Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : Jurnal Gama Societa

Perkembangan Wisata Halal di Jepang Lufi Wahidati; Eska Nia Sarinastiti
Jurnal Gama Societa Vol 1, No 1 (2017): DESEMBER
Publisher : Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (728.214 KB) | DOI: 10.22146/jgs.34043

Abstract

Jepang adalah salah satu destinasi wisata yang menarik wisatawan Muslim dari Indonesia,Malaysia, dan negara-negara lain di Timur Tengah. Akhir-akhir ini, tingginya jumlah wisatawan Muslimmembuat Jepang menjadi sangat gencar mengembangkan fasilitas ramah Muslim untuk meningkatkanjumlah kunjungan wisatawan asing. Jepang adalah negara non-Muslim dengan penduduk mayoritasberagama Budha dan Shinto sehingga pemahaman masyarakatnya terhadap konsep halal dan wisatahalal tentunya sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah fasilitasramah Muslim yang mereka kembangkan sebagai bentuk omotenashi telah sesuai dengan standar wisatahalal yang diharapkan oleh wisatawan Muslim. Penelitian ini difokuskan pada karakteristik pelayananberbasis omotenashi, kebutuhan pengembangan wisata halal di Jepang, serta perkembangan fasilitasramah Muslim di Jepang. Data penelitian ini diambil dari jurnal dan website yang relevan dengan temapenelitian. Setelah dianalisis, dapat disimpulkan bahwa dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, jumlahfasilitas ramah Muslim semakin meningkat. Dari enam kebutuhan (faith-based needs) wisatawan Muslim,empat di antaranya telah terpenuhi, yakni kebutuhan akan makanan halal, tempat ibadah, kamar kecildengan air, serta pelayanan rekreasional dengan privasi. Namun, masih terdapat beberapa masalah yangperlu diperhatikan oleh Jepang, yaitu 1) masih terdapat aktifitas non-halal di banyak restoran, 2) belumada pelayanan makan sahur bagi wisatawan yang berpuasa khususnya di bulan Ramadan, 3) terbatasnyajumlah restoran halal di kota kecil,4) belum terdapat badan sertifikasi halal yang ditunjuk secara resmioleh pemerintah Jepang, dan 5) terbatasnya jumlah musala yang m enyediakan fasilitas wudu.