Perspektif : Kajian Masalah Hukum dan Pembangunan
PERSPEKTIF is a peer-reviewed journal that publishes scientific articles in the field of law. The published articles are the results of original scientific research and review of legal interactions. PERSPEKTIF is published by the Institute for Research and Community Services (LPPM) of University of Wijaya Kusuma Surabaya. PERSPEKTIF accepts any manuscripts or articles in the field of law or legal studies from both national and international academicians and researchers. The articles published in PERSPEKTIF is published three times a year (in January, May, and September). Submitted article should follow the writing guidelines.
Articles
7 Documents
Search results for
, issue
"Vol 26, No 1 (2021): Edisi Januari"
:
7 Documents
clear
PENGUASAAN HAK ATAS TANAH BAGI BADAN HUKUM ASING DI INDONESIA
Desy Nurkristia Tejawati
Perspektif Vol 26, No 1 (2021): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30742/perspektif.v26i1.762
Hak atas tanah merupakan suatu hak yang melekat dan tidak dapat dihilangkan begitu saja yang berisikan penguasaan dan pemilikan. Penguasaan hak atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dikuasainya. Kedudukan badan hukum asing di Indonesia dalam hal penguasaan hak atas tanah adalah dengan menjadi subyek pemegang hak pakai dan hak sewa atas tanah. Badan hukum asing dalam hukum Indonesia merupakan badan hukum privat dan publik, sehingga badan hukum asing dengan adanya modal yang dimiliki yaitu modal asing sehingga dapat melakukan investasi di Indonesia. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria mengatur mengenai pembatasan dan pengecualian dalam hal pemilikan hak atas tanah oleh orang asing dan badan hukum asing. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal memberikan kemudahan pada badan hukum asing berkaitan dengan penguasaan hak atas tanah dalam melakukan investasi di Indonesia. Hal yang bertentangan tersebut menimbulkan problematika berkaitan dengan penguasaan hak atas tanah oleh badan hukum asing di Indonesia.The right to land is an inherent right and cannot be just eliminated, which contains control and ownership. Mastery of land rights contains a series of powers, obligation, and or prohibitions for rights holders to do something about the land and they control. The position of foreign legal entities in Indonesia in terms of control over land rights is by becoming the subject of holders of use rights and lease rights over land. Foreign legal entities in Indonesian law are private and public legal entities, so that foreign legal entities with their own capital so they can invest in Indonesia. Act Number 5 Year 1960 on Basic Agrarian Principles regulates restrictions and exceptions in terms of ownership of land rights by foreigners and foreign legal entities. Act Number 25 Year 2007 about capital investment provide convenience to foreign legal entities relating to control of land rights in investing in Indonesia. This contradiction creates problems related to the control of land rights by foreign legal entities in Indonesia.
PERSANDINGAN LEMBAGA OMBUDSMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN OMBUDSMAN PERWAKILAN DAERAH PROVINSI
Noviana Noviana
Perspektif Vol 26, No 1 (2021): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30742/perspektif.v26i1.790
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki dua lembaga pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik yaitu Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta dan Ombudsman Perwakilan Daerah Provinsi sehingga perlu dikaji mengenai kedudukan hukum Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta dalam sistem otonomi daerah dan hubungannya dengan kedudukan Ombudsman Perwakilan Daerah Provinsi agar tidak terjadi pertentangan. Penelitian hukum normatif ini menggunakan metode pendekatan statute approach dan case approach. Hasil penelitian menunjukan bahwa Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan lembaga independen daerah sebagai salah satu wujud pengejawantahan asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah pada kerangka otonomi daerah sedangkan Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hubungan fungsional dengan Ombudsman Perwakilan Daerah Provinsi. Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta berbeda dengan Ombudsman Perwakilan Daerah Provinsi namun pengaturan mengenai lembaga ombudsman nasional, ombudsman perwakilan di daerah dan ombudsman daerah masih tumpang tindih antara satu dengan yang lain serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 belum memberikan pengakuan terhadap lembaga ombudsman yang dibentuk oleh pemerintah daerah.The Special Region of Yogyakarta has two institutions to supervise the implementation of public services, namely The Special Region of Yogyakarta Ombudsman Institute and the Provincial Representative Ombudsman so that it is necessary to study the legal position of the The Special Region of Yogyakarta Ombudsman Institute in the regional autonomy system and its relationship to the position of the Provincial Representative Ombudsman so that there is no future conflict. This normative legal research uses a statute approach and a case approach. The results showed that The Special Region of Yogyakarta Ombudsman Institute is a regional independent institution as a manifestation of the decentralization principle in administering regional governance in the framework of regional autonomy, while The Special Region of Yogyakarta Ombudsman Institute has a functional relationship with the Provincial Representative Ombudsman. The Special Region of Yogyakarta Ombudsman Institute is still different from the Provincial Representative Ombudsman, but the regulations regarding the national ombudsman, regional representative ombudsman and regional ombudsman still overlap with one another and Law Number 23 of 2014 has not given recognition to the ombudsman institution established by regional government.
NIKAH SIRI DALAM PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN INDONESIA
Kharisudin Kharisudin
Perspektif Vol 26, No 1 (2021): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30742/perspektif.v26i1.791
Nikah Siri merupakan pernikahan yang dilakukan dengan menggunakan ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan dan ditentukan agama atau harus memenuhi syarat-syarat secara adat dengan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan akan tetapi tidak dicatatkan, jadi pernikahan tersebut dianggap sah oleh sebagian masyarakat namun dianggap tidak sah oleh negara. Dalam penulisan ini penulis melakukan penelitian dengan tujuan agar diketahui persepsi hukum terhadap nikah siri dari sudut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Pendekatan dalam penulisan karya ilmiah ini dilakukan dengan menggunakan statute approach. Kompilasi Hukum Islam menyebutkan nikah siri adalah nikah yang tidak sah, disini akan lebih jelas lagi bagaimana aturan hukum yang ada bisa menjadi tidak sama dengan pemahaman yang ada di masyarakat. Faktor personal antara lain karakteristik masyarakat dalam memahami nikah siri yang dijadikan sebagai alasan pembenar, sedangkan faktor tingkat kesadaran hukum yaitu tingkat pemahaman hukum masyarakat dan aturan yang ada dan berlaku di Indonesia khususnya UU Nomor 1 Tahun 1974 serta KHI kurang begitu diperhatikan. Hasil dari penelitian ini adalah pemahaman konsekuensi hukum yang ditimbulkan dari nikah siri ditunjukkan dengan adanya kasus yang terjadi pada nikah siri ini.Siri marriage is a marriage that is carried out using conditions that have been outlined and determined by religion or must meet customary requirements by fulfilling specified conditions but are not enforced, so the marriage is dependent on a part of society but is not legal by the state. The writing of this research conducted research with the aim of knowing the legal perceptions of unregistered marriage from the perspective of Compilation of Islamic Law and the Marriage Law in Indonesia. The approach in this scientific paper is carried out using a statutory approach. The Compilation of Islamic Law states that unregistered marriage is illegitimate marriage. Personal factors are another reason for the community to understand unregistered marriage which is used as a justifying awareness factor, while the level of legal awareness, namely the level of understanding of community law and existing and applicable rules in Indonesia, especially Law Number 1 of 1974 and KHI was not given much attention. The result of this research is an understanding of the legal consequences of marriage as indicated by the cases that occur in this unregistered marriage.
