Claim Missing Document
Check
Articles

Dari Mianzi Dan Lian Menuju Face: Dari Kearifan Lokal Cina Menuju Teori Kesantunan Yang Mendunia Pramujiono, Agung
Lingua Cultura Vol 6, No 2 (2012): Lingua Cultura Vol. 6 No. 2
Publisher : Bina Nusantara University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21512/lc.v6i2.407

Abstract

The politeness theory of Brown and Levinson (1987) about face is regarded as one very influential. In fact, it was rooted from Eastern local wisdom (ancient China), that is “mianzi” and “lian”. Mianzi represents social perceptions of one’s self-esteem built through lian as one’s morality. Politeness and limao have the same pragmatic basis but they can be perceived differently due to the varied cultural contexts underlying a speech community. In the intercultural pragmatics study, the differences should not form the sources of conflict but they should even be considered as varieties of pluralities about which the interactants should be understood in order that interpersonal communication activities can run harmoniously and can be avoided from all kinds of conflict and friction.
Guru sebagai Model Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Instruksional di Sekolah Dasar Pramujiono, Agung; Nurjati, Nunung
MIMBAR PENDIDIKAN Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/mimbardik.v2i2.8624

Abstract

ABSTRAKSI: Dalam interaksi instruksional di SD (Sekolah Dasar), para guru dituntut mampu menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif, sehingga siswa dapat melakukan pembelajaran dalam suasana psikologis yang mendukung. Suasana pembelajaran yang kondusif tersebut hanya dapat diciptakan jika guru bersikap ramah kepada siswa. Guru menggunakan bahasa yang santun sehingga tidak mengancam muka siswa. Bahasa guru yang santun akan dapat dijadikan sebagai model oleh siswa. Dengan demikian, secara tidak langsung, guru menanamkan nilai karakter sopan-santun kepada peserta didik. Dalam interaksi instruksional di SD, guru dapat menerapkan strategi kesantunan positif dalam membangun kedekatan hubungan dengan siswa. Sub-strategi kesantunan positif dapat dipilih dalam pelaksanaan kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir pembelajaran. Dengan penerapan strategi kesantunan positif akan terbangun kedekatan hubungan antara guru dengan peserta didiknya. Dengan kedekatan hubungan ini interaksi intruksional dapat berjalan dengan harmonis, sehingga tujuan pembelajaran akan dapat dicapai dengan baik.KATA KUNCI: Guru; Siswa; Model Kesantunan Berbahasa; Interaksi Instruksional; Sekolah Dasar. ABSTRACT: “Teacher as Model of Language Politeness in the Instructional Interactions in Elementary School”. In the instructional interactions in elementary school, teachers have been demanded to create a conducive learning situation, so that the students can perform in a supportive psychological learning atmosphere. Conducive learning atmosphere can only be created if the teachers are friendly to the students. Teachers use polite language so as not to face-threatening to students. Polite language, which is spoken by teachers, will be able to be used as a model by the students. Thus, indirectly, teachers instill character values of courtesy to students. In the instructional interactions in elementary school, teachers can implement positive politeness strategy in building a close relationship with the students. Sub-positive politeness strategies can be chosen in the implementation of the initial activity, core activities, and the end of the learning activity. With the application of positive politeness strategy will build close relationship between teachers and learners. With the closeness of this relationship, instructional interaction can work in harmony, so that the learning objectives will be well achieved.KEY WORD: Teacher; Student; Model of Language Politeness; Instructional Interactions; Elementary School.  About the Authors: Dr. Agung Pramujiono dan Dr. Nunung Nurjati adalah Dosen Senior di FKIP UNIPA (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Adi Buana) di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Alamat emel penulis: agungpramujiono.unipasby@gmail.com dan  nunung.nurjati@gmail.comHow to cite this article? Pramujiono, Agung Nunung Nurjati. (2017). “Guru sebagai Model Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Instruksional di Sekolah Dasar” in MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Vol.2(2), September, pp.143-154. Bandung, Indonesia: UPI [Indonesia University of Education] Press, ISSN 2527-3868 (print) and 2503-457X (online).Chronicle of the article: Accepted (March 10, 2017); Revised (June 5, 2017); and Published (September 30, 2017).
Pembelajaran Sastra Multikultural: Menumbuhkan Empati dan Menemukan Jatidiri Bangsa Melalui Pemahaman Keanekaragaman Budaya Pramujiono, Agung
SOSIOHUMANIKA Vol 8, No 2 (2015)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

RESUME: Sastra Indonesia, baik yang tradisional maupun modern, dapat dijadikan sebagai media pendidikan multikultural, karena karya-karya tersebut banyak yang berakar dari tradisi dan mengandung warna lokal pengarangnya. Aktivitas pembelajaran sastra multikultural dapat dirancang melalui berbagai kegiatan/model pembelajaran, seperti: mengapresiasi nilai-nilai tradisional dalam folklor atau cerita rakyat melalui aktivitas kelompok yang dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan guru; pembacaan cerita; mengekspresikan perasaan lewat puisi; apresiasi drama, humor, dan cerita konyol atau kocak; menemukan simbol-simbol kultural melalui cerita atau dongeng; membandingkan cerita rakyat dengan latar kultur yang berbeda, tetapi memiliki aspek tematik yang sama atau mirip; melakukan pengintegrasian sastra dengan geografi; mengenalkan sajak anak-anak dan pengembangan estetis; mengapresiasi dan menganalisis lagu-lagu daerah; serta memberikan respon dan berdebat tentang stereotipe. Adapun problematik yang muncul dalam pembelajaran sastra multikultural, yaitu masih minimnya standar kompetensi yang berhubungan dengan sastra multikultural dalam kurikulum; guru yang belum menyadari pentingnya multikulturalisme; sumber belajar yang terbatas; dan masyarakat yang sering memberikan pajangan yang tidak edukatif. KATA KUNCI: Pembelajaran sastra, sastra multikultural, pemahaman multikulturalisme, menumbuhkan empati, dan jatidiri bangsa Indonesia. ABSTRACT: “Multicultural Literature Learning: Growing Empathy and Finding National Character through Multicultural Understanding”. Indonesian literature, both traditional and modern, can be used as a medium of multicultural education, because many of these works are rooted in tradition and local wisdom brought about by authors. Multicultural literature learning activities can be designed through the following activities/learning model: appreciating traditional values in folklore through group activities guided by the teacher questions; storytelling; expressing feelings through poetry; appreciation of drama, humor, and silly/funny stories; finding cultural symbols through stories/fables; comparing folklore of different cultural backgrounds, but having the same or similar thematic aspects; integrating literature and geography; introducing nursery rhymes and aesthetic development; appreciating and analyzing folk songs; and providing responses and arguing about stereotypes. Problems that arise in teaching multicultural literature comprise: having a lack of competency standards relating to multicultural literature in the curriculum; teachers’ unawareness of the importance of multiculturalism; limited learning resources; and insufficient provision of educational exposure. KEY WORD: Literature learning, multicultural literature, understanding multiculturalism, growing empathy, and Indonesian national character.About the Author: Dr. Agung Pramujiono adalah Dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIPA (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Adibuana) Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Untuk kepentingan akademik, penulis dapat dihubungi dengan alamat emel: agungpramujiono.unipasby@gmail.comHow to cite this article? Pramujiono, Agung. (2015). “Pembelajaran Sastra Multikultural: Menumbuhkan Empati dan Menemukan Jatidiri Bangsa Melalui Pemahaman Keanekaragaman Budaya” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.8(2) November, pp.185-194. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press and UNIPA Surabaya, ISSN 1979-0112. Chronicle of the article: Accepted (June 29, 2015); Revised (August 19, 2015); and Published (November 30, 2015).
REPRESENTASI KESANTUNAN POSITIF-NEGATIF BROWN DAN LEVINSON DALAM WACANA DIALOG DI TELEVISI Pramujiono, Agung
BAHASTRA Vol 33, No 2 (2015): Bahastra
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.947 KB) | DOI: 10.26555/bahastra.v33i2.2717

Abstract

The research aimed at describing Brown and Levinson;s language politeness strategies in dialogoues discourse on television. It focused on (1) the used of positive language politeness strategies and (2) the used of negative language politeness strategies in dialogoues discourse on television. This research was approached qualitatively using etnoghrapy of communication design. The data concisted of two kinds, they were the utterances data and field notes. They were recorded from the interactive dialogs on three television stations, i.e. tvOne, MetroTv, and TVRI. The collected data were analyzed using interactive models Miles and Huberman. Based on the data analysis, some findings were made as follows: In the dialoguous discourse on television, the positive politeness strategies used by the interactants covered (1) the uses of emphaty and symphaty, (2) the uses of group identity markers, (3) the uses of asking for agreement, (4) the uses of repetition of utterances, (5) the uses of humor, (6) the uses of being optimistic, (7) the uses of offers and promises, (8) involving the hearer and the speaker in the activities, (9) seeking for reasons or giving questions, and (10) extending presents. Related to the uses of negative politeness strategies used by the interactants covered (1) the uses of indirect utterances , (2) asking for apologies, (3) the uses of impersonal form, (4) the uses of general rules of interaction, and (5) the uses of respect.
PENERAPAN MODEL STAD BERBANTUAN MEDIA DATA INFORMASI DARI INTERNET UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS BERITA Pramujiono, Agung; F, Fadhilah
Belajar Bahasa Vol 4, No 1 (2019): BELAJAR BAHASA
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (855.939 KB) | DOI: 10.32528/bb.v4i1.1863

Abstract

Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan menulis teks berita peserta didik kelas VIII-K SMPN 22 Surabaya melalui penerapan model STAD berbantuan media data informasi dari internet. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII-K yang berjumlah 38 orang. Lokasi penelitian di SMPN 22 Surabaya. Dalam PTK ini digunakan dua siklus yang masing-masing siklus terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi-evaluasi, dan releksi. Dalam pengumpulan data digunakan teknik observasi dan tes, sedangkan analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif dan statistik deskriptif. Berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan PTK guru sudah melakukan aktivitas pembelajaran sesuai dengan rencana perbaikan pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dapat diketahui rerata skor kemampuan menulis teks berita peserta didik menunjukkan adanya peningkatan. Pada kondisi awal rerata skor kemampuan menulis teks berita sebesar 77,33 dengan pencapaian KKM 68,42%; siklus I rerata skor sebesar 84,98 pencapaian KKM sebesar 78,95%; siklus II rerata skor sebesar 87,76% pencapaian KKM 100. Dengan demikian dapat disimpulkan penerapan model STAD berbantuan media data informasi dari internet dapat meningkatkan kemampuan menulis teks berita peserta didik kelas VIII-K SMPN 22 Surabaya.
RECOUNTING AS REALIZATION OF BROWN AND LEVINSON’S POSITIVE POLITENESS STRATEGIES IN INSTRUCTIONAL INTERACTIONS Pramujiono, Agung
KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol 5, No 2 (2019): Oktober
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/KEMBARA.Vol5.No2.%p

