cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 12, No 3 (2010)" : 12 Documents clear
Small Dense Low Density Lipoprotein Sebagai Prediktor Risiko Penyakit Jantung Koroner pada Anak Lelaki Obes Pra-Pubertal Aryono Hendarto
Sari Pediatri Vol 12, No 3 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.3.2010.197-203

Abstract

Latar belakang. Meningkatnya prevales obesitas pada anak menyebabkan meningkatnya komorbiditasakibat penyakit lain, salah satunya adalah penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular merupakansalah satu penyakit penyebab kematian yang penting. Small Dense LDL (sdLDL) pada obesitas dewasaterbukti dapat dijadikan prediktor risiko penyakit jantung koroner. Penelitian serupa pada obesitas anakbelum pernah dilakukan.Tujuan. Mengetahui faktor risiko PJK pada obesitas anak dengan menggunakan sdLDL, serta kaitan adipositokindengan timbulnya faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK).Metode. Penelitian potong lintang untuk mendeteksi risiko PJK dan peran indeks massa tubuh (IMT),masa lemak tubuh (MLT), leptin, adiponektin dan TNF-􀄮 terhadap risiko PJK pada anak lelaki obes prapubertalusia 5-9 tahun. Indeks massa tubuh ditentukan dengan menggunakan kurva CDC, massa lemaktubuh dihitung dengan alat body fat analyzer. Profil lipid, CRP, leptin, adiponektin, dan TNF-􀄮 diperiksasetelah subjek puasa selama 12 jam. Leptin, adiponektin, dan TNF-􀄮􀀃diperiksa dengan cara ELISA.Hasil. Seluruh subjek mempunyai IMT di atas nilai normal demikian pula MLT. Sebagian besar subjekmempunyai kadar TG, kolesterol total dan LDL meningkat dengan kadar kolesterol HDL menurun.Small dense LDL ditemukan pada sebagian kecil subjek. Kadar leptin dan TNF-􀁁 meningkat, sedangkankadar adiponektin menurun. Hanya sebagian kecil subjek mengalami inflamasi kronik derajat rendah yangditentukan dengan memeriksa CRP.Kesimpulan. Risiko PJK telah tampak pada anak lelaki obes pra-pubertal. Indeks massa tubuh, MLT, leptin,adiponektin dan TNF-􀁁 tidak berhubungan dengan terjadinya sd LDL.
Status Gizi Berdasarkan Subjective Global Assessment Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Lama Perawatan Pasien Rawat Inap Anak Fina Meilyana; Julistio Djais; Herry Garna
Sari Pediatri Vol 12, No 3 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (75.952 KB) | DOI: 10.14238/sp12.3.2010.162-7

Abstract

Latar belakang. Length of stay (LOS) adalah masa rawat seorang pasien di rumah sakit dihitung sejakpasien masuk rumah sakit dan keluar rumah sakit, yang dipengaruhi oleh faktor usia, komorbiditas, hipermetabolisme,dan kegagalan organ serta defisiensi nutrisi. Status gizi merupakan salah satu komponenyang mempengaruhi biaya perawatan, lama hari perawatan, dan kualitas hidup. Salah satu cara penilaianstatus gizi adalah subjective global assessment (SGA) yang terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisis yangmencerminkan perubahan metabolik dan fungsional.Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh status gizi berdasarkan SGA terhadap lama perawatanpasien rawat inap anak.Metode. Penelitian analitik observasional dengan rancangan kohort prospektif dilakukan selama periodeFebruari - Juni 2010 terhadap 311 pasien yang menderita infeksi akut usia 1 bulan 14 tahun yang dirawatdi ruang perawatan anak kelas III RSUP dr. Hasan Sadikin. Penilaian status gizi berdasarkan SGA dikelompokanmenjadi SGA A (gizi baik), SGA B (malnutrisi ringan + sedang, dan SGA C (malnutrisi berat).Hasil. Berdasarkan penilaian status gizi dengan SGA berturut-turut didapatkan SGA A, SGA B, dan SGAC sebesar 114 (36,7%), 98 (31,5%), dan 99 (31,8%). Dengan menggunakan uji chi square, didapatkanperbedaan lama perawatan yang bermakna (p<0,001) pada kelompok subjek SGA C dibandingkan kelompokSGA B dan SGA A. Berdasarkan analisis multivariat regresi logistik, kelompok SGA C berisiko 2,205 kalilebih tinggi untuk menjalani perawatan lebih lama (RR: 2,205; 95% CI: 1,151-4,227).Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi yang dinilai dengan SGA terbukti berpengaruhterhadap lama hari perawatan dan dapat dianjurkan untuk digunakan dalam penilaian status gizi.
Peran Instrumen Modifikasi Tes Daya Dengar sebagai Alat Skrining Gangguan Pendengaran pada Bayi Risiko Tinggi Usia 0-6 Bulan Rini Andriani; Rini Sekartini; Ronny Suwento; Jose RL Batubara
Sari Pediatri Vol 12, No 3 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.56 KB) | DOI: 10.14238/sp12.3.2010.174-83

