cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 14 Documents
Search results for , issue "Vol 18, No 5 (2017)" : 14 Documents clear
Hubungan antara Gangguan Tidur dengan Gangguan Mental Emosional Anak Usia 4-6 Tahun di Semarang Adriana Lukmasari; Fitri Hartanto; Tjipta Bahtera; Muhammad Heru Muryawan
Sari Pediatri Vol 18, No 5 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp18.5.2017.345-9

Abstract

Latar belakang. Tidur adalah salah satu kebutuhan dasar untuk mendukung tumbuh kembang anak. Diagnosis dini gangguan tidur masih asing bagi orang tua karena pengetahuan tentang kualitas tidur yang kurang. Gangguan tidur dikaitkan dengan regulasi emosional otak.Tujuan. Menentukan hubungan antara gangguan tidur dan mental emosional pada anak usia 4-6 tahun di Semarang.Metode. Penelitian cross sectional pada anak usia 4-6 tahun sekolah taman kanak-kanak di Kota Semarang dari bulan April-Mei 2016 berdasarkan kriteria inklusi. Cluster sampling dilakukan dalam seleksi mata pelajaran. Gangguan skala tidur untuk anak sleep disturbances scale for children (SDSC) digunakan sebagai alat skrining, sementara perkembangan emosi dan tingkah laku anak digunakan SDQ. Data dianalisis dengan menggunakan SPSS 22, chi-square, dan Fisher exact dengan signifikansi p<0,05.Hasil. Didapat 208 subyek dengan prevalensi gangguan tidur 73,6%. Terdapat hubungan yang signifikan dari gangguan tidur dengan jumlah SDQ skor (RP 2,3, IK95%: 1,1-4,7; p=0,02), skor emosional (RP 2,7, IK95%: 1,3-5,5; p=0,003) dan melakukan skor (RP 1,8, IK95%: 1,1-2,8; p=0,005). Tidak terdapat hubungan yang signifikan dari gangguan tidur pada hiperaktif, masalah dengan teman sebaya, dan perilaku prososial. Kategori pendapatan orang tua, tingkat pendidikan ibu, dan jenis kelamin tidak terbukti sebagai faktor perancu.Kesimpulan. Terdapat hubungan antara gangguan tidur dan masalah mental emosional dalam 4-6 tahun anak.
Perbedaan Kadar Interferon Gamma pada Tuberkulosis Anak Sitti Ridha Khairani Fatah; Mohammad Juffrie; Amalia Setyati
Sari Pediatri Vol 18, No 5 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp18.5.2017.385-90

Abstract

Latar belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis, suatu bakteri batang Gram positif. Salah satu sitokin yang diproduksi sel Th1 adalah interferon gamma (IFN-γ) yang berperan penting dalam mengeliminasi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Terjadinya gangguan atau penurunan aktivitas sel Th1 dan sitokinnya yaitu IFN-γ cukup bermakna dalam memengaruhi mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit TB. Manifestasi klinis penyakit TB terjadi karena adanya defisiensi imun, terutama imunitas selular. Tujuan. Mengkaji perbedaan kadar interferon gamma dilihat dari derajat lesi paru pada pasien TB anak. Metode. Penelitian cross sectional dilakukan di RSUP Dr. Sardjito and RSUD Sleman selama bulan Desember 2014. Subyek penelitian adalah anak kurang dari 15 tahun yang terdiagnosis TB menggunakan skor TB IDAI. Produksi interferon-gamma diukur dengan metode ELISA dan perbedaan kadarnya dibandingkan dengan derajat lesi paru.Hasil. Berdasarkan derajat lesi paru, kadar IFN-γ pada kasus tuberkulosis anak dengan lesi paru minimal (8,37±3,25) lebih tinggi daripada kasus dengan lesi paru sedang (3,52±1,75), dan lesi paru luas (4,83±2,78).Kesimpulan. Ada perbedaan rerata kadar IFN-γ serum TB anak berdasarkan derajat lesi paru minimal, sedang, dan luas, walaupun secara statistik tidak bermakna.
Pengaruh Kinesio Taping dan Abduction Brace Terhadap Panjang Otot Adduktor Hip pada Anak Palsi Serebral Tipe Spastik Diplegi Selvi Natsir; Mita Noviana; Dwi Rusyanto
Sari Pediatri Vol 18, No 5 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp18.5.2017.379-84

