Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : An1mage Jurnal Studi Kultural

Jilbab(isasi) dengan Kekuasaan sebagai Wacana yang Diperebutkan Siregar, Mangihut
An1mage Jurnal Studi Kultural Vol 1 No 1 (2016): An1mage Jurnal Studi Kultural
Publisher : an1mage

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (509.492 KB)

Abstract

Multikulturalisme merupakan hal yang sangat sulit ditemukan di Indonesia. Perbedaan dipahami sebatas beraneka macam belum sampai saling menghargai apalagi untuk dirayakan. Perbedaan harus dihindari bila perlu harus dihancurkan sehingga tidak jarang dijumpai konflik antara suku, agama, dan golongan. Perbedaan yang terdapat di tengah masyarakat sering digunakan elite untuk mencapai hasratnya yaitu kekuasaan. Pada kelompok tertentu perbedaan diproduksi dan dipertentangkan untuk mengambil simpati masyarakat yang dominan sedangkan di sisi yang lain para elite mensyukuri perbedaan malah merangkul kaum minoritas. Sikap yang berbeda ini diperankan para elite untuk mendapatkan dukungan suara dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) maupun Pemilihan Legislatif (Pileg). Jilbabisasi merupakan salah satu contoh yang dipraktekkan para elite sebagai wacana yang diperebutkan. Wajib jilbab semakin popular menjelang Pilkada dan Pileg. Istilah wajib jilbab disosialisasikan para guru di bangku sekolah baik secara hegemoni maupun dengan cara dominasi. Menjadi suatu hal yang biasa dan wajar bagi orang yang bukan beragama Islam menggunakan jilbab dalam aktifitas sehari-hari. Mereka yang bukan Islam menerima wajib jilbab menjadi suatu keharusan padahal dari segi aturan tidak mempunyai dasar hukum. Implikasi wajib jilbab yang berlaku di Kota bukittinggi mengakibatkan identitasnya semakin kabur. Jilbab yang menjadi identitas Islam secara umum mengalami pergeseran karena jilbab bukan lagi identitas Islam. Jilbab sudah masuk ke gereja dan juga vihara. Wacana wajib jilbab mengakibatkan kekacauan identitas.
Ketidaksetaraan Gender dalam Dalihan na Tolu Siregar, Mangihut
An1mage Jurnal Studi Kultural Vol 3 No 1 (2018): An1mage Jurnal Studi Kultural
Publisher : an1mage

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.298 KB)

Abstract

Suku Batak dikenal sebagai masyarakat yang sangat taat pada adat istiadat. Orang Batak tidak merasa tersinggung apabila disebut orang yang kurang taat beragama, namun sangat marah apabila disebut orang yang tidak taat akan adat istiadatnya. Adat menjadi hal yang sangat pokok dalam kehidupan keseharian Orang Batak. Pelaksanaan adat istiadat diatur dalam sistem dalihan na tolu. Setiap individu Orang Batak akan masuk dalam sistem dalihan na tolu. Selain berfungsi dalam upacara adat, sistem dalihan na tolu juga mengatur hubungan pergaulan masyarakat sehari-hari. Praktik dalihan na tolu tidak mengenal kasta (golongan atas dan bawah) karena masing-masing hula-hula, dongan tubu dan boru akan dimiliki setiap Orang Batak secara bergantian. Dengan demikian kesetaraan kedudukan Orang Batak akan terlihat dalam sistem dalihan na tolu. Namun demikian ditinjau dari sudut gender, sistem dalihan na tolu mengalami ketidakadilan gender. Gender berbeda dengan seks. Seks merupakan biologis antara laki-laki dan perempuan dan bersifat alamiah. Gender bukan bersifat alamiah tetapi hasil pengaturan perilaku atau hasil konstruksi sosial. Perempuan dilihat dari kacamata gender sebagai mahluk yang lemah dan perlu mendapat perlindungan. Laki-laki dipandang sebagai mahluk yang kuat sehingga perlu melakukan perlindungan terhadap perempuan. Konstruksi ini dibentuk oleh ideologi patriarki. Para laki-laki Orang Batak sangat nyaman akan ideologi patriarki yang terdapat dalam dalihan na tolu sehingga mereka tetap melestarikannya.
Teori “Gado-gado” Pierre-Felix Bourdieu Siregar, Mangihut
An1mage Jurnal Studi Kultural Vol 1 No 2 (2016): An1mage Jurnal Studi Kultural
Publisher : an1mage

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (508.252 KB)

Abstract

Bourdieu merupakan salah satu tokoh yang masuk ke dalam postmodernism. Pemikirannya dilatarbelakangi pertentangan yang tajam antara dua kubu yang berseteru yaitu strukturalisme dan eksistensialisme. Bertitik tolak dari pemikiran kedua aliran ini, Bourdieu membuat teori campuran atau teori “gado-gado” yaitu struktural konstruktif atau sering juga disebut teori praktik sosial. Konsep penting dalam teori praktik Bourdieu yaitu, habitus, arena/ranah/medan (field), kekerasan simbolik (symbolic violence), modal (capital), dan strategi (strategy). Teori “gado-gado” Bourdieu mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam ilmu-ilmu sosial umumnya terlebih dalam Ilmu Kajian Budaya. Menurut Bourdieu, subjek atau agen bertindak dalam kehidupannya sehari-hari dipengaruhi oleh struktur atau aturan yang ada dalam masyarakat. Namun agen dalam tindakannya bukan seperti boneka yang bergerak sesuai dengan aturan yang menggerakkan. Sebaliknya, agen dalam tindakannya bukan bertindak sesuka hatinya tanpa diatur oleh rambu-rambu dalam hal ini aturan atau budaya. Agen dalam tindakannya sangat dipengaruhi oleh aturan yang berlaku dalam masyarakat. Individu sebagai agen dipengaruhi oleh habitus, di sisi yang lain individu adalah agen yang aktif untuk membentuk habitus. Agen dibentuk dan membentuk habitus melalui modal yang dipertaruhkan di dalam ranah. Praktik merupakan suatu produk dari relasi antara habitus dan ranah dengan melibatkan modal di dalamnya.
Industri Kreatif Ulos pada Masyarakat Pulau Samosir Siregar, Mangihut
An1mage Jurnal Studi Kultural Vol 2 No 1 (2017): An1mage Jurnal Studi Kultural
Publisher : an1mage

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1105.92 KB)

Abstract

Ulos identik dengan Orang Batak, di mana ada Orang Batak di situ ada ulos. Segala upacara adat selalu menggunakan perlengkapan ulos. Karena keperluannya yang sangat penting sehingga mereka berusaha menenun untuk keperluan masing-masing. Dulu hampir semua Orang Batak dapat menenun ulos.   Masuknya modernisasi menggeser produksi ulos dari tenunan tangan (tradisional) ke tenunan mesin. Ulos menjadi industri budaya, di mana komoditi ini diproduksi secara massal dan kegunaannya untuk dijual. Hasil tenunan mesin semakin kreatif dan lebih murah sehingga tradisi menenun secara tradisional semakin hilang. Produksi ulos yang dilakukan secara massal berimplikasi terhadap banyaknya ulos di pasaran dan menyebabkannya bukan lagi barang langka atau sakral. Dari segi pembuatannya memang tidak ada upacara khusus untuk menenun ulos, namun karena kegunaannya untuk keperluan ritual adat sehingga menjadikan benda ini menjadi benda sakral. Banyaknya ulos di pasaran menjadikan suatu peluang bagi Orang Batak untuk mengkreasikan ulos sebagai industri kreatif. Fungsi komoditi ulos semakin berkembang yang awalnya dimaknai sebagai penghangat badan lalu menjadi industri budaya. Dari industri budaya lalu dikembangkan menjadi industri kreatif. Hal ini mereka lakukan untuk menambah pendapatan dari segi ekonomi.
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 “Suatu Paradoks” Siregar, Mangihut
An1mage Jurnal Studi Kultural Vol 3 No 2 (2018): An1mage Jurnal Studi Kultural
Publisher : an1mage

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (485.921 KB)

Abstract

Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing telah disahkan. Berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) ini mengalami kontroversi di tengah masyarakat. Sebagian masyarakat mendukung dan sebagian menolak. Kontroversi timbul akibat sudut pandang yang berbeda dari masing-masing pihak.   Kelompok yang mendukung Perpres ini berpandangan, dibukanya peluang tenaga kerja asing (TKA) untuk bekerja di Indonesia akan berdampak positif. Mereka akan membawa kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sekaligus membawa modal ekonomi untuk berbisnis di Indonesia. Apabila ini yang terjadi maka kedatangan tenaga kerja asing menjadi pembebas dari ketertinggalan Indonesia dari negara maju. Sebagian lain melihat, Perpres ini sebagai ancaman bagi Indonesia. Kedatangan tenaga kerja asing menjadi suatu penjajahan baru akan tenaga kerja di Indonesia. Persaingan tenaga kerja akan terjadi dan pemenangnya adalah orang asing karena hubungan mereka dengan negara asal. Demikian juga tentang pendapatan masing-masing tenaga kerja akan mengalami ketidakadilan di mana tenaga kerja asing diukur menurut negara asalnya, sedangkan tenaga kerja dari  Indonesia sendiri berdasarkan aturan standar di Indonesia. Untuk itu perlu dicari solusi sehingga Perpres nomor 20 Tahun 2018 dapat berjalan secara efektif.
Membaca Hasil Pemilu Indonesia Tahun 2019 Siregar, Mangihut
An1mage Jurnal Studi Kultural Vol 4 No 2 (2019): An1mage Jurnal Studi Kultural
Publisher : an1mage

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.034 KB)

Abstract

Sejak reformasi tahun 1998, Indonesia sudah berhasil melangsungkan beberapa kali pemilihan umum (Pemilu) yaitu, tahun 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019. Setiap Pemilu selalu mengalami perubahan undang-undang (UU). Perubahan ini diakibatkan kelemahan yang masih terjadi dalam setiap UU tersebut dan juga pergantian pemenang Pemilu. Pergantian pemenang Pemilu mengakibatkan perubahan UU karena harus disesuaikan dengan kepentingan partainya dan juga koalisinya. Pemilu tahun 2019 dikatakan Pemilu yang paling rumit di dunia. Dikatakan paling rumit karena Pemilu kali ini dilangsungkan secara serentak dalam satu hari untuk memilih presiden/wakil presiden dan anggota legislatif. Banyak pujian dari negara luar akan pelaksanaan Pemilu pada tanggal, 17 April 2019 yang berjalan dengan baik. Hasil Pemilu sudah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum pada tanggal, 23 Mei 2019. Untuk pemilihan presiden/wakil presiden dimenangkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dengan kemenangan 55,41%, dan untuk legislatif dimenangkan PDI-P sebesar 19,33%. Kelompok yang menang menyambut baik hasil Pemilu dan mengatakan Pemilu 2019 berjalan sangat baik. Sebaliknya kelompok yang kalah menyebut, Pemilu 2019 merupakan Pemilu yang terjelek selama reformasi. Penilaian ini didasari akan kepentingan kelompok masing-masing. Apabila sesuai dengan kepentingannya disebut kebenaran, sebaliknya apabila berbeda dengan kepentingan sangat jauh dari kebenaran. Kebenaran dinilai berdasarkan kepentingan bukan berdasarkan fakta dan data.