cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 11, No 4 (2009)" : 12 Documents clear
Profil Antioksidan dan Oksidan Pasien Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut pada Kemoterapi Fase Induksi ( Studi Pendahuluan) Kirana Kamima; Djajadiman Gatot; Sri Rezeki S. Hadinegoro
Sari Pediatri Vol 11, No 4 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.4.2009.282-88

Abstract

Latar belakang. Telah diketahui bahwa sel kanker dan obat kemoterapi pada leukemia limfoblastik akut(LLA) melepaskan radikal bebas. Berakibat akan terjadi stres oksidatif apabila kadar oksidan meningkat danantioksidan menurun, ditandai dengan peningkatan kadar malondialdehid (MDA).Tujuan. Mengetahui profil antioksidan dan oksidan pasien LLA sebelum dan sesudah mendapat kemoterapifase induksi.Metode. Penelitian uji potong lintang pada pasien LLA yang dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan AnakFKUI-RSCM sejak bulan Januari sampai Juni 2009. Kadar antioksidan (􀁅-karoten, vitamin C, dan vitaminE plasma) serta kadar oksidan (MDA plasma) diperiksa sebelum kemoterapi, dan setelah kemoterapi mingguke-3 dan minggu ke-6.Hasil. Empat belas kasus baru LLA diikutsertakan dalam penelitian. Dijumpai kadar MDA pada tiga kalipemeriksaan meningkat. Kadar MDA pada LLA high risk (HR) meningkat setelah kemoterapi dibandingkansebelum kemoterapi. Kadar MDA pada LLA standard risk (SR) menurun setelah kemoterapi dibandingkansebelum kemoterapi. Sebelum kemoterapi kadar rerata vitamin C normal, vitamin E rendah, 􀁅-karoten rendahdan setelah minggu ke-3 kemoterapi kadar vitamin C tetap normal, namun terdapat penurunan kadar vitaminE dan 􀁅-karoten. Pada subjek dengan efek samping kemoterapi yang ditunjukkan dengan peningkatan enzimtransaminase dan neutropenia, terjadi penurunan kadar 􀁅-karoten dan vitamin E serta MDA yang tinggi.Kesimpulan. Stres oksidatif terjadi sebelum kemoterapi karena radikal bebas yang dilepaskan sel kankerdan tetap berlangsung saat pemberian kemoterapi. Stres oksidatif pada LLA HR lebih berat dibandingkanLLA SR. Adanya kadar MDA tinggi dan vitamin antioksidan rendah mempermudah terjadi efek sampingkemoterapi
Peran Zinkum Terhadap Pertumbuhan Anak Leon Agustian; Tiangsa Sembiring; Ani Ariani
Sari Pediatri Vol 11, No 4 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.4.2009.244-9

Abstract

Zinkum merupakan zat yang esensial dan berperan dalam reaksi yang luas dalam metabolisme tubuh, terdapat di hampir semua sel tubuh terutama tulang dan otot. Zinkum banyak dijumpai pada daging, susu, dan beberapa makanan laut. Angka kecukupan Zn yang dianjurkan 3-5 mg/hari (bayi), 8 -10 mg/hari (1–9 tahun), dan 15 mg/hari ( ≥10 tahun). Dalam proses pertumbuhan, Zn berperan dalam sintesis protein yang dibutuhkan untuk pembentukan jaringan baru, pertumbuhan, dan perkembangan tulang. Anak mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami defisiensi. Pemberian suplementasi Zn pada bayi dan anak memberikan efek yang positif terhadap pertumbuhan.
Hipertensi Krisis pada Anak Sudung O. Pardede
Sari Pediatri Vol 11, No 4 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (90.44 KB) | DOI: 10.14238/sp11.4.2009.289-97

Abstract

Hipertensi krisis adalah keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan segera. Hipertensi krisisdibedakan atas hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi berarti hipertensi yangdisertai kerusakan organ target sedangkan hipertensi urgensi merupakan hipertensi yang tidak disertaikerusakan organ target. Umumnya hipertensi pada anak adalah hipertensi sekunder, dan penyebab hipertensikrisis yang paling sering adalah penyakit renoparenkim dan renovaskular. Hipertensi krisis terjadi melaluibeberapa mekanisme antara lain melalui sistem renin angiotensin, overload cairan, stimulasi simpatetik,disfungsi endotel, dan obat-obatan. Sebagai keadaan gawat darurat, prinsip tata laksana hipertensi krisisadalah menurunkan tekanan darah secepatnya untuk mencegah kerusakan organ target. Penangananhipertensi krisis meliputi pemberian antihipertensi onset cepat, mengatasi kelainan organ target (otak,jantung, retina), mencari dan menanggulangi penyebab hipertensi, serta terapi suportif. Antihipertensi yangsering digunakan adalah labetalol, nikardipin, natrium nitroprusid, diazoksida, hidralazin, fenoldopam,klonidin, sedangkan di Indonesia, antihipertensi yang digunakan untuk tata laksana hipertensi krisis adalahklonidin, nifedipin, natrium nitroprusid, dan nikardipin. (
Perbandingan Efektivitas antara Probiotik Hidup dengan Probiotik Mati pada Anak dengan Malabsorpsi Laktosa Novie Homenta Rampengan; Jeannette Irene Chirstie Manoppo; Sarah Maria Warouw
Sari Pediatri Vol 11, No 4 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.863 KB) | DOI: 10.14238/sp11.4.2009.250-6

