rosnita .; Fanny Septya
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n3.2021.p333-341

Abstract

 The fulfillment of agricultural information needs is one of the determining factors for the success of farming. Currently, there is a change in communication which results in changes in individual behavior which will ultimately affect changes in the social behavior of the community, especially farmers. This study aims to analyze the effect of communication on the convergence of capacity building of coconut farmers in the Indragiri Hilir Regency. The sample in this study was selected by purposive sampling method which collected 140 independent farmers who are members of farmer groups and actively participate in counseling. The data obtained were then analyzed using Structural Equation Modeling (SEM). Communication factors analyzed include sources of information, internal and external characteristics, (recipients of information), communication media, and communication programs (messages). The convergence of capacity building analyzed is involvement in network communication, utilization, and dissemination of information and institutional participation. From the SEM analysis, it is found that the internal characteristics of the recipient of information, communication, and communication programs have a positive effect on the convergence of increasing farmer capacity. External characteristics of recipients of information and sources of information have a negative effect on the convergence of capacity building for coconut farmers in the Indragiri Hilir Regency.Keywords: coconut farmers; communication convergence; capacity building; farmers; extension. ABSTRAK Terpenuhinya kebutuhan informasi pertanian merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usahatani. Saat ini terjadi perubahan komunikasi yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku individu yang pada akhirnya akan mempengaruhi perubahan perilaku sosial masyarakat khususnya petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komunikasi terhadap konvergensi peningkatan kapasitas petani kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metode purpossive sampling berjumlah 140 orang petani swadaya yang tergabung dalam dalam kelompok tani dan aktif mengikuti penyuluhan. Data yang didapat selanjutnya dianalisis dengan jalur Structural Equation Modelling (SEM). Faktor komunikasi yang dianalisis antara lain sumber informasi, karakteristik internal dan eksternal,(penerima informasi), media komunikasi dan komunikasi program (pesan). Konvergensi peningkatan kapasitas yang dianalisis yaitu keterlibatan dalam jaringan komunikasi, tingkat pemanfaatan dan penyebaran informasi dan tingkat partisipasi kelembagaan. Dari analisis SEM didapatkan hasil bahwa karakteristik internal penerima informasi, media komunikasi dan komunikasi program berpengaruh positif terhadap konvergensi peningkatan kapasitas petani. Karakteristik eksternal penerima informasi dan sumber informasi berpengaruh negatif terhadap konvergensi peningkatan kapasitas petani kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir. Kata kunci: petani kelapa; konvergensi komunikasi; peningkatan kapasitas; kelompok tani; penyuluhan
ISOLASI DAN POTEGENISITAS Fusarium Oxysporum PENYEBAB PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA BAWANG MERAH DI TANAH GAMBUT KALIMANTAN BARAT Riki Warman; Fadjar Rianto; Iwan Sasli
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n3.2021.p289-297

