Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN: GERAKAN PEREMPUAN DALAM PUISI “TJOEMBOEAN” (1919) DAN “ADJAKAN” (1931) (Women and Education: Women Movement in the Poem “Tjoemboean” [1919] and “Adjakan” [1931]) Sari, Sartika; Priyatna, Aquarini; Muhtadin, Teddi
METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra Vol 10, No 1 (2017)
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26610/metasastra.2017.v10i1.57-72

Abstract

Penelitian ini membicarakan isu perempuan dan pendidikan yang ditampilkan dalam puisi “Tjoemboean” yang terbit dalam surat kabar Perempoean Bergerak (1919) dan “Adjakan (Doenia Istri)” yang terbit dalam surat kabar Bintang Karo (1931). Kedua puisi dalam surat kabar tersebut diedarkan di wilayah Sumatera bagian Utara yang ketika itu meliputi Sumatera Utara dan Aceh. Melalui analisis menggunakan pandangan Brooks (1967) dan pengkajian isu dengan pemikiran Beauvoir (2003) serta Wollstonecraft (2014), penelitian ini menemukan bahwa puisi “Tjoemboean” dan “Adjakan” dijadikan sebagai alat artikulasi kritis perempuan terhadap isu-isu yang berkenaan dengan kehidupannya. Secara khusus, kedua puisi tersebut menampilkan bahwa pendidikan perempuan memiliki relasi yang kuat dengan persoalan harta, orang tua, dan cinta. Pendidikan juga digambarkan sebagai sarana untuk memperbaiki kualitas diri perempuan agar terbebas dari subordinasi gender.AbstrakThis research examines how issues of education and women are presented in the poem “Tjoemboean” published in the newspaper “Perempuan Bergerak” (1919) and “Adjakan” (Doenia Istri)” published in the newspaper “Bintang Karo” (1931). Both newspapers were printed and published in Northern Sumatera which for that moment regionally covered North Sumatera and Aceh. Through analysis of Brooks’ theory (1967), issues study of Beauvoir’s thought (2003), and Wollstonecraft’s (2014), the research finds that “Tjoemboean” and “Adjakan” serve as a means of women’s critical articulation of issues concerning their lives. Both poems specifically represent that the issue of women’s education is strongly connected to the issues of wealth, parents, and love. Education is also described as a medium to reform the quality of women’s selves;hence, they are free of gender subordination.
KONSTRUKSI FEMININITAS DALAM CERITA PENDEK “FATAMORGANA” KARYA AAM AMILIA Rani, Seni Melia; Priyatna, Aquarini; Muhtadin, Teddi
HUMANIKA Vol 24, No 1 (2017): Januari-Juni
Publisher : Faculty of Humanities, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.76 KB) | DOI: 10.14710/humanika.v24i1.13658

Abstract

The thesis aims to describe the construction of femininity in Aam Amilia’s short story entitled “Fatamorgana”. Aam Amilia is the most productive woman author in Sundanese literature. In this short story, Aam shows the construction of femininity of Sundanese woman through the relationship between men and women in everyday life, especially in marriage. The short story “Fatamorgana” shows two characters of Sundanese women tend to be contradictory, that is the women that stay at home as housewives and women that have full time career outside. It is through the narrative and vocalization in short story thatboth of the figures are appearead to have different opinions in defining the position of mother. Nevertheless, this short story takes side to ideal femininity that is concieved from men assumptions.
REPRESENTASI DRAG QUEEN PADA TOKOH AMBU DALAM UPACARA ADAT MAPAG PANGANTEN SUNDA kurniawan, Adi; Priyatna, Aquarini; Muhtadin, Teddi
HUMANIKA Vol 26, No 2 (2019): Desember
Publisher : Faculty of Humanities, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.278 KB) | DOI: 10.14710/humanika.v26i2.23940

Abstract

 Artikel ini berjudul representasi drag queen pada tokoh ambu dalam upacara adat mapag panganten Sunda. Artikel ini membicarakan bagaimana tubuh laki-laki menampilkan diri sebagai perempuan dalam sosok tokoh ambu ditampilkan dalam upacara adat mapag panganten Sunda dan bagaimana praktik drag queen dalam upacara adat mapag panganten mewujud dalam berbagai sosok tokoh ambu. Praktik ini juga dapat diargumentasikan sebagai upaya mengekspresikan hasrat gender non-normatif para pelaku ambu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif terhadap lima pelaku ambu. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, studi literatur dan dokumentasi. Penelitian ini berargumentasi bahwa tokoh ambu yang dimanifestasi oleh tubuh laki-laki menampilkan bentuk-bentuk ekspresi gender yang lebih beragam dan melintasi konstruksi gender yang normatif. Selain itu, penelitian ini juga mengkategorisasi wujud tokoh ambu dalam upacara adat mapag panganten dalam tiga kelompok: karakter cantik, karakter nenek-nenek dan karakter fantasi. Kata kunci : Drag queen;  upacara adat; pelaku ambu
REPRESENTASI MONSTROSITAS PEREMPUAN DALAM NOVEL MANTRA LILITH KARYA HENDRI YULIUS Suhendi, Indrawan Dwisetya; Priyatna, Aquarini; Muhtadin, Teddi
ATAVISME Vol 20, No 2 (2017): ATAVISME
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (688.091 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v20i2.391.123-137

