cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 14, No 5 (2013)" : 12 Documents clear
Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi pada Anak Novie Homenta Rampengan
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.271-6

Abstract

Latar belakang. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan khususnya di Indonesia. Kloramfenikol merupakan obat pilihan lini pertama untuk terapi demam tifoid tanpa komplikasi pada anak sampai saat ini. Antibiotik lain yang dipergunakan adalah tiamfenikol, sefiksim dan azitromisin. Tujuan.Melakukan evaluasi respon antibiotik yang digunakan dalam terapi demam tifoid tanpa komplikasi di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Prof.Dr.R.D.Kandou, Manado.Metode.Penelitian kohort retrospektif dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Prof.Dr.R.D.Kandou, Manado, Juli 2007-Juni 2012 pada anak usia 6 bulan-13 tahun dengan diagnosis demam tifoid. Data diperoleh dari rekam medik pasien. Waktu bebas demam dan lama rawat pada tiap kelompok antibiotik di data. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan ANOVA dengan uji F dengan program SPSS 17.Hasil. Didapatkan 161 kasus yang memenuhi kriteria inklusi. Antibiotik terbanyak dipakai adalah kloramfenikol (31,1%), tiamfenikol (27,3%), sefiksim (23%), dan azitromisin (18,6%). Waktu bebas demam paling pendek dicapai pada kasus yang diberikan azitromisin yaitu 37,9 (SB 32,8) jam, diikuti oleh kloramfenikol 40,3 (SB 28,3), tiamfenikol 45,3 (SB 38,1) dan sefiksim 50,8 (SB 32,3). Rerata lama rawat paling cepat ditemukan pada kelompok kloramfenikol yaitu 4,4 (SB 1,3) hari, diikuti dengan azitromisin 4,6 (SB 1,3), tiamfenikol 4,8 (SB 1,7) dan sefiksim 4,8 (SB 1,6) Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata waktu bebas demam dan lama rawat keempat jenis antibiotik.Kesimpulan.Pemberian antibiotik kloramfenikol, tiamfenikol, sefiksim, dan azitromisin pada demam tifoid anak tidak terdapat perbedaan bermakna pada rerata waktu bebas demam dan lama rawat inap.
Manfaat Oseltamivir Terhadap Perbaikan Klinis Kasus Pandemi Influenza Baru A (H1N1) 2009 Anak Dewi Murniati; Sardikin Giriputro
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.309-15

Abstract

Latar belakang. Indonesia termasuk salah satu negara yang ikut mengalami pandemi influenza baru A(H1N1)2009 (selanjutnya disebut p(H1N1)2009).Sampai saat ini belum banyak laporan kasus atau penelitian tentang p(H1N1)2009anak di Indonesia.Tujuan. Mengetahui manfaat pemberian oseltamivir pada kasus p(H1N1)2009 anak.Metode. Studi retrospektif dari kasus konfirmasi p(H1N1)2009anakyang dirawatdi RS Penyakit Infeksi Prof DR Sulianti Saroso, Jakartaberdasarkan data konfirmasi Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI. Data disajikan secara deskriptif.Hasil. Diperoleh 67 (53,17%) anak kasus konfirmasi p(H1N1)2009dari 126 kasus dewasa dan anak, 19 kasus rawat di antaranya disertakan dalam penelitian. Kasus terbanyak pada kelompok umur 12 sampai 18 tahun, dengan ratio laki-laki dan perempuan sebanding (1,1:1). Mayoritas kasus (11/19 kasus) memiliki riwayat paparan dengan sumber infeksi, 5 kasus di antaranya bepergian keluar negeri. Gejala klinis dominan adalah batuk (19) dan demam (16). Manfaat oseltamivir segera terlihat dengan demam mereda secara cepat diikuti dengan gejala lain, tetapi gejala batuk paling lambat mereda. Pada pemeriksaan darah tepi terutama dengan limfofenia (15 ), leukopeni (6 ) dan monositosis (5) kasus. Mayoritas kasus sembuh (18) tanpa komplikasi, baik pada kelompok dengan jarak awitan sampai dosis pertama oseltamivir kurang atau lebih dari 2 hari. Satu kasus meninggal karena penyakit telah lanjut dengan berbagai komplikasi serta terlambat mendapat oseltamivir. Kesimpulan.Pandemi virus p(H1N1)2009 pada anak berlangsung ringan dengan angka kematian yang rendah. Oseltamivir bermanfaat pada perbaikan klinis, mencegah komplikasi berat dan kematian serta tetap bermanfaat walaupun diberikan pada kasus dengan jarakawitan dengan dosis pertama oseltamivir >2 hari.
Cakupan Imunisasi Dasar Anak Usia 1-5 tahun dan Beberapa Faktor yang berhubungan di Poliklinik Anak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Banda Aceh TM Thaib; Dora Darussalam; Sulaiman Yusuf; Rusdi Andid
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.283-7

