cover
Contact Name
laili
Contact Email
laili.wahyunita@iain-palangkaraya.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
maslahah@iain-palangkaraya.ac.id
Editorial Address
G. Obos St., Islamic Centre, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia, Postal Code 73112
Location
Kota palangkaraya,
Kalimantan tengah
INDONESIA
El-Mashlahah
ISSN : 20891790     EISSN : 26228645     DOI : 10.23971
Core Subject : Social,
Jurnal eL-Maslahah adalah Jurnal yang dikelola oleh Fakultas Syariah IAIN Palangka Raya, terbit dua kali dalam setahun (Juli dan Desember) sebagai wahana transfer dan komunikasi ilmu dalam aspek Syariah, Hukum Islam, Hukum Positif, Hukum Ekonomi Syariah, dan kajian-kajian Keislaman Kontemporer
Arjuna Subject : -
Articles 181 Documents
PENALARAN FIK{IH TERHADAP RUMUSAN ANCAMAN PIDANA TA’ZI>R PADA PELAKU KHALWAT DALAM QANUN ACEH NO. 6 TAHUN 2014 Ali Geno Berutu
El-Mashlahah Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v9i2.1294

Abstract

Islam dengan tegas melarang melakukan zina, sementara khalwat/mesum  merupakan wash}ilah atau peluang untuk terjadinya zina. Hal ini mengindikasikan bahwa perbuatan zina terjadi disebabkan adanya perbuatan lain yang menjadi penyebab terjadinya zina, maka khalwat (mesum) juga termasuk salah satu jarimah (perbuatan pidana) dan diancam dengan ‘uqubat ta’zir. Khalwat dilarang dalam Islam karena perbuatan ini bisa menjerumuskan orang kepada zina yakni hubungan suami istri di luar perkawinan yang sah. Di Aceh Khalwat merupakan suatu tindak pidana yang telah diatur dalam Qanun 14 Tahun 2003 dan Qanun 6 Tahun 2014 tapi yang menjadi pertanyaan mendasar dalam peneyelesaian kasus khalwat di Aceh selama ini adalah apa yang menjadi ukuran seseorang yang dikatakan telah melakukan pelanggaran/berbuat khalwat tersebut.
METODOLOGI FIQH SOSIAL M.A. SAHAL MAHFUDH Arief Aulia
El-Mashlahah Vol 7, No 2 (2017)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v7i2.1428

Abstract

Konstruksi masyarakat yang terdapat suatu tradisi yang tidak mudah dihilangkan yaitu percampuran antara hukum Islam (fiqh) dan budaya lokal atau nuansa sosial yang berkembang di daerah tertentu. Dalam hal ini budaya lokal diartikan lebih spesifik kepada permasalahan sosial yang terjadi, karena dampak yang jelas terjadi dari adanya budaya lokal tersebut adalah pengaruh yang kuat terhadap bentukan karakter sosial masyarakat yang mendiami tempat tertentu. Hal itulah yang menjadi kegelisahan para ahli fiqh di kalangan Indonesia dalam menemukan suatu alternatif hukum yang lebih fleksible dan kontekstual. Fiqh yang dibawa dan disampaikan dari Nabi, kemudian diteruskan para sahabat, tabi’in, kemudian para ulama terasa masih begitu kaku dan tidak selalu sesuai dengan kondisi sosial dan geografis daerah tertentu. Fiqh dipahami oleh masyarakat sebagai suatu yang sangat formal, sehingga tidak jarang masyarakat merasa terbatasi ruang sosialnya. Fiqih sosial M.A Sahal Mahfudz dibuat untuk mendapatkan suatu solusi atas probem-problem fiqh yang sering menemukan kejumudan dan deadlock (jalan buntu) karena nuansa fiqh klasik yang cendrung formalistik. Dalam konteks kenegaraan, kehadiran fiqh sosial bukan diartikan untuk menandingi hukum positif yang ada, namun merupakan tawaran solutif yang ditujukan kepada umat Islam, dan tidak ada keinginan untuk mempositifkan fiqh sosial tersebut. Keberadaan fiqh sosial itu juga dipengaruhi oleh kondisi sosio-kultural yang berkembang dalam masyarakat. Bukan hal yang tidak mungkin akan terjadi pergeseran nilai-nilai sosial yang memuncak pada pembenahan fiqh sosial yang baru karena pengaruh dari kebudayaan masyarakat yang terus berubah.Kata kunci: Fiqh Sosial, Hukum Islam, M.A. Sahal Mahfudh
Kritik Metodologi: Perspektif Muhammad Abed Al-Jabiri Rukyah Khatamunisa
El-Mashlahah Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i2.1984

