Abstract Humans have an intrinsic desire for perfection, especially women, who often strive to maintain an attractive appearance. This condition is often manipulated by unethical commercial entities through the distribution of dangerous cosmetics. This research is a normative legal analysis with a descriptive-analytical methodology, based on library research that includes legislation, doctrine, and related legal literature. Data analysis was conducted qualitatively with a focus on alignment with relevant laws and regulations. Research findings demonstrate that consumer legal protection concerning the distribution of hazardous cosmetics has been instituted through oversight and direction by the Medan Food and Drug Monitoring Agency (BPOM), in accordance with BPOM RI Regulation Number 12 of 2023 regarding the Supervision of Cosmetics Production and Distribution and Law Number 17 of 2023 pertaining to Health. Supervision is conducted via two mechanisms: pre-market and post-market, BPOM still faces obstacles, including low legal awareness among business actors, minimal deterrent effect due to lenient court decisions, limited resources, and the rampant distribution of illegal cosmetics online. The efforts made by BPOM include socialization, recall of dangerous products, and law enforcement to protect consumers in accordance with Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. This article emphasizes that BPOM plays a vital role in ensuring the safety, quality, and benefits of cosmetic products, but requires synergistic support between institutions and increased public awareness. Abstrak Manusia memiliki hasrat intrinsik akan kesempurnaan, terutama perempuan, yang seringkali berusaha mempertahankan penampilan yang menarik. Kondisi ini seringkali dimanipulasi oleh entitas komersial yang tidak etis melalui penyebaran kosmetik berbahaya. Penelitian ini merupakan analisis hukum normatif dengan metodologi deskriptif-analitis, yang didasarkan pada penelitian kepustakaan yang mencakup pertuan perundng-undangan, doktrin, dan literatur hukum terkait . Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan fokus pada penyelarasan peraturan perundang-undangan yang relevan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum konsumen terkait peredaran kosmetik berbahaya telah ditegakkan melalui pengawasan dan pengarahan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan, sesuai dengan Peraturan BPOM RI Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pengawasan dilakukan melalui dua mekanisme: pre-market dan post-market. Namun, BPOM masih menghadapi hambatan, antara lain rendahnya kesadaran hukum pelaku usaha, minimnya efek jera akibat putusan pengadilan yang ringan, keterbatasan sumber daya, serta maraknya distribusi kosmetik ilegal secara daring. Upaya yang dilakukan BPOM mencakup sosialisasi, penarikan produk berbahaya, serta penegakan hukum untuk melindungi konsumen sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Artikel ini menegaskan bahwa peran BPOM sangat vital dalam menjamin keamanan, mutu, dan manfaat produk kosmetik, namun memerlukan dukungan sinergis antar lembaga dan peningkatan kesadaran masyarakat.