Abstract

Pathogenicity of  Fusarium oxysporum causes wilt disease in shallots at peat soils in West Kalimantan. Fusarium wilt is a disease that can attack all phases of shallots growth. This disease develops easily in peatlands due to the low pH, high humidity and high carbon availability. The aim of this study was to examine the level of pathogenicity of Fusarium oxysporum isolated from shallots from mineral soils in Bengkayang Regency, West Kalimantan. Experiment research method  used a completely randomized design consisting of 5 treatments with concentrations of F. oxysporum spores (105 spores ml-1, 107 spores ml-1, 109 spores ml-1, 1011 spores ml-1, and control (whitout F. oxysporum inoculation). Each treatment was repeated 6 times. Inoculation of the F. oxysporum  was carried out by spraying evenly on the growing media at a dose of 100 ml of conidia suspension per 1 kg of growing media before planting. The variables observed were the incubation period of the disease (days), the incidence of disease (%), disease severity (%), the rate of infection and the value of area under the disease progress curve (AUDPC). The results showed that  pathogenicity of  concentration of 1011 spores ml-1 caused the fastest incubation period (12.57 days after planting) and the highest disease incidence (90%), significantly different from 105 spores ml-1 and 107 spores ml-1, but not significant compared to with a concentration of 109 spores ml-1. The concentration of 1011 spores ml-1 also caused the highest disease severity, 76.88%, the highest infection rate were 6.54% per day during the observation period. The value of area under the disease progress curve of the 1011 spore ml-1 concentration was the highest (216.6% per day) compared to other concentration levels. The concentration of 109 spores ml-1 was sufficient to accelerate the incubation period of fusarium wilt disease in shallots if planted in peat soil, whereas in the control treatment there wasno Fusarium wilt disease attack. Key words: disease incidance, disease progress curve, incubation period, infection rate, peat soilABSTRAKLayu fusarium merupakan penyakit dapat menyerang seluruh fase pertumbuhan tanaman bawang merah. Penyakit ini berkembang dengan mudah di lahan gambut karena pH rendah, kelembaban tinggi dan tingginya ketersediaan karbon. Penelitian  bertujuan menguji tingkat patogenitas Fusarium oxysporum yang diisolasi dari bawang merah yang berasal dari tanah mineral di Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Percobaan  menggunakan rancangan acak lengkap terdiri dari 5 taraf perlakuan konsentrasi spora F. oxysporum (105 spora ml-1, 107 spora ml-1, 109 spora ml-1, 1011 spora ml-1, dan kontrol (tanpa inokulasi F. oxysporum). Setiap perlakuan di ulang 6 kali. Inokulasi jamur F. oxysporum dilakukan dengan cara disemprotkan secara merata pada media tanam dengan dosis 100 ml suspensi konidia per 1kg media tanam sebelum penanaman. Variabel yang diamati yaitu periode inkubasi penyakit (hari), insiden serangan penyakit (%), keparahan penyakit (%), laju inveksi dan nilai kurva perkembangan penyakit layu fusarium (AUDPC). Hasil penelitian  menunjukkan bahwa konsentrasi 1011 spora ml-1 menyebabkan masa inkubasi tercepat (12,57 hari setelah tanam) serta insiden penyakit tertinggi (90%), berbeda secara nyata dengan 105 spora ml-1dan 107 spora ml-1, tetapi tidak signifikan dibandingkan dengan konsentrasi 109 spora ml-1. Konsentrasi 1011 spora ml-1 juga menyebabkankan tingkat keparahan penyakit tertinggi, 76,88%, tingkat infeksi terbesar (6,54% per hari) sepanjang periode pengamatan. Nilai area di bawah kurva kemajuan penyakit dari konsentrasi 1011 spora ml-1adalah yang tertinggi (216,6% per hari) dibandingkan dengan tingkat konsentrasi lainnya. Namun, konsentrasi 109 spora ml-1 cukup untuk mempercepat masa inkubasi penyakit layu fusarium pada bawang merah, sedangkan pada perlakuan kontrol (tanpa inokulasi jamur F. oxysporum) tidak terjadi serangan penyakit layu Fusarium. Kata Kunci: insiden penyakit, kurva perkembangan penyakit, periode inkubasi, laju infeksi, tanah gambut 
RESPON PERTUMBUHAN SETEK LADA (Piper nigrum L.) BERDASARKAN JUMLAH BUKU DAN MEDIA TANAM Nur Laela Wahyuni Meilawati; Devi Rusmin; nfn Melati
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n3.2021.p299-308

Abstract

Response To The Growth of (Pepper nigrum L.) In Different Number of Segment  and Planting Media. Pepper are propagated vegetatively by stem cuttings. The number of planting material segments and planting media can support technology of pepper seeds. The good pepper cuttings are strong, healthy, and free of disturbing organisms so it will produce healthy and strong plant. This study was aim to analysis the pepper growth in different segments and media. The study was conducted in January to December 2018 in Balittro's greenhouse. The study used factorial randomized block design (RBD). The first factor is the number of segments, namely one segment and two segments. The second factor plant media, namely (1) soil, (2) cocopeat, (3) charcoal husk, (4) sand, (5) sand: soil (1: 1), (6) soil: manure (2: 1), (7) soil: manure: cocopeat (2: 1: 1), (8) soil: manure: husk charcoal (2: 1: 1). One and two segments of pepper cuttings can be used as vegetatif propagation. Optimal use of cuttings for pepper seed is one segment cuttings. The growth of one segment cuttings at 6 MAP was not significantly different from that of two segment cuttings, on the parameters of leaf length and width, as well as root length and internode length, so that the use of one segment cuttings for pepper seed production can save the use of planting material as a seed source, making it more efficient and economical. Composition of plant that can be used as an alternative are soil: manure: husk charcoal (2: 1: 1), soil: manure: cocopeat (2: 1: 1) which has a higher value on the variable plant height, length, width and number of leaves. Keywords: cutting, cocopeat, husk charcoal, pepper ABSTRAKTanaman lada diperbanyak secara vegetatif melalui setek batang. Jumlah buku dan media tanam yang tepat dapat menjadi pendukung dalam teknologi penyediaan benih lada yang baik. Mutu benih setek lada yang baik yaitu benih kokoh, sehat, dan bebas organisme pengganggu sehingga akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui respons pertumbuhan setek lada pada jumlah buku dan media tanam yang berbeda. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Desember 2018 di rumah kaca Balittro. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama adalah jumlah buku yaitu satu buku dan dua buku. Faktor kedua adalah media tanam (1) tanah, (2) cocopeat, (3) arang sekam, (4) pasir, (5) pasir : tanah (1:1), (6) tanah : pupuk kandang (2:1), (7) tanah : pupuk kandang : cocopeat (2:1:1), (8) tanah : pupuk kandang : arang sekam (2:1:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbanyakan benih dengan menggunakan setek lada satu buku dan setek  lada dua buku dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan. Penggunaan setek optimal untuk benih lada adalah stek satu buku. Pertumbuhan setek satu buku pada 6 MST tidak berbeda nyata dengan setek dua buku, pada parameter panjang  dan lebar daun, serta panjang akar dan panjang ruas, sehingga penggunaan setek satu buku untuk produksi benih lada dapat menghemat penggunaan bahan tanam sebagai sumber benih, sehingga lebih efisien dan ekonomis. Media tanam yang dapat memberikan respon pertumbuhan yang baik yaitu pada peubah tinggi tanaman, panjang, lebar dan jumlah daun serta  dapat dijadikan media alternatif adalah komposisi; tanah : pupuk kandang : arang sekam (2:1:1), dan komposisi; tanah : pupuk kandang : cocopeat (2:1:1)Kata kunci: arang sekam, cocopeat, setek, lada
ANALISIS KOMPARATIF SISTEM TANAM MONOKULTUR DAN TANAM TUMPANG SARI JAGUNG DAN KACANG-KACANGAN DI SULAWESI SELATAN Sari Intang; Amir Amir; Amiruddin Amiruddin
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n3.2021.p309-319