Abstract

Abstract: In instructional interactions, a lecturer should be able to build harmony in a conducive classroom atmosphere in order that a learning objective can be attained. This study aims to describe recounting as the realization of Brown and Levinson's positive politeness strategies in instructional interactions in the classroom. The subjects of this study were six lecturers from the Satya Wacana Christian University Salatiga. The research data were in the form of lecturer utterances when lecturing. The data were collected using the participant observation. The data analysis was performed using descriptive techniques following the Miles and Huberman flow model. Based on the results of data analysis, it revealed that the recounts employed included ones about lecturers, students, lecturers' experiences, and public figures/attitudes of public figures.  These findings can be used to strengthen and revise the positive politeness sub-strategies of Brown and Levinson (1987). In addition to functioning to forge a close relationship with interactants, the recounting strategy also serves to instill character values and to motivate. students to be more disciplined, and to optimize their own potential of becoming creative students. The use of recount as a positive politeness substrategy has contributed to efforts to create humanistic-based learning.Keyword: storytelling, positive politeness strategies, instructional interactionsAbstrak: Dalam interaksi instruksional, seorang dosen dituntut mampu membangun harmoni di kelas sehingga terbangun suasana kelas yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bercerita sebagai realisasi strategi kesantunan positif Brown dan Levinson dalam interaksi instruksional di kelas. Subjek penelitian ini adalah enam orang dosen Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Data penelitian berupa ujaran dosen dalam perkuliahan.  Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dengan teknik rekam dan wawancara mendalam. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif mengikuti model alir Miles dan Huberman. Berdasarkan hasil analisis data ditemukan cerita yang digunakan meliputi cerita tentang diri dosen, cerita tentang mahasiswa, cerita tentang pengalaman dosen, dan cerita tentang tokoh/sikap tokoh. Selain berfungsi membangun kedekatan hubungan dengan interaktan, strategi bercerita juga berfungsi untuk menanamkan nilai karakter dan untuk memotivasi mahasiswa.Kata Kunci: bercerita, strategi kesantunan positif, interaksi instruksional
REPRESENTASI FEMINISME DALAM NOVEL NAYLA KARYA D.JENAR MAESA AYU Pramujiono, Agung
ATAVISME Vol 12, No 2 (2009): ATAVISME, Edisi Desember 2009
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v12i2.164.127-136

Abstract

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan secara objektif representasi feminisme dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Data penelitian adalah perataan, perbuatan, dan peristiwa yang dialami oleh tokoh utama, Sumber data penelitian adalah novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu edisi kedua yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2005. Data dikumpulkan mclalui teknik dokumentasi dan dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa Nayla adalah sebuah novel dengan pengarang yang secara sadar ingin memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama yang berkaitan dengan seksualitas. Tokoh pcrempuan dalam Naylai adalab seorang perempuan superior, bukan inferior, seorang perempuan yang 'mendominasi' laki-laki, bukan yang 'didominasi' oleh laki-laki. Pengarang juga berusaha untuk mengangkat posisi perempuan dengan menghadirkan seorang karakter perempuan yang menemukan kesadaran akan eksistensi diri, menyadari makna kebidupan dan hidup. Para tokohnya adalah perempuan- perempuan profesional yang bahkan dapat disejajarkan dengan para laki-laki. Mereka adalah tokoh perempuan yang jarang mengurusi urusan rumah tangga Terkait dengan seksualitas, sang tokoh (si pengarang) berpendapat bahwa perempuan tidak selayaknya diperlakukan sebagai objek semata, retapi seharusnya juga memiliki kesempatan untuk bersenang-senang dan disenangkan. Abstract: This research aims to describe objectively the representation of feminism in the novel Nayla by Djenar Maesa Ayu. The research data are speeches, actions, and happenings experienced by the main character. The source of the data was the novel Nayla by Djenar Maesa Ayu second edition published by Gramedia in 2005. The data were collected through documentation technique and analyzed descriptively. Based on the analysis of the data, it could be concluded that Nayla was a novel whose author consciously wished to struggle for women rights, especially those related to sexualities. The female character in Nayla is a superior woman, not an inferior one; a female who 'dominates' males, not the one who 'is dominated' by males. 'The author also strives to raise women's positions by presenting a female character who has found a consciousness of self-existence, realized the meanings of life and living. The characters are professional women who can even be equalized with men. 'They are female characters who seldom take care of domestic households. Related to sexualities, the character (the author) has the opinion that women should not have been treated as objects only, but should also have been given opportunities to enjoy themselves and to be spoiled. Key Words: representation of feminism, radical feminism
TENTANG MANUSIA DALAM TEMBANG PALARAN DHANDHANGGULA NYI TJONDROLUKITO: KAJIAN FILSAFAT SANGKAN-PARAN Pramujiono, Agung
ATAVISME Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v13i2.132.209-218

Abstract

Perspektif filsafat sangkan-paran dapat digunakan untuk menganalisis manusia dalam tembang Palaran Dhandhanggula Nyi Tjondrolukito (PDNT) yang mencakup apa dan siapa manusia, bagaimana hendaknya manusia berperilaku dalam hidup, dan apa sebenarnya tujuan hidup manusia. Secara materialistik, manusia terbentuk atas unsur-unsur yang sama dengan unsur alam, yaitu api, angin, tanah, dan air yang dilambangkan dengan warna merah, kuning, hitam, dan putih. Secara spiritual, sebagai siapa, manusia terdiri atas empat unsur yang dilambangkan dengan empat warna tersebut. Keempatnya merupakan sedulur papa manusia yang merupakan hawa nafsu manusia yang melengkapi rasa/ruh yang bersemayam dalam manusia. Berkaitan dengan perilaku hidup, hendaknya manusia memiliki keimanan, ketawadukan, kesungguhan, dan mampu menjaga keselarasan dengan alam, keseimbangan jagad cilik yang ada dalam dirinya dengan jagad gedhe yang berupa alam semesta. Sebagai bagian akhir, manusia harus menyadari tujuan hidupnya. Abstract: The Sangkan Paran philosophical perspective can be employed to analyze human beings in the traditional Javanese song Palaran Dhandhanggula Nyi Tjondrolukito (PDNT) covering who and what human matters are, how they should behave and achieve their goals in living their lives. Materialistically speaking, on one hand, a human being is composed of elements that are similar to the natural elements, namely, fire, wind, soil, and water that are symbolized by red, yellow, black, and white color. Spiritually speaking, on the other hand, human beings are believed to be composed of the four natural elements. Those elements are considered to be the four ?siblings? of human beings. They constitute their passions that enrich their souls. In relation to behavior, human should have faith, loyalty, persistence, ability to keep in harmony of the ?small world? within themselves and ?the gigantic world?, that is the whole universe. Last but not least, they should be aware of their goals in life. Key Words: literary philosophy, sangkan paran, palaran dhandhanggula
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK GENERASI MILENIAL Anwar, Shoim; Pramujiono, Agung; Astuti, Sri Budi; Ardianti, Mimas
Jurnal Ilmiah FONEMA : Jurnal Edukasi Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 3, No 1 (2020)
Publisher : FKIP - Universitas Dr. Soetomo Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.452 KB) | DOI: 10.25139/fn.v3i1.2679

Abstract

Generasi milenial adalah mereka yang lahir antara awal tahun 1980 hingga awal 2000-an. Sejalan dengan revolusi industri 4.0, ciri utama mereka adalah sulit melepaskan aktivitasnya dengan perangkat komputer beserta program dan aplikasi di dalamnya. Kondisi ini menjadikan pembelajaran bahasa Indonesia, termasuk sastra di dalamnya, harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi digital dengan jaringan internet, khususnya terkait  media dan bahan pembelajaran. Karakter dan nilai-nilai positif pada generasi milenial  harus tetap dijaga, khususnya pada penggunaan bahasa di media sosial. Guru bahasa Indonesia harus menjadikan mereka sebagai mitra belajar dengan mengedepankan tumbuhnya sikap kritis, kreatif, inovatif, komunikatif, kolaboratif, serta menghargai perbedaan sebagai konsekuensi lintas budaya.
Eksplorasi Nilai Kearifan Lokal Sebagai Dasar Pengembangan Teori Kesantunan Berbahasa Indonesia Pramujiono, Agung
Jurnal Budaya Nusantara Vol 2 No 1 (2015): Nusantara & Kontemporer
Publisher : LPPM Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36456/b.nusantara.vol2.no1.a699

Abstract

The theory of Politeness in general oriented to the theory developed by western experts as Lakoff, Leech, Brown and Levinson, Arndt and Janncy, and Watts.