TINJAUAN YURIDIS MITRA KERJA (PENGEMUDI) PADA PERUSAHAAN FORWARDING (TRANSPORTASI)
Liana Sopaheluwakan
Perspektif Vol 26, No 1 (2021): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30742/perspektif.v26i1.741
Perusahaan forwarding jasa di bidang transportasi merupakan perkembangan terbaru dalam jasa transportasi di Indonesia yang menimbulkan polemik terkait hubungan kerja antara pengemudi dan perusahaan forwarding tersebut. Penelitian ini membahas mengenai hubungan hukum antara mitra kerja dengan perusahaan forwarding, serta membahas perlindungan hukum terhadap pengemudi dalam perjanjian kemitraan dengan perusahaan forwarding. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis ialah metode yuridis normatif. Melalui pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, penulis mencoba menelaah beberapa problem yang kemungkinan muncul berdasarkan praktik di lapangan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hubungan hukum para pihak dalam perjanjian kemitraan bukanlah suatu hubungan kerja, karena dalam perjanjian kemitraan tidak mengenal istilah atasan dan bawahan. Di samping itu, mitra dalam praktiknya tidak menerima upah atau gaji dari perusahaan forwarding sehingga perlindungan hukum terhadap mitra tidak dapat diterapkan aturan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam konteks perjanjian kerja. Penelitian ini menyarankan agar perlindungan hukum antara pengemudi dan perusahaan forwarding didasarkan pada perjanjian kemitraan dan pentingnya mengutamakan kesepakatan kedua pihak dalam menyusun substansi perjanjian kemitraan tersebut.Forwarding company in the transportation sector was the latest innovation in transportation services in Indonesia which has caused a polemic regarding the working relationship between the driver and the forwarding company. This study discusses the legal relationship between work partners and forwarding companies, and discusses legal protection of drivers in partnership agreements with forwarding companies. The research method used by the author is the normative juridical method. Through a statutory and conceptual approach, the author tries to examine some of the problems that may arise based on practice in the field. This study concludes that the legal relationship between the parties in the partnership agreement is not a working relationship, because the partnership agreement does not recognize the terms superiors and subordinates. In addition, in practice partners do not receive wages or salaries from forwarding companies so that legal protection for partners cannot be applied to the rules in Law No. 13 of 2003 on work agreement. This research suggests that legal protection between drivers and forwarding companies is based on a partnership agreement and the importance of prioritizing the agreement of both parties in preparing the substance of the partnership agreement.
REFORMA AGRARIA DI INDONESIA
Retno Sulistyaningsih
Perspektif Vol 26, No 1 (2021): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30742/perspektif.v26i1.753
Tujuan utama pembaharuan agraria di Indonesia yakni memberikan kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat. Hal ini diupayakan Pemerintah melalui penyusunan kebijakan di bidang pertanahan, meskipun dalam perkembangannya terdapat kebijakan-kebijakan yang seolah mencederai falsafah dan prinsip hukum yang ada di dalam UUPA. Penelitian normatif yang menggunakan metode pendekatan perundang-undangan ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan reforma agraria yang telah dilakukan oleh pemerintah, masih meninggalkan permasalahan utama yang dihadapi di bidang pertanahan yang menimbulkan konflik atau sengketa di bidang pertanahan khususnya legalisasi dan redistribusi tanah yang meskipun memberikan dampak positif bagi masyarakat namun juga mampu menjawab permasalahan mengenai sengketa pertanahan yang sebenarnya merupakan salah satu tugas utama yang harus diselesaikan dalam melaksanakan reformasi agraria. Peneltitian ini menyarankan pentingnya evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan di bidang pertanahan dan tetap memperhatian falsafah maupun prinsip-prinsip dasar yang ada di dalam UUPA sehingga tujuan dari pembaharuan agraria dapat berjalan sebagaimana mestinya dan dapat memberikan dampak kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat.The main purpose of agrarian reform in Indonesia is to provide welfare to all levels of society. The Government was strive on this issue through formulating policies in the land sector, even though in practice there are policies that seem to injure the philosophy and legal principles contained in the UUPA. This normative research that uses the statute approach method shows that in the implementation of agrarian reform that has been carried out by the government, it still leaves the main problems faced in the land sector that cause conflicts or disputes in the land sector, especially land legalization and redistribution although has a positive impact on society but is also able to answer problems regarding land disputes which is actually one of the main tasks that must be resolved in implementing agrarian reform. This research suggests the importance of evaluating policies in the land sector while still paying attention to the philosophy and basic principles contained in the UUPA so that the objectives of agrarian reform can run properly and can have a welfare impact on all levels of society.