Abstract

Comparative analysis of the feasibility of monoculture maize farming with maize and beans intercropping in South Sulawesi. Optimizing the use of rainfed lowland land in South Sulawesi with corn commodity is still relatively low with a productivity level of 5,49 t/ha. This productivity is still far below the yield potential of superior maize varieties which are at the level of 9-11 t/ha. In the future, the status of agricultural land ownership in Indonesia is relatively narrow due to the population growth rate which has an impact on increasing the conversion of agricultural land for housing and others. encourage farmers to carry out intensification in increasing land productivity, one of which is through planting an intercropping system of corn and beans. This study aims to determine the income comparison between farmers who cultivate corn in monoculture with intercropping of corn and beans. The method of analysis used is the method of financial analysis by calculating the use of costs and income analysis as a consideration for farmers to decide on the selection of technology and innovations that will be adopted in their farming. The results showed that the cost of monoculture corn farming was Rp. 7.200.000, while the intercropping of maize with groundnut, soybean and green beans is Rp. 8.785.000, Rp. 8.015.000, Rp. 8.265.000. The cost of farming in intercropping is higher than the monoculture cropping system, due to the relatively large use of labor in the intercropping system. The income of corn monoculture farmers is 16.737.000 while the income of intercropping beans (peanuts, soybeans and green beans) is Rp. 18.244.000, Rp. 14.860.000, Rp. 16.035.000 The highest intercropping income of corn and peanuts is caused by the high selling price of peanuts compared to the selling prices of other commodities that are simultaneously cultivated, however, in the analysis of the R/C Ratio of corn farming in monoculture the highest (2,32) beat the R/C ratio of peanut intercropping (2,08). This is caused by the use of labor costs in intercropping corn with peanuts which is very high because labor costs in weeding peanuts are done manually. The R/C of soybean intercropping was 1,85 and the R/C of green bean intercropping was 1,94.  Keywords: intercropping, income, monoculture, peanut. ABSTRAK Optimalisasi pemanfaatan lahan sawah tadah hujan di Sulawesi Selatan dengan komoditas jagung masih tergolong rendah dengan tingkat produktivitas 5,49 t/ha. Produktivitas tersebut masih jauh dibawah potensi hasil varietas unggul jagung yang berada pada level 9-11 t/ha. Kedepan status kepemilikan lahan pertanian di Indonesia relatif sempit akibat laju pertumbuhan penduduk yang berdampak pada peningkatan alih fungsi lahan pertanian untuk perumahan dan lainnya. Halini yang mendorong petani untuk melakukan intensifikasi dalam meningkatkan produktivitas lahan, yang salah satu caranya melalui penanaman sistem tumpangsari jagung dengan kacang-kacangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pendapatan antara petani yang berusahatani jagung secara monokultur dengan tumpangsari jagung dengan kacang-kacangan. Metode analisis yang di lakukan adalah metode analisis finansial dengan menghitung penggunaan biaya-biaya dan analisis pendapatan sebagai bahan pertimbangan petani untuk memutuskan pemilihan teknologi dan inovasi yang akan diadopsi dalam usahataninya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, biaya usahatani jagung secara monokultur sebanyak Rp.7.200.000, sedangkan tumpangsari jagung dengan kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau, masing-masinng sebesar Rp.8.785.000, Rp.8.015.000, Rp.8.265.000. Biaya usahatani secara tumpangsari lebih tinggi dibanding dengan sistem tanam monokultur, disebabkan penggunaan tenaga kerja relative banyak pada sistem tumpangsari. Pendapatan petani monokultur jagung Rp.16.737.000,- sedangkan pendapatan tumpangsari kacang-kacangan (kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau) masing-masinng sebanyak Rp.18.244.000,  Rp.14.860.000, Rp.16.035.000. Pendapatan tumpangsari jagung dan kacang tanah yang paling tinggi disebabkan harga jual kacang tanah tergolong tinggi dibandingkan dengan harga penjualan komoditas lain yang diusahakan secara bersamaan. Namun, pada analisis R/C Ratio usahatani jagung secara monokultur yang paling tinggi (2,32) mengalahkan hasil R/C rasio tumpangsari kacang tanah (2,08). Hal ini disebabkan oleh penggunaan biaya tenaga kerja pada tumpangsari jagung dengan kacang tanah yang sangat tinggi karena biaya tenaga kerja pada penyiangan gulma tanaman kacang tanah di lakukan secara manual. Hasil R/C tumpangsari kacang kedelai 1,85 dan R/C tumpangsari kacang hijau 1,94.           Kata Kunci: Tumpangsari, pendapatan, monokultur, kacang tanah. 
PENERIMAAN KONSUMEN AKAN MINUMAN SARI BUAH JERUK LOKAL DI BATU-JAWA TIMUR Lyli Mufidah; Trifena Honestin; Zainuri Hanif
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n3.2021.p263-273