Abstract

Latar belakang. Malabsorpsi laktosa merupakan kondisi paling sering menyebabkan gizi kurang pada anak, karena laktosa tidak dapat dihidrolisis secara sempurna di usus halus. Probiotik merupakan suplemen makanan yang dapat memberikan keuntungan pada pasien dengan malabsorpsi laktosa, tetapi belum jelas apakah probiotik hidup atau probiotik mati lebih efektif.Tujuan. Menentukan efektivitas probiotik hidup dan probiotik mati dengan melakukan Uji Hidrogen Napas setelah diberi probiotik.Metode. Uji klinis dengan desain sebelum dan sesudah diberi perlakuan di lima Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Tuminting, Manado selama bulan Maret sampai Mei 2008. Kriteria inklusi anak sehat umur 10-12 tahun, status gizi >90% menurut kriteria Center of Disease Control (CDC) dan UHN >20 part per million (ppm). Dilakukan pengacakan sederhana pada anak dengan malabsorpsi laktosa.Hasil. Terdapat 130 anak yang diperiksa, 86 anak memenuhi kriteria di bagi dua tiap kelompok, namun hanya 39 anak kelompok probiotik hidup dan 40 anak kelompok probiotik mati dapat menyelesaikan studi. Terdapat perbedaan bermakna dari UHN menit ke-120 sebelum dan sesudah pemberian probiotik hidup dan probiotik mati pada anak dengan malabsorpsi laktosa (p<0,001). Ketika kedua kelompok dibandingkan, tidak terdapat perbedaan pada UHN menit ke-120 sesudah pemberian probiotik hidup dan probiotik mati (p=0,453).Kesimpulan. Pemberian probiotik hidup dan probiotik mati selama 2 minggu dapat menurunkan nilai UHN pada anak dengan malabsorpsi laktosa, namun tidak terdapat perbedaan efektivitas antara kedua kelompok serta tidak dijumpai efek samping selama studi.
Sferositosis Herediter: laporan kasus Teny Tjitra Sari; Ismi Citra Ismail
Sari Pediatri Vol 11, No 4 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.166 KB) | DOI: 10.14238/sp11.4.2009.298-304

Abstract

Sferositosis herediter (SH) merupakan salah satu jenis anemia hemolitik yang disebabkan defek molekularpada satu atau lebih protein sitoskleletal sel darah merah. Diagnosis SH sulit untuk ditegakkan karenatidak ada tanda atau gejala yang patognomonik. Seorang bayi laki-laki, usia 5 bulan datang dirujuk seorangdokter spesialis anak dengan dugaan talasemia dan riwayat batuk dan pilek, demam yang tidak terlalu tinggi,kurang aktif, dan didapatkan kadar hemoglobin (Hb) 6,4 g/dL. Diagnosis sferositosis herediter ditegakkanberdasarkan adanya riwayat kuning saat neonatus, anemia, splenomegali, ditemukannya sferosit yang banyakpada pemeriksaan darah tepi, dan analisis protein membran eritrosit menunjukkan defisiensi spektrin alfa.Pasien diberi asam folat dan transfusi darah. Splenektomi belum terindikasi karena anemia masih dapatdikompensasi oleh sumsum tulang.
Hipertensi pada Sindrom Metabolik Syafruddin Haris; Taralan Tambunan
Sari Pediatri Vol 11, No 4 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (93.264 KB) | DOI: 10.14238/sp11.4.2009.257-63