Abstract

Latar belakang. Program pengembangan imunisasi sudah berjalan sejak tahun 1974 untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu satu kali imunisasi BCG, empat kali imunisasi polio, tiga kali imunisasi DPT, tiga kali imunisasi hepatitis B, dan satu kali imunisasi campak sebelum berumur 12 bulan. Sasaran yang hendak dicapai Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010-2014 adalah meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan menjadi 90%. Saat ini berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, cakupan imunisasi dasar lengkap secara nasional baru mencapai 53,8%, sedangkan Propinsi Aceh baru mencapai 37,0%.Tujuan. Mengetahui cakupan imunisasi dasar anak balita usia 1-5 tahun, alasan imunisasi yang tidak lengkap, serta mengetahui hubungan antara pendidikan orangtua dan pendapatan keluarga dengan kelengkapan imunisasi. Metode. Penelitian potong lintang menggunakan kuesioner dengan subjek orangtua anak usia 1-5 tahun yang berkunjung ke Poliklinik Anak RSIA Banda Aceh selama kurun waktu 8 minggu (12 Desember 2011 sampai 27 Januari 2012). Cakupan bayi dengan imunisasi dasar lengkap adalah persentase bayi umur <12 bulan yang telah mendapat imunisasi dasar lengkap. Hubungan antara 2 kelompok variabel dianalisis dengan uji Chi-squaredan Kolmogorov-Smirnov.Hasil.Seratus tiga anak diikutsertakan dalam penelitian. Cakupan imunisasi dasar pada anak usia 1-5 tahun 86 (83,5%) lengkap, 16 (15,5%) tidak lengkap, dan 1 (1%) tidak pernah diimunisasi. Alasan tidak pernah diimunisasi atau tidak melengkapi imunisasi adalah ibu cemas akan efek samping 12 (70,6%), 4 (23,5%) sering sakit, dan 1 (5,9%) orangtua beralasan imunisasi haram. Terdapat hubungan yang bermakna antara sebaran pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar (p<0,05). Kesimpulan.Cakupan imunisasi dasar pada subjek penelitian 83,5%. Terdapat hubungan yang bermakna antara sebaran pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar (p<0,05).
Risiko Asfiksia pada Ketuban Pecah Dini di RSUP Sanglah Wiradharma Wiradharma; Kardana I Md; Dharma Artana I Wyn
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.049 KB) | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.316-9

Abstract

Latar belakang.Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya komplikasi persalinan. Semakin lama KPD, semakin besar kemungkinan terjadi komplikasi persalinan, sehingga meningkatkan risiko terjadi asfiksia.Tujuan.Mengetahui besar risiko lama KPD terhadap kejadian asfiksia pada kehamilan cukup bulan.Metode.Rancangan penelitian analitik kategorikal tidak berpasangan, dengan pendekatan kasus kontrol. Tujuhpuluh enam bayi yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar periode bulan Mei-November 2010 dipilih secara consecutive. Bayi asfiksia 38 kasus dan sebagai kelompok kontrol 38 bayi tidak asfiksia. Lama KPD dikelompokkan menjadi <12 jam dan ≥12 jam. Data lama KPD diambil dari catatan medik. Analisis data menggunakan uji Kai-kuadrat dan analisis multivariat (regresi logistik).Hasil.Terdapat perbedaan bermakna antara lama KPD (<12 dengan ≥12) jam terhadap kejadian asfiksia (p=0,002; RO=8,0; IK 95% 2,0-30,4).Kesimpulan.Ketuban pecah dini merupakan faktor risiko terjadinya asfiksia.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Anti-Hbs pada Anak Sekolah Dasar Setelah 10-12 Tahun Imunisasi Hepatitis B Di Kota Padang Lydia Aswati; Yusri Dianne Jurnalis; Yorva Sayoeti; Hafni Bachtiar
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.896 KB) | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.303-8