Abstract

Latar belakang. Anak palsi serebral tipe spastik diplegi mengalami peningkatan tonus pada beberapa otot, salah satunya adalah otot adduktor hip, akibatnya tungkai mengalami kekakuan yang akan berdampak pada perkembangan anak. Tujuan. Menilai pengaruh kinesio taping dan abduction brace dalam mengubah tonus otot dan meningkatkan panjang otot adduktor. Metode. Desain penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimental dengan responden terdiri dari 15 anak palsi serebral tipe spastik diplegi yang berusia 2-13 tahun. Data yang dikumpulkan meliputi nilai tonus otot dan panjang otot adduktor yang dievaluasi menggunakan skala Ashworth dan manual goniometer sebelum dan sesudah 6 kali intervensi. Hasil. Terdapat perbedaan sebelum dan setelah intervensi dinilai dengan skala Asworth mengalami penurunan (p=0,002), sedangkan panjang otot adduktor mengalami peningkatan (p=0,000). Hasil korelasi negatif yang signifikan juga diperoleh antara tingkat spastisitas dengan panjang otot adduktor (r=0,866; p=0,000). Kesimpulan. Kombinasi kinesio taping dan abduction brace dapat meningkatkan panjang otot adduktor hip melalui penurunan tonus otot pada anak palsi serebral tipe spastik diplegi.
Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2017 Hartono Gunardi; Cissy B. Kartasasmita; Sri Rezeki Hadinegoro; Hindra Irawan Satari; Soedjatmiko Soedjatmiko; Hanifah Oswari; Hardiono D Pusponegoro; Jose R Batubara; Arwin AP Akib; Badriul Hegar; Piprim B Yanuarso; Toto Wisnu Hendrarto
Sari Pediatri Vol 18, No 5 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.754 KB) | DOI: 10.14238/sp18.5.2017.417-22

Abstract

Ikatan Dokter Anak Indonesia melalui Satuan Tugas Imunisasi mengeluarkan rekomendasi Imunisasi IDAI tahun 2017 untuk menggantikan jadwal imunisasi sebelumnya. Jadwal imunisasi 2017 ini bertujuan menyeragamkan jadwal imunisasi rekomendasi IDAI dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan RI khususnya untuk imunisasi rutin. Jadwal imunisasi 2017 juga dibuat berdasarkan ketersediaan kombinasi vaksin DTP dengan hepatitis B seperti DTPw-HB-Hib, DTPa-HB-Hib-IPV, dan dalam situasi keterbatasan atau kelangkaan vaksin tertentu seperti vaksin DTPa atau DTPw tanpa kombinasi dengan vaksin lainnya. Hal baru yang terdapat pada jadwal 2017 antara lain: vaksin hepatitis B monovalen tidak perlu diberikan pada usia 1 bulan apabila anak akan mendapat vaksin DTP-Hib kombinasi dengan hepatitis B; bayi paling sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV (inactivated polio vaccine) bersamaan (simultan) dengan OPV-3 saat pemberian DTP-3; vaksin DTPw direkomendasikan untuk diberikan pada usia 2,3 dan 4 bulan. Hal baru yang lain adalah untuk vaksin influenza dapat diberikan vaksin inaktif trivalen atau quadrivalen, vaksin MMR dapat diberikan pada usia 12 bulan apabila anak belum mendapat vaksin campak pada usia 9 bulan. Vaksin HPV apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi setara dengan 3 dosis. Vaksin Japanese Encephalitis direkomendasikan untuk diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau pada turis yang akan bepergian ke daerah endemis. Vaksin dengue direkomendasikan untuk diberikan pada anak usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan. Dengan pemberian imunisasi sesuai rekomendasi, diharapkan anak-anak Indonesia terlindungi dari penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. 
Faktor Risiko Anemia pada Pasien Kusta Anak dalam terapi MDT (Multi Drug Therapy) Milza Delfina; Setya Wandita; Ida Safitri Laksanawati
Sari Pediatri Vol 18, No 5 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.768 KB) | DOI: 10.14238/sp18.5.2017.363-7

