cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Magister Ilmu Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 112 Documents
PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA Tanthawi, Dahlan, Suhaimi.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 1: Februari 2014
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (67.966 KB)

Abstract

Abstract: Cyber Crime has become a trend of crime thesedays in which its range is alsways expanding from day to day. The nature of Cyber Crime that is timeless and not bound with any place or any boudaries of particular coutries has made cyber crime as a global crime that cause huge losses from its victims. Crimes committed only from the computers has made this type of crime very difficult to be investigated and identified. The method used in this study is a normative juridical approach and done to assess, test and examine aspects of the law, especially criminal law relating to cyber crime by conducting research on secondary data in the field of law; type of data obtained from the research literature (library research), court decisions (cases) and from other data (eg print media, seminar, etc.) associated with the title. The intent and purpose of the study was to determine how to analyze and understand the arrangement of cyber crime in the Indonesian criminal justice system, analyze and understand how the law enforcement against criminal of cyber crime in Indonesia as well as to find out and get the formulation of legal protection for victims of cyber crime in the system of Indonesian criminal law. Based on the results of this study, it is concluded that the regulation on prevention and protection of cyber crime victims in Indonesia is regulated in legislation outside the Criminal Code Bill and in the Criminal Code. Indonesian criminal justice system has not made many contributions to the protection of victims of cyber crime but is more concerned on the crime doer. This study suggests that the regulation of cyber crime prevention set in special cyberlaw legislation accomodating the interests of victims and providing restitution to the losses of victims in both material and immaterial. Keywords: cyber crime, protection of victims, restitution, trend. Abstrak: cyber crime sudah menjadi trend kejahatan masa kini yang bertambah luas jangkauannya. Sifat cyber crime yang tidak berbatas waktu, tempat maupun batas-batas wilayah suatu Negara telah menjadikan cyber crime sebagai suatu kejahatan global yang menimbulkan kerugian besar dari korbannya. Kejahatan yang dilakukan hanya dari komputer membuat pelacakan dan penyelidikan terhadap jenis kejahatan ini sangat sulit diidentifikasi. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dengan mengkaji, menguji dan menelaah aspek hukum, khususnya hukum pidana yang berkaitan dengan tindak pidana dunia maya dengan cara mengadakan penelitian terhadap data sekunder di bidang hukum yaitu; jenis data yang diperoleh dari riset kepustakaan (library research), putusan pengadilan (kasus) serta dari data-data lain (misalnya: media cetak, hasil seminar, dan sebagainya) yang berhubungan dengan judul penelitian.Maksud dan tujuan penelitian adalah mengetahui menganalisis dan memahami bagaimana pengaturan cyber crime dalam sistem hukum pidana Indonesia, menganalisis dan memahami bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana cyber crime di Indonesia serta untuk mengetahui dan mendapatkan rumusan tentang perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana cyber crime dalam sistem hukum pidana Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaturan tentang penanggulangan dan perlindungan korban cyber crime di Indonesia diatur dalam perundang-undangan di luar KUHP pun didalam RUU KUHP. Sistem hukum pidana Indonesia belum memberikan banyak kontribusi dalam perlindungan terhadap korban tindak pidana akan tetapi lebih banyak mengatur tentang pelaku kejahatan. saran dari penelitian ini agar pengaturan tentang penanggulangan cyber crime diatur dalam perundangan khusus cyberlaw yang mengakomodir kepentingan korban dengan mewajibkan pelaku memberikan restitusi terhadap kerugian yang dialami korban baik materi maupun immateri. Kata kunci : cyber crime, perlindungan korban, restitusi, bentuk.
KAJIAN YURIDIS TENTANG TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PENGELOLAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH (SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN PIDIE) Sayed Muhajjir; Husni Jalil; Mahdi Syahbandir
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 3: Agustus 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.365 KB)

