Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

PERGELARAN WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA PENANAMAN KARAKTER ANAK Pramulia, Pana
Jurnal Ilmiah FONEMA : Jurnal Edukasi Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 1, No 1 (2018)
Publisher : FKIP - Universitas Dr. Soetomo Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (85.974 KB) | DOI: 10.25139/fn.v1i1.1020

Abstract

Salah satu sastra lisan yang paling populer di masyarakat Jawa adalah pergelaran wayang kulit. Lakon wayang kulit Jawa diambil dari epik India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Pergelaran wayang kulit juga menjadi tuntunan bagi masyarakat yang menonton. Maksudnya, wayang bukan sekadar sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai media komunikasi, penyuluhan dan pendidikan. Maka, pergelaran wayang kulit dapat dijadikan wahana penanaman karakter yang memuat moral, etika, dan nilai-nilai adi luhung. Untuk memahami dan menemukan moral, etika, dan nilai-nilai adi luhung pergelaran wayang kulit dibutuhkan teori yang relevan. Penelitian ini akan menggunakan teori hukum epik Axel Olrix dan menggunakan objek pergelaran wayang kulit lakon Laire Semar dengan dalang Ki. Purbo Asmoro. Hukum Epik Axel Olrix tersebut mempunyai dua belas hukum yang akan digunakan untuk menganalisis. Akan tetapi, dalam penelitian ini Hukum Epik Axel Olrix yang diambil hanya tiga poin yang berkaitan dengan penanaman karakter anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi untuk memahami keterkaitan antara moral dan nilai-nilai di masyarakat dengan yang digambarkan pada pergelaran wayang kulit. Kata Kunci: Pergelaran Wayang Kulit, Hukum Epik Axel Olrix, Karakter Anak.
SINKRETISME DALAM SERAT CENTHINI JILID I KARYA SRI SUSUHANAN PAKUBUWANA V Pramulia, Pana
Jurnal Ilmiah FONEMA : Jurnal Edukasi Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 2, No 2 (2019)
Publisher : FKIP - Universitas Dr. Soetomo Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.108 KB) | DOI: 10.25139/fn.v2i2.1812

Abstract

Masyarakat Jawa memiliki budaya yang kuat, sehingga berpengaruh terhadap eksistensi agama yang dipeluk masyarakatnya, termasuk Islam. Agama Islam yang diperagakan masyarakat Jawa berbeda dari negara asalnya (Arab), karena pelaksanaan Islam di Jawa dipadukan dengan budaya (Hindhu-Budha) dan tradisi yang sudah ada turun temurun. Sebagian besar masyarakat Jawa pemeluk Islam, hingga saat ini masih melakukan tradisi nyekar, nyadran, selamatan, sedekah bumi, larung sesaji, dan sebagainya. Perayaan tradisi tersebut dilaksanakan berdasarkan perpaduan antara budaya Jawa dengan ajaran Islam. Maksudnya, ritual tradisi menggunakan budaya Jawa, sedangkan doa-doa yang digunakan menggunakan tata cara Islam. Hal itulah yang dinamakan sinkretisme. Sinkretisme merupakan aliran perpaduan dari beberapa paham untuk mencari keserasian dan keseimbangan. Sinkretisme antara budaya Jawa dengan Islam tergambar jelas dalam Serat Centini yang disusun Sri Susuhunan Pakubuwana V. Dalam Serat Centini Jilid I diceritakan terjadinya kontak dari berbagai budaya. Akibatnya, menghasilkan perpaduan antar budaya yang berbeda. Selain itu, Serat Centhini Jilid I juga menceritakan tokoh-tokoh Islam menggunakan metode kultural untuk berupaya mencari keselarasan (harmonisasi) dengan ajaran-ajaran peninggalan dari khazanah Jawa, yaitu animisme, dinamisme, Budha, dan Hindu. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sinkretisme yang terjadi di Jawa dalam Serat Centhini Jilid I.
Budaya Petung Dalam Masyarakat Jawa : Kajian Antropologi PRAMULIA, PANA
Jurnal Budaya Nusantara Vol 2 No 2 (2019): NUSANTARA & TEKNOLOGI
Publisher : LPPM Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36456/b.nusantara.vol2.no2.a1965