Abstract

Latar belakang. Sepuluh persen kasus kusta baru yang terdeteksi di Indonesia merupakan kusta anak. Pemberian MDT (multi drug therapy) khususnya komponen dapson dapat menimbulkan efek samping anemia hemolitik. Tujuan. Mengetahui prevalensi dan faktor risiko terjadinya anemia pada pasien kusta anak dengan terapi MDT.Metode. Penelitian cross sectional dilakukan di RS Kusta Sitanala Tangerang pada bulan April-Desember 2013. Subyek penelitian adalah pasien kusta anak usia kurang dari 18 tahun yang diambil secara consecutive sampling. Kriteria inklusi adalah semua pasien kusta anak dengan terapi MDT yang setuju dengan informed consent. Terapi kusta selain MDT atau mendapatkan terapi rutin lain, putus obat MDT >6 bulan atau sedang mengalami reaksi kusta tidak diikutsertakan. Kadar hemoglobin diperiksa dengan metode Cyanmethemoglobin. Analisis menggunakan uji chi square dan Fisher’s exact. Hasil. Didapatkan 70 pasien dengan kadar hemoglobin rata-rata 10,8 g/dL pada kelompok anemia, dan 12,5 g/dL tidak anemia. Empat puluh dari pasien tersebut (57,1%) mengalami anemia. Rerata indeks eritrosit menunjukkan anemia normositik normokromik. Pasien yang mendapatkan terapi MDT ≥3 bulan berisiko untuk mengalami anemia (PR: 2,7; IK95%:1,02-7,23). Faktor usia (PR:1,7; IK95%: 0,64-4,35), jenis kelamin (PR:1,3; IK95%: 0,49-3,26), status gizi (PR:1,6; IK95%: 0,57-4,25), dan jenis terapi (PR:0,4; IK95%: 0,04-4,31) bukan merupakan faktor risiko terjadinya anemia.Kesimpulan. Lama terapi ≥3 bulan merupakan faktor risiko anemia pada kusta anak dengan terapi MDT.
Luaran Status Nutrisi pada Anak Balita dengan Tuberkulosis di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Velanie Frida Batubara; Aryono Hendarto; Najib Advani; Darmawan B Setyanto
Sari Pediatri Vol 18, No 5 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.028 KB) | DOI: 10.14238/sp18.5.2017.397-402

Abstract

Latar belakang. Malnutrisi merupakan masalah utama di negara berkembang dan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Malnutrisi terkait dengan penyakit infeksi, salah satunya tuberkulosis (TB). Terapi medikamentosa berupa pemberian obat anti TB (OAT) dan nutrisi adekuat diharapkan dapat meningkatkan status nutrisi. Penelitian spesifik yang mengamati perkembangan luaran status nutrisi pada pasien tuberkulosis paru anak belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan. Mengetahui status nutrisi TB paru anak pada awal, lama, dan akhir pengobatan. Mengetahui hubungan keteraturan pengobatan OAT dengan perubahan status nutrisi dan berat badan (BB)Metode. Penelitian kohort retrospektif dilakukan pada 62 anak dengan penyakit TB dan gizi kurang/buruk usia 1 bulan - 5 tahun yang terdiagnosis pertama kali pada 1 Januari 2010 - 31 Desember 2015. Status nutrisi dan BB saat awal diagnosis, bulan ke-2,4,6 dinilai setelah diberikan tata laksana medikamentosa dan nutrisi.Hasil. Proporsi pasien TB anak dengan gizi kurang 53/62 (85,5%). Sebagian besar berusia 2 tahun, lelaki, bertempat tinggal di DKI Jakarta dan sakit TB paru (42,8%). Seluruh subyek mendapat OAT yang sesuai, 1 yang minum OAT tidak teratur. Terapi OAT selama 6 bulan didapatkan pada 45,2% subyek . Proporsi subyek yang mendapat nutrisi enteral 15/62 (24,2%). Sebanyak 56/62 (90,3%) subyek dengan dosis OAT sesuai mengalami perbaikan status nutrisi dan 55/61 (90,1%) subyek yang minum OAT teratur mengalami perbaikan status nutrisi. Peningkatan BB 5% tiap 2 bulan dan 17% setelah 6 bulan terapi OAT terjadi pada 97% subyek. Tidak ada hubungan keteraturan pengobatan OAT dengan perubahan status nutrisi (p=0,161). Kesimpulan. Perbaikan status nutrisi dan peningkatan BB terjadi pada sebagian besar subyek. Namun, hubungan keteraturan pengobatan OAT dengan perubahan status nutrisi tidak bermakna secara statistik.
Perbandingan Efektivitas dan Keamanan Vaksin Pertusis Aselular dan Whole-cell Sendy Tjahjowargo; Hartono Gunardi
Sari Pediatri Vol 18, No 5 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (106.93 KB) | DOI: 10.14238/sp18.5.2017.403-8