Abstract

The Consumer Acceptance of Local Citrus Drink in Batu-East Java Fruit juice products in Indonesia are still dependent on imported raw materials. This situation needs to be our concern, considering that Indonesian citrus have many varieties and qualities that are not inferior to imported fruit. Therefore, a study was conducted on consumer acceptance of local citrus juice produced in Indonesian Citrus and Subtropical Fruits Research Institute (ICSFRI) using raw materials of four local mandarin varieties, namely Satsuma, Batu 55, JRM and Terigas. Eighty-seven respondents participated in this survey that held in July 2019. Product satisfaction and performance were analyzed using the CSI and IPA methods. Respondent consumptions patterns were also seen to find out the initial description of the quantity and benefit that were sought by consumers of citrus drinks. The results showed that the most preferred processed products from citrus were drinks, with consumption pattern of 1-2 times (37,9%) and 3-4 times (31%) each month. Here, health becomes the main reason for consuming this product. From the analysis, it is illustrated that all respondents received well the three local citrus juice (Terigas, Satsuma, JRM) products, where quality improvement still needs to be done. Citrus varieties that become the main recommendation is Terigas citrus because it’s fulfilled three main citrus juice attributes (citrus flavor, aroma and color) and have the highest customer satisfaction value. This is also supported by the higher vitamin C content, which is needed to increase body immunity, especially in this pandemic era. Keywords: customer satisfaction index (CSI), fruit juice, local citrus, index performance analysis (IPA), vitamin CABSTRAKProduk sari buah di Indonesia masih menggantungkan bahan baku produknya dari buah impor. Hal ini menjadi perhatian, mengingat jeruk Indonesia memiliki beragam varietas dan kualitas yang tidak kalah dengan buah impor. Oleh karena itu dilakukan studi terhadap penerimaan konsumen akan minuman sari buah jeruk lokal yang diproduksi di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtopika (Balitjestro) dengan menggunakan bahan baku empat varietas jeruk keprok lokal, yakni jeruk Satsuma, Batu 55, JRM dan Terigas. Delapan puluh tujuh responden berpartisipasi dalam survei yang diadakan bulan Juli 2019. Kepuasan dan kinerja produk dianalisis menggunakan metode CSI dan IPA. Pola konsumsi responden juga dilihat untuk mengetahui gambaran awal kuantitas dan manfaat yang dicari oleh konsumen minuman sari buah jeruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk olahan dari jeruk yang paling disukai adalah minuman, dengan pola konsumsi 1-2 kali (37,9%) dan 3-4 kali (31%) setiap bulannya serta kesehatan sebagai alasan utama dalam mengkonsumsi produk ini. Dari analisis tergambar bahwa keseluruhan responden menerima dengan baik tiga produk sari buah jeruk lokal, dimana peningkatan kualitas masih perlu dilakukan. Varietas jeruk yang menjadi rekomendasi utama adalah jeruk Terigas, karena telah memenuhi tiga atribut utama (rasa jeruk, aroma, dan warna) serta memiliki nilai kepuasan konsumen paling tinggi. Hal ini juga ditunjang dengan kandungan vitamin C yang lebih tinggi untuk meningkatkan imunitas tubuh, terutama di era pandemi ini.Kata kunci: customer satisfaction index (CSI), index performance analysis (IPA), jeruk lokal, sari buah, vitamin C
PENGARUH METODE PENGERINGAN DAN JENIS KEMASAN TERHADAP KUALITAS BUTIR JAGUNG PIPIL SELAMA TIGA BULAN PENYIMPANAN Yeni Eliza Maryana; Herwenita -; Agus Suprihatin; Johanes Amirullah; Yustisia -
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n3.2021.p321-331