Abstract

Latar belakang. Gangguan pendengaran pada bayi dapat menghambat perkembangan bicara, bahasa, dankemampuan kognitif. Identifikasi dan intervensi segera dengan program skrining akan mencegah konsekuensitersebut. Pemeriksaan elektrofisiologi merupakan alat skrining yang direkomendasikan namun memerlukanalat khusus, biaya dan tenaga ahli, sehingga diperlukan kuesioner pendengaran (hearing checklist) sebagaialat skrining. Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan instrumen tes daya dengar sebagaialat skrining gangguan pendengaran yang kemudian dimodifikasi pada tahun 2005.Tujuan. Membandingkan sensitivitas dan spesifisitas instrumen modifikasi tes daya dengar (MTDD) dengan bakuemas pemeriksaan skrining pendengaran yaitu distortion-product otoacoustic emission (DPOAE) dan AABR.Metode. Studi potong-lintang di RSCM pada bayi usia 0-6 bulan dengan satu atau lebih faktor risikoseperti riwayat keluarga dengan tuli bawaan, infeksi TORCH, prematuritas, berat badan lahir rendah,hiperbilirubinemia dengan terapi sinar atau transfusi tukar, sepsis awitan lambat dan meningitis, nilai skorApgar rendah, distress pernapasan, pemakaian alat bantu napas dan pemakaian obat yang bersifat ototoksikselama lebih dari 5 hari. Subjek dilakukan pemeriksaan fisis, pertumbuhan dan perkembangan, MTDD,DPOAE dan AABR.Hasil. Enam puluh subjek diperoleh ikut dalam penelitian, lelaki lebih banyak dengan rasio 1,1:1. Sebagianbesar subjek merupakan anak pertama (38,3%), diasuh oleh orangtua (60%) dan memiliki 􀁴3 faktor risiko(70%). Pemakaian obat yang bersifat ototoksik (76,7%) merupakan faktor risiko terbanyak. Prevalensigangguan pendengaran berdasarkan MTDD 63,3% sedangkan kombinasi DPOAE dan AABR 11,7%. Umursubjek merupakan faktor yang secara bermakna mempengaruhi hasil MTDD (nilai p=0,032). Sensitivitasdan spesifisitas MTDD berturut-turut 85,7% dan 39,6%.Kesimpulan. Instrumen MTDD bukan merupakan alat skrining pendengaran yang ideal namun dibutuhkandan dapat digunakan di negara berkembang seperti Indonesia
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pneumonia Bakteri pada Anak Ida Bagus Subanada; Ni Putu Siadi Purniti
Sari Pediatri Vol 12, No 3 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.3.2010.184-9

Abstract

Latar belakang. Penyebab pneumonia penting dibedakan. Beberapa faktor yang dihubungkan denganpenyebab pneumonia adalah suhu, derajat pneumonia, gambaran foto dada, jumlah leukosit, dan kadarC-reactive protein (CRP).Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara suhu, derajat pneumonia, gambaran foto radiologi dada,jumlah leukosit, dan CRP dengan pneumonia bakteri.Metode. Penelitian retrospektif, dengan desain potong lintang, data didapat dari rekam medis pasien rawatinap dengan diagnosis pneumonia. Data yang diperoleh dilakukan analisis univariat dan multivariat dengantingkat kemaknaan 􀁁=0,05 (IK95%).Hasil. Derajat pneumonia tidak berhubungan dengan gambaran foto dada, dan kadar CRP; sedangkan suhudan jumlah leukosit berhubungan dengan pneumonia bakteri RP 36,0 (IK 95% 6,46;200,97), p=<0,0001dan RP 4,2 (IK 95% 1,39;12,88), p=0,012.Kesimpulan. Suhu dan jumlah leukosit berhubungan dengan pneumonia bakteri
Faktor Risiko Air Ketuban Keruh Terhadap Kejadian Sepsis Awitan Dini pada Bayi Baru Lahir Muhammad Sholeh Kosim; Arsita Eka Rini; Lisyani B Suromo
Sari Pediatri Vol 12, No 3 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.3.2010.135-41