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan representasi monstrositas perempuan dalam novel Mantra Lilith karya Hendri Yulius (2017). Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana representasi monstrositas perempuan digambarkan dalam novel Mantra Lilith. Dengan memfokuskan pada konsep monstrous feminine yang dikemukakan oleh Creed (2003) dan teori abjek dari Kristeva (1982), penelitian ini menggunakan metode deksriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan representasi monstrositas perempuan dan seksualitas perempuan yang disimbolkan oleh ular. Monstrositas juga dilekatkan pada perempuan yang menolak hidup dalam kungkungan ideologi partiarki. Secara narasi, dalam novel ini representasi monstrositas perempuan ditampilkan melalui pengalusian terhadap cerita-cerita yang sudah dikenal sebelumnya seperti kisah Gadis Berkerudung Merah, Timun Mas, dan Putri Duyung.
Representation of the Meaning of Indung in Artworks Maulina, Rini; Sabana, Setiawan; Damayanti, Nuning Yanti; Muhtadin, Teddi
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol 21, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Department of Drama, Dance and Music, FBS, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v21i1.29800

Abstract

Indung means mother in Sundanese. Indung in Sundanese culture is found in Paribasa, Babasan, Carita Pantun, Waditra (Sundanese traditional musical instrument), traditional ceremonies, and others. The word indung, which is found in almost all elements of Sundanese culture and manifests in Sundanese artifacts, has an invisible meaning. The meaning of indung in the perspective of Sundanese culture that exists in today’s society has not been explored. The meaning of indung from a cultural perspective needs to be searched for. There have not been found artworks with the theme of indung from a Sundanese cultural perspective, so it is necessary to explore representations in artworks. This study employs the Art-based Research method, in which an investigation is carried out on the data, and the results are represented in artworks. Through questionnaires, interviews, and literature studies, the meaning of indung is extracted and then tabulated to be classified and analyzed. The results of data processing showed that indung has many meanings, the result of converging data from the literature, questionnaire and interview the whole there are 17 meanings, among which the nurse, angel, house, huge, source of life, earth, embrace, harmony, the center of life, and love. The results of data processing are represented in artworks. Artworks made based on the meaning of indung are limited to three titles, namely Sumber Kehidupan (Source of Life), Merangkul (Embracing), and Rumah yang Hangat (Warm Home). The visual exploration contained in the three titles is made using stylized forms with a decorative style, using elements of motifs and colors from West Javanese batik. The media and techniques used are found in written batik. The results of the visualization of the meaning of indung of the three artworks that are created can be concluded that the meaning of indung cannot be symbolized singly.
Representation of the Meaning of Indung in Artworks Maulina, Rini; Sabana, Setiawan; Damayanti, Nuning Yanti; Muhtadin, Teddi
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol 21, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Department of Drama, Dance and Music, FBS, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v21i1.29800

Abstract

Indung means mother in Sundanese. Indung in Sundanese culture is found in Paribasa, Babasan, Carita Pantun, Waditra (Sundanese traditional musical instrument), traditional ceremonies, and others. The word indung, which is found in almost all elements of Sundanese culture and manifests in Sundanese artifacts, has an invisible meaning. The meaning of indung in the perspective of Sundanese culture that exists in today’s society has not been explored. The meaning of indung from a cultural perspective needs to be searched for. There have not been found artworks with the theme of indung from a Sundanese cultural perspective, so it is necessary to explore representations in artworks. This study employs the Art-based Research method, in which an investigation is carried out on the data, and the results are represented in artworks. Through questionnaires, interviews, and literature studies, the meaning of indung is extracted and then tabulated to be classified and analyzed. The results of data processing showed that indung has many meanings, the result of converging data from the literature, questionnaire and interview the whole there are 17 meanings, among which the nurse, angel, house, huge, source of life, earth, embrace, harmony, the center of life, and love. The results of data processing are represented in artworks. Artworks made based on the meaning of indung are limited to three titles, namely Sumber Kehidupan (Source of Life), Merangkul (Embracing), and Rumah yang Hangat (Warm Home). The visual exploration contained in the three titles is made using stylized forms with a decorative style, using elements of motifs and colors from West Javanese batik. The media and techniques used are found in written batik. The results of the visualization of the meaning of indung of the three artworks that are created can be concluded that the meaning of indung cannot be symbolized singly.
SAJAK-SAJAK TEDDI MUHTADIN Muhtadin, Teddi
Serat: Journal of Literary & Cultural Studies Vol 1 No 2 (2024): Serat, June 2024
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/serat.v1i2.56357