Abstract

Latar belakang. Hepatitis B merupakan masalah kesehatan global. Risiko kronis hepatitis B akan jauh lebih besar apabila infeksi terjadi pada awal kehidupan dibandingkan usia dewasa. Imunisasi merupakan cara efektif mengontrol infeksi hepatitis B sampai saat ini. Anak yang diimunisasi memperoleh proteksi selama 5-10 tahun. Kadar anti-HBs protektif adalah ≥10 mIU/ml. Apabila daya proteksi setelah pemberian imunisasi pada masa bayi tidak dapat melindungi sampai dewasa, maka booster seharusnya diberikan pada umur prasekolah atau remaja.Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar anti-Hbs pada anak SD setelah 10 -12 tahun imunisasi hepatitis BMetode. Penelitian cross sectional dari bulan Januari sampai Maret 2011 pada 110 anak SD di kota Padang yang berusia 10-12 tahun dan telah mendapatkan 3 kali imunisasi hepatitis B saat bayi. Analisis data menggunakan Chi-square dengan tingkat kemaknaan p=0,05Hasil. Dari 110 sampel didapatkan kadar anti-Hbs <10 mIU/ml dan ≥10 mIU/ml masing-masing 58 (52,7%) dan 52 (47,3%) orang. Umur 12 tahun didapatkan kadar anti-Hbs ≥10 mIU/ml (35%). Semua subyek mempunyai gizi baik. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar anti-Hbs dengan jenis kelamin (p= 0,399) dan dengan jadwal imunisasi (p= 0,364).Kesimpulan. Subyek yang berumur lebih besar mempunyai kadar anti-HBs protektif lebih rendah. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, jadwal imunisasi dengan kadar anti_HBs setelah 10-12 tahun imunisasi Hepatitis B.
Hubungan Ibu Bekerja dengan Keterlambatan Bicara pada Anak Aries Suparmiati; Djauhar Ismail; Mei Neni Sitaresmi
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.288-91

Abstract

Latar belakang. Akhir-akhir ini, terjadi peningkatan jumlah ibu bekerja. Prevalensi keterlambatan bicara pada anak juga meningkat. Salah satu faktor risiko terjadinya keterlambatan bicara pada anak adalah faktor lingkungan termasuk ibu bekerja. Tujuan.Untuk mengetahui hubungan antara ibu bekerja dengan keterlambatan bicara pada anak.Metode.Rancangan penelitian kasus kontrol, dengan jumlah sampel 45 anak pada kelompok kasus, dan 45 kelompok kontrol dengan matching sesuai umur dan jenis kelamin. Kriteria inklusi adalah anak usia 12 sampai dengan 36 bulan, yang mengalami keterlambatan bicara. Kriteria eksklusi adalah anak dengan gangguan pendengaran, global developmentan delay, retardasi mental, dan autisme. Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi-square.Hasil.Tidak ada hubungan antara ibu bekerja dengan keterlambatan bicara pada anak, dengan OR 1,93 (IK95%;0,81–4,58;p=0,13). Sedangkan faktor lain, yang diuji hanya faktor riwayat keluarga terlambat bicara, yang hasilnya bermakna dengan nilai OR 7,81 ( IK 95% 1,636 – 37,36; p=0,04).Kesimpulan.Tidak terdapat hubungan antara ibu bekerja dengan keterlambatan bicara pada anak. Terdapat hubungan antara riwayat keluarga terlambat bicara dengan keterlambatan bicara pada anak.
Faktor Risiko Timbulnya Inhibitor Faktor VIII pada Anak dengan Hemofilia A Grace N.A. Simatupang; Endang Windiastuti; Hanifah Oswari
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (19.8 KB) | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.320-5

Abstract

Latar belakang. Proses timbulnya inhibitor bersifat multifaktorial, baik genetik maupun lingkungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui faktor risiko terbentuknya inhibitor, namun masih terdapat pendapat yang kontroversial. Di Indonesia, skrining inhibitor tidak rutin dilakukan karena keterbatasan biaya dan alat, sehingga diperlukan suatu penelitian yang dapat dijadikan acuan pemeriksaan inhibitor selektif.Tujuan. Mengetahui prevalensi , karakteristik klinis, dan faktor risiko timbulnya inhibitor pada anak dengan hemofilia A di Departemen IKA- RSCM.Metode. Uji potong lintang dilakukan pada anak usia ≤18 tahun di Pusat Hemofilia Terpadu IKA-RSCM. Analisis bivariat dilakukan dengan uji Fisher. Analisis multivariat tidak dilakukan karena tidak memenuhi syarat.Hasil. Empatpuluh subjek penelitian, didapatkan prevalensi inhibitor 37,5% (15/40). Rentang usia subjek 10 (1,5-18) tahun, usia saat diagnosis hemofilia pertama kali ditegakkan 8 bulan, dan saat pertama kali mendapat terapi faktor VIII pada inhibitor positif 9 bulan. Hampir seluruh subjek (39/40) mendapat terapi konsentrat plasma, 11/15 subjek dengan inhibitor positif mendapat terapi pertama kali sebelum berusia 1 tahun, 14/15 subjek merupakan hemofilia berat, sebagian besar (12/15) mendapat manifestasi perdarahan sendi. Suku bangsa ibu, Jawa, lebih sering ditemukan pada inhibitor positif (8/15). Tidak ditemukan hasil yang bermakna secara statistik antara faktor risiko dengan timbulnya inhibitor.Kesimpulan. Prevalensi inhibitor 37,5%, inhibitor positif lebih sering ditemukan pada pasien hemofilia berat yang mendapat terapi pertama kali sebelum berusia 1 tahun. Penelitian kami tidak berhasil membuktikan faktor risiko bermakna untuk timbulnya inhibitor pada anak dengan hemofilia A.
Uji Kepekaan Antibiotik Terhadap Pseudomonas aeroginosa Penyebab Sepsis Neonatorum Prambudi Rukmono; Reni Zuraida
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.048 KB) | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.332-6

Abstract

Latar belakang. Kematian neonatal akibat sepsis neonatorum masih sangat tinggi, salah satu kemungkinan disebabkan kegagalan terapi antibiotik. Pseudomonas aeroginosa sebagai salah satu penyebab sepsis neonatorum kemungkinan sudah resisten terhadap beberapa antibiotik.Tujuan. Mengetahui resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap beberapa antibiotik.Metoda. Dilakukan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Populasi target adalah pasien yang dirawat di Unit Perawatan Intensif Level II Neonatal Rumah Sakit Abdul Moeloek Lampung (RSAM), selama periode Juli−Desember 2010. Kriteria inklusi, pasien menunjukkan gejala klinis sepsis neonatorum. Kriteria eksklusi, pasien yang meninggal sebelum diambil spesimennya. Pasien diambil sampel darahnya untuk pemeriksaan biakan. Biakan yang tumbuh dan dicurigai sebagai koloni kuman diidentifikasi. Uji kepekaan dilakukan dengan menggunakan metode Kirby-Bauer (disc diffusion technique). Interpretasi National Committee for Clinical Laboratory Standard.Hasil. Terdapat 14 jenis antibiotik yang diteliti >50% resisten terhadap Pseudomonas aeruginosa seperti ampisilin, eritromisin, amoksisilin, sefuroksim, seftriakson, gentamisin, tetrasiklin, sefadroksil, piperasilin, trimetroprim, tobramisin, kotrimoksazol, nalidiksid, sulfonamid kompleks. Sedangkan 11 macam antibiotik yang diteliti >50% sensitif di antaranya meropenem, klindamisin, amikasin, norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin, fosfomisin, seftazidim, netilmisin, kanamisin. Antibiotik lini pertama di Unit Perawatan Intensif Level II Neonatal RSAM yaitu ampisilin dan gentamisin, lini kedua seftazidim dan amikasin sedangkan lini ke tiga adalah meropenem.Kesimpulan. Pseudomonas aeroginosa telah resisten terhadap 14 jenis antibiotik, sehingga para klinisi harus berhati-hati dalam memilih antibiotik terutama golongan sefalosporin.
Rasio Bilirubin Albumin pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia Bugis Mardina Lubis; Rasyidah Rasyidah; Beby Syofiani; Pertin Sianturi; Emil Azlin; Guslihan Dasa Tjipta
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.84 KB) | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.292-7