Abstract

Latar belakang. Sepsis neonatorum merupakan masalah utama dan penyebab kematian terbanyak di negaraberkembang. Air ketuban keruh bercampur mekonium merupakan salah satu faktor risiko sepsis bayi barulahir dan terjadi pada sekitar 10%-20% seluruh kelahiran.Tujuan. Membuktikan air ketuban keruh merupakan faktor risiko kejadian sepsis awitan dini pada bayibaru lahir.Metode. Penelitian menggunakan desain kohort. Subjek adalah bayi dengan kriteria inklusi dan lahirdengan air ketuban keruh bercampur mekonium di RS Dr. Kariadi bulan Oktober 2009 – Maret 2010.Bayi lahir dengan air ketuban jernih sebagai kontrol. Air ketuban diambil pada hari ke-1, biakan darah,dan pemeriksaan darah tepi pada hari ke-5. Analisis statistik menggunakan chi square, Mann Whitney, danrisiko relatif (95% confidence interval).Hasil. Subjek 70 bayi lahir dengan air ketuban keruh berisiko 10x lebih tinggi mengalami sepsis (95%CI=1,3-74,0; p=0,003). Risiko relatif adanya kuman pengecatan Gram (+) di dalam air ketuban terhadapterjadinya sepsis 1,4 (95%CI=0,3-6,8;p=0,6) dan adanya kedua jenis kuman Gram (+) dan (-) 2,4 (95%CI=0,7-7,7; p=0,2). Risiko relatif bayi dengan air ketuban mengandung biakan E coli mempunyai risikokejadian sepsis 3,8 (95%CI=0,8-17,0;p=0,057) dan biakan non E coli 2,4 (95% CI=0,4-13,1; p=0,4).Faktor risiko lain adalah adanya kuman dalam biakan darah, berisiko 6,3 x lebih tinggi mengalami sepsis(95% CI=1,4-29,3; p=0,02).Kesimpulan. Air ketuban keruh merupakan faktor risiko terjadinya sepsis bayi baru lahir awitan dini. Jeniskuman pengecatan Gram dan biakan kuman dalam air ketuban bukan merupakan faktor risiko terjadinyasepsis awitan dini
Profil Diare Akut dengan Dehidrasi Berat di Ruang Perawatan Intensif Anak Jeannete I.Ch. Manoppo
Sari Pediatri Vol 12, No 3 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.3.2010.157-61

Abstract

Latar belakang. Diare merupakan penyakit penyebab kematian nomor dua pada anak kurang dari 5 tahundan memberikan kontribusi kematian 1,5 juta anak per tahun.Kebanyakan anak meninggal karenadehidrasi berat.Tujuan. Untuk mengetahui karakteristik, manifestasi klinis, dan temuan laboratorium anak diare akutdengan dehidrasi berat.Metode. Penelitian deskriptif retrospektif, dilakukan pada bulan Januari 1999–Desember 2008. Data diambildari rekam medik RSU Prof. Dr. R.D. Kandou, Manado dan dianalisis dengan SPSS 17.0.Hasil. Terdapat 83 anak, terbanyak usia kurang dari 1 tahun (60,2%), laki-laki (73,5%), dan status gizikurang (36,1%). Lama diare ± 2.54 hari dengan keluhan lain yang terbanyak adalah demam dan muntah(73,3%). Komplikasi yang terbanyak dijumpai berupa gangguan keseimbangan elektrolit (62,5%). Pemeriksaanlaboratorium, hematokrit 33,8% (23,1-52%), hemoglobin 11,3 g/dL (7,8 -16,5g/dL), dan leukosit15.360/mm3(4.000-41.700/mm3). Dari 20 sediaan feses yang diperiksa ditemukan Kandida sp (75%),Blastosistosis hominis (40%), E. coli (25%), Koliform (5%) dan Ascarias lumbricoides (5%).Kesimpulan. Diare akut dengan dehidrasi berat ditemukan pada bayi laki-laki, dengan komplikasi terbanyakgangguan keseimbangan elektrolit (seperti hipokalemia) dan sepsis. Kandida sp merupakan patogen yangpaling banyak ditemukan pada pemeriksaan feses.
Hemangioma pada Anak Selvi Nafianti
Sari Pediatri Vol 12, No 3 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.3.2010.204-10

Abstract

Hemangioma, merupakan tumor jinak endotel vaskular yang paling sering dijumpai pada masa bayi (10%-12% dari seluruh anak mendekati umur 1 tahun ), ditandai dengan fase proliferasi yang berlangsung cepatselama 8 hingga 18 bulan, diikuti dengan fase involusi spontan selama 5 sampai 8 tahun. Hemangiomaumumnya mengenai kulit, terutama kepala dan leher (60%), dan anggota gerak (25%). Ukurannya sangatbervariasi mulai dari beberapa millimeter hingga sentimeter. Hampir pada seluruh kasus, diagnosis dapatditegakkan secara ekslusif berdasarkan pemeriksaan fisis dan riwayat penyakit. Namun demikian, beberapajenis hemangioma dapat disalahartikan sebagai malformasi vaskular atau jenis tumor lain, sehingga diperlukanpemeriksaan penunjang. Umumnya hemangioma tidak menimbulkan komplikasi, dan dapat diobservasihingga terjadi involusi spontan. Pada beberapa kasus diperlukan pengobatan. Banyak pilihan terapi padahemangioma, namun sampai saat ini pemberian obat-obatan masih menjadi pilihan utama di bandingoperasi atau terapi lain. Terapi steroid merupakan terapi pilihan utama walaupun masih banyak kontroversisehubungan dengan efek samping yang mungkin terjadi. Pada kasus yang berat dan gagal dengan terapisteroid sebanyak 2 siklus dapat dipertimbangkan untuk melakukan operasi, radioterapi, dan pemberiansitostatika seperti vinkristin dan bleomisin.
Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak Fuadi Fuadi; Tjipta Bahtera; Noor Wijayahadi
Sari Pediatri Vol 12, No 3 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.3.2010.142-9

Abstract

Latar belakang. Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku, penurunan nilai akademik dansangat mengkhawatirkan orang tua anak. Bila faktor risiko diketahui lebih awal dapat dilakukan pencegahansedini mungkin akan terjadinya bangkitan kejang demam pada anak.Tujuan. Membuktikan dan menganalisis faktor demam, usia, riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia ibusaat hamil), dan perinatal (usia kehamilan, asfiksia dan berat lahir rendah) sebagai faktor risiko bangkitankejang demam pada anak.Metode. Studi kasus kontrol pada 164 anak dipilih secara consecutive sampling dari pasien yang berobat diRS. Dr. Kariadi Semarang periode bulan Januari 2008-Maret 2009. Pasien kejang demam sebagai kelompokkasus 82 anak dan demam tanpa kejang sebagai kelompok kontrol 82 anak. Pengambilan data dari catatanmedik dan dilanjutkan wawancara dengan orang tua anak.pada kunjungan rumah. Analisis data dengantes chi square dan uji multivariat regresi logistik.Hasil. Didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor risiko dengan terjadinya bangkitan kejang demamyaitu faktor demam lebih dari 39oC dan faktor usia kurang 2 tahun.Kesimpulan. Demam lebih dari 39oC dan usia kurang dari 2 tahun merupakan faktor risiko bangkitankejang demam.
Pola Defekasi Bayi Usia 7-12 Bulan, Hubungannya dengan Gizi Buruk, dan Penurunan Berat Badan Serta Persepsi Ibu Hasri Salwan; Retno Kesumawati
Sari Pediatri Vol 12, No 3 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (77.791 KB) | DOI: 10.14238/sp12.3.2010.168-73