Abstract

Drying Method and Packaging Types Effect on the Quality of Corn Kernels.The corn kernels quality in farmers level in South Sumatra faces problem of quality degradation due to drying and storage methods. This resulted in diverse quality of corn kernels thus not be able to meet the standards quality of corn products for both food and feed. The study aims to examine the effects of drying methods and packaging types during corn storage. This study used completely randomized factorial group design using 2 factors with 4 replications. The first factor is drying methods (sun drying and solar bubble dryer), and the second factor is packaging types (plastic, covered gunny sack plastic, and hermetic plastic). Each of packaging was filled with 5 kg of corn kernels and then stored for up to 3 months in the storage room. The results showed that the drying method had a significant effect on the quality of corn, while the type of packaging had no significant effect on the quality of corn kernels. Solar bubble dryer use may reduce the damage corn kernels better than sun drying. Keywords: corn quality, drying method, packaging  ABSTRAKKualitas jagung pipil di petani Sumatera Selatan menghadapi permasalahan penurunan mutu, yang diakibatkan oleh metode pengeringan dan penyimpanan yang kurang memadai. Kualitas jagung petani belum seragam dan belum dapat memenuhi standar mutu produk jagung baik untuk pangan maupun pakan. Tujuan dari  penelitian ini adalah untuk mengkaji efek metode pengering dan jenis kemasan selama penyimpanan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok lengkap faktorial, dengan 2 faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama adalah metode pengeringan (menggunakan lantai jemur dan solar bubble dryer(SBD)), dan faktor kedua adalah jenis kemasan plastik, plastik dilapisi karung goni, dan plastik hermetik). Tiap kemasan diisi sebanyak 5 kg jagung pipil dan disimpan di gudang hingga 3 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengeringan berpengaruh nyata terhadap kualitas jagung, sedangkan jenis kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas jagung pipil. Pengeringan menggunakan SBD dapat menekan kerusakan butir jagung pipil yang lebih baik dibandingkan lantai jemur. Kata kunci: kemasan, kualitas jagung, metode pengeringan
PENGARUH WAKTU PINDAH SEMAI DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KESERAGAMAN PENEMPATAN BENIH PADI MENGGUNAKAN TRANSPLANTER DI KALIMANTAN SELATAN Abdul Sabur; Lelya Pramudyani; Eni Siti Rohaeni
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n3.2021.p343-354