Abstract

Latar belakang. Imunisasi merupakan upaya pencegahan terbaik terhadap berbagai penyakit infeksi. Vaksin difteri, tetanus, pertusis whole-cell (DTwP) dapat menimbulkan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang mengkhawatirkan orangtua. Vaksin difteri, tetanus, pertusis aselular (DTaP) memiliki KIPI lebih ringan, tetapi diduga kurang efektif. Tujuan. Mengetahui efektivitas vaksin DTaP dibandingkan dengan vaksin DTwP.Metode. Penelusuran literatur elektronik PubMed dan Cochrane dengan kata kunci “DTaP/acellular pertussis”, “DTwP/whole-cell pertussis”, “children”, “pertussis”, “vaccine” and “safety/efficacy/effectiveness” dalam 10 tahun terakhir (2006 – 2016). Hasil. Terdapat dua studi meta-analisis yang membandingkan efektivitas pemberian imunisasi DTwP dan DTaP serta satu studi kasus terkontrol yang membandingkan efek perlindungan jangka panjang pemberian imunisasi DTaP dengan DTwP. Efektivitas vaksin pertusis aselular berkisar 74% (IK95%, 51–86%) – 97% (IK95%, 91–99%). Efektivitas vaksin pertusis whole-cell sebesar 94% (IK95%, 88–97%; p<0,0001). Estimasi effect size vaksin pertusis aseluer untuk melindungi terhadap penyakit pertusis sesuai kriteria WHO adalah sebesar 84% (IK95%, 81–87%); sedangkan untuk vaksin pertusis whole cell adalah 94% (IK95%, 88–97%). KIPI vaksin DTaP lebih ringan dan jarang dibandingkan vaksin DTwPKesimpulan. Vaksin DTaP dan DTwP mempunyai efektivitas yang sebanding. Vaksin DTwP mempunyai effect size yang lebih besar untuk melindungi terhadap penyakit pertusis dan perlindungan jangka panjang yang lebih baik dibandingkan vaksin DTaP. Vaksin DTaP mempunyai KIPI yang lebih ringan dan jarang dibandingkan vaksin DTwP.
Pengaruh Operasi Koreksi Terhadap Percepatan Pertumbuhan pada Neonatus dengan Kelainan Kongenital Gastrointestinal Miza Dito Afrizal; Harsono Salimo; Endang Dewi Lestari
Sari Pediatri Vol 18, No 5 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (140.637 KB) | DOI: 10.14238/sp18.5.2017.368-72

Abstract

Latar belakang. Kelainan kongenital pada saluran gastrointestinal merupakan penyebab tersering terjadinya gangguan pertumbuhan pada neonatus. Gagal tumbuh dan malnutrisi berhubungan dengan saluran cerna. Operasi koreksi merupakan tata laksana dari sebagian besar kasus kelainan kongenital pada saluran cerna anak. Pada tahun 2009, World Health Organization (WHO) merilis standar kecepatan pertumbuhan berdasarkan berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala.Tujuan. Menganalisis percepatan pertumbuhan pada neonatus dengan kelainan kongenital gastrointestinal sebelum dan sesudah dilakukannya operasi koreksi.Metode. Penelitian kohort prospektif yang dilakukan bulan februari–Juli 2016. Duapuluh subyek penelitian diambil secara konsekutif. Data dianalisis dengan program SPSS 22.0. Percepatan pertumbuhan pada neonatus dengan kelainan kongenital gastrointestinal sebelum dan sesudah dilakukannya operasi koreksi dianalisis dengan formula McNemar.Hasil. Tidak didapatkan perbedaan signifikan pada percepatan pertumbuhan pada neonatus dengan kelainan kongenital gastrointestinal sebelum dan sesudah dilakukannya operasi koreksi (p>0,05).Kesimpulan. Neonatus dengan FTT sebelum dilakukannya operasi masih berada pada kondisi FTT saat setelah dilakukannya operasi koreksi.
Hubungan antara Insulin-like Growth Factor-1 dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Sindrom Down Arifiyah Arifiyah; Asri Purwanti
Sari Pediatri Vol 18, No 5 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.236 KB) | DOI: 10.14238/sp18.5.2017.350-6