Abstract

Latar belakang. Bilirubin tidak terikat potensial membahayakan sistem susunan saraf pusat, dan dapat menyebabkan kerusakan neurologis yang berat dan permanen.Rasio total bilirubin dan albumin dianggap parameter mewakili bilirubin yang tidak terikat,dalam menentukan modalitas terapi untuk hiperbilirubinemia. Tujuan.Mengetahui rasio bilirubin albumin pada pasien hiperbilirubinemia.Metode.Penelitian menggunakan studi sekat lintang yang dilakukan di Divisi Neonatologi RS. H. Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi Medan mulai Agustus 2009 – Maret 2010.Hasil. Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar albumin dan toral serum bilirubin dengan p<0,05.Kesimpulan.Rasio bilirubin-albumin merupakan parameter jumlah bilirubin bebas, dan dapat digunakan sebagai indikator yang lebih baik dalam penentuan terapi, untuk menurunkan kejadian bilirubin-induced neurologic damage.
Peningkatan Keterampilan Mahasiswa untuk Memberikan Edukasi Mengenai Perawatan Metode Kanguru (PMK) Kontinu di Rumah Rosalina Dewi Roeslani; Rachman Indra Jaya
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.326-31

Abstract

Latar belakang.Perawatan metode kanguru (PMK), yaitu perawatan skin to skin contactbayi dengan ibu 24 jam dalam sehari. Keuntungan metode ini bayi tidak mengalami hipotermia, tanda vital stabil, pemberian ASI ekslusif lebih mudah, kenaikan berat badan lebih cepat, ikatan antara ibu dan bayi lebih kuat, lama rawat menjadi lebih pendek, dan kejadian infeksi nosokomial juga menurun pada bayi yang dirawat.Tujuan.Mengetahui apakah edukasi yang terus menerus oleh tenaga kesehatan tentang PMK berdampak lebih baik pada pertumbuhan neonatus kurang bulan (NKB), apakah PMK dapat menunjang perkembangan (berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala) NKB menjadi optimal, serta apakah PMK dapat mempromosikan pemberian ASI.Metode.Penelitian pre-eksperimental dengan subyek sesuai kriteria inklusi bayi prematur usia gestasi <37 minggu yang dipulangkan dari Divisi Perinatologi pada bulan Juli 2011 – November 2011, dan berdomisili di Jabotabek. Modul PMK diajarkan oleh mahasiswa kedokteran pada ibu yang memiliki BBLR di Puskesmas/RS jejaring. Setelah itu, dilakukan pemantauan berkala selama 2 bulan berturut-turut terhadap ciri pertumbuhan bayi (panjang badan, berat badan, lingkar kepala) oleh petugas kesehatan/mahasiswa kedokteran. Kelompok 1 dilakukan edukasi berulang ke ibu setiap kontrol, sedangkan kelompok lain tidak diedukasi. Analisis dengan uji -t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney.Hasil.Tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,973) rerata peningkatan berat badan per hari antara kelompok edukasi 33,02 (SD ±7,55) dan non edukasi 32,92 (SD ±4,28) gram. Tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,898) rerata peningkatan panjang badan per minggu kelompok edukasi 1,30 (SD ±0,16) dan non edukasi 1,28 (SD ±0,31) cm. Tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,824) rerata peningkatan lingkar kepala per minggu kelompok edukasi 0,76 (SD ±0,16) dan non edukasi 0,75 (SD ±0,12) cm. Perbandingan peningkatan berat badan per hari di antara kelompok ASI, formula, ASI + formula tidak bisa dibandingkan karena sebagian besar sampel mendapatkan ASI dicampur dengan formula, yaitu 14 sampel.Kesimpulan.Penelitian ini belum dapat membuktikan perbedaan pada pertumbuhan NKB dengan PMK yang mendapat edukasi terus menerus dibandingkan yang tidak karena besar sampel yang sedikit (21 bayi). Penelitian ini menunjukan NKB yang mendapatkan PMK mempunyai kenaikan berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala yang optimal. Penelitian ini gagal menunjukan perawatan metode kanguru dapat mempromosikan ASI secara eksklusif.

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2013 2013


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue