Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Jual Beli dengan Konsep All You Can Eat dalam Pandangan Tokoh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Febriana, Nina Indah; Nurfieni, Amrin
AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam Vol 5 No 2 (2023)
Publisher : Fakultas Syariah INSURI Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37680/almanhaj.v5i2.4007

Abstract

The development of the buying and selling transaction model is inevitable, so studies in the perspective of islamic law need to continually conducted to ensure that the buying and selling transactions of society do not violate the provisions of the shari’a. buyying and selling food with the concept of “all you can eat” need to be studied because it contains provisions that are different from the concept of buying and selling food in general. The purpose of this study is to find out how the opinions of DSN MUI figures about buying and selling food with the concept of “all you can eat”. The results of this study present the views of several DSN-MUI figures regarding the practice of buying and selling with the concept of all you can eat. The provision of fines and limits on eating at all you can eat restaurants by the characters in this study is stated to be permissible with their various points of view. While the indication of gharar by some figures is stated as “gharar yasir”, and some state that the existence of gharar in buying and selling is not allowed.
EFEKTIVITAS PERUBAHAN ATAS PASAL 7 UU PERKAWINAN TERHADAP PENURUNAN ANGKA PERKAWINAN ANAK DI KABUPATEN SEMARANG Nurfieni, Amrin
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 4 No 2 (2024): Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Volume 4 Nomor 2 Tahun 2024
Publisher : Departement of Constitutional Law UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkawinan dinilai sebagai suatu peristiwa yang sakral baik secara agama maupun secara adat. Perkawinan membutuhkan kesiapan yang matang, baik fisik, mental, spiritual dan material. Umur menjadi salah satu persyaratan penting dalam melaksanakan perkawinan. Di Indonesia faktor umur sudah menjadi perhatian, hal ini terbukti dengan regulasi pemerintah tentang perkawinan yang menetapkan batasan umur perkawinan. Batasan umur perkawinan ini diharapkan dapat membatasi jumlah angka perkawinan anak. Perubahan atas Pasal 7 UU Perkawinan merupakan upaya untuk mengurangi atau bahkan meniadakan angka perkawinan anak dibawah umur 19 tahun. Akan tetapi salah satu kebijakan dalam UU Perkawinan itu sendiri justru menjadi celah yang mendukung legalnya perkawinan anak, yaitu pemberian dispensasi oleh Pengadilan. Jumlah permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Ambarawa Kabupaten Semarang pasca pengesahan kebijakan pemerintah untuk menaikkan batas usia kawin menjadi 19 tahun mengalami peningkatan sebesar 268% yaitu dari rata-rata 7,44 per bulan menjadi 19,92 per bulan. Pasal 7 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum efektif dalam menekan angka perkawinan anak di bawah umur. Perkawinan usia anak masih terjadi meskipun batas usia kawin telah dinaikkan, hal ini terjadi karena seorang anak dibawah usia kawin masih bisa menikah jika mendapatkan dispensasi dari pengadilan setempat.
Legal Issues in Online Transactions Involving Minors Nurfieni, Amrin; Retnaning Muji Lestari
Walisongo Law Review (Walrev) Vol. 6 No. 2 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2024.6.2.23733

Abstract

The advancement of information technology has led to transactions no longer being confined to physical spaces but extending to electronic transactions. In addition to the positive impacts, this development also brings challenges, particularly concerning the participation of minors in online transactions. Problems emerge when existing regulations fail to accommodate the rapid pace of technological advancement adequately. Minors lack the legal capacity to enter into valid agreements. Based on Article 47, paragraph 1 of the Marriage Law, a person who has not yet reached the age of 18 or is not married remains under the authority of their parents. E-commerce verification technology is not yet adequately optimized to prevent minors from carrying out transactions. Irresponsible transactions carried out by minors have the potential to cause financial harm to their parents or legal guardians. Legal issues arising from online transactions involving minors include the legality of agreements, parental supervision, transaction oversight, and payment issues. Currently, no regulations in Indonesia prohibit minors from purchasing goods through e-commerce platforms. Neither the Information and Electronic Transactions Law (UU ITE), Government Regulation Number 71 of 2019 concerning the Implementation of Electronic Systems and Transactions nor regulations on Electronic Commerce provide concrete limitations. The challenges surrounding legal regulations governing online transactions involving minors require a comprehensive and integrated approach. Thus, there is a need for more effective legal regulations to both prevent and address the potential misuse of interests involving minors in online transactions. Kemajuan teknologi informasi menyebabkan transaksi tidak lagi terbatas pada ruang fisik, tetapi meluas hingga transaksi elektronik. Selain dampak positif, perkembangan ini juga membawa tantangan, khususnya terkait keikutsertaan anak di bawah umur dalam transaksi daring. Masalah muncul ketika regulasi yang ada tidak mampu mengakomodasi laju kemajuan teknologi yang pesat. Anak di bawah umur tidak memiliki kapasitas hukum untuk membuat perjanjian yang sah. Berdasarkan Pasal 47 ayat 1 UU Perkawinan, seseorang yang belum berusia 18 tahun atau belum menikah tetap berada di bawah kekuasaan orang tuanya. Teknologi verifikasi e-commerce belum dioptimalkan secara memadai untuk mencegah anak di bawah umur melakukan transaksi. Transaksi yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh anak di bawah umur berpotensi menimbulkan kerugian finansial bagi orang tua atau wali yang sah. Masalah hukum yang timbul dari transaksi daring yang melibatkan anak di bawah umur meliputi legalitas perjanjian, pengawasan orang tua, kekeliruan transaksi, dan masalah pembayaran. Saat ini, tidak ada regulasi di Indonesia yang melarang anak di bawah umur untuk membeli barang melalui platform e-commerce. Baik Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, maupun peraturan perundang-undangan tentang Perdagangan Elektronik tidak memberikan batasan yang konkret. Tantangan yang ada dalam regulasi hukum yang mengatur transaksi daring yang melibatkan anak di bawah umur memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terpadu. Oleh karena itu, diperlukan regulasi hukum yang lebih efektif untuk mencegah dan menanggulangi potensi penyalahgunaan kepentingan yang melibatkan anak di bawah umur dalam transaksi daring.
Edukasi Pentingnya Pemahaman Hukum tentang Kesehatan Anak dalam Mencegah Stunting di Dusun Nggaron Lestari, Retnaning Muji; Sasanti, Serafina Damar; Utaminingtyas, Farida; Nurfieni, Amrin
Jurnal Pengabdian Masyarakat (ABDIRA) Vol 5, No 3 (2025): Abdira, Juli
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/abdira.v5i3.847

Abstract

Stunting is a chronic nutritional problem caused by prolonged undernutrition and repeated infections. The Indonesian government has updated its health law policy through Law No. 17 of 2023 on Health, which guarantees children's rights to nutrition and basic health services. Article 126 states that “children have the right to basic health services that include nutrition, immunization, monitoring of children's growth and development, and protection from disease”. Therefore, it is important to provide education on legal understanding of child health to have an impact on mothers' preventive attitudes in preventing stunting. This education is expected to contribute to accelerating the reduction of stunting rates. The purpose of this activity is to provide a legal understanding of child health and preventive steps for mothers in preventing stunting. Methods This activity was carried out by delivering material then continued with discussion and question and answer sessions. Based on the evaluation results, all participants were declared successful in understanding the material. The expected results are the formation of preventive attitudes of mothers in preventing stunting.