Abstract

Sajak-sajak Teddi Muhtadin
PUISI-PUISI Teddi Muhtadin Muhtadin, Teddi
Serat: Journal of Literary & Cultural Studies Vol 1 No 3 (2024): Serat, November 2024
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/serat.v1i3.59533

Abstract

No Abstrak
Ngabandungan Banda Indung Interpretasi Kepercayaan Masyarakat Sunda Rancakalong melalui Seni Visual Maulina, Rini; Sabana, Setiawan; Damayanti, Nuning Yanti; Muhtadin, Teddi
PANGGUNG Vol 30 No 2 (2020): Identitas Sosial Budaya dan Ekonomi Kreatif
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v30i2.1204

Abstract

ABSTRACTIndung (mother) in Sundanese culture is not only meaningful as a mother who gives birth, but has a broadmeaning and contains motherhood. Sundanese people have a tradition of appreciating the indung, seenfrom the mention of the indung in Paribasa, Babasan, Carita Pantun, and mythology. The maternal natureof Sunan Ambu, Dayang Sumbi and Nyi Sri Pohaci, was placed in the highest position as a glorificationof the indung. The results of the study showed that the philosophy contained in the traditional ceremonyof Ngalaksa in Rancakalong, Sumedang, contains the meaning of broad indung, interpreted into the formof visual artwork “Ngabandungan Banda Indung”, based on the problem of interpretation the meaningof the mother in visual artwork has been limited to mothers who give birth. Using the Art Based Researchmethod, the creation of research-based artwork. Aimed at interpretation of the wider meaning of the landin the form of the depiction of the banda indung (mother’s wealth) such as rice plants, honje, Kawung,Kalapa, jagong, with the depiction of batik, using glass painting techniques.Keywords: Art Based Research, Banda Indung, Nyi Sri Pohaci, Rancakalong, Visual ArtABSTRAKIndung (ibu) dalam budaya Sunda tidak hanya bermakna sebagai ibu yang melahirkan, tapimemiliki makna yang luas dan mengandung sifat keibuan. Masyarakat Sunda memiliki tradisilebih menghargai indung, terlihat dari penyebutan indung pada paribasa, babasan, carita pantun,dan mitologi. Sifat keibuan terdapat pada Sunan Ambu, Dayang Sumbi, dan Nyi Sri Pohaci,ditempatkan pada posisi tertinggi sebagai pemuliaan indung. Hasil penelitian menunjukkanfalsafah yang terkandung dalam upacara adat Ngalaksa di Rancakalong, Sumedang,mengandung makna indung yang luas, diinterpretasikan ke dalam bentuk karya seni visualNgabandungan Banda Indung, berdasarkan permasalahan interpretasi terhadap makna ibu dalamkarya seni visual selama ini terbatas pada ibu yang melahirkan. Menggunakan metode ArtBased Research, penciptaan karya seni berbasis penelitian. Bertujuan sebagai interpretasi maknaindung yang lebih luas berupa penggambaran banda indung (kekayaan Ibu) seperti tanamanpadi, honje, kawung, kalapa, jagong, dengan penggambaran batik, menggunakan teknik lukiskaca.Kata Kunci: Art Based Research, Banda Indung, Nyi Sri Pohaci, Rancakalong, Seni Visual.
Kesundaan dalam Keindonesiaan: Memahami Sajak Sunda Tahun 1950-an Muhtadin, Teddi
PANGGUNG Vol 33 No 2 (2023): Ideologi, Identitas, dan Kontekstualitas Seni Budaya Media
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v33i2.2620

Abstract

Tulisan ini berfokus pada pemahaman sajak Sunda yang ditulis tahun 1950-an. Tujuannya untuk mengungkap representasi kesundaan dalam bingkai keindonesiaan. Tujuan tersebut dicapai dengan menggunakan teori semantik semiotika. Hasilnya untuk mengungkapkan bahwa secara semantik, sajak Sunda didominasi oleh tanda ikonis diagramatis dan tanda ikonis metaforis. Tanda ikonis diagramatis menempatkan keindonesiaan di depan kesundaan dan tanda ikonis metaforis menggambarkan bahwa keindonesiaan dapat dijelaskan dengan tradisi kesundaan. Artinya bahwa keindonesiaan terkandung di dalam kesundaan. Selain itu, terungkap pula identitas kesundaan berubah seiring berubahnya bingkai keindonesiaan. Ketika pada tahun 1950-an bingkai keindonesiaan menyempit dan menjadikan kesundaan tereksklusi, maka kesempatan tersebut dipakai untuk melihat dan memahami kesundaan kembali. Dalam pertemuannya dengan keindonesiaan yang menjadi tujuan kesundaan, kesundaan pun menemukan kesundaan yang paling primordial sekaligus berusaha mengatasi kesundaan yang berorientasi kejawaan. Kata kunci: sajak, sunda, gerakan kesundaan