cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota makassar,
Sulawesi selatan
INDONESIA
JAKPP : Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik
Published by Universitas Hasanuddin
ISSN : 24606162     EISSN : 25276476     DOI : -
Core Subject : Social,
This Journal particularly focuses on the main problems in the development of the sciences of public policies and administrations areas. It covers the administration development, the regional autonomy and bureaucracy, the state apparatus, the decentralisation, the economic and science development, the public management, the governance and its policy, and any social sciences that cover sciences of public health, fiscal politics, and regional planning. JAKPP is going to publish journals twice in two terms: June and December.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue " Volume 1 Number 1, July 2015" : 8 Documents clear
Red Tape Dan Perilaku Masyarakat Dalam Pelayanan Izin Usaha Perdagangan Di Kota Makassar Lukman, Lukman
JAKPP : Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik Volume 1 Number 1, July 2015
Publisher : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak : Red tape sebagai patologi telah lama menjadi fokus kajian pakar birokrasi. Pada penelitian sebelumnya red tape diasumsikan sebagai bagian di tingkat personal sebagaimana teori klasik Merton (1940) mengenai perubahan tujuan. Lebih lanjut Waldo (1946) mengurai bahwa seseorang yang melakukan red tape akan menjadi sistem yang berlaku ke yang lain. Osborne dan Gaebler (1992) mengurainya sebagai orang-orang yang berkinerja baik namun terperangkap dalam sistem yang buruk. Bozeman dan Feneey (2011) red tape seringkali dipergunakan sebagai sinonim dari istilah prosedur, peraturan dan regulasi, manakala ketiganya berjalan menyimpang dan menjadi berlebih-lebihan, maka pada saat itulah red tape ada dan berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bentuk-bentuk red tape, menjelaskan perilaku masyarakat wirausaha menghindari red tape, dan merumuskan model untuk mengurangi red tape dalam proses pelayanan penerbitan SIUP. Lokasi penelitian adalah Kota Makassar. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif-eksplanatif, dengan metode case study. Informannya adalah masyarakat wirausaha yang telah memperoleh SIUP pada tahun 2011. Data diperoleh melalui wawancara mendalam. Teknik analisis yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan . Hasil penelitian  menunjukkan bahwa terdapat lima jenis bentuk red tape  yang dijumpai dalam penerbitan SIUP, meliputi: persyaratan yang banyak, kurang relevan dan ketat; struktur dan hierarki yang panjang, ketat dan berlebihan; prosedur atau tahapan yang rigid atau rinci, kompleks, panjang dan ketaatan secara berlebihan, serta berbelit-belit; waktu yang lebih lama dari ketentuan, biaya yang lebih tinggi dari standar yang telah ditetapkan; dan sikap dan perilaku petugas yang suka menunda dan acuh tak acuh, mendahulukan keluarga, sahabat dan kroni- kroninya, mengharapkan imbalan, kurang menghargai masyarakat yang dilayani. Adapun perilaku masyarakat wirausaha menghindari red tape adalah dengan cara menelikung (short cut behavior) dan menyuap (bribery behavior). Untuk itu penulis menawarkan pemutusan red tape dengan merampingkan struktur dan menyederhanakan prosedur. dengan melalui tiga hierarki atau prosedurKata kunci : Patologi Birokrasi, Red Tape Dalam Pelayanan PublikAbstract : Red tape as pathology has long been the focus of an expert study of bureaucracy. Early scholarly attempts conceptualized red tape at the individual level as in Mertons classic thesis (1940) about goal displacement. Waldo (1946) one mans red tape is another mans system. Kaufman (1977) one persons red tape may be anothers treasured safeguard. Osborne and Gaebler (1992) good people trapped in bad systems. Bozeman and Feneey (2011) red tape is often used as a synonym of the term procedures, rules and regulations, when third go wrong and becomes excessive, then thats when there is red tape and grow. This study aims to reveal the forms of red tape, to explain the behavior of the entrepreneur to avoid red tape, and formulate a model to reduce red tape in the process of publishing services SIUP. Study site is the city of Makassar. The approach used is qualitative-explanative, the case study method. Informant is a community of entrepreneurs who have obtained the business license in 2011. Data were obtained through in-depth interviews. Analytical techniques used are data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results showed that there are five kinds of red tape form found in the issuance of business license, include: the requirement that many, less relevant and tight hierarchical structure and a long, rigorous and redundant; procedures or steps that rigid or detailed, complex, long and obedience excessively, and convoluted; longer than the terms, the higher cost of established standards, and attitudes and behavior of officers who like to defer and indifferent, put the family, friends and cronies, expecting in return, lack of respect for the community it serves. The behavior of the entrepreneur to avoid red tape is cut short behavior and bribery behavior. To the authors offer a model of cutting red tape with agencies downsizing and simplifying procedures, with over three hierarchies or procedures.Key words : Pathology Of Bureaucracy, Red Tape In Public Service
Implementasi Program Indonesia Emas Pada Kementerian Pemuda Dan Olahraga Republik Indonesia H, Herman
JAKPP : Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik Volume 1 Number 1, July 2015
Publisher : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak : Secara umum prestasi olahraga Indonesia belum menampakkan hasil yang menggembirakan, dan cenderung tertinggal dibanding negara lain di kawasan Asia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan implementasi dari Program Indonesia Emas tentang olahraga prestasi di tingkat internasional, dengan menganalisis faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat implementasi program tersebut serta memodifikasinya. Penelitian ini melakukan pengambilan datanya dari para narasumber di DKI Jakarta pada KEMENPORA, KOI, KONI, Dewan Pelaksana PRIMA, Satuan Pelaksana Tugas PRIMA, Pengurus cabang olahraga dan stakeholder olahraga. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus dan deskriptif-explanatory dengan fokus analisisnya pada Program Indonesia Emas. Penelitian ini berhasil menemukan bahwa implementasi Program Indonesia Emas di Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia di kategorikan kurang berhasil, karena faktor-faktor yang diteliti yaitu komunikasi, Sumber daya, Sikap, Struktur birokrasi, Lingkungan, Ukuran dan tujuan, Politik, Pendanaan, serta Rekrutmen tidak bersinergi dengan baik satu sama lainnya, di mana faktor penghambat lebih mendominasi dibandingkan faktor pendukung, sehingga implementasi program tidak efektif.Kata kunci : Implementasi Kebijakan Program, Program Indonesia EmasAbstract : In general, Indonesia’s sports achievements tend to left behind among other Asian countries. The purpose of this study is to analyze the implementation of Gold Indonesia Program–which was initiated to elevate the Indonesia’s sports achievement in international level-by analyzing the supporting and inhibiting factors in the implementation process and modify it. This study collected data from informants in Provincial Government of Jakarta, the Indonesian Ministry of Youth and Sport, National Olympic Committee (KOI), National Sport Committee of Indonesia (KONI),  PRIMA Executive Council, PRIMA Acting Unit, Board sports and sport stakeholders. This study was conducted in qualitative method with case study-explanatory descriptive analysis and focusing on Indonesian Gold Program. This study found that the Gold Indonesian Program was not successful because all fundamental factors in this program–consist of communication, resources, attitudes, bureaucratic structure, environment, size and destination, Politics, Funding, and recruitment-did not well synergize. In other words, the limit factors are more dominating rather than contributing factors that stimulate ineffective implementation.Key words : Policy Implementation Program, Gold Indonesia Program
Implementasi Prinsip Akuntabilitas Publik dan Kaitannya Dengan Reformasi Birokrasi di Sumatera Barat Rizal, Yose
JAKPP : Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik Volume 1 Number 1, July 2015
Publisher : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan prinsip akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Akuntabilitas publik merupakan prinsip dasar dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan juga berimplikasi pada prinsip transparansi, efektifitas, efisiensi dan partisipasi. Penelitian ini menemukan bahwa akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemerintahan belum dilaksanakan dengan baik dengan melihat pada indikator manajemen keuangan, manajemen respons dan kekuatan institusi. Inilah aspek penting yang harus diperbaiki melalui agenda reformasi birokrasi yang sekarang dilaksanakan pemerintah daerah, khususnya di tingkat provinsi dan kabupaten. Selain itu, penelitian ini juga menemukan indikator penting yang dapat membantu pemerintah daerah memperbaiki prinsip akuntabilitas ini adalah kesediaan berubah untuk menjadi lebih baik. Inilah dasar reformasi birokrasi yang sekarang dilaksanakan. Namun, dalam proses reformasi birokrasi tersebut Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar justru hanya menguatkan aspek kelembagaan dan pengaturan  tanpa melihat kebutuhan masyarakat yang berkembang. Penelitian ini menyimpulkan pemerintah daerah cenderung menggunakan paradigma administrasi publik lama ketimbang paradigma manajemen publik baru. Kata kunci : Akuntabilitas, Reformasi Birokrasi Dan Manajemen Publik BaruAbstract : This study aims to investigate the implementation of the principle of public accountability in local governance. Public accountability is a basic principle in the implementation of good governance and also has implications for the principle of transparency, effectiveness, efficiency and participation. This study found that public accountability in governance has not been implemented properly by looking at the indicators of financial management, response management and the strength of the institution. These factors are important aspects that should be improved through bureaucratic reform agenda in which has been implemented by local government, especially at provincial and district levels. In addition, the study also found the degree of willingness of local governments to change for the better system can improve the accountability principle. This is the basis of bureaucratic reform is now implemented. However, in the process of bureaucratic reform which was conducted by the West Sumatra Provincial Government and the Regency of Tanah Datar only strengthen the institutional aspects and settings but ignore the expectations of the community. This study concluded local governments tend to use the old paradigm of public administration rather than new public management paradigmKey words : Accountability, Bureaucracy Reform, New Public Management
Menciptakan Pemimpin Yang Melayani Apriani, Fajar
JAKPP : Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik Volume 1 Number 1, July 2015
Publisher : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak : Dari perspektif teoritis, kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, dan manajemen merupakan bagian dari administrasi. Itulah mengapa kepemimpinan memiliki posisi strategis dalam tatanan organisasi. Sementara dari perspektif analitikal dan kasus-kasus empiris, peran pemimpin adalah untuk mengarahkan kekuatan, sebagai motivator, pelindung, pelayan dan bertanggungjawab atas setiap aktivitas organisasional. Seorang pemimpin publik harus mengetahui dirinya sendiri, mengetahui aspirasi dan kondisi publik, mengetahui permasalahan pembangunan dan lingkungan strategis, serta sistem administrasi dimana ia memimpin. Seorang pemimpin publik harus mampu menjadi agen perubahan yang memiliki sejumlah kualifikasi dan kompetensi untuk dapat bermanfaat bagi masa depan. Kurangnya perhatian terhadap reformasi pada aspek kepemimpinan aparatur negara menjadikan reformasi administrasi publik selama ini belum mampu memberikan sumbangan yang signifikan. Penggunaan pendekatan kepemimpinan yang memadukan ketiga aspek utama kepemimpinan: kepribadian, perilaku dan konteks keorganisasian secara lebih baik, akan menghasilkan kepemimpinan masa depan yang mampu menjawab tuntutan reformasi kepemimpinan.Kata kunci : Kepemimpinan, Reformasi, Pemimpin masa depanAbstract : From theoretical perspective, leadership is the core of management, and management is a part of administration. That’s why leadership has a strategic position in organization. Conversely, from analytical perspective and empirical cases, the role of leader refers to acts as driving force, motivator, protector, servant and responsible to every organizational activities. A public leader has to know about him/her, public aspiration and condition, the development and strategic environment problems, and the administration systems where he/she in rolled. A public leader has to be a qualify agent of change with some qualifications and competencies to be beneficial for the future. The lack of attention to the leadership aspect of state apparatus can jeopardize the public administration reform. The application of leadership approach that combines three main aspects of leadership, namely: the personality, behavior and better organizational context, will create a future leadership th at enable to respond the demands of the reform leadership.Key words : Leadership, Reform, Future leader
Kemampuan Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah Dalam Menunjang Pelaksanaan Otonomi Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan Alam, Andi Syamsu
JAKPP : Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik Volume 1 Number 1, July 2015
Publisher : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak : Untuk mendukung penyelenggaraan Otonomi daerah, salah satu faktor yang harus mendukung adalah sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk itulah, daerah dituntut supaya mampu menggali seluruh potensi yang dimilikinya guna mendukung penyelenggaraan otonominya. Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan menginterpretasikan masalah tersebut dengan mengajukan 3 (tiga) pertanyaan pokok, yakni: (1) Bagaimana kemampuan sumber daya aparat pengelola sumber pendapatan asli daerah di Propinsi Sulawesi-Selatan? (2) Bagaimana prosedur pengelolaan Pendapatan Asli Daerah di Propinsi Sulawesi-Selatan? (3) Berapa besar Kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Propinsi Sulawesi-Selatan? Lokasi penelitian ini adalah Sulawesi-Selatan (Sul- Sel), dimana wilayah sampel dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sidrap, Kabupaten Bone, Kota Makassar dan Kota Palopo. Dasar penelitian adalah survey. Tipe penelitian deskriptif, yang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kemampuan Pendapatan Asli Daerah dalam menunjang Pelaksanaan Otonomi Daerah di Propinsi Sulawesi-Selatan. Hasil Penelitian ini menunjukkan sumber daya aparat, prosedur pengelolaan, dan pelaksanaan otonomi daerah belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari target dan realisasi yang dicapai untuk lima tahun terakhir pada empat wilayah sampel, dimana terjadi kesenjangan antara target dan realisasi yang dicapai, atau dengan kata lain bahwa realisasi yang dicapai tidak mencapai target yang ditentukan, begitu pula kontribusinya terhadap APBD masih sangat kecil. Hal ini disebabkan karena adanya beber apa masalah yang dihadapi, seperti kualitas Sumber Daya Aparat yang masih sangat rendah dan pengelolaan Pendapatan Asli Daerah yang kurang maksimal. Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah, Otonomi Daerah.Abstract : Local revenue (PAD) is a fundamental factor to support the implementation of regional autonomy. Consequently, the local governments are expected to explore their local resources for supporting the implementation of decentralization. Based on these problems, the study aims to describe, analyze, and interpret the problem by asking three main questions, namely: (1) How is the local revenue management capacity of government officials in the province of South Sulawesi? (2) How are the procedures of local revenue management in the province of South Sulawesi? (3) How many are the contributions local revenue to the regional budget (APBD) to implement regional autonomy in the province of South Sulawesi?. This study was conducted by survey in four regencies in South Sulawesi province, namely Sidrap, Bone, Makassar and Palopo. This study indicates human resources, management procedures, and the implementation of regional autonomy do not worked effectively. It can be seen from the target and the realization which was achieved for the last five years on four those sample areas. There is a huge gap between the target and the realization. In other words, the local government could not achieve the specified targets which were determined beforehand. Moreover, the contribution of local revenue to the regional budget is still very small. This study argues that these problems are caused by the lack capacity of human resources and ineffective regional revenue management.Key words : Local Revenue, autonomy
Karakteristik Budaya Organisasi Dan Hubungannya Dengan Kinerja Organisasi Pada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Di Indonesia Mansur, La
JAKPP : Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik Volume 1 Number 1, July 2015
Publisher : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak : Budaya organisasi yang telah diyakini sebagai sumber kekuatan baru dalam meningkatkan kinerja organisasi, telah menjadi tumpuan pada pengembangan setiap organisasi termasuk pada organisasi publik, dan telah dimulai oleh Andrew Pettigrew (1979) di awal tahun 1980an, dan Peter and Waterman, Jr. (1982), sehingga dalam pengembangan organisasi tidak bisa lagi hanya bertumpu pada perangkat keras organisasi semata, seperti strategi, struktur dan sistem, tanpa memperhatikan budaya organisasi. Penelitian ini dilakukan pada 30 LPMP di seluruh Indonesia sebagai populasi sekaligus sampel (saturation sampling) dan digunakan pendekatan kuantitatif dengan 99 informan yang terpilih dari 129 pejabat IV pada LPMP di seluruh Indonesia. Data penelitian dikumpulkan menggunakan kuesioner yang disebarkan melalui website http://survei.lamansur.net dan diuji dengan uji korelasi Kendall’s tau_b dengan bantuan SPSS for windows versi 19. Temuan penelitian menunjukkan bahwa karakteristik budaya organisasi berhubungan positif sangat kuat dan signifikan dengan kinerja organisasi (𝜆  = 0,728 & α =0,000). Hasil uji secara terpisah, diketahui bahwa agresivitas dan orientasi pada Tim sangat kuat dan signifikan hubungannya dengan kinerja organisasi, sedangkan perhatian pada hal – hal rinci, inovasi dan keberanian mengambil resiko, dan orientasi pada hasil dalam kategori kuat, dan orientasi pada orang dalam kategori positif sedang. Sedangkan stabilitas berhubungan positif tapi lemah dan hanya signifikan pada level 0,1.Kata kunci : Budaya, Organisasi, Kinerja, Karakteristik, LPMPAbstract : Organizational culture has been believed as the new source to improve the performance of the organization. It becomes the foundation of the organization development including public organization which was initiated by Andrew Pettigrew (1979) in 1980 and Peter and Waterman, Jr.(1982). As result, most scholars articulate that developing organization no longer merely rely on hardware organization such as strategy, structure and systems without considering the organizational culture. This research was conducted at 30 LPMP throughout Indonesia as well as the sample population (saturation sampling) and used a quantitative approach with 99 informants selected from 129 officers in LPMP IV throughout Indonesia. The research data were collected using questionnaires distributed through the website http://survei.lamansur.net and tested with Kendalls correlation test tau_bwith the help of SPSS for windows version 19. The study findings suggest that the characteristics of organizational culture is strongly positively associated with organizational performance and significant (λ =0.728 and α=0.000. The result of divided test shows that aggressiveness and orientation on team are very strong and their relationship with performance organization is positively significant. On the other hand, attention to the detailed things, innovation and courage to take risks, and orientation on the results in the strong category, and orientation for internal officials are in medium positive category. Additionally, the stability has positive relationship but in weak level with only significant at 0.1 level.Key words : Culture, Organization, Performance, Characteristics, LPMP
Prinsip-prinsip Dasar Rasionalisasi Birokrasi Max Weber Pada Organisasi Perangkat Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Kadir, Abdul
JAKPP : Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik Volume 1 Number 1, July 2015
Publisher : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak : Penelitian ini Berjudul Prinsip-Prinsip Dasar Rasionalisasi Birokrasi Max Weber Pada Organisasi Perangkat Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menginterpretasikan penerapan karakteristik birokrasi Max Weber yang idealnya dapat menjadi sarana kontrol imperatif atas tindakan pejabat organisasi perangkat daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini menggunakan perspektif sistem rasional. Strategi penelitian  kualitatif yang digunakan adalah etnografi. Fenomena birokrasi dieksplorasi secara natural dalam dunia kerja para birokrat, kemudian membangun interpretasi berdasarkan metodologi Verstehen Max Weber melalui prosedur idiografik untuk membentuk idiographic knowledge. Data dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model analisis interaktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan prinsip-prinsip dasar birokrasi Max Weber yang mencakup standardisasi dan formalisasi, pembagian kerja dan spesialisasi, hirarki otoritas, profesionalitas, dan dokumentasi tertulis pada organisasi perangkat daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara kurang sesuai dengan tipe ideal Max Weber sehingga tidak dapat menjadi sarana kontrol imperatif atas tindakan  pejabat organisasi tersebut. Karakteristik birokrasi Max Weber yang kurang sesuai penerapannya pada organisasi perangkat daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara mengakibatkan tindakan-tindakan pejabat kurang terkontrol. Hal tersebut ditandai dengan: pejabat memasukkan tatanan personal ke  dalam  perintah dan kepatuhan; tindakan-tindakan pejabat kurang berfokus pada  pencapaian efisiensi organisasi; anggota organisasi tidak terhubung dalam suatu struktur kontrol atasan-bawahan yang piramidal sehingga tidak terjadi kejelasan arah perintah dan kohesi serta kontinuitas pekerjaan di dalam organisasi; pelaksanaan kontrol tidak berbasis pengetahuan teknis; dan tidak terjadi kontinuitas operasional serta keamanan pejabat organisasi perangkat daerah.Kata kunci : Birokrasi Max Weber, Kontrol imperatifAbstract : This research entitled Fundamental Principles of Max Weber’s Rational Bureaucracy in Kendari City, South- East Sulawesi Province. The purpose of study is to explain and interpret the characteristics of Max Weber’s bureaucracy that canastas an imperative control for officials ‘actions of Kendari City, South-East Sulawesi Province. This study utilizes a rational system perspective and applies qualitative research strategy with ethnography. The phenomenon of bureaucracy was explored naturally in the bureaucratic system, and then develops an interpretation based on Max Weber’s Verstehen methodology through ideography procedure to form the idiographic knowledge. Data was collected through interview, observation and documentation. The data was analyzed by an interactive model. The study found that the bureaucracy of Kendari City did not effectively employ the Max Weber’s characteristics of bureaucracy-which covers standardization and formalization, division of labor and specialization, hierarchy of authority, professionalization, and written documentation–that make uncontrolled actions of officials. The characteristics of uncontrolled actions are the officials fulfilled by personal consideration; less focus at highest administration efficiency attainment; organizational member do not interconnected in a superordinat-subordinate structure of control so that so that cause the ill defined command direction,  no  cohesion and work continuity in organization; exercising  control not base on  the technical knowledge; and there is sustainable operational procedure and job security in organization.Key words : Max Weber’s bureaucracy; Imperatives control.
Dampak Pembentukan Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pelayanan Publik Syukur, Alam Tauhid
JAKPP : Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik Volume 1 Number 1, July 2015
Publisher : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pencapaian tujuan desentralisasi dan dampak Pembentukan DOB Kabupaten Mamasa. Penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif dengan paradigma kualitatif  dan jenis penelitian studi kasus dengan tingkat analisis deskriptif-komparatif-explanatory. Data dikumpulkan melalui dokumentasi (telaah dokumen). Teknik analisis data terdiri atas tiga kegiatan pokok, yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan: perbandingan kesejahteraan rakyat yang terdiri atas: perekonomian daerah (pertumbuhan PDRB non-migas, PDRB per Kapita, dan angka kemiskinan) lebih baik Kabupaten Mamasa, sedangkan rasio PDRB Kab. Terhadap PDRB Provinsi lebih baik Kabupaten Polman. Keuangan Pemerintah Daerah (ketergantungan fiskal, kapasitas penciptaan pendapatan (PAD), dan kontribusi sektor pemerintah lebih baik Kabupaten Polman, sedangkan proporsi belanja modal lebih baik Kabupaten Mamasa. IPM (lama hidup (AHH), tingkat pengetahuan (AMH) dan (RLS), dan standar hidup layak) lebih baik Kabupaten Mamasa. Berdasarkan perbandingan kualitas pelayanan publik yang terdiri atas: pendidikan, kesehatan dan infrastruktur jalan (rasio siswa per sekolah (SD+SLTP dan SLTA), rasio siswa per guru, ketersediaan fasilitas kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan lebih baik Kabupaten Mamasa, sedangkan kualitas infrastruktur jalan lebih baik Kabupaten Polman. Kinerja aparatur pemerintah daerah (rasio pegawai terhadap penduduk dan persentase aparatur pendidik lebih baik Kabupaten Mamasa, sedangkan kualitas pendidikan aparatur (S1) dan persentase aparatur paramedis lebih baik Kabupaten Polman. Kata kunci : Dampak Pembentukan Kabupaten Mamasa, Kesejahteraan Rakyat, Pelayanan PublikAbstract : This study aims to identify and analyze the achievement of decentralization in terms of the establishment of Mamasa Regency as a new autonomy area (DOB). This research is a case study and employs deductive approach with qualitative paradigm with descriptive-comparative analysis of the level-explanatory. Data were collected through documentation (document analysis). Data analysis technique consists of three main activities, namely: data reduction, data presentation and conclusion and verification. The results showed that Mamasa Regency has a good performance in terms of comparison of welfare of the people which determined by the regional economy development (non-oil GDP growth, GDP per capita, and number of poverty). In addition, Polman Regency has better achievement in terms of ratio between districts’ GDP and provincial’s GDP. Moreover, regarding public budgeting which determined by fiscal dependency, income generation capacity (PAD), and the contribution of the government sector, Polman Regency has a good performance compare to Mamasa Regency. However, Mamasa Regency has a better proportion of capital spending compare to Polman Regency. Additionally, Mamasa Regency has a higher level of the Human Development Index (HPI)–determined by life expectancy, literacy rate, and decent living standards. Lastly, this study analyzes the comparison of the quality of public services which focusing on education, health and road infrastructure sectors between Mamasa Regency and Polman Regency. Education services are examined by ratio of students per school (elementary school, junior and senior), ratio of students per teacher. Health services are explored by the availability of health facilities, availability of health workers. The study found that Mamasa Regency has good performance in education and health services and performance of local government officials (the ratio of employees to the population and the percentage of educator’s better apparatus. However, Polman Regency has a better quality road infrastructure, the quality of education apparatus (based on educational background with minimum bachelor level) and the percentage of paramedical personnel. Key words : Impact Formation of Mamasa, Social Welfare, Public Services

Page 1 of 1 | Total Record : 8