Abstract

Abstract: Law Number 20/ Year 2003 regarding the National Education System confidently states the rights and responsibilities of both - the central and local government by the management of education. Article 13 letter b and c of the local regulation or known as Aceh Qanun No. 11/ Year 2014 also confirmed that the Government of Aceh and district/ municipal governments in accordance to their authorities are obliged to ensure the implementation of highly qualified, equitable, fair and islamic-based education and to provide teaching- and educational-staffs as required by the educational unit. The objectives of this research were to: i) explain the responsibilities of local government by the management of primary and secondary education in Pidie district regency, ii) observe the effectiveness of legislation regarding the responsibility of local government, iii) explain the supporting and inhibiting factors by the implementation of primary- and secondary-education management. Results showed that still, there have been some obstacles and empirical barriers that have to be tackled by the implementation of primary- and secondary-education management in the Pidie district regency, especially in terms of inadequate educational facilities and supporting agents similar to those commonly experienced by the schools located in remote and rural areas, uneven distribution in terms of quantity and highly qualified teachers among schools located in remote areas, number of broke-up school children at all three levels; the elementary, junior and senior high schools. These three things are actually the responsibilities and authorities of local government, which have been constituted in the legislation norms and to be implemented maximally and effectively.Keywords: local government, primary and secondary education, responsibility. Abstrak: Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara tegas mengatur mengenai hak dan kewajiban keduanya – pemerintah pusat dan daerah terhadap pengelolaan pendidikan. Pasal 13 huruf b dan c peraturan daerah atau dikenal sebagai Qanun Aceh No.11/ Tahun 2014 juga menegaskan bahwa Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya berkewajiban untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, merata, adil dan berdasarkan azas islam dan menyediakan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sesuai kebutuhan satuan pendidikan. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: i) menjelaskan mengenai tanggung jawab pemerintah daerah terhadap pengelolaan pendidikan dasar dan menengah di kabupaten Pidie, ii) melihat sejauh mana efektivitas peraturan perundang-undangan menyangkut tanggung jawab pemerintah daerah, iii) menjelaskan faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pengelolaan pendidikan dasar dan menengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih adanya masalah dan kendala empiris yang perlu diatasi dalam pelaksanaan pengelolaan pendidikan dasar dan menengah di kabupaten Pidie, terutama belum memadainya sarana dan prasarana pendidikan seperti yang dialami oleh sekolah-sekolah daerah terpencil maupun pedesaan pada umumnya, penyebaran yang tidak merata dalam hal jumlah guru dan guru yang berkwalitas diantara sekolah-sekolah terletak di daerah terpencil, jumlah anak-anak putus sekolah di tiga level; pendidikan SD, SMP dan SMA. Ketiga hal tersebut sebenarnya merupakan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah daerah, yang telah diatur berdasarkan norma peraturan perundang-undangan dan harus diimplementasikan secara maksimal dan efektif.Kata kunci: pemerintah daerah, pendidikan dasar dan menengah, tanggung jawab. 
PENDEPORTASIAN ORANG ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN Gindo Ginting, Faisal A Rani, Dahlan Ali.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 4: November 2014
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (54.407 KB)

Abstract

Abstract: Article 122 a of the Act Number 6, 2011 regarding Immigrations states that every foreigner who is deliberately abusing or committing an act that is not accordance with the aim and goal of provided license to stay that has been provided to him, is imprisoned maximally to 5 (five) years. However, the perpetrators of the crime are only charged with administrative immigration (deportation) by the Head of Immigration Class II Office of Sabang. Thus, the deportation is not based on the rule of the Immigration Act. The law enforcement fron the institution due to the violation is the way to enforce the law. The enforcement is based on the Act Number 6, 2011 regarding Immigartion is by deprting and projusticia. The second one is having problaem due to the fact there are no investigators of civil servant, no detention rooms, and budget for the enforcement by the office. Keywords: Abusing, Immigration License, and Action. Abstrak: Pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menjelaskan setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun, namun dalam kenyataannya tindak pidana keimigrasian tersebut hanya dikenakan tindakan administratif keimigrasian (deportasi) oleh Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Sabang. Karena itu pendeportasian orang asing yang melakukan tindak pidana keimigrasian tidak sesuai dengan amanah dalam Undang-Undang Keimigrasian. Penerapan penegakan hukum dari instansi atas suatu pelanggaran hukum merupakan upaya menjalankan peraturan. Penegakan hukum di bidang keimigrasian berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dilaksanakan dengan cara pendeportasian dan projustisia. Upaya projustisia terkendala dengan tidak adanya penyidik pegawai negeri sipil, tidak adanya tempat penahanan sementara (ruang detensi), dan tidak adanya anggaran penegakan hukum Kantor Imigrasi Kelas II Sabang. Kata kunci : Penyalahgunaan, Izin Keimigrasian, dan Tindakan
UJI MAMPU BACA AL - QURAN BAGI BAKAL CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN/KOTA DARI PARTAI NASIONAL. Oky Spinola Idroos, Husni A. Jalil, Mahdi Syahbandir.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 3: Agustus 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.521 KB)

Abstract

Abstract: The Independent Commission of General Election referring to the Act Number 11, 2006 and Qanun Aceh Number 3, 2008 has an authority to make decision or rules regarding requirements of Quran test for the candidates of local parties in Aceh, for national parties and cannot be made new rules due to it against the Qanun. This test is one of the requirements for the candidates of Aceh Legislative Members and Regional Legislative Members in Aceh to be accepted as the permanent members in the list of the houses. Applying this rule for them is against the law. It is recommended that Qanun Number 3, 2008 regarding Local Political Parties in the General Election of the House of Representative Members of Aceh and District/Municipality must be changed because based on the rule, such Qanun violates the Acts, based on legal principle stating that lower laws must not be against higher laws. The substance of the ability test to recite Quran should be regulated clearly in Qanun Aceh for the candidates of the House of Representative of Aceh and the Regional/District House of Representative. Keywords : Quran Recital Ability, Aceh’s Independent Commission of General Election. Abstrak: KIP Aceh berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2006 dan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2008 berwenang untuk membuat keputusan/peraturan tentang syarat uji baca Al Qurán bagi calon dari Partai Lokal di Aceh saja, tidak untuk Partai Nasional serta tidak boleh menambah aturan baru karena bertentangan dengan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2008. Uji mampu baca Al Qurán merupakan salah satu syarat bagi Bakal Calon Anggota DPRA dan DPRK di Aceh untuk dapat ditetapkan dan dimasukkan ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPRA dan DPRK. Memberlakukan syarat uji baca Al Qurán bagi Bakal Calon dari Partai Nasional bertentangan dengan peraturan perundang – undangan. Disarankan agar Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2008 tentang Partai Politik Lokal Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota harus diubah karena berdasarkan hukum tertulis, Qanun tersebut bertentangan dengan Undang – Undang, sesuai dengan asas hukum bahwa peraturan dibawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya. Substansi uji baca Al –Qurán agar diatur dengan tegas dalam Qanun Aceh bagi Bakal Calon Anggota DPRA dan DPRK dari Partai Nasional. Kata kunci: Uji mampu baca Al – Qurán dan Kewenangan KIP Aceh.
ANALISIS YURIDIS PENGEMBALIAN ASET HASIL KORUPSI MELALUI GUGATAN PERDATA TERHADAP AHLI WARIS Teuku Herizal, Dahlan Ali, Mujibussalim.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 3: Agustus 2014
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.288 KB)

Abstract

Abstract: Returning corruption-stolen assets can be done through two ways namely; the Act Number 20, 2001 reagrding the Supression of Corruption, has changed criminal and civil ways ruled in the Act Number 31, 1999 regarding the Corruption Suppression as. By the ways, the financial loss of the state and state economy’s recovery. This research aims to explain civil claims in corruption case can return stolen assets of corruption and juridical constraints in returning back the stolen assets of corruption. Keywords: Assets, corruption, punishment, civil. Abstrak: Pengembalian Pengembalian aset hasil korupsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui jalur pidana dan jalur perdata sebagaimana diatur olehUndang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK). Melalui dua hal dimaksud dilakukan pengembalian kerugian keuangan dan pemulihan perekonomian negara.Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk menjelaskan gugatan perdata dalam perkara tindak pidana korupsi dapat mengembalikan aset hasil korupsi dan hambatan yuridis dalam mengembalikan aset hasil korupsi. Kata kunci :Aset, Korupsi, Hukuman, Perdata.
PEMODELAN DAN SIMULASI PERPINDAHAN PANAS PADAKOLEKTOR SURYA PELAT DATAR Faisal Amir, Ahmad Syuhada, Hamdani.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 4: November 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.82 KB)

Abstract

Abstrack:Solar collector is a device that serves to collect the heat energy derived from solar radiation. Good solar collector is a solar collector has a high efficiency, this means, most of the heat that hit the collector can be used to heat a fluid that flows in it and a small heat loss to the environment. In this study, a model of the solar collector has been modeled and the process of heat transfer in the collector is completed by using the software Engineering Equation Solver (EES). Iteration method is used to determine the temperature at the surface in order to get useful thermal energy collector. The simulated solar collectors measuring 1m x 2m x 0.06 m, which is assumed absorber plate is aluminum and zinc plates measuring 0.4 mm and 0.6 mm. The simulation results obtained deangan exit fluid temperature using aluminum as the absorber is much higher than using zinc plates as the absorber plate. The temperature of the fluid out using aluminum plates measuring 0.4 mm as the absorber plate is higher than the size of 0.6 mm. The temperature of the fluid out using copper pipes greater than using iron pipes to flat plate collectors for copper pipe has a higher thermal conductivity than iron pipe. The simulation results were then compared with the results obtained fluid temperature testing and the test results came out smaller than the simulation results deangan using pipes and absorber plate of the same. Keywords: flat plate solarcollectors, modelingand simulation, heattransfer Abstrak: Kolektor surya adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengumpulkan energi panas yang bersumber dari radiasi matahari. Kolektor surya yang baik adalah kolektor surya yang memiliki efisiensi tinggi, ini berarti, sebagian besar panas yang menimpa kolektor dapat dimanfaatkan untuk memanaskan fluida yang mengalir didalamnya dan sebagian kecil panas yang hilang ke lingkungan. Pada penelitian ini, suatu model kolektor surya telah dimodelkan dan proses perpindahan panas pada kolektor tersebut diselesaikan dengan menggunakan software Engineering Equation Solver (EES). Metode iterasi digunakan untuk menentukan temperatur pada permukaan sehingga didapat energi panas berguna pada kolektor. Kolektor surya yang disimulasikan berukuran 1m x 2m x 0,06m, pelat absorber yang diasumsikan adalah pelat aluminium dan seng berukuran 0,4 mm dan 0,6mm. Hasil simulasi didapat temperatur fluida keluar deangan menggunakan aluminium sebagai absorber jauh lebih tinggi dari pada menggunakan pelat seng sebagai pelat absorber. Temperatur keluar fluida dengan menggunakan pelat aluminium berukuran 0,4 mm sebagai absorber lebih tinggi dari pada pelat berukuran 0,6 mm. Temperatur fluida keluar dengan menggunakan pipa tembaga lebih besar dari pada menggunakan pipa besi untuk kolektor pelat datar karena pipa tembaga memiliki konduktivitas termal lebih tinggi dari pipa besi. Hasil simulasi kemudian dibandingkan dengan hasil pengujian dan didapat temperatur fluida keluar hasil pengujian lebih kecil dari pada hasil simulasi dengan menggunakan pipa kolektor dan pelat absorber yang sama. Kata Kunci:Kolektor surya pelat datar, Pemodelan dan simulasi, Perpindahan panas, Temperatur fluida keluar
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH TERHADAP PEMBERIAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PROVINSI ACEH Setiawati, Ilyas Ismail, Mujibussalim.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1: Februari 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.801 KB)

Abstract

Abstract: Government policy in the provision of legal assistance to the legal aid recipients is organized by the Ministry and implemented by legal assistances according to Act No. 16 Year 2011 regarding Legal Aid. An equal provision of legal aid has not yet been implemented and evenly distributed in all districts or cities in Aceh. The aim of this study is to describe the implementation’s responsibility of governmnet by the provision of legal aid, obstacles, and the conducted efforts by the provision of legal aid, especially for the poor in Aceh. The method applied in this study is social juridistic. The implementation of legal assistance has been done by the verified and accreditized legal aid providers, as well as operator regulator in legal aid financial disbursement, monitoring and evaluation by the legal aid implementation. Obstacles that have been indentified during its implementation are: i) there have been no coordination among the internal institutions belong to the Ministry of Justice and Human Rights, ii) lack of socialization regarding the availability of legal aid in the community, iii) inadequate number of lawyers compared to the number of poor people, while most of the legal aid organizations available only big cities. It is suggested to the Regional Office of Ministry of Law and Human Rights in Aceh to intesively strenghten its coordination with the law enforcement authorities and to conduct verification and accreditation programs in order to support the existence of legal aid organizations in each district  or city.Keywords : responsibility, government, legal aid. Abstrak: Kebijakan pemerintah dalam pemberian bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Pemerataan pemberian bantuan hukum belum terlaksana dan belum tersebar merata di seluruh kabupaten/kota di Aceh. Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan tanggung jawab pelaksanaan pemerintah dalam pemberian bantuan hukum, kendala yang dihadapi, serta upaya yang dilakukan dalam pemberian bantuan hokum, khususnya bagi masyarakat miskin di Aceh. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Pelaksanaan bantuan hukum dilakukan oleh pemberi bantuan hukum yang terverifikasi dan terakreditasi, serta sebagai regulator operator dalam penyaluran dana bantuan hokum, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan bantuan hukum. Kendala yang timbul dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum adalah: i) belum adanya koordinasi diantara institusi internal dari Kementerian Hukum dan HAM, ii) kurangnya sosialisasi megenai keberadaan bantuan hukum di masyarakat, iii) jumlah advokat yang tidak memadai dibanding jumlah masyarakat miskin, sementara itu kebanyakan organisasi bantuan hukum berada di kota-kota besar. Disarankan kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh agar lebih meningkatkan koordinasi antara Aparat Penegak Hukum dengan lebih intensif dan melakukan program-program verifikasi dan akreditasi untuk mendorong keberadaan organisasi pemberi bantuan hukum di setiap kabupaten/kota.Kata kunci : tanggung jawab, pemerintah, bantuan hukum.
TANGGUNG JAWAB BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PEMBERIAN HAK GUNA USAHA (SuatuPenelitian di Provinsi Aceh). Aris Rubianto, Ilyas Ismail, Suhaimi.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 2: Mei 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.454 KB)

Abstract

Abstract: Article 5 of the Government Regulation Number 24, 1997 regarding Land Registration mention that the registration is conducted by the National Land Board (BPN). Article 9 (1) point a of the Government Regulation Number 24, 1997 that becomes an object of land registration one them is Land Cultivation Right (HGU). The Board responsibility in providing the right is happening when the issuance of location permit, the provision process of the right and also the monitoring and evaluation of the right owner. This thesis aims to explain the legal impact on the responsibility of the BPN responsibility implementation that is conducted that is against the law. The research shows that the responsibility of the BPN in providing the land cultivation right has not been done as demanded by law, there is the permit issuance of location by the Head of District/Major without technical land consideration from the Regional/municipality Land Office and it is not maximally conducted. Legal consequences on the right in the process of providing the right one of the requirements is the Decision of location permit is not based on technical consideration of land can be aborted. While the effect on is no enforcement its conduct is not optimal the enforcement and empowerment of unoccupied land by the right holders is potent to the dispute in the future. It is recommended it should develop good relationship between the BPN and the District/Municipality Government and they should campaign the laws. Keywords: National, Land Board, Responsibility, Cultivation Right Abstrak: Pasal 5 Peratutan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menjadi objek pendaftaran tanah salah satunya adalah Hak Guna Usaha (HGU). Tanggung jawab BPN dalam pemeberian HGU terjadi saat penerbitan izin lokasi, proses pemberian HGU serta dalam pengawasan dan evaluasi pemegang hak. Penelitian ini bertujuan menjelaskan akibat hukum yang timbul terhadap pelaksanaan tanggung jawab jawab BPN dalam pemberian HGU yang tidak sebagaimana mestinya. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih ada penerbitan izin lokasi oleh Bupati/Walikota tanpa didasarkan atas pertimbangan teknis pertanahan dari Kantor Pertanahan Kabapaten/Kota serta dalam pelaksanaan penertiban dan pendayagunaan tanah telantar belum maksimal. Akibat hukum terhadap HGU yang dalam poses pemberian haknya salah satu persaratanya berupa SK Izin lokasi tidak berdasarkan pertimbangan teknis pertanahan adalah dapat dibatalkan. Sedangkan akibat tidak terlaksana secara optimal kegiatan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar maka tanah yang ditelantarkan oleh pemilik HGU berpotensi menimbulkan sengketa dikemudian hari. Disarankan membangun hubungan baik antara BPN dengan Pemerintah Aceh dan mensosialisasikan peraturan perundang-undangan tentang pemberian HGU kepada Pemerintah Aceh. Kata kunci: Tanggung Jawab BPN, Pemberian HGU.
PIDANA MATI DALAM PERSPEKTIF PERADILAN DI INDONESIA Muzakkir, Faisal A. Rani, Dahlan Ali.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 2: Mei 2014
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.175 KB)

Abstract

Abstract: The death penalty is a punishment that is imposed by a court or no court , gross misconduct or serious criminal offenses and the death penalty is a component that is related , it is still found to overlap the interpretation and implementation of the judicial power of authority between the Constitutional Court and the Supreme Court against a provision of law legislation , particularly with regard to capital punishment , and the judiciary has yet to implement fully implement the provisions of the legislation containing the threat of the death penalty and the execution of death row inmate still lead to discrimination and problems , so that it raises issues and legal uncertainty. Research shows that, in the perspective of the Constitutional Court against the death penalty principle that capital punishment is not contrary to the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 . While the Supreme Court in a ruling decided that the death penalty is contrary to the Human Rights and the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 , but there are also other decision affirming the death penalty , so the Supreme Court looks inconsistent . The application of the provisions of the legislation that contains a sentence of death for every criminal there is still discrimination, particularly the imposition of the death penalty is still limited to the crime of murder and terrorism . Process execution on death row there is still a problem , namely the existence of discrimination against the execution of the convict . Konstistusi Court and the Supreme Court as a judicial institution and other relevant state institutions , in every decision and future changes in the Penal Code , relating to the death penalty should be maintained and be consistent . Of the offenses punishable by death , and certain other criminal offenses judiciary is advisable to carry out fully and be objective . As well as the execution process , either period or the rights of death row inmates and the concrete rules should be formulated in a verdict dikontruksikan , so the legal certainty of the execution process , and the rights of death row inmates. Keywords:The Death Penalthy, Justice, Inodesia. Abstrak: Pidana mati adalah hukuman yang dijatuhkan pengadilan terhadap kejahatan berat atau tindak pidana serius. Saat ini masih ditemukan tumpah tindih penafsiran dan pelaksanaan kewenangan kekuasaan kehakiman antara Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung terhadap sebuah ketentuan undang-undang khususnya berkaitan dengan pidana mati, dan lembaga peradilan belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan undang-undang yang memuat ancaman berupa pidana mati dan proses eksekusi terhadap terpidana mati masih menimbulkan diskriminasi dan masalah, sehingga hal tersebut menimbulkan masalah dan ketidakpastian hukum.Penelitian menunjukkan bahwa, perspektif Mahkamah Konstitusi terhadap pidana mati berprinsip bahwa pidana mati tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Sedangkan Mahkamah Agung dalam beberapa putusannya memutuskan terlihat tidak konsisten. Penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memuat ancaman pidana mati bagi setiap pelaku tindak pidana masih terdapat diskriminasi, terutama penjatuhan pidana mati masih terbatas pada pembunuhan berencana dan tindak pidana terorisme. Proses pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati masih terdapat permasalahan, yaitu adanya diskriminasi, baik jangka waktu maupun pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati. Mahkamah Konstistusi dan Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan maupun lembaga negara terkait lainnya, disarankan dalam setiap putusan dan dalam perubahan KUHP kedepan, berkaitan dengan pidana mati hendaknya dipertahankan dan bersikap konsisten. Terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana mati dan tindak pidana tertentu lainnya lembaga peradilan disarankan untuk melaksanakan sepenuhnya dan bersikap objektif. Serta proses pelaksanaan eksekusi, baik jangka waktu maupun hak-hak terpidana mati hendaknya dirumuskan aturan konkrit dan dikontruksikan dalam putusan hakim, sehingga adanya kepastian hukum terhadap proses eksekusi dan hak-hak dari terpidana mati. Kata kunci : pidana mati, peradilan, Indonesia.
MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PENERAPAN PIDANA PENGEMBALIAN ANAK KEPADA ORANG TUA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Syarwani, Mohd.Din, Suhaimi.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (190.517 KB)

Abstract

Abstract-Generally, a juvenile criminal is a kind of ignorance and lack of monitoring and responsibility of the parents itself, in criminal juvenile justice system the perpetrator as the juvenile hence the existence is not only as the object but also subject, justification of criminal law putting back the child under parents guardian in justice system can be questioned as no mechanism on the monitoring. This research aims to explore how the mechanism of monitoring on the child sentenced to the return to the parents, whether the punishment of it based on the aim of punishment in criminal justice system, the research aims to know the mechanism of the monitoring, the aim of giving the child back to the parents in relation to the aim of the punishment in the system. This is preskriptive research. The research shows that the mechanism of monitoring on the juvenile convicted is returning back to the parents in criminal justice system is done through the sentence of probation and monitoring punishment. It shows that judges assumes that the punishment of monitoring is a punishment, in fact the laws regulating the mechanism of monitoring systematically on the child as a criminal sentenced the kind of punishment especially giving them back to the parets that can have its own understanding. In their community, meaning that the normative law enforcement that is substantively open the mindset or that they cannot be punished as they are under age criminal then their behavior cannot be prevented by criminal law. It is recommended that the mechanism of monitoring should be regulated in the laws for monitoring in order to realize the child as smart generations hence maximal juvenile court can be avoided on them in every case and there is a necessary of attention of stakeholders. Keywords: Monitoring Mechanism, Actions Abstrak: Pada umumnya anak melakukan kejahatan disebabkan kelalaian dan kurangnya pengawasan dari orang tua itu sendiri, dalam sistem peradilan pidana anak pelaku kejahatan dianggap sebagai anak nakal sehingga keberadaannya tidak saja sebagai subjek tetapi juga objek, maka justifikasi hukum pidana mengembalikan anak kepada orang tua sebagai bentuk tindakan (maatregel) dalam sistem peradilan pidana dapat dipertanyakan, karena belum tersedia mekanisme yang jelas tentang sistem pengawasan. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pengawasan terhadap anak yang dijatuhkan tindakan (maatregel) dikembalikan kepada orang tua dan tujuan dikembalikan anak kepada orang tua dikaitkan dengan tujuan pemidanaan dalam sistem peradilan. Metode penelitian yang digunakan penelitian perskriptif, hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan terhadap anak yang dikembalikan kepada orang tua dalam sistem peradilan pidana dilakukan melalui pidana bersyarat dan pidana pengawasan, ini menunjukkan bahwa hakim mengasumsikan pidana tersebut sebagai bentuk pengawasan, padahal dalam undang-undang belum ada pengaturan mekanisme pengawasan secara sistematis terhadap anak, tindakan (maatregel) demikian memiliki pemahaman tersendiri dalam komunitas anak artinya penegakan norma hukum secara substantif akan membuka ruang pemikiran atau stagment pada anak-anak bahwa mereka tidak dapat dikenakan pidana (straf) karena masih dibawah umur. Disarankan agar mekanisme pengawasan diatur sedemikian rupa dalam perundang-undangan tentang sistem pengawasan, demi mewujudkan anak sebagai generasi cerdas maka peradilan semaksimal mungkin menghindari penahakan terhadap anak dalam penanganan kasus serta pentingnya atensi seluruh stackholder. Kata kunci :Mekanisme pengawasan, Tindakan

Page 4 of 12 | Total Record : 112