Abstract

Utilization of Indo Jarwo transplanting machine on rice cultivation must be supported by well prepared rice seedlings to meet rice transplanting machine’s requirement, lowland conditions and seedling transfer time.  Objectives of this research were to study growth performane of rice seedlings with different variety and seedling transfer time, as well as to analyze rice seedling performances after planted with Indo Jarwo transplanter in lowland field of South Kalimantan. This research was conducted in lowland farmers, Tanah Laut regency from December 2019 to February 2020 using Randomized Blok Design with two factors as treatment, i.e.: rice variety (Inpari 30, Inpari 32 and Inpari 40) and the time to move the seedlings to the rice field before the seeds are planted (8, 12 dan 14 days after seeding = das) with four replications. The results of this research showed that root length and seedling height of the three rice varieties at 15 das were significantly different, but leaf number of both the three rice varieties and seedling transfer time was not significantly different. Root length and rice seedlings height at 15 das differed significantly between transplanting time. Seedlings transplanted at 12-14 das were relatively shorter than those of 8 das, therefore, more suitable for planting with the Indo Jarwo Transplanter. Seedling number/clump and seedling clump number per 5 meter line of the three rice varieties and seedling transfer time ranged 2.8 – 3.4 and 24.04 – 24.45 respectively were not significantly different with relatively low deviation standard, i.e. 0,56 - 1,11. These values were still considered normal and meet rice plant population standard. Key words : rice seedling transfer time, rice variety, Indo Jarwo transplanter AbstrakPemanfaatan Indo Jarwo transplanter pada budidaya tanaman padi perlu didukung oleh penyediaan benih padi yang sesuai dengan persyaratan dan kondisi lahan sawah serta pemindahan benih ke petakan lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari keragaan pertumbuhan benih padi dengan varietas dan waktu pindah semai berbeda serta menganalisis keragaan pertanaman dari penggunaan Indo Jarwo transplanter di lahan sawah Kalimantan Selatan. Penelitian dilakukan di lahan sawah petani Kabupaten Tanah Laut pada bulan Desember 2019 - Februari 2020 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan, yaitu varietas padi (Inpari 30, Inpari 32 dan Inpari 40) dan waktu pindah semai ke petakan lahan sebelum benih di tanam (8, 12 dan 14 hari setelah semai = hss) dengan 4 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang akar dan tinggi benih ketiga varietas padi pada 15 hss berbeda nyata, akan tetapi jumlah daun ketiga varietas maupun ketiga waktu pindah semai benih tidak berbeda nyata.  Panjang akar dan tinggi benih padi pada 15 hss berbeda sangat nyata antar waktu pindah. Benih yang dipindah pada 12 - 14 hss relatif lebih lebih pendek daripada 8 hss, sehingga lebih sesuai untuk ditanam dengan Indo Jarwo transplanter. Jumlah benih per rumpun dan jumlah rumpun benih per 5 meter baris dari ketiga varietas padi dan ketiga waktu pindah semai tidak berbeda nyata dengan nilai standar deviasi relatif kecil. Jumlah benih per rumpun berkisar 2,8 – 3,4 dan jumlah rumpun benih per 5 meter baris berkisar 24,04 – 24,45 dengan standar deviasi 0,56 - 1,11, masih sesuai dengan standar normalnya. Kata Kunci : waktu pindah semai, varietas padi, Indo Jarwo transplanter
PENGARUH PUPUK ORGANIK DAN JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DI AGRO EKOSISTEM LAHAN RAWA Gusmiatun Gusmiatun; Neni Marlina
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n3.2021.p355-366

Abstract

Effect of Organic Fertilizer and Planting Distance on Peanut (Arachis hypogaea L.) Production in Swamp Agroecosystem.  Increasing the production of peanuts (Arachis hypogaea L.) in swamps can be done by applying cultivation technology, including using liquid organic fertilizer and adjusting the spacing. The purpose of this study was to determine the effect of several types of liquid organic fertilizer and plant spacing on peanut crop production and to determine which type of liquid organic fertilizer had the best effect on increasing peanut production in swamps. The layout of the plants in the field was arranged based on the Split Plot Design. Plot size 1.5 m x 2.0 m. As the main plot is liquid organic fertilizer (O), namely O0: control (chemical fertilizer), O1: liquid organic fertilizer of Lamtoro leaves, O2: liquid organic fertilizer of cow urine, O3: liquid organic fertilizer of tofu waste. The subplot is the planting distance (J), consisting of J1: 20 cm x 20 cm, J2 : 20 cm x 30 cm,J3: 15cm x 40cm. The variables observed were the number of primary branches, the total number of pods/plant, number of empty pods/plant, the weight of pods/plant, the weight of 100 seeds (g), and the weight of pods/harvest plot. The results indicated that Liquid organic fertilizer from tofu waste can give better results than liquid organic fertilizer from cow urine and Lamtoro leaves in increasing peanut production in swamps. Liquid fertilizer tofu waste can increase the production of dry pods by 23.98% compared to chemical fertilizers, which can produce 2.585 tons/ha. Cow urine liquid fertilizer can produce 2.295 tons/ha of dry pods, and Lamtoro leaf liquid fertilizer can produce 2.280 tons/ha of dry pods. The application of the right spacing can increase the production of peanuts in swamps, with a spacing of 15 cm x 40 cm (2.62 tons/ha). The production can increase by 25.42% when compared to a spacing of 20 cm x 20 cm (2.09 tons/ha).Keywords: Plant distance, peanuts, organic waste, swamp land                                                  ABSTRAK Peningkatan produksi kacang tanah (Arachis hypogaea L.) di lahan rawa dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi budidaya, diantaranya menggunakan pupuk organik cair serta mengatur jarak tanam. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh beberapa jenis pupuk organik cair dan jarak tanam terhadap produksi tanaman kacang tanah serta untuk mengetahui jenis pupuk organik cair yang pengaruhnya paling baik dalam meningkatkan produksi kacang tanah di lahan rawa.  Tata letak tanaman di lapang disusun berdasarkan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design).  Luas plot 1,5 m x 2,0 m. Sebagai petak utama adalah pupuk organik cair (O), yaitu O0: kontrol (pupuk kimia), O1: pupuk organik cair daun lamtoro, O2: pupuk organik cair urin sapi, O3: pupuk organik cair limbah tahu. Anak petak adalah jarak tanam (J), terdiri dari J1: 20 cm x 20 cm, J2: 20 cm x 30 cm, J3: 15 cm x 40 cm. Peubah yang diamati yaitu jumlah cabang primer, jumlah polong total/tanaman, jumlah polong hampa/tanaman, berat polong/tanaman, berat 100 biji (g), dan berat polong/petak panen.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik cair dari limbah tahu dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk organik cair dari urin sapi maupun daun Lamtoro dalam meningkatkan produksi kacang tanah di lahan rawa.  Pupuk cair limbah tahu dapat meningkatkan produksi polong kering sebesar 23,98% dibandingkan pupuk kimia, yaitu menghasilkan 2,585 ton/ha. Pupuk cair urin sapi dapat menghasilkan polong kering 2,295 ton/ha, dan pupuk cair daun Lamoro dapat menghasilkan polong kering 2,280 ton/ha. Penerapan jarak tanam yang tepat dapat meningkatkan produksi tanaman kacang tanah di lahan rawa, dengan jarak tanam 15 cm x 40 cm (2,62 ton/ha). Produksi meningkat 25,42% jika dibandingkan dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm (2,09 ton/ha). Kata kunci: jarak tanam, kacang tanah, limbah organik, lahan rawa
RESPONS KULTIVAR PADI GOGO LOKAL SULAWESI TENGAH PADA PERLAKUAN AIR YANG BERBEDA Ruslan Boy; Didik Indra Dewa; Eka Tarwaca Susila Putra; Budiastuti Kurniasih
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n3.2021.p367-379

Abstract

Central Sulawesi is known to have diverse local gogo rice cultivars, as a potential genetic resource to be developed on dry land. Development opportunities are wide open because it is supported by the availability of dry land which amounts to 241,220 hectares, with an average production potential of 2.85 tons per hectare. This paper aims to determine the response of local upland rice cultivars to different water treatments. The study was conducted April - September 2017 in Wonocatur Village, Banguntapan District, Bantul Regency, D.I. Yogyakarta. The study was designed using a factorial Completely Randomized Block Design (RAK), which applied 20 local upland rice cultivars with watering at intervals of once a day every and eight days. Upland rice cultivars consist of: Habo, Ranta, Sunggul, Sampara, Mea, Landaeo, Moringa, Batu, Gado, Ngofa, Ngkaru, Tarumbu, Makuni, Lambara, Makole, Paria, Dupa, Berra, Wanga and Hiwanggu. Parameters observed were plant height (cm), total tillers, flowering age (days), harvest age (days), panicle length (cm), number of grain per panicle, and grain yield per clump (gr). The collected data were analyzed using ANOVA, followed by the HSD-Tukey test. The results of the analysis showed that the most responsive cultivar to watering at daily and 8-day intervals was Habo, followed by Sampara, Mea and Dupa, while the less responsive cultivars were Paria, Ngkaru, and Lambara. The implication, to develop local gogo rice on dry land it is necessary to prepare adequate water supply facilities, so that plants can be watered every day. Keywords: local upland rice, cultivar, water treatment, responseABSTRAKSulawesi Tengah dikenal memiliki kultivar padi gogo lokal yang beragam, sebagai sumber daya genetik yang potensial untuk dikembangkan di lahan kering. Peluang pengembangannya terbuka luas karena didukung ketersediaan lahan kering yang jumlahnya mencapai 241.220 hektar, dengan potensi produksi rata-rata 2,85 ton per hektar. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui respons kultivar padi gogo lokal terhadap perlakuan air yang berbeda. Pengkajian dilaksanakan April - September 2017 di Desa Wonocatur, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul D.I. Yogyakarta.  Pengkajian dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAK) factorial, yang mengaplikasikan 20 kultivar padi gogo lokal dengan penyiraman pada interval satu hari sekali dan delapan hari sekali. Jenis kultivar padi gogo terdiri dari:  Habo, Ranta, Sunggul, Sampara, Mea, Landaeo, Kelor, Batu, Gado, Ngofa, Ngkaru, Tarumbu, Makuni, Lambara, Makole, Paria, Dupa, Berra, Wanga serta Hiwanggu. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman (cm), jumlah anakan total, umur berbunga (hari), umur panen (hari), panjang malai (cm), jumlah gabah per malai, serta hasil gabah per rumpun (gr). Data yang terkumpul dianalisis menggunakan ANOVA, dilanjutkan dengan uji HSD-Tukey. Hasil analisis menunjukkan kultivar yang paling responsif terhadap penyiraman dengan interval setiap hari dan interval 8 hari sekali adalah Habo, diikuti Sampara, Mea, dan Dupa, sedangkan kultivar yang kurang responsif terjadi pada Paria, Ngkaru, dan Lambara. Implikasinya, untuk mengembangkan padi gogo lokal di lahan kering perlu dipersiapkan fasilitas penyediaan air yang memadai, agar tanaman dapat disiram setiap hari. Kata kunci: padi gogo lokal, kultivar, perlakuan air, respons

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2021 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021 Vol 24, No 2 (2021): Juli 2021 Vol 24, No 1 (2021): Maret 2021 Vol 23, No 3 (2020): November 2020 Vol 23, No 2 (2020): Juli 2020 Vol 23, No 1 (2020): Maret 2020 Vol 22, No 3 (2019): November 2019 Vol 22, No 2 (2019): Juli 2019 Vol 22, No 1 (2019): Maret 2019 Vol 21, No 3 (2018): November 2018 Vol 21, No 2 (2018): Juli 2018 Vol 21, No 1 (2018): Maret 2018 Vol 20, No 3 (2017): November 2017 Vol 20, No 2 (2017): Juli 2017 Vol 20, No 1 (2017): Maret 2017 Vol 19, No 3 (2016): November 2016 Vol 19, No 2 (2016): Juli 2016 Vol 19, No 1 (2016): Maret 2016 Vol 18, No 3 (2015): November 2015 Vol 18, No 2 (2015): Juli 2015 Vol 18, No 1 (2015): Maret 2015 Vol 17, No 3 (2014): November 2014 Vol 17, No 2 (2014): Juli 2014 Vol 17, No 2 (2014): Juli 2014 Vol 17, No 1 (2014): Maret 2014 Vol 17, No 1 (2014): Maret 2014 Vol 16, No 3 (2013): November 2013 Vol 16, No 2 (2013): Juli 2013 Vol 16, No.1 (2013): Maret 2013 Vol 15, No 2 (2012): Juli 2012 Vol 15, No 1 (2012): Maret 2012 Vol 15, No 1 (2012): Maret 2012 Vol 14, No 3 (2011): November 2011 Vol 14, No 3 (2011): November 2011 Vol 14, No 2 (2011): Juli 2011 Vol 14, No 2 (2011): Juli 2011 Vol 14, No 1 (2011): Maret 2011 Vol 14, No 1 (2011): Maret 2011 Vol 13, No 3 (2010): November 2010 Vol 13, No 3 (2010): November 2010 Vol 13, No 2 (2010): Juli 2010 Vol 13, No 2 (2010): Juli 2010 Vol 13, No 1 (2010): Maret 2010 Vol 13, No 1 (2010): Maret 2010 Vol 12, No 3 (2009): November 2009 Vol 12, No 3 (2009): November 2009 Vol 12, No 2 (2009): Juli 2009 Vol 12, No 2 (2009): Juli 2009 Vol 12, No 1 (2009): Maret 2009 Vol 12, No 1 (2009): Maret 2009 Vol 11, No 3 (2008): November 2008 Vol 11, No 3 (2008): November 2008 Vol 11, No 2 (2008): Juli 2008 Vol 11, No 2 (2008): Juli 2008 Vol 11, No 1 (2008): Maret 2008 Vol 11, No 1 (2008): Maret 2008 Vol 10, No 3 (2007): November 2007 Vol 10, No 3 (2007): November 2007 Vol 10, No 2 (2007): Juli 2007 Vol 10, No 2 (2007): Juli 2007 Vol 10, No 1 (2007): Juni 2007 Vol 10, No 1 (2007): Juni 2007 Vol 8, No 3 (2005): November 2005 Vol 8, No 3 (2005): November 2005 Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005 Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005 Vol 8, No 1 (2005): Maret 2005 Vol 8, No 1 (2005): Maret 2005 Vol 7, No 2 (2004): Juli 2004 Vol 7, No 2 (2004): Juli 2004 Vol 7, No 1 (2004): Januari 2004 Vol 7, No 1 (2004): Januari 2004 Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003 Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003 Vol 6, No 1 (2003): Januari 2003 Vol 6, No 1 (2003): Januari 2003 More Issue