Abstract

Latar belakang. Pola defekasi bayi khas dan pada umur 6–12 bulan terjadi peralihan pola defekasi.Gangguan pola defekasi pada rentang umur ini dapat menyebabkan konstipasi fungsional dan diare kronikdi kemudian hari. Gangguan pola defekasi dapat berhubungan dengan gizi buruk dan penurunan beratbadan (BB) serta persepsi ibu.Tujuan. Mengetahui pola defekasi bayi umur 7–12 bulan dan hubungannya dengan gizi buruk dan penurunanBB, serta persepsi ibu.Metode. Penelitian potong lintang terhadap bayi umur 7-12 bulan yang datang ke Puskesmas dan Posyandudi kota Palembang pada bulan April sampai September 2009. Pola defekasi meliputi frekuensi defekasi,konsistensi feses (berdasarkan Bristol Stool Scale), dan warna feses. Gangguan pola defekasi meliputi kriteriadifinisi diare dan batasan konstipasi.Hasil. Subjek penelitian 303 bayi. Rerata frekuensi defeksi 1,63 kali perhari (95%KI=1,56-1,70). Konsistensilunak (tipe 3-5) 177 subjek (54,4%), keras (tipe 1,2) 70 subjek (23,1%), dan seperti bubur (tipe 6) 56 subjek(18,5%). Sesuai batasan diare, 11 subjek (3,6%), dan konstipasi 7 subjek (2,3%). Gangguan pola defekasiberhubungan dengan persepsi ibu (p=0,00, OR:95%KI: 6,55:2,41-17,85), tetapi tidak dengan gizi burukdan penurunan BB (p=0,72, OR:95%KI 1,26:0,35-4,56).Kesimpulan. Gangguan pola defekasi bayi umur 7-12 bulan terjadi pada 5,9%, 3,6% sesuai dengan diaremenurut WHO, dan 2,3% sesuai batasan konstipasi. Gangguan pola defekasi tidak berhubungan dengangizi buruk atau penurunan berat badan, namun berhubungan dengan persepsi ibu.
Korelasi Nilai APGAR Menit Kelima Kurang dari Tujuh dengan Kadar Transaminase Serum pada Bayi Baru Lahir Ali K Alhadar; Idham Amir; Hanifah Oswari; Endang Windiastuti
Sari Pediatri Vol 12, No 3 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (79.562 KB) | DOI: 10.14238/sp12.3.2010.190-6

Abstract

Latar belakang. Asfiksia dapat menyebabkan disfungsi multiorgan pada bayi baru lahir. Belum ada bakuemas mengenai definisi asfiksia. Hingga saat ini belum ada data di FKUI/RSCM mengenai insidens disfungsihati pada bayi yang mengalami asfiksia.Tujuan. Mengetahui insidens disfungsi hati pada bayi baru lahir dengan nilai Apgar menit kelima kurangdari 7 serta mengetahui korelasi antara nilai Apgar menit kelima kurang dari 7 dengan parameter uji fungsihati (AST/SGOT, ALT/SGPT, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek serta waktu protrombin).Penelitian dilakukan di 5 rumah sakit di Jakarta dan Tangerang.Metode. Studi analitik potong lintang sejak Januari-Mei 2010. Subjek penelitian adalah bayi usia gestasi􀁴37 minggu dengan nilai Apgar menit kelima kurang dari 7. Dilakukan satu kali pemeriksaan uji fungsihati dalam rentang waktu usia bayi 24-96 jam. Bayi mengalami disfungsi hati bila didapatkan nilai ASTatau ALT lebih dari 100 U/L.Hasil. Disfungsi hati ditemukan pada 16 (34%) bayi dari 47 bayi dengan asfiksia. Tidak ada subjek yangmengalami kolestasis. Terdapat 5 (11%) subjek dengan pemanjangan PT >1,5 kali nilai kontrol. Tidak terbuktiterdapat korelasi antara nilai Apgar menit kelima kurang dari 7 dengan parameter uji fungsi hati.Kesimpulan. Bayi dengan nilai Apgar menit kelima kurang dari 7 mempunyai kecenderungan mengalamidisfungsi hati. Namun pada bayi dengan nilai Apgar menit kelima kurang dari 7, tidak terbukti adanyakorelasi.

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2010 2010


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue