cover
Contact Name
laili
Contact Email
laili.wahyunita@iain-palangkaraya.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
maslahah@iain-palangkaraya.ac.id
Editorial Address
G. Obos St., Islamic Centre, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia, Postal Code 73112
Location
Kota palangkaraya,
Kalimantan tengah
INDONESIA
El-Mashlahah
ISSN : 20891790     EISSN : 26228645     DOI : 10.23971
Core Subject : Social,
Jurnal eL-Maslahah adalah Jurnal yang dikelola oleh Fakultas Syariah IAIN Palangka Raya, terbit dua kali dalam setahun (Juli dan Desember) sebagai wahana transfer dan komunikasi ilmu dalam aspek Syariah, Hukum Islam, Hukum Positif, Hukum Ekonomi Syariah, dan kajian-kajian Keislaman Kontemporer
Arjuna Subject : -
Articles 181 Documents
KONSEP KAFA'AH MENURUT SAYYID USMAN Eka Suriansyah; Rahmini Rahmini
El-Mashlahah Vol 7, No 2 (2017)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v7i2.1426

Abstract

Tulisan ini mengkaji tentang konsep kafa'ah menurut pemikiran Sayyid 'Usmdn bin Yahya dalam kitab al-Qawanin asy-Syar'iyyah.Yang menjadi topik masalah dalam tulisan ini adalah adanya kesenjangan antara konsep yang dipaparkan Sayyid 'Usman mengenai kafaah dengan idealnya konsep kafaah yang tertuang dari al-quran dan hadis. Dengan demikian, tujuan dari tulisan ini tidak lain adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan konsep kafa'ah dalam perkawinan menurut pemikiran Sayyid Usman bin Yahya dalam kitab al-Qawanin asySyar'iyyah. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan relevansi konsep kafa'ah dalam perkawinan antara saripah dengan non-sayid menurut pemikiran Sayyid ‘Uémdn bin Yahya dalam kitab alQawanin asy-Syar'iyyah dengan situasi sekarang. Ending tulisan ini menunjukkan bahwa konsep kafa'ah dalam perkawinan saripah dengan non-sayid menurut pemikiran Sayyid 'Us'man bin Yahya dalam kitab al-Qawanin asy-Syar'iyyah adalah tidak boleh atau haram, begitu pula dengan fatwa yang membolehkan perkawinan saripah dengan non-sayid. Sebagai argumentasi yang menguatkan pendapat Sayyid ‘Usman adalah pendapat yang di ambil dari dua kitab yang berjudul Bugiyyah al-Musytarsyidin karya Sayyid 'Abdurrahman Ba'alawi dan Tarsyikhul Mustafdin Bitausihi Fath al-Mu'in karya Sayyid 'Alawi bin Ahmad al-Saqdf. Namun, dua pendapat ini lebih banyak dilatar belakangi oleh tradisi masyarakat Hadramaut ketika itu, dan Sayyid 'Usman sendiri hanya menerima hukum jadi yang diambilnya dari ulama terdahulu yang telah mengeluarkan fatwa lebih dulu, dalam hal ini tidak ada ijtihad baru yang dilakukan Sayyid 'Usman. Selain itu, Sayyid ‘Usman juga mengemukakan beberapa hadis yang dijadikan sebagai dalil nash yang menguatkan pendapatnya, namun hadi-shadis ini sama sekali tidak berkaitan dengan konteks kafa'ah. Perkembangan selanjutnya, ternyata pemikiran Sayyid 'Us'man ini sudah tidak relevan lagi dengan situasi sekarang, disamping karena pemikiran Sayyid 'Usman lebih bersifat eksklusif, hal ini juga disebabkan karena keberadaan kafa’ah dalam suatu perkawinan tidak lain hanya untuk mencapai suatu keharmonisan dalam rumah tangga, sehingga ketentuan kafa'ah itu dapat berlaku sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakatnya masing-masmg yang membutuhkan, tanpa harus memberatkan salah satu pihak dan jelas harus terlepas dari kepentingan pribadi.
Sewa Rahim Antara Pro dan Kontra Fika Aufani Kumala
El-Mashlahah Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i2.1938

Abstract

ABSTRACTOne of the marriage’s aim is to have offspring. It is commonly coveted by newly married couples. Various methods are used, but reality not all spouses are able to have a biological child. This can be caused by infertility or diseases. Nowadays, medical technology gives alternative way for intended parent with surrogate mother. However, this practice has gained attention among society and scholars. Some of them agree this practice and the others forbid it. Their opinions who forbid surrogacy more observe to social aspect. This practice can attract to the standard of animal life and the occurrence of mixing nasab. In the ethical aspect, inserting seeds into another woman's womb is forbidden (harām) based on the ḥadīth of Prophet Mohammed Saw. This practice can eliminate the nature of motherhood and damage the order of life. The opinion that allows practice of surrogacy is more emphasis on the concept of emergency, where the desire to get offspring is high. The results of this research indicate that the practice of surrogate mother cannot be categorized as an emergency and urgent matter because the subject of this practice is not fill requirement.Keywords: Surrogate Mother, Children, Disease, Emergency.INTISARISalah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan, hal ini lazim diinginkan bagi pasangan suami istri yang baru menikah. Berbagai cara dilakukan untuk dapat memiliki anak, namun dalam kenyataannya tidak semua pasangan suami istri mampu menghasilkan keturunannya sendiri, hal ini dapat disebabkan karena adanya kelainan atau cacat/penyakit yang membuat pasangan tersebut tidak dapat mengahasilkan keturunan. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi yang semakin berkembang lantas memberikan alternatif dengan jalan sewa rahim bagi pasangan yang ingin memiliki keturunannya sendiri namun terhalang oleh suatu penyakit atau kelainan. Namun hadirnya praktik sewa rahim ini juga menjadi perdebatan di berbagai kalangan masyarakat dan ulama, ada yang membolehkan juga ada yang melarangnya, Diantara pendapat yang melarangnya lebih meninjau dari segi sosial, dapat menarik ketaraf kehidupan binatang dan terjadinya pencampuran nasab. Segi etika, bahwa memasukkan benih ke rahim wanita lain hukumnya haram berdasarkan hadis Nabi serta bagi seorang wanita bisa menghilangkan sifat keibuannya dan dapat merusak tatanan kehidupan. Adapun pendapat yang membolehkan lebih menekankan pada konsep darurat, dimana keinginan untuk memperoleh keturunan sangatlah besar. Namun hasil dari penelitian ini mengkaji bahwa praktik sewa rahim tidak dapat dikategorikan sebagai hal yang darurat dan mendesak, karena pelaku praktik sewa rahim tidak memenuhi persyaratan sebagai seseorang yang bisa dikatakan dalam kondisi darurat.Kata Kunci: Sewa Rahim, Anak, Penyakit, Kelainan. 
PENGATURAN INVENSI PEGAWAI (EMPLOYEE INVENTION) DALAM HUKUM PATEN INDONESIA Yayuk Whindari
El-Mashlahah Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v8i2.1317

Abstract

Employee invention adalah invensi yang dihasilkan oleh penemu atau inventor yang bekerja pada sebuah perusahaan atau instansi. Pengaturan mengenai employee invention di Indonesia dinilai belum memberikan perlindungan yang memadai bagi para pihak terutama bagi pihak pekerja atau employee bila dibandingkan dengan negara maju umumnya termasuk Korea Selatan. Penelitian ini berfokus pada politik hukum sebagai upaya untuk merubah pengaturan mengenai employee invention di Indonesia agar lebih memberikan perlindungan yang memadai bagi hak para inventor. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa batasan ruang lingkup yang sangat luas yang diberikan oleh Undang-Undang Paten terhadap invensi dalam employee invention akan merugikan pihak employee, sehingga diperlukan adanya perubahan pengaturan mengenai employee invention di Indonesia yang lebih berpihak pada perlindungan hak pekerja sebagai inventor dengan mengadopsi prinsip hired to invent dan shop right. Perubahan pengaturan yang dimaksud juga agar sesuai dengan tujuan Undang-Undang Paten dan cita-cita Bangsa yang tercantum dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945.
Integration of Tradition and Sharia: Dowry and Dui Menre in the Marriage of the Bugis Community in Bone Regency Nur Avita; Ahmad Rusyaid Idris; Frina Oktalita
El-Mashlahah Vol 12, No 2 (2022)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/elma.v12i2.4712

Abstract

A Mahr (Dowry) and dui menre become interesting phenomenon that occurs in the marriage practice of the Bugis community in Bone Regency. The higher the social status of the prospective wife's family, the higher the dui menre. When an agreement has been reached on the amount of dui menre, then the husband will give a dowry in the marriage contract. Both of these things must be fulfilled as the requirement for marriage. When the husband does not fulfill the dui menre as previously agreed on the agreement, the marriage process might not occur. The study aimed to integrate tradition and sharia in the marriage of the Bugis community in Bone Regency. The research was empirical legal research with a socio-legal approach. The study indicated that the dowry and dui menre in Bugis traditional marriages are an inseparable. Here, the integration is dui menre as a pre-marital condition that must be fulfilled in the context of giving as a form of respect and assistance to the prospective wife’s family. There is no prohibition in Islam as long as there is an agreement between the two parties, and no violate the sharia principles. Meanwhile, the dowry is also obligatory and carried out in the marriages of the people of the Bone regency. Therefore, the dowry and dui menre in the marriage of the Bone community are following the tradition and sharia.
AR-RIDDAH MENJADI ALASAN AT-TALAQ PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM (ANALISIS MAQASID AS-SYARIAH) Aditya Abdi Pangestu
El-Mashlahah Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v9i2.1403

Abstract

Berpindah-pindah agama telah menjadi kecenderungan sebagian masyarakat modern, salah satunya murtad dalam urusan perkawinan. Berkenaan dengan konteks hukum Indonesia tentang perkawinan, telah di atur salah satunya Kompilasi Hukum Islam (KHI). Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 116 tentang putusnya perkawinan, huruf “h” yang berbunyi “Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga”. Tetapi pada kenyataannya masih banyak orang-orang melakukan perkawinan beda agama atau perkawinan yang sudah menikah lalu di dalamnya yang awalnya Islam beralih menjadi misalnya Kristen, Protestan atau lain-lain. Akibat dari peralihan agama atau murtad ini, tidak menjadikannya suatu ketidakrukunan dalam berkeluarga, tetapi malah menimbulkan suatu keharmonisan dalam berkeluarga seperti toleransi di dalam beragama. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengeksplorasi dasar pertimbangan Pasal 16 huruf “h” Kompilasi Hukum Islam secara luas. Maqasid as-Syari’ah dengan dipetakan melihat dari tingkat maslahat dan mafsadatnya, antara lain; maslahat dalam tingkatan hajiyat dikarenakan sekalipun dalam berkeluarga suami atau isterinya murtad masih menimbulkan kemaslahatan yaitu ketentraman dan keharmonisan dalam berumah tangga dengan didasari rasa toleransi. Cangkupannya adalah Khassah. Sedangkan mudharatnya dalam tingkatan dharuriyah dikarenakan banyak sekali kemafsadatan yang dilakukan orang murtad dalam perkawinan hingga melanggar al-kulliyat al-khamsah, lalu cangkupannya masuk dalam kategori ‘ammah, karna tidak memberikan batasan-batasan secara spesifik dikhawatirkan menimbulkan kemudahan dalam peralihan/perpindahan agama. Jika dilihat dari tingkatan hierarki maqasid as-syari’ah maka dharuriyah yang lebih tinggi.Kata Kunci: Ar-Riddah, At-Talaq, Kompilasi Hukum Islam, Maqasid As-Syari’ah
PEREMPUAN DALAM LINTASAN SEJARAH: MENEPIS ISU KETIDAKSETARAAN GENDER DALAM ISLAM Lisnawati Lisnawati
El-Mashlahah Vol 9, No 1 (2019)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v9i1.1314

Abstract

Kebudayaan dan peradaban dunia yang ada sebelum datangnya Islam, seperti Yunani, Romawi, India, Yahudi, Kristen, dan Arab pra Islam tidak satupun yang menempatkan perempuan pada status terhormat dan bermartabat. Keberadaan perempuan dipandang subordinat dibandingkan dengan laki-laki. Superioritas laki-laki sangat dominan, menjadikan ketimpangan sosial yang menghasilkan ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia. Kemudian Islam datang membawa rahmat bagi alam semesta. Islam mengatur sedemikian rupa relasi antarmanusia dan membebaskan kaum perempuan dari belenggu kejahiliahan. Isu kesetaraan gender sering kali memojokkan Islam, padahal sejatinya Islam adalah yang pertama kali memiliki gagasan kesetaraan gender. Islam datang dengan mengangkat derajat perempuan. Manusia dipandang dalam kapasitasnya sebagai ʻabdullāh, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, keduanya berpotensi dan mempunyai peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Laki-laki dan perempuan juga mempunyai fungsi dan peran yang sama dalam kapasitasnya sebagai khalīfah Allah. Mereka akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi dalam posisi yang sama di hadapan Allah.Kata Kunci: Islam, status perempuan, sejarah
The Mustahik Zakat in Various Dimensions of Fiqh in Era Society 5.0 Desi Refnita
El-Mashlahah Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/elma.v11i1.2285

Abstract

This article will discuss mustahik zakat, who are the groups who will receive "mustahik" zakat, and what are the conditions for recipients (mustahik) zakat and who are not entitled to receive zakat in era society 5.0. Mustahik zakat is people who are entitled to receive zakat assets. Groups of zakat recipients, namely, needy, poor, who organize and deliver, converts, slave servants, people in debt, fi Sabilillah, and traveling (Ibnu Sabil). We conducted literature studies, and descriptive analysis approaches the theory and reality in distributing zakat from various thought reviews schools. According to Imam Syafi'i, people who are in debt are also entitled to receive zakat. However, not everyone who owes a lot is entitled to receive zakat. This paper is taken from several references on zakat fiqh, especially mustahik zakat. It is developed in the discussion of zakat recipients such as leaders with weak faith or non-Muslims who are feared that it will create chaos. Acceptance and payment of zakat are more transparent, and era society 5.0 is in line with technological developments. It is hoped that the amount of zakat collection and distribution will be maximized.
KEWARISAN ISLAM DALAM PERSFEKTIF KEADILAN GENDER Syaikhu Syaikhu
El-Mashlahah Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v8i2.1323

Abstract

Hukum sebagai kontrusksi sosial, mempunyai lingkup yang sangat luas, meliputi segala aspek kehidupan manusia.Pandangan klasik mengemukakan bahwa hukum itu netral adanya.Dengan demikian hukum bersifat otonom dan tidak terkait dengan pengaruh-pengaruh di luar bidang hukum.Demikian juga degan pandangan pengertian dalam hukum murni dari Hans Kelsen bahwa hukum itu hanya melihat kebenaran formal, yaitu kebenaran yang tidak melihat kenyataan sosial yang ada.Sehingga hukum ini dikatakana adil apabila mampu berfungsi netral.Tetapi ada yang berpendapat berbeda dengan pandangan diatas bahwa hukum itu dapat dikatakan adil apabila hukum itu melihat kenyataan sosial.Sehingga hukum itu tidak bisa lepas dari pengaruh-pengaruh di luar hukum sehingga hukum tidak bersifat netral namun sangat terkait dengan perilaku dan budaya dalam masyarakat.Dalam membicarakan keadilan dan kesetaraan gender, nampaknya pandangan pertama (positivisme hukum) sudah tidak dapat diterima. Karena hukum positip hanya mengejar kebenaran formal yang sudah baku saja tanpa melihat kenyataan yang di inginkan oleh masyarakat. Nilai-nilai keadilan menurut hukum waris Islam kini tela pula mengalami pergeseran nilai. Oleh karena ini dalam pembagian warisan menurut hukum waris Islam dituntut pula untuk memperhatikan hak laki-laki maupun hak perempuan yang sama kuatnya. Persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan telah memunculkan isu hangat dalam bias gender yang mengedepankan keadilan berdasarkan akan hak dan kewajiban. Apabila kewajibannya berubah maka haknya pun sudah barang tentu berubah pula.Menyesuaikan dengan perkembangan struktur dalam masyarakat.Karena bagaimanapun masyarakatlah yang menjadi subyek dalam hukum
Kontrak Waralaba Perspektif Teori Multi Akad (Analisis Kontrak Waralaba Makanan Seblak Coy di Surakarta) Devi Nilam Sari
El-Mashlahah Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i1.1869

Abstract

ABSTRACTFranchise is an agreement regarding the method of distributing goods or services to consumer. This business must be run according to the procedure and manner specified by the franchisor to the franchisee. Franchise contracts in Indonesia have legal provisions issued by government authorities to bring order to regulate franchise business activities. On the other hand, to protect Indonesian people who are predominantly muslim, it is necessary to study the legal clarity of the franchise business in therm of Islamic law. The focus of the problem in this research is how the franchise contract according to the perspective of multi-contract theory. Seblak Coy is one of the culinary franchise business in Indonesia wich is the object of this research, and uses multi-contract theory as the contract analysis knife. This research is a qualitative descriptive study using secondary data sources such us using books on franchising and research related contract as a theory of analysis and primari sources from direct interviews with Seblak Coy owners. The result showed that the franchise practices carried out by the culinary business of Seblak Coy belong to the multi-contract category, and the elements have been fulfilled because the contract that occur are interdependent with each other, namely the musyarakah, ijarah, ibtikar (copyright). This is known through analysis that shows the fulfillment of multi-contract elements contained in the franchise contract in Seblak Coy.Keyword: Franchisor, Franchisee, Musyarakah, Ijarah, Ibtikar. INTISARIWaralaba merupakan sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang ataupun jasa kepada konsumen. Usaha ini harus dijalankan sesuai prosedur dan cara yang ditetapkan oleh franchisor kepada franchisee. Kontrak Waralaba di Indonesia terdapat ketentuan hukum yang dikeluarkan oleh otoritas pemerintah untuk menertibkan kegiatan bisnis waralaba. Di sisi lain, untuk melindungi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, perlu dikaji kejelasan hukum dari bisnis waralaba tersebut dipandang dari sudut hukum Islam. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kontrak waralaba menurut perspektif teori multi akad. Seblak Coy merupakan salah satu bisnis waralaba kuliner di Indonesia yang menjadi objek penelitian ini, dan menggunakan tori multi akad sebagai pisau analisis kontraknya. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan sumber data sekunder seperti menggunakan buku-buku mengenai waralaba dan akad-akad terkait penelitian sebagai teori bahan analisis dan sumber primer dari wawancara langsung dengan pemilik Seblak Coy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik waralaba yang dilakukan oleh usaha kuliner Seblak Coy termasuk kedalam kategori multi akad, dan telah terpenuhi unsur-unsurnya karena akad yang terjadi saling berketergantungan satu sama lain, yaitu akad musyarakah, akad Ijarah dan Ibtikar (hak cipta). Hal tersebut diketahui melalui analisis yang menunjukkan terpenuhinya unsur-unsur multi akad yang terdapat pada kontrak waralaba di Seblak Coy.Kata Kunci: Franchisor, Franchisee, Musyarakah, Ijarah, Ibtikar.
TAX AVOIDENCE (PENGHINDARAN PAJAK) OLEH WAJIB PAJAK DALAM PERSFEKTIF ISLAM Ali Murtadho Emzaed; Syaikhu Syaikhu; Elvi Soeradji; norwili norwili; munib munib; Erry Fitria Primadhany
El-Mashlahah Vol 8, No 1 (2018)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v8i1.1094

Abstract

Tax Avoidance mempunyai spektrum persoalan yang luas, salah satunya adalah transfer harga(transfer pricing). Transfer pricing merupakan salah satu cara yang dipakai oleh wajib pajakperusahaan multinasional untuk melakukan penghindaran pajak. Perilaku transfer pricing initidak dipandang sebagai perilaku yang melanggar norma hukum positif yang berlaku di negarakita. Padahal perilaku ini jelas-jelas telah menggerus pendapatan negara dari sektor perpajakan.Ada gap yang serius antara aras substansi yang menjadi tujuan hukum (doelmatigheid) denganaras kepastian hukum(rechtsmatigheid). Pada aras tujuan hukum bahwa aturan perpajakandimaksudkan untuk pengumpulan pajak, sedangkan pada aras kepastian hukum bahwapenghindaran pajak tidak dikategorikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan aturanperpajakan itu sendiri. Artinya penghindaran pajak bertentangan dengan tujuan hukumperpajakan. Peneliti melihat persoalan ini dari perspektif hukum Islam yang didasarkan padapendekatan normatif argumentatif. Penelitian ini telah menemukan adanya I’tikad tidak baik dariwajib pajak dalam memenuhi kewajibanya membayar pajak.

Page 10 of 19 | Total Record : 181