Abstract

Latar belakang. Sindrom Down adalah kelainan kromosom yang paling umum disebabkan oleh kelainan pada kromosom 21. Tumbuh kembang anak sindrom Down dipengaruhi oleh faktor hormonal insulin-like growth factor-1 (IGF-1). IGF-1 memediasi efek hormon pertumbuhan (GH) dan berperan penting dalam regulasi pertumbuhan somatik dan pengembangan organ termasuk perkembangan otak.Tujuan. Membuktikan korelasi IGF 1- dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan pada anak sindrom Down.Metode. Studi cross-sectional pada anak sindrom Down yang sesuai dengan kriteria inklusi di Rumah Sakit Kariadi Semarang. Tes IGF-1 dilakukan dalam waktu bersamaan. Penilaian pertumbuhan digunakan WHO antropometri Z-skor, perkembangan dinilai dengan Denver-II, digunakan kuesioner perkembangan (DQ) di empat sektor. Analisis tes korelasi Spearman digunakan. Rasio prevalensi yang dianalisis menggunakan tabel 2x2.Hasil. Subjek penelitian adalah 41 anak sindrom Down berusia 6 bulan sampai 6 tahun, terdiri dari 24 (58,5%) laki-laki, 17 (41,5%) perempuan. korelasi positif ditemukan antara IGF-1 dan WAZ (r=0,373; p=0,016), WHZ (r=0,459; p=0,03), pertumbuhan memanjang (r = 0.670; p=0,000), motorik kasar (r=0,408; p=0,08), motorik halus (r=0,334; p=0,033). IGF-1 rendah, menyebabkan gangguan pertumbuhan memanjang 7,2 kali, malnutrisi 3,6 kali, berat badan rendah 1,92 kali, motorik kasar tertunda 1,161 kali, dan motorik halus tertunda 1,241 kali lebih besar dari normal IGF-1 tingkat.Kesimpulan. Terdapat korelasi yang signifikan antara IGF-1 dengan pertumbuhan dan perkembangan pada anak Down sindrom. Semakin rendah IGF-1 maka semakin tinggi untuk menderita kelainan pertumbuhan, berat badan, status gizi, serta motorik kasar, dan motorik halus tertunda.
Perbedaan Pengaruh antara Pengaturan Suhu Ruang Operasi 240-260C dan 200-220C Terhadap Suhu Bayi Lahir Kurang Bulan Sukma Wibowo; Harsono Salimo; Dwi Hidayah
Sari Pediatri Vol 18, No 5 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp18.5.2017.391-6

Abstract

Latar belakang. Bayi kurang bulan rentan terhadap stres dingin sehingga berisiko terjadi hipotermi. Hal ini menjadikan faktor suhu ruangan sangat penting sebagai bagian dari manajemen suhu pada kelahiran bayi kurang bulan.Tujuan. Menganalisis perbedaan pengaruh antara pengaturan suhu ruang operasi 240-260C dan 200-220C terhadap suhu bayi kurang bulan berat lahir rendah.Metode. Uji klinis dengan randomisasi dilakukan pada bulan Oktober 2016–Januari 2017 di ruang operasi IGD RS Dr. Moewardi Surakarta. Enampuluh bayi diambil secara konsekutif dibagi dalam kelompok kontrol (suhu operasi 200-220C) dan kelompok perlakuan (suhu ruang operasi 240-260C). Distribusi data tidak normal sehingga dalam bentuk median dan dianalisis menggunakan chi square dan Mann-Whitney test dengan program SPSS 17.0.Hasil. Median suhu bayi baru lahir pada kelompok perlakuan (36,10C) berbeda signifikan (p<0,001) secara statistik dibandingkan pada kelompok kontrol (35,70C), tetapi tidak berbeda secara klinis. Hasil analisis regresi linear ganda menunjukkan bahwa suhu ruang operasi (B=0,111; IK95%: 0,072 – 0,150; p<0,001), berat lahir (B=0,001; IK95%: 0,000 – 0,001; p<0,001), dan skor APGAR 1 menit (B=0,111; IK95%: 0,026 – 0,196; p=0,012) memiliki korelasi positif yang secara statistik signifikan dengan suhu bayi baru lahir.Kesimpulan. Suhu ruang operasi 240-260C akan menaikan median suhu lahir bayi kurang bulan, walaupun kejadian hipotermia tidak berbeda. Sari Pediatri

Page 1 of 2 | Total Record : 14


Filter by Year

2017 2017


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue