cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. ponorogo,
Jawa timur
INDONESIA
IJTIHAD
ISSN : 19074514     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Economy,
Ijtihad is a scientific journal of Law and Islamic Economics, both in literature study and also on field research. Is published twice a year as a means of developing a scientific ethos in academic circles of the Faculty of Sharia, especially UNIDA, and the readers in general. The editors receive scientific articles and research reports, which are in accordance with the nature of law and Islamic economics journals.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue " Vol 8, No 1 (2014)" : 7 Documents clear
Metode Ijtihad antara Ahlussunnah dan Syiah Umur, Azmil
IJTIHAD Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (12.308 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i1.2509

Abstract

Ijtihad
IMPLEMENTASI GCG DALAM PERSPEKTIF ISLAM Fajaruddin, Achmad
IJTIHAD Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.694 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i1.2590

Abstract

Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu paradigma baru yang pada akhir-akhir ini menjadi topik pernbicaraan terutama pada kalangan dunia bisnis. Apalagi pasca terjadinya krisis moneter pada tahun 1997-1998 yang disusul oleh krisis global pada tahun 2008, implementasi GCG merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditawar- tawar lagi. Bahkan, di beberapa negara maju, GCG saat ini sudah dianggap sebagai suatu asset perusahaan yang banyak mendatangkan beberapa manfaat, misalnya GCG dapat meningkatkan nilai tambah (value added) bagi pemegang saham dan mempermudah akses ke pasar modal domestik maupun global (internasional) serta memperoleh citra (image) yang positif dari publik .. Akan tetapi, penerapan prinsip-prinsip GCG masih sangat sulit sekali dilakukan di Indonesia, hal ini dikarenakan masih tingginya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan oleh kalangan baik pejabat pemerintah, pengusaha, pebisnis, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, ketika banyak perusahaan atau unit-unit usaha yang menjalankan aktivitas usahanya dengan mengusung nilai- nilai islam sebagai pondasinya, salah satunya adalah Rumah Sakit 'Aisyiyah (RSA) Bojonegoro, maka bagaimana jika implementasi GCG dilakukan pada perusahaan yang berbasis nilai Islam dalam operasi usahanya terse but.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian studi kasus. Analisa data yang peneliti gunakan adalah dengan metode reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa implementasi GCG di RSA Bojonegoro sudah dilaksanakan dengan baik, hal tersebut karena RSA Bojonegoro merupakan amal usaha bidang kesehatan yang dikelola oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) muslim yaitu Muhammadiyah. Yang mana prinsip-prinsip GCG ternyata selaras, khususnya dengan ajaran agama Islam, yaitu pada dimensi moral dari implementasi GCG terletak pada prinsip akuntabilitas (accountability), prinsip pertanggungjawaban (responsibility), prinsip keterbukaan (transparency), prinsip kewajaran (fairness) dan prinsip kemandirian (independency). Kemudian dalam perspektif Etika Bisnis Islami, implementasi GCG di RSA Bojonegoro merniliki kesesuaian dengan beberapa nilai dasar islami diantaranya adalah nilai tuhid, nilai khilafah, nilai Ibadah, kemudian nilai tazkiyah, dan nilai ihsan.
ضرورة الاجتهاد في العصر الحاضر Jamal, mulyono
IJTIHAD Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i1.2591

Abstract

Di era yang serba cepat berubah membutuhkan kesegaran bersikap dalam segala macam situasi yang terjadi. Tuntutan seperti ini memkasa umat islam untuk mengetuk pintu ijtihad yang selama beberapa abad sudah tertutup rapat, agar dapat dibuka lagi demi dilakukannya revitalisasi ijtihad di tengah kehidupan kaum muslimin yang harus berhadpan dengan dampak derasnya arus zaman modern yang tak terbendung lagi. Menjadi sebuah keniscayaan bahwa ijtihad telah menjadi solusi dari buntunya dan kejumudan pemikiran umat yang biasa berpusar pada jawaban-jawaban bersifat klasik yang diberikan para ulama dan fuqoha terdahulu terhadap persoalan yang muncul di zaman dan budaya lokalnya. Untuk itu mentradisikan berijtihad di masa seperti sekarang ini adalah suatu hal yang lumrah karena sesuai dengan kebutuhan. Formula ijtihad yang diusung oleh para ulama saat inipun tak jauh berbeda dengan sebelumnya, namun menitikberatkan pada maqashid syariah atau hikmah dibalik dibumikannya suatu ketetapan hukum Islam. Dengan mengacu kepada kemaslahatan yang berdimensi rasa adil dan rahmatan lil’alamin, maka ijtihad yang dikembangkan bersifat humanis tanpa meninggalkan akar syariat yang menjadi tsawabit dari perubahan (mutaghayyirat) yang terus berlangsung sepanjang waktu, Urgensi Ijtihad di masa ini dan mendatang tak terbantahkan lagi, mengingat umat islam sangat haus dengan jawaban dan fatwa-fatwa dinamis yang diharapkan akan menjadipedoman bagi tata laksana kehidupan duniawi untuk meraih kebahagiaan ukhrawi.
KONSEP QARD DAN RAHNMENURUT FIQHALMADZHAHIB Triyawan, Andy
IJTIHAD Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.801 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i1.2587

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep Qard dan Rahn dalam pandangan ulama' madzhahib. Qard adalah salah satu akad pinjam meminjam antara dua pihak, yang tidak mensyaratkan adanya kelebihan disaat pengembalian pinjaman. Dibanyak literatur, Qard cenderung digunakan oleh bank dengan asas sosial, tolong menolong, sehingga biasa disebut sebagai Qard al Hasan. Sumber dana Qard diambil dari dana zakat, infaq, shadaqah dan beberapa penghasilan bank yang tidak halal lainnya. Menurut madzhab Maliki, Syafi'i dan Hambali diperboleh- kan melakukan Qard atas semua harta yang bisa diperjual- belikan seperti emas, perak, makanan, atau dari harta yang bernilai seperti barang-barang dagangan, binatang dan sebagainya. Dilain sisi karena harta yang dipinjamkan sudah merupakan hutang, maka hutang tersebut harus mern- punyai padanan yang sarna dengan benda lain atau paling tidak mempunyai takaran yang jelas apabila akan dilunasi oleh pihak penghutang, seperti halnya uang. Selain Qard penulis juga membahas ten tang Rahn, dan dua akad tersebut mempunyai kriteria masing-masing tetapi saling berkaitan. Bedanya saat orang melakukan akad rahn ia harus mempunyai sesuatu yang dapat digadaikan, sehingga ia mendapatkan pinjaman dari sesuatu yang ia gadaikan. Dan juga barang yang digadaikan tersebut sekaligus menjadi jaminan apabila tidak dapat melunasi hutangnya.
اتجاهات التجديد في دراسات أصول الفقه Lahuri, Setiawan bin
IJTIHAD Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i1.2592

Abstract

Sejak awal abad ke 19 negara-negara arab dan Islam mengalami imperialisme Barat, dan berjuang untuk mendapatkan kemerdekaannya. Salah satu efek dari imperialism ini adalah perang pemikiran, antara fiqh sebagai filsafat hukum islam dan hukum positif barat. Peerang pemikiran ini mengakibatkan ilmu-ilmu syariah ditinggalkan oleh umat islam. Sesaat setelah negara-negara Islam mulai nampak kepermukaan, di antaranya adalah maslah tajdid atau pembaharuan dalam ilmu Ushul Fiqh. Ushul Fiqh merupakan disiplin ilmu yang digunakan untuk menyesuaikan proses ijtihad, meeletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan untuk pengambilan hukum, dan memastikan bahwa ijtihad dilakukan sesuai dengan realitas kekinian, serta bertujuan memenuhi tujuan utama syariah islam. Ushul fiqh mengalami masa kejumudan pada masa taqlid, setelah muncul karya-karya besar Ulama dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, di antaranya Ushul Fiqh. Denngan peran sentral yang dimiliki Ushul Fiqh dalam keberlangsungan proses ijtihad, maka tokoh-tokoh gerakan pembaharuan Islam menyerukan kepada pentingnya pembaharuan dalam Ushul fiqh. Isu pembaharuan Ushul Fiqh menjadi urgen dan merupakan sebuah keharusan karena dalam beragama pun kita diwajibkan unntuk melakukan pembaharuan. Al-imam Al-Syafii melakukan sebuah pembaharuan dalam Ushul Fiqh melaluli karyanya “Ar-Risalah”, demikian juga Al-Imam Al-Syaukani dengan karyanya “Irsyad Al-Fuhul”. Isu pembaharuan dalam ilmu Ushul Fiqh mencakup: pembaharuan dalam klasifikasi dan pembagian tematis, pembahaaruan dalam filsafat dan tujuan inti syari’ah, dan juga pembersihan Ushul Fiqh dari asprk-asprk kajian ilmu Kalam. Sementara metode yang digunakan dalam rangka pembaharuan ilmu Ushul Fiqh adalah: pembaharuan dalam metode peemaparan ilmu, pembaharuan dalam tema-tema ilmu Ushul Fiqh, dan pembaharuan dalam rangka ilmu atau pembaharuan epistimologis.
THE CONCEPT OF TAMADHHUB (FOLLOWING MADHHAB FIQH) ACCORDING TO SA'ID RAMADHAN AL-BUTHI Bagia, Muhammad Andrie
IJTIHAD Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (351.754 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i1.2588

Abstract

Pada umumnya, pandangan para ulama mengenai ibadah menggunakan fiqh di kalangan umat Islam terbagi menjadi dua. Sebagian ulama menganggap umat Islam awam harus bertaklid kepada Imam Madhhab. Sebagian ulama melarang hal itu dan mewajibkan setiap muslim untuk berijtihad sendiri. Salah seorang ulama kontem- porer, Sa'Id Ramaan al-Buml mempunyai penjelasan lengkap akan masalah tersebut. Argumentasinya banyak tertulis dalam buku-buku dan program televisinya yang menjadi rujukan umat Islam dunia. Menurut al-Bumi, tamadhhub adalah sesuatu yang dibolehkan secara ijma' ulama. Ini karena tidak setiap muslim memiliki kemampuan untuk berijtihad terhadap permasalahan yang ia hadapi. Maka masalah ini bisa dipercayakan kepada Imam berkualifikasi yang memiliki otoritas untuk mencari hukum yang benar dari permasalah tersebut. Maka tidak ada kewajiban bagi Muslim awam tersebut kecuali mengikuti pendapat sang Imam. Bagaimanapun, masih banyak golongan yang terlalu fanatik dan melarang prakrik bermadhhab, menganggapnya sebagai bid' ah yang sesat. Padahal ini bukan waktunya untuk saling menyalahkan, tapi sekarang adalah waktunya umat Islam untuk bersatu dan berjalan bersama, melawan setiap masalah sebenarnya yang datang dari luar, dan sangat berbahaya jika diabaikan. Harapannya, setiap Muslim sadar akan masalah ini dan mulai merapatkan barisan untuk bersatu dan saling menguatkan satu sarna lain
KONSEP KEPEMIMPINAN MENURUT AL-MAWARDI Widyatama, Zulfikar Yoga
IJTIHAD Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.58 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i1.2589

Abstract

Masalah kepemimpinan at au Imamah telah mendapat perhatian besar di kalangan pemikir dan tokoh agama karena menjadi tema penting dalam keberlangsung- an umat agama dari masa ke masa. Utusan Tuhan (Rasul) penerima wahyu telah menjadi tokoh utama dibalik konsep kepemimpinan setiap agama, termasuk Islam yang mendudukkan Rasulullah Saw sebagai figur sentral dalam memimpin suatu masyarakat baik dari lingkup kecil seperti keluarga sampai yang luas setingkat negara sekalipun. Imam Mawardi seorang intelektual muslim brilliant yang pernah dimiliki kaum muslim in di era dinasti Abbasiyyah termasuk yang memberi perhatian penuh terhadap konsep ke- pemimpinan dalam Islam lewat karya terbaiknya Al'Ahkaam As-Sulthaaniyah. Pengertian Khalifah sebagai simpul isu kepemimpinan dibahas secara detail oleh AI- Mawardi dengan menempatkan manusia sebagai pengemban amanat khalifatullah fil ardh melalui mekanis- me yang mengkerucut pada terpilihnya salah satu dari mereka sebagai pemimpin yang dipatuhi clan ditaati dalam meraih cita-cita hidup di dunia maupun di akherat. Untuk itu meletakkan kriteria Imam menjadi keharusan yang tidak bisa ditawari demi proses seleksi yang akurat sehingga kemudian dapat menggadang sosok pemimpin yang tepat sesuai idaman bersama. Lebih dari itu Al-Mawardi me- lengkapi buah pikirannya dengan memaparkan seni memimpin negara yang membutuhkan kelihaian ter- sendiri, dimana mengatur orang banyak yang memiliki pola berpikir dan keinginan yang berbeda merupakan pekerjaan yang tidak sederhana, namun sang pemimpin harus mampu menggalangnya menjadi sebuah kesatuan visi dan misi demi tercapainya cita-cita besar suatu bangsa.

Page 1 of 1 | Total Record : 7