PEMANFAATAN DISKRESI KEWENANGAN PEMUNGUTAN DAN PENAGIHAN PAJAK DI MASA PANDEMI COVID-19
F.C. Susila Adiyanta;
C. Sri Widyastuti;
Evi Rosalina
Perspektif Vol 26, No 1 (2021): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30742/perspektif.v26i1.788
Dasar pertimbangan pemerintah dalam menggunakan diskresi kewenangan pajak di masa pandemi Covid-19 menggunakan metode pendekatan doktrinal. Berbagai bauran kebijakan Pemerintah berupa berbagai produk hukum Peraturan Menteri Keuangan di bidang perpajakan yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah Direktorat Jenderal Pajak merupakan bentuk penggunaan diskresi kewenangan dalam pemungutan dan penagihan pajak, berdasarkan pada pertimbangan untuk tujuan menyelamatkan penerimaan negara dari sektor pajak dengan tetap tunduk pada norma hukum positif yang berlaku. Fleksibilitas penggunaan diskresi kewenangan untuk pemungutan dan penagihan pajak pada masa pandemi Covid-19, diantaranya digunakan untuk memfasilitasi program perlindungan sosial dan kesehatan masyarakat, mengalokasikan dana stimulus dan relaksasi fiskal secara lebih merata. Rekomendasi dari hasil penelitian yuridis normatif ini adalah: Pemerintah hendaknya tetap mempertimbangkan prinsip ability to pay dan membuat kebijakan perluasan basis pajak dalam memungut dan melakukan penagihan pajak; Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai kebijakan insentif pajak dan memfasilitasi kemudahan administrasi perpajakan dengan tarif pajak yang kompetitif bagi investor yang mendukung pertumbuhan iklim ekonomi.The basis for the government’s consideration in using discretionary tax authority during the Covid-19 pandemic uses a doctrinal approach. Various government policy mixes in the form of various legal products of the Minister of Finance Regulation in the field of taxation which are implemented by the Government of the Directorate General of Taxes are a form of discretion of power in tax collection and collection, based on considerations for the purpose of saving state revenue from the tax sector by remain subject to the prevailing positive legal norms. Flexibility in using discretionary authority for tax collection and collection during the Covid-19 pandemic, including being used to facilitate social protection and public health programs, allocating stimulus funds and fiscal relaxation more equitably. Recommendations from this normative juridical research are: The government should considers the principle of ability to pay and makes policies on expanding the tax base in collecting and collecting taxes; The government needs to consider various tax incentive policies and facilitate ease of tax administration with competitive tax rates for investors that support economic growth.
PEMBAHARUAN SISTEM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH YANG BERKUALITAS SELAMA MASA PANDEMI COVID-19
Lili Suriyanti;
Edi Mulyadi ZS
Perspektif Vol 26, No 1 (2021): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30742/perspektif.v26i1.785
Pemilukada merupakan perwujudan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara demokratis meskipun dalam prakteknya Pemilukada langsung justru dapat menimbulkan biaya tinggi. Sistem penyelenggaraan Pemilukada harus dijalankan secara demokratis agar efektifitas dan kepastian hukum terjamin dengan peran Kepala Daerah yang berkualitas dan mampu melakukan perubahan di bidang sosial, ekonomi, dan politik di wilayahnya. Penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep yang kemudian dianalisa secara deskriptif kualitatif. Sistem penyelenggaraan Pemilukada langsung tetap dipertahankan melalui pola asimetris dan/atau delegasi dengan memperhatikan tingkat kerawanan praktek politik uang dan tingkat kerawanan konflik horizontal di masing-masing daerah yang diatur oleh undang-undang. Implementasi pemilukada langsung ini perlu didukung dengan “pengadilan khusus” di setiap daerah untuk menangani sengketa Pemilukada dan penanganan tindak pidana pemilu guna terwujudnya kepastian hukum. Penelitian ini menyarankan perlunya rekonstruksi kebijakan pemilu daring serta dilakukan perubahan syarat pendidikan minimal sarjana, lulus uji publik yang dilaksanakan dari internal partai maupun uji publik oleh KPUD dengan melibatkan unsur masyarakat demi terpilihnya Kepala Daerah yang berkualitas.Pemilukada is a manifestation of people’s sovereignty which is implemented in a democratic manner, although it can cause high costs in practice. The Pemilukada implementation system must be implemented in a democratic manner so that the effectiveness and legal certainty is guaranteed by the role of a district head who is qualified and able to make changes in the social, economic, and political fields in spesific region. This normative juridical research uses a statutory and conceptual approachthen analyzed descriptively qualitatively. Pemilukada implementation system is maintained through an asymmetrical pattern and/or delegation by taking into account the level of vulnerability in money politics practices and the level of vulnerability to horizontal conflicts in each region as regulated by law. The implementation of this direct post-conflict local election needs to be supported by “special courts” in each region to handle election disputes and handling election crimes in order to realize legal certainty. This research suggests the need for online election policy reconstruction as well as changes to the minimum education requirements of undergraduate degrees, passing public tests carried out from internal parties as well as public tests by KPUD involving elements of society for the election of a quality regional head.