Abstract

Javanese society is identical with mysticism. Everything that Javanese people do cannot be separated from the physical and metaphysical worlds. The physical and metaphysical worlds are interrelated, as these would form harmony of life between living beings and God. The harmony built by the Javanese community is not only for the people, but also for the whole living things in the world. That is what the Javanese community call the bebrayan agung. One of the patterns carried out by Javanese people to lead a bebrayan agung is by practicing the culture of petung. This culture is not only a calculation of life behavior, but also as a dialectic between humans and fate and the universe. Many people perceive that petung culture is only a prophecy, but in fact, it teaches wisdom ​​as a way of life. This is due to that the culture of Petung or Petungan in Javanese society is closely related to birthdays, pasaran, and neptu. All of these have to do with birth, sustenance, matchmaking, illness, and death. In short, everything is strung together based on the standard calculations contained in the primbon and the Javanese calendar. In this regard, Petung culture is a mathematical civilization technology that uses calculations of numbers in the Javanese calendar.This study, therefore, is focused on exploring the culture of petung in Javanese society framed within the anthropological analysis.
Implementasi Pembelajaran Di Luar Kelas Berbasis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Kelas V Tema 4 Subtema 1 Pembelajaran 4 SDN Ketabang Surabaya Sofa, Sabrina Zamzamiatul; Juniarso, Triman; Pramulia, Pana
Buana Pendidikan Jurnal Fakultas Keguruan dan Pendidikan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
Publisher : Fakultas Pedagogi dan Psikologi Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36456/bp.vol16.no30s.a2752

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Untuk memperoleh data dalam pembelajaran keterampilan berpikir kritis di SDN Ketabang Surabaya, peneliti menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Penelitian ini menekankan pada berpikir kritis siswa kelas V melalui penerapan metode pembelajaran di luar kelas. Tujuan penelitian ini adalah 1) Mengetahui pelaksanaan pembelajaran di luar kelas, 2) Mengetahui dampak penerapan metode pembelajaran di luar kelas terhadap keterampilan berpikir kritis siswa kelas V SDN Ketabang Surabaya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis interaktif yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penerapan metode pembelajaran di luar kelas dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. 2) Dampak penerapan metode pembelajaran di luar kelas terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran di luar kelas dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas V dapat diterapkan dalam proses pembelajaran dengan materi yang sesuai.
PERGELARAN WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA PENANAMAN KARAKTER ANAK Pramulia, Pana
Jurnal Ilmiah FONEMA : Jurnal Edukasi Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 1 No 1 (2018)
Publisher : FKIP - Universitas Dr. Soetomo Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (85.974 KB) | DOI: 10.25139/fn.v1i1.1020

Abstract

Salah satu sastra lisan yang paling populer di masyarakat Jawa adalah pergelaran wayang kulit. Lakon wayang kulit Jawa diambil dari epik India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Pergelaran wayang kulit juga menjadi tuntunan bagi masyarakat yang menonton. Maksudnya, wayang bukan sekadar sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai media komunikasi, penyuluhan dan pendidikan. Maka, pergelaran wayang kulit dapat dijadikan wahana penanaman karakter yang memuat moral, etika, dan nilai-nilai adi luhung. Untuk memahami dan menemukan moral, etika, dan nilai-nilai adi luhung pergelaran wayang kulit dibutuhkan teori yang relevan. Penelitian ini akan menggunakan teori hukum epik Axel Olrix dan menggunakan objek pergelaran wayang kulit lakon Laire Semar dengan dalang Ki. Purbo Asmoro. Hukum Epik Axel Olrix tersebut mempunyai dua belas hukum yang akan digunakan untuk menganalisis. Akan tetapi, dalam penelitian ini Hukum Epik Axel Olrix yang diambil hanya tiga poin yang berkaitan dengan penanaman karakter anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi untuk memahami keterkaitan antara moral dan nilai-nilai di masyarakat dengan yang digambarkan pada pergelaran wayang kulit. Kata Kunci: Pergelaran Wayang Kulit, Hukum Epik Axel Olrix, Karakter Anak.
Sinkretisme dalam Serat Centhini Jilid I Karya Sri Susuhanan Pakubuwana V Pramulia, Pana
Jurnal Ilmiah FONEMA : Jurnal Edukasi Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 2 No 2 (2019)
Publisher : FKIP - Universitas Dr. Soetomo Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.108 KB) | DOI: 10.25139/fn.v2i2.1812

Abstract

Masyarakat Jawa memiliki budaya yang kuat, sehingga berpengaruh terhadap eksistensi agama yang dipeluk masyarakatnya, termasuk Islam. Agama Islam yang diperagakan masyarakat Jawa berbeda dari negara asalnya (Arab), karena pelaksanaan Islam di Jawa dipadukan dengan budaya (Hindhu-Budha) dan tradisi yang sudah ada turun temurun. Sebagian besar masyarakat Jawa pemeluk Islam, hingga saat ini masih melakukan tradisi nyekar, nyadran, selamatan, sedekah bumi, larung sesaji, dan sebagainya. Perayaan tradisi tersebut dilaksanakan berdasarkan perpaduan antara budaya Jawa dengan ajaran Islam. Maksudnya, ritual tradisi menggunakan budaya Jawa, sedangkan doa-doa yang digunakan menggunakan tata cara Islam. Hal itulah yang dinamakan sinkretisme. Sinkretisme merupakan aliran perpaduan dari beberapa paham untuk mencari keserasian dan keseimbangan. Sinkretisme antara budaya Jawa dengan Islam tergambar jelas dalam Serat Centini yang disusun Sri Susuhunan Pakubuwana V. Dalam Serat Centini Jilid I diceritakan terjadinya kontak dari berbagai budaya. Akibatnya, menghasilkan perpaduan antar budaya yang berbeda. Selain itu, Serat Centhini Jilid I juga menceritakan tokoh-tokoh Islam menggunakan metode kultural untuk berupaya mencari keselarasan (harmonisasi) dengan ajaran-ajaran peninggalan dari khazanah Jawa, yaitu animisme, dinamisme, Budha, dan Hindu. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sinkretisme yang terjadi di Jawa dalam Serat Centhini Jilid I.
HUMOR CERITA PANJI DALAM SERAT KANDA DAN CERITA DJAJAKUSUMA Pramulia, Pana
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 10, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jish-undiksha.v10i1.23135

Abstract

Humor tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, karena perilaku manusia sering menimbulkan kekonyolan yang mengundang senyum dan tawa. Humor bisa sebuah persitiwa, bisa juga sikap hidup. Humor tidak hanya tumbuh dalam kehidupan nyata, tetapi tumbuh dan mengalir juga dalam cerita, imajinasi, dan sastra. Humor juga dapat ditemukan dalam Cerita Panji, terutama dalam Serat Kanda dan Cerita Djajakusuma. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan serangkaian material berupa teks humor dalam cerita Panji. Melalui uraian deskriptif diharapkan tujuan penelitian dan penafsiran data dapat tersampaikan dengan baik. Pendekatan penelitian menggunakan riset naratif, di mana cerita panji diambil dari dokumen Serat Kanda dan kisah Djajajusuma. Hasil dari penelitian ini menyajikan temuan humor dalam dialog, peristiwa dan sikap tokoh. Penyebabnya adalah kontradiksi peristiwa atau keadaan dan paradoks sikap yang diperagakan tokoh, misalnya dalam keadaan tegang (perang) menjadi satu kesatuan dengan peristiwa romantis.
Masyarakat Disabilitas Dalam Peradaban Jawa Pramulia, Pana
SPECIAL: Special and Inclusive Education Journal Vol 2 No 1 (2021): Special and Inclusive Education Journal (SPECIAL)
Publisher : Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36456/special.vol2.no1.a3557

Abstract

Setiap manusia mempunyai hak yang sama, baik di dalam menjalani kehidupan maupun kesempatan. Dalam kehidupan bermasyarakat tidak menutup kemungkinan terdapat orang-orang berkebutuhan khusus (disabilitas). Mereka mempunyai hak yang sama dengan anggota masyarakat lainnya, bahkan butuh perhatian dan perlindungan yang lebih. Orang-orang yang berkecimpung, baik sebagai pemerhati maupun peneliti orang-orang disabilitas seringkali menyatakan bahwa keberadaan orang-orang disabilitas harus diperhatikan. Alasannya tidak lain tentang kemanusiaan, di mana mereka berhak memiliki kehidupan yang sama seperti manusia lainnya. Apabila semua lapisan masyarakat dan juga pemerintah memperhatikan dan melaksanakan kepedulian terhadap anak disabilitas, maka hal tersebut mencerminkan Pancasila sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Padahal dalam peradaban Jawa orang-orang disabilitas penting kedudukannya. Bahkan, orang-orang disabilitas dibutuhkan masyarakat normal untuk pembelajaran hidup. Dalam banyak cerita Jawa, tokoh-tokoh sentral membutuhkan keberadaan orang-orang tersebut untuk menjalani hidup yang lebih mapan. Salah satu contoh, dalam pergelaran wayang kulit terdapat tokoh Panakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) yang menjadi abdi (pamomong) tokoh-tokoh sentral. Panakawan tidak hanya sebagai abdi, tetapi secara hakikat mereka merupakan penasihat spiritual. Berdasarkan hal tersebut, kiranya cerita-cerita orang-orang disabilitas dalam peradaban Jawa dapat dijadikan pijakan untuk lebih memperhatikan keberadaan orang-orang disabilitas dalam masyarakat saat ini.
PERGELARAN WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA PENANAMAN KARAKTER ANAK Pramulia, Pana
Jurnal Ilmiah FONEMA : Jurnal Edukasi Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 1 No 1 (2018)
Publisher : FKIP - Universitas Dr. Soetomo Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (85.974 KB) | DOI: 10.25139/fn.v1i1.1020

Abstract

Salah satu sastra lisan yang paling populer di masyarakat Jawa adalah pergelaran wayang kulit. Lakon wayang kulit Jawa diambil dari epik India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Pergelaran wayang kulit juga menjadi tuntunan bagi masyarakat yang menonton. Maksudnya, wayang bukan sekadar sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai media komunikasi, penyuluhan dan pendidikan. Maka, pergelaran wayang kulit dapat dijadikan wahana penanaman karakter yang memuat moral, etika, dan nilai-nilai adi luhung. Untuk memahami dan menemukan moral, etika, dan nilai-nilai adi luhung pergelaran wayang kulit dibutuhkan teori yang relevan. Penelitian ini akan menggunakan teori hukum epik Axel Olrix dan menggunakan objek pergelaran wayang kulit lakon Laire Semar dengan dalang Ki. Purbo Asmoro. Hukum Epik Axel Olrix tersebut mempunyai dua belas hukum yang akan digunakan untuk menganalisis. Akan tetapi, dalam penelitian ini Hukum Epik Axel Olrix yang diambil hanya tiga poin yang berkaitan dengan penanaman karakter anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi untuk memahami keterkaitan antara moral dan nilai-nilai di masyarakat dengan yang digambarkan pada pergelaran wayang kulit. Kata Kunci: Pergelaran Wayang Kulit, Hukum Epik Axel Olrix, Karakter Anak.
Sinkretisme dalam Serat Centhini Jilid I Karya Sri Susuhanan Pakubuwana V Pramulia, Pana
Jurnal Ilmiah FONEMA : Jurnal Edukasi Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 2 No 2 (2019)
Publisher : FKIP - Universitas Dr. Soetomo Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.108 KB) | DOI: 10.25139/fn.v2i2.1812

Abstract

Masyarakat Jawa memiliki budaya yang kuat, sehingga berpengaruh terhadap eksistensi agama yang dipeluk masyarakatnya, termasuk Islam. Agama Islam yang diperagakan masyarakat Jawa berbeda dari negara asalnya (Arab), karena pelaksanaan Islam di Jawa dipadukan dengan budaya (Hindhu-Budha) dan tradisi yang sudah ada turun temurun. Sebagian besar masyarakat Jawa pemeluk Islam, hingga saat ini masih melakukan tradisi nyekar, nyadran, selamatan, sedekah bumi, larung sesaji, dan sebagainya. Perayaan tradisi tersebut dilaksanakan berdasarkan perpaduan antara budaya Jawa dengan ajaran Islam. Maksudnya, ritual tradisi menggunakan budaya Jawa, sedangkan doa-doa yang digunakan menggunakan tata cara Islam. Hal itulah yang dinamakan sinkretisme. Sinkretisme merupakan aliran perpaduan dari beberapa paham untuk mencari keserasian dan keseimbangan. Sinkretisme antara budaya Jawa dengan Islam tergambar jelas dalam Serat Centini yang disusun Sri Susuhunan Pakubuwana V. Dalam Serat Centini Jilid I diceritakan terjadinya kontak dari berbagai budaya. Akibatnya, menghasilkan perpaduan antar budaya yang berbeda. Selain itu, Serat Centhini Jilid I juga menceritakan tokoh-tokoh Islam menggunakan metode kultural untuk berupaya mencari keselarasan (harmonisasi) dengan ajaran-ajaran peninggalan dari khazanah Jawa, yaitu animisme, dinamisme, Budha, dan Hindu. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sinkretisme yang terjadi di Jawa dalam Serat Centhini Jilid I.