Abstract

ABSTRACTAl-Jabiri is one of the Islamic thinkers who is concerned about efforts to reform in the realm of epistemology. The more value that this figure has is his ideas that always take inspiration from the Islamic tradition (Arabic), as much as possible avoiding the adoption of ideas derived from outside traditions, especially Europe, as well as other reform thinkers. The purpose of the study that the author did is to be able to know and understand the criticism methodology perspective abed al-jabiri. The method that the author uses in writing this work is in the form of literature studies, using cauldron analysis methods and using primary and secondary data sources. The conclusion of this research is Al-Jabiri criticized the epistemology of buhani, bayani, and irfani. According to abed al-Jabiri bayani based on burhani and built more rationally, then al-Jabiri completely reject the epistemology irfani because bayani can be eroded by irfani.Keywords: Abed al-Jabiri, Burhani, ‘Irfani, and Bayani.INTISARIAl-Jabiri merupakan salah satu tokoh pemikir Islam yang concern pada upaya pembaharuan dalam ranah epistemologi. Nilai lebih yang dimiliki tokoh ini adalah gagasan-gagasannya yang selalu mengambil inspirasi dari tradisi Islam (Arab), sebisa mungkin menghindari pengadopsian gagasan yang bersumber dari tradisi-tradisi luar, terutama Eropa, sebagaimana para pemikir pembaharuan yang lain. Adapun destinasi pengkajian yang penulis lakukan adalah agar dapat mengenal dan  memahami kritik metodologi perspektif Abed Al-Jabiri. Metode yang penulis gunakan pada penulisan karya ini adalah berbentuk kajian keperpustakaan, dengan menggunakan  metode analisis kualitatif dan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu Al-Jabiri mengkritisi epistemologi buhani, bayani, dan ‘irfani. Menurut Abed al-Jabiri bayani dilandasi pada burhani dan dibangun lebih rasional lagi, kemudian al-Jabiri sepenuhnya  menolak epistemologi ‘irfani karena bayani dapat terkikis oleh ‘irfani.Kata Kunci: Abed al-Jabiri, Burhani, ‘Irfani, dan Bayani.
GLOBALISASI DAN MASA DEPAN FIKIH (KAJIAN SHIGAT AQAD NIKAH) Eka Suriansyah
El-Mashlahah Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v8i2.1319

Abstract

Majunya dunia teknologi pada dasawarsa millennial, melahirkan sebuah era baru yang disebut globalisasi. Ia lahir sebagai klimak dari modernisasi dunia Barat yang membawa perubahan terhadap pola interaksi dan komunikasi dunia. Implikasinya adalah perubahan terminologi ruang dan waktu hinggakehadirannya memangkas batas keduanya. Kondisi ini membawa dampak sistemik dalam berbagai segment dan piranti sosial. Keadaan masyarakat di era ini sudah bergeser dari terminologi tradisional tentang ruang dan waktu, menuju terminologi global. Konsep keduanya dalam terminologi globalisasi bersifat virtual; bertemu dalam waktu yang sama namun dalam dimensi ruang yang berbeda. Kondisi ini membentuk pola dan cara pandang baru terhadap dimensi ruang dan waktu. Dalam kajian fikih, interpretasi terhadap makna ruang dan waktu adalah suatu yang urgen. Ia akan sangat besar memberikan implikasi pada produk hukum. Terlebih kehadiran kitab-kitab fikih berada pada era klasik. Seperti shigat ijab-qabul dalam prosesi pernikahan yang mensyaratkan bersatunya dalam satu ruang mengharuskan lahirnya pemahaman baru terhadap kata ruang. Kata ruang dalam interpretasi era pra-globalisasi adalah ruang dalam arti yang sesungguhnya, berada dalam rentang waktu dan tempat yang sama, sedang ruang dalam era globalisasi bisa diterjemahkan sebagai ruang dalam arti sesungguhnya, dan bisa pula ruang dalam arti hanya bersatunya dalam satu waktu namun berada dalam tempat yang berbeda
Fasakh Nikah is Talak Khulu ' in the Perceptive of Muqaranah Mazahib Fil Al-Fiqh and Maqashid Syari'ah Nurhadi Nurhadi
El-Mashlahah Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i1.1421

Abstract

ABSTRACTFasakh nikah or khulu' is the husband's divorce right which is given to his wife to break away from the marriage bond which is considered to have no benefit. This study is a study of muqaranah mazahib fil al-fiqh. Khulu 'according to the school of Daud al-Zhahiri, Ibnu Hazm represented, argues that the khulu' is the king's divorce (talak that can be reconciled). According to the Hanbali School represented by Ibn Qudamah that khulu‘ is the fasakh of marriage. Strengthened by Imam Ahmad with the argument of the authentic hadith of Ibn Abbas, as well as the opinion of the Shafi'iyyah school. The maqasid syari'ah review of khulu' in marriage with the maqasid Ammah and Khassah approach, then analyzed using circular theory by understanding the meaning of khulu' based on general benefit, then khulu 'is the wife's divorce, because talak can basically arise from the husband referred to as the rights of divorce and also from the wife referred to as divorce divorce or khulu' or fasakh. Then the wisdom of khulu’ is the solution to the incomplete household that is not resolved, so that the wife is not neglected, the law allows the wife of the talak or divorces the husband with the concept of khulu’ or fasakh in the religious court (sharia court), in return for divorce rights for the wife.Keywords: Fasakh Nikah, Talak Khulu' and Maqashid Syari'ahINTISARIFasakh nikah atau khulu' adalah hak perceraian suami yang diberikan kepada istrinya untuk melepaskan diri dari ikatan pernikahan yang dianggap tidak memiliki manfaat. Penelitian ini adalah penelitian muqaranah mazahib fil al-fiqh. Khulu' menurut mazhab Daud al-Zhahiri, Ibnu Hazm mewakili, berpendapat bahwa khulu' adalah perceraian (talak yang dapat direkonsiliasi). Menurut mazhab Hanbali diwakili oleh Ibn Qudamah bahwa khulu‘ adalah fasakh pernikahan. Diperkuat oleh Imam Ahmad dengan argumen hadis shahih Ibnu Abbas, serta pendapat mazhab Syafi'iyyah. Maqasid syari'ah mengulas khulu' dalam pernikahan dengan maqasid Ammah dan Khassah, kemudian dianalisis menggunakan teori sirkular dengan memahami makna khulu' berdasarkan manfaat umum, maka khulu' adalah perceraian istri, karena talak pada dasarnya dapat timbul dari suami sebagai hak perceraian dan juga dari istri disebut perceraian atau khulu' atau fasakh. Maka khulu' merupakan solusi untuk permasalahan rumah tangga yang tidak dapat diselesaikan, sehingga hak istri tidak diabaikan, hukum memperbolehkan istri menceraikan suami dengan konsep khulu' atau fasakh di pengadilan agama, sebagai imbalan atas hak perceraian untuk istri.Kata Kunci: Fasakh Nikah, Talak Khulu’ dan Maqashid Syariah
RELASI IMAN DAN FIKIH Muhammad Norhadi
El-Mashlahah Vol 9, No 1 (2019)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v9i1.1354

Abstract

Dalam perkembangannya ilmu fikih merupakan cabang keilmuan yang sangat banyak menyentuh aspek kehidupan umat Islam. Bahkan merupakan cabang keilmuan Islam yang paling populer dan penting dalam Islam. Namun ternyata perkembangan teori keilmuan dalam fiqih dari masa-ke masa tidak begitu memberikan pengaruh yang signifikan dalam prakteknya dilapangan. Dengan kata lain fiqih hanya berkembang dalam lintasan teoritis. Sementara pada tataran praktek dan realita tidak memberikan pengaruh dalam kehidupan masyarakat Islam  itu sendiri. Sehingga begitu banyak fatwa dan hukum dalam fiqih yang dianggap angin lalu oleh umat Islam sendiri. Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk dilakukan penelitian dan pembahasan mengenai penyebab terjadinya miss-praticing dalam fikih tersebut. Penelitian ini menggunakan metode normatif-historis. Hasil dari penlitian ini adalah bahwa fikih dalam awal perkembangannya adalah sebuah cabang ilmu yang menghimpun segala disiplin ilmu baik akidah, syariat, dan muamalah. Termasuk di dalamnya adalah bidang akidah (iman). Maka dapat dikatakan bahwa Fikih dan Iman memilki hubungan yang sangat erat tak terpisahkan. Satu sama lain saling mengikat menjadi suatu kesatuan yang saling menggerakan. dan tunduk kepada hukum-hukum Allah yang telah digariskan-Nya.Kata Kunci: Fikih, Iman, dan Syariat 
Pemikiran Fiqh Muhammad Wali Al-Khalidi Nazaruddin Nazaruddin
El-Mashlahah Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/elma.v11i1.2287

Abstract

Muhammad Wali Al-khalidi is a great scholar who is very well known in Aceh and Indonesia. There are many of his works in various disciplines, such as the fields of Sufism, Tawheed and fiqh. One of the interesting things about the work of Syeikh Muhammad Wali is that it is sociological empirically in which a theory is based on the phenomenon that develops in society. The purpose of this study is to examine the thoughts of Muhammad Wali Al-khalidi's fiqh, the nature of descriptive analysis research with the type of qualitative descriptive research with literature research, Abuya Muhammad Wali's fiqh thinking, namely the analytical method used on ijtihad based on the Koran and Hadith. This is the basic asset to achieve the criteria of a mujtahid, but because of the limitations of the majority of scholars today, it is impossible to get to the level of a mujtahid. Therefore, the solution taken by Abuya is to refer to the classical book texts compiled by previous scholars. Abuya Muhammad Wali's fatwa had a major influence, including the fatwa on death ceremony, where this fatwa refuted and straightened the fatwa of Abu Daud Beureueh which considered khanduri death to be heresy.
PEMAHAMAN KELUARGA MUSLIM TENTANG PERNIKAHAN SECARA ISLAM DI KECAMATAN TEWAH KABUPATEN GUNUNG MAS Munib Munib; M Zainal Arifin
El-Mashlahah Vol 7, No 2 (2017)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v7i2.1423

Abstract

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis, pendekatan ini akan menemukan data deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui dan menggambarkan secara jelas dan detail tentang pemahaman Keluarga Dayak Muslim tentang pernikahan secara Islam di Kecamatan Tewah Kabupaten Gunung Mas. Objek penelitian ini adalah pemahaman tentang keluarga Dayak Muslim tentang pernikahan dalam Islam. Penelitian menggunakan teknik Purposive Sampling, dimana peneliti mengambil subyek penelitian pada masyarakat yang ada di Kecamatan Tewah Kabupaten Gunung Mas dengan kriteria yang masyarakat yang berada di lokasi penelitian, keluarga Islam, dan melaksanakan pernikahan secara Islam. Hasildari penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, Pemahaman keluarga dayak muslim di desa Sarerangan Kabupaten Tewah belum baik, karena masyarakatnya terurtama dayak muslim adalah keinginan untuk belajar lebih mendalam tentang agama terus. Kedua, pelaksanaan nikah adat oleh masyarakat dayak muslim memiliki tujuan  yang baik untuk melestarika adat istiadat turun-temurun, dan untuk meminimalkan terjadinya perceraian di kemudian hari, tetapi ada beberapa hal yang menympang dari aturan Islam, yaitu adanya kebiasaan untuk mengumpulkan pasangan setelah pernikahan secara adat. Ketiga, dalam aturan Islam yang tidak ada yang memprioritaskan nikah adat sebelum menikah secara islam, tetapi kebiasaan untuk mengumpulkan passangan di antara dua pernikahan dilarang karena bertentangan dengan syariat Islam yang melarang beberapa laki-laki dan perempuan berpasangan tanpa ikatan hukum dalam Islam.
Istitha’ah Dalam Haji (Studi Tematik Tafsir Ahkam Surah Ali Imran ayat. 97) Syaikhu Syaikhu
El-Mashlahah Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i1.1792

Abstract

ABSTRACTHajj is a form of worship that influences the personality of a Muslim. Therefore, the hajj was not just an ordinary trip, or just a sightseeing trip. The hajj became a very special "journey". Muslims will not be able to perform the hajj every year, so Allah wills that this obligation be carried out only once in a lifetime. Therefore, Allah SWT does not oblige hajj except those who are able to do it. The meaning of the ability to perform hajj, namely being in good health, being able to go there and having a safe journey. In various types of mahdhah worship in Islam, Hajj is ranked first in terms of its appeal to the interest of the Muslim community to do it. A good Muslim must aspire to the hajj. In some communities, there are those who prioritize the implementation of the hajj before they organize their economic and family life. But most people first arrange their economic and family life, then they prepare themselves to perform the hajj. Because of this second reason, many pilgrims are old. But what is clear, there is a kind of pride for those who have returned from the holy land to fulfill the fifth pillar of Islam.Keywords: Istitha’ah, Thematic Interpretation and Hajj INTISARIIbadah haji merupakan ibadah yang berpengaruh dalam membentuk kepribadian seorang muslim. Oleh karena itu, ibadah haji bukan hanya perjalanan biasa, atau sekadar perjalanan wisata. Ibadah haji menjadi suatu “perjalanan” yang sangat istimewa.  Umat Islam tidak akan mampu melaksanakan ibadah haji setiap tahun, maka Allah menghendaki kewajiban itu dilaksanakan hanya sekali seumur hidup.  Oleh sebab itu, Allah SWT tidak mewajibkan haji kecuali bagi yang mampu melakukannya. Maksud dari kemampuan untuk melakukan perjalanan haji, yaitu sehat badannya, mampu berangkat ke sana dan aman perjalanannya. Dalam berbagai jenis ibadah mahdhah dalam Islam, haji menduduki peringkat pertama dari segi daya tariknya terhadap minat masyarakat muslim untuk mengerjakannya. Seorang muslim yang baik pasti bercita-cita untuk menunaikan ibadah haji. Pada sebagian masyarakat, ada yang memprioritaskan pelaksanaan ibadah haji sebelum mereka menata kehidupan ekonomi dan keluarga. Tetapi kebanyakan masyarakat menata dulu kehidupan ekonomi dan keluarga, barulah mereka mempersiapkan diri menunaikan ibadah haji. Oleh sebab yang kedua ini, banyak jamaah haji yang sudah tua umurnya. Namun yang jelas, ada semacam kebanggaan tersendiri bagi mereka yang telah kembali dari tanah suci menunaikan rukun Islam yang kelima itu.Kata Kunci: Istitha’ah, Tafsir Tematik dan Haji.
FOTO PREWEDDING DALAM PERSPEKTIF ULAMA PALANGKA RAYA Sharif Hidayat
El-Mashlahah Vol 8, No 1 (2018)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/el-mas.v8i1.1095

Abstract

Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah foto pre-wedding dalam undangan pernikahan. Foto pre-wedding yang berkorelasi dengan budaya barat diarahkan pada pelanggaransyariat, seperti menunjukkan bagian tubuh yang mungkin tidak terlihat bahkan diarahkanmenjadi intim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi kedua pasangan tersebutmengatur foto mereka dalam undangan pesta pernikahan, pendapat ulama di Palangka Rayatentang foto pre-wedding dalam undangan pesta pernikahan, serta pendapat ulama di PalangkaRaya tentang foto pre-wedding di undangan pesta pernikahan. Metode yang digunakan dalampenelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif, yaitu penulis mencoba memahami suatu kasus atautradisi dan korelasi terhadap foto pre wedding. Kemudian, untuk menggambarkan karena jelasdan spesifik tentang ulama dan orang-orang yang berkorelasi dengan foto pre-wedding. Untukmenentukan subjek penelitian di kalangan ulama, orang dan fotografer berdasarkan kriteriatertentu. Temuan dari penelitian ini menemukan fakta-fakta yang melatar belakangi pernikahanyang mengatur foto pre-wedding mereka dalam undangan pesta pernikahan di antara alasan-alasannya adalah media informasi untuk umum, mengabadikan dan memanfaatkan momenpernikahan, mengumpulkan foto, membuat perenungan terlihat cantik, dan karenakecenderungan. Berdasarkan pendapat Ulama tentang foto dalam undangan, mereka memilikiperbedaan. Bahkan ada perbedaan di antara mereka, dalam foto pre-wedding memiliki substansiyang membuka bagian tubuh yang mungkin tidak terlihat, intim, tabarruj, dan sombong. Semuaulama setuju bahwa foto itu haram. Sementara itu, foto sebelum menikah condong ke substansikhalwat dan ikhtilat, jadi foto pre wedding adalah haram. Tapi, foto pre-wedding yang dibuattidak terlalu dekat satu sama lain dan menutup aurat yang ditentukan sebagai mubah. Karenamereka adalah foto pre-wedding dalam undangan dapat memberikan manfaat sebagai informasiuntuk umum.

Page 11 of 19 | Total Record : 181