Abstract

Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang.Seiring dengan meningkatnya kejadian obesitas, dikenal sindrom metabolik yang terdiri dari obesitassentral, resistensi insulin, hipertensi, dan dislipidemia berupa kadar trigliserida yang tinggi dan kolesterolhigh density lipoprotein (HDL) yang rendah. Sindrom metabolik terutama disebabkan oleh obesitas danresistensi insulin. Selain sebagai tempat penyimpanan energi, jaringan lemak juga menghasilkan faktor yangmenyebabkan hipertensi. Jaringan lemak dapat menguraikan angiotensin dari sistem angiotensin-renin.Pada obesitas, terjadi resistensi insulin dan gangguan fungsi endotel pembuluh darah yang menyebabkanvasokonstriksi dan reabsorbsi natrium di ginjal dan menyebabkan hipertensi. Penurunan berat badanmerupakan faktor penting dalam tata laksana sindrom metabolik dengan hipertensi yang dicapai dengandiet, latihan, medikamentosa atau gabungan hal-hal tersebut. Obat antihipertensi dapat dipertimbangkansebagai bagian pendekatan holistik dalam tata laksana. (
Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah Urban Jakarta Kholisah Nasution; M. Azharry Rully Sjahrullah; Kartika Erida Brohet; Krishna Adi Wibisana; M. Ramdhani Yassien; Lenora Mohd. Ishak; Liza Pratiwi; Corrie Wawolumaja; Bernie Endyarni
Sari Pediatri Vol 11, No 4 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.884 KB) | DOI: 10.14238/sp11.4.2009.223-8

Abstract

Latar belakang. Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas padaanak terutama usia 6-23 bulan. Beberapa faktor dianggap berhubungan dengan ISPA antara lain, jenis kelamin,usia balita, status gizi, imunisasi, berat lahir balita, suplementasi vitamin A, durasi pemberian ASI, pendidikanibu, pendapatan keluarga, crowding, pajanan rokok, serta pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu terhadap ISPA.Tujuan. Mengetahui angka prevalensi ISPA pada balita di Rukun Warga (RW) 04 Pulo Gadung sertafaktor-faktor yang berhubungan.Metode. Penelitian potong lintang yang dilakukan pada 103 subjek menggunakan guided questionnaire yangvalid dan reliable untuk mengetahui apakah terdapat diagnosis ISPA dalam satu bulan terakhir pada anakusia 6 bulan–59 bulan serta faktor-faktor yang berhubungan, di RW 04 Kelurahan Pulo Gadung, JakartaTimur, pada bulan Desember 2008.Hasil. Prevalensi ISPA pada balita 40,8%, didapatkan hubungan bermakna antara pajanan asap rokok(p=0,006) dan riwayat imunisasi (p=0,017) dengan prevalensi ISPA pada balita. Namun tidak didapatkanhubungan antara jenis kelamin, usia, status gizi subjek, tingkat pendidikan responden, pendapatan keluarga,crowding, jumlah rokok, suplementasi vitamin A, durasi ASI total dengan prevalensi ISPA pada balita.Kesimpulan. Prevalensi ISPA pada balita cukup tinggi dan terdapat hubungan bermakna antara pajananasap rokok dan riwayat imunisasi dengan prevalensi ISPA pada balita
Efektifitas Dukungan Sosial Dokter kepada Orangtua dalam Tata Laksana Anak Asma Fx. Wikan Indrarto; Sutaryo Sutaryo; Djauhar Ismail
Sari Pediatri Vol 11, No 4 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.4.2009.305-10

Abstract

Latar belakang. Salah satu keberhasilan tata laksana anak asma ditentukan oleh kebersamaan (partnership) yang terbentuk antara dokter dengan orangtua. Dalam kebersamaan tersebut, orangtua harus diberi dukungan sosial (social support) oleh dokter mencakup dukungan informasi, emosi, penghargaan (appraisal), dan alat bantu (instrumental) tentang asma.Tujuan. Menilai efektifitas pemberian dukungan sosial dokter kepada orangtua dalam tata laksana anak asma.Metode. Studi intervensi dengan desain kuasi eksperimental, dan interupted time-series design. Tempat penelitian di Klinik Anak RS Bethesda Yogyakarta selama bulan Juli-Desember 2008. Intervensi yang diteliti adalah pemberian dukungan sosial dokter di ruang praktek, kepada 82 orangtua dalam tata laksana anak asma. Pengaruh yang terjadi diukur, berdasarkan penilaian orangtua maupun dokter.Hasil. Pemberian dukungan sosial dokter di ruang praktek, tidak berhubungan dengan perbaikan gejala klinis anak asma, berdasarkan penilaian orangtua (OR=1,01; IK 95% 0,57-2,10) maupun penilaian dokter (OR=1,02; IK 95% 0,79-2,21) dan perbaikan kualitas hidup menurut orangtua (OR=1,03; IK 95% 0,46-3,12). Dukungan penghargaan kepada orangtua oleh dokter merupakan dukungan sosial yang paling memberikan kepuasan kepada orangtua (p<0,05).Kesimpulan. Pemberian dukungan sosial dokter tidak berhubungan dengan keberhasilan tata laksana anak asma. Kepuasan orangtua akan pemberian dukungan sosial dokter, terutama diperoleh dari jenis dukungan penghargaan.
Profil Asidosis Tubulus Renalis pada Anak di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta Erwin Lukas Hendrata; Taralan Tambunan; Damayanti Rusli Sjarif; Imral Chair
Sari Pediatri Vol 11, No 4 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.4.2009.264-75

Abstract

Latar belakang. Asidosis tubulus renalis (ATR) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh gangguanreabsorpsi bikarbonat (HCO3-) di tubulus proksimal renal atau gangguan pengasaman urin (sekresi ion H+)di tubulus distal. Ditandai oleh asidosis metabolik hiperkloremik, senjang anion plasma normal, dan fungsiglomerulus normal.Sampai saat ini diagnosis ATR masih sulit ditegakkan terutama karena gejala klinis yangtidak spesifik. Tanpa pengobatan dini, adekuat, dan berkesinambungan maka anak dengan ATR berpotensimengalami gangguan pertumbuhan, nefrokalsinosis, nefrolitiasis, osteomalasia, gagal ginjal, hiperkalemia,atau bahkan kematian.Tujuan.Menilai profil anak dengan asidosis tubulus renalis sehingga diagnosis dan pengobatan ATR dapatdilakukan lebih dini.Metode. Penelitian serial kasus dengan sumber data diperoleh dari rekam medis pasien ATR yang berobatdi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit CiptoMangunkusumo (IKA FKUI-RSCM) sejak Januari 1998 hingga Desember 2008.Hasil. Didapatkan 54 pasien ATR baru yang berarti terjadi peningkatan lebih dari 9 kali lipat dibandingpenelitian terdahulu yang dilakukan pada tahun 1975-1995. Peningkatan tersebut mungkin disebabkanmeningkatnya kewaspadaan petugas kesehatan terhadap gejala gagal tumbuh dan ATR diduga sebagai salahsatu etiologinya. Gejala tersering yang ditemukan adalah gagal tumbuh, perawakan pendek, dan anoreksia.Nefrokalsinosis didapatkan pada 6 (21%) dari 28 subjek penelitian. Setelah pemberian terapi alkali, denganrerata lama pengamatan 20 bulan, peningkatan BB/TB terjadi pada 27/34 subjek. Peningkatan BB/TBterjadi terutama dalam 6 bulan pertama pengobatan.Kesimpulan. Gagal tumbuh, terutama bila disertai perawakan pendek, anoreksia, dan muntah pada seoranganak dapat dipakai sebagai petunjuk untuk kemungkinan diagnosis ATR.
Prevalens dan Sebaran Faktor Risiko Mikosis Sistemik pada Neonatus dengan Sepsis Awitan Lambat di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Didik Wijayanto; Idham Amir; Retno Wahyuningsih; Endang Windiastuti
Sari Pediatri Vol 11, No 4 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (89.109 KB) | DOI: 10.14238/sp11.4.2009.229-37

Abstract

Latar belakang. Infeksi jamur sistemik merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas padaneonatus dengan gejala klinis yang mirip dengan sepsis. Mengetahui prevalens, pola jamur, faktor risiko,profil klinis, terapi, dan luaran klinis diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas infeksi jamurpada neonatus.Tujuan. Mengetahui prevalens dan faktor risiko mikosis sistemik pada neonatus dengan sepsis awitanlambat.Metode. Studi potong lintang retrospektif dengan penelusuran rekam medis Departemen Ilmu KesehatanAnak sejak bulan Januari 2005- Desember 2008.Hasil. Seratus empat puluh satu neonatus mengalami sepsis awitan lambat, 10 subjek tidak memenuhikriteria inklusi sehingga terdapat 131 subjek yang dapat dianalisis. Lima puluh lima (42%) subjek terbuktimengalami infeksi mikosis sistemik. Manifestasi klinis yang mencolok adalah infeksi pada sistem respirasidan gastrointestinal. Faktor risiko infeksi jamur yang ditemukan pada studi ini adalah pemasangan kateterintravena, nutrisi parenteral, dan masa rawat lama. Profil laboratorium yang jelas adalah trombositopeni,CRP> 10, dan rasio IT >0,2. Setelah dilakukan analisis multivariat dan regresi logistik maka faktor risikoyang bermakna adalah muntah, tidak diare, dan masa rawat lama.Kesimpulan.Prevalens infeksi jamur sistemik pada sepsis awitan lambat 42% dengan penyebab Candida sp. Faktorrisiko yang bermakna adalah muntah, tidak diare, dan masa rawat lama. 

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2009 2009


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue