Prasetyo, Endy Yudho
Department Of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

THE CONCEPT OF HOUSING WITH ARCHITECTURE BIOCLIMATIC APPROACH THAT CONSIDER HUMAN PERSPECTIVE TO OBTAIN A BETTER SETTLEMENT AND CONSERVATION ENERGY Johanes Krisdianto; Ima Defiana; Irvansjah Irvansjah; Endy Yudho Prasetyo
Journal of Architecture&ENVIRONMENT Vol 10, No 2 (2011)
Publisher : Department of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (156.947 KB) | DOI: 10.12962/j2355262x.v10i2.a510

Abstract

Global warming is an issue that trend today. Awareness needed to perform its main energy efficiency is the energy cooling operations. Its because energy is related to the operational life of the thermal comfort of occupants to perform daily activities. This paper identifies residential design typology of house type 60 as a building envelope design and configuration space. The research determines the thermal performance and explore a simple house type 60 for its energy efficiency. In general, this paper aims to identify the typology of house type 60 that is associated with the operational cooling energy savings, as well as opportunities for what can be done to conserve energy by using architecture bioclimatic approach. The main benefits expected is to provide guidance on design concepts (via the model) based energy efficient cooling for modest residential type 60 in the humid tropics in order to conserve energy and create a healthy neighborhood. It need the dweller to adopt what they want to be in their own house. The fourth dimension in housing is a strenght that enable people to materialise their house to what they envisioned and using it to achieved what they intended to be.
Modifikasi Elemen Lantai dengan Transformasi Morphing Ibnu Surya Ramadhan; Endy yudho Prasetyo
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 4, No 2 (2015)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.879 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v4i2.12190

Abstract

Lantai merupakan salah satu dari elemen pembangun arsitektur dimana, lantai digunakan sebagai tempat manusia berpijak dan melakukan aktivitasnya. Pada umunya, lantai pada bangunan hanya digunakan untuk meletakkan ruang-ruang dan apapun yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas seperti furnitur, pembatas ruang, dan lain-lain. Dalam objek rancang ini, dengan metoda rancang digital atau yang biasa disebut parametrik, lantai ditransformasikan dengan cara morphing yang berbasis ergonomi posisi tubuh manusia. Lantai akan memiliki undulasi tertentu dan itu dapat, secara tidak langsung, memberikan batas tanpa batas. Dan juga, lantai yang memiliki undulasi ( morphed floor ), dapat meminimalisir furnitur yang digunakan sehingga user dapat beraktivitas dimana saja dan dengan posisi tubuh apa saja atau fleksibilitas dapat dicapai. Transformasi ini diaplikasikan pada bangunan perpustakaan dengan ketinggian 7 lantai. Dengan begitu, peran lantai dalam sebuah objek rancang tidaklah sama melainkan bertambah dan menjadi lebih advanced.
Sintesis Logika Spasial Kota dan Skala Manusia dalam Merancang Komponen Urban Fabric Kadek Ary Wicaksana; Endy Yudho Prasetyo
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1167.163 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v5i2.18130

Abstract

Semenjak era Moderenisme, mesin mulai perlahan mengganti peran manusia dalam berbagai aspek kehidupan, yang kemudian secara keseluruhan menggelembungkan skala urban fabric yang mereka bangun. Akibatnya, aktivitas sosial tertentu hanya dapat terjadi dalam sebuah lingkungan tertutup dengan kondisi yang dibuat nyaman. Jakarta merupakan salah satu metropolitan yang mengalami fenomena tersebut, terindikasi dengan adanya pencabangan supergrid. Akibatnya, seluruh urban fabric yang seharusnya dapat saling menyokong satu sama lain ini terfragmen dan tidak terstruktur dengan baik, sehingga sebuah intervensi dibutuhkan untuk menyatukannya. Tingginya diversitas kebutuhan dari fragmen yang ada memiliki faktor interaksi sosial sebagai penyatu dan merupakan hal utama yang patut diselesaikan. Pendekatan perilaku sosial kemudian diimplementasikan, dengan memperhatikan berbagai spektrum aktivitas eksisting maupun laten di area studi, serta faktor kemampuan jangkau indera manusia terhadap ruang urban. Hasil rancangan menggambarkan bahwa sebuah komponen urban fabric, seminim apapun, selayaknya memiliki sifat sugestif dan kelenturan sehingga pengguna memiliki berbagai kemungkinan pengalaman dalam menggunakannya.
Hunian. Rumah Betang (Agregasi Budaya. Alkimia Arsitektur Dayak demi Fundamentalisme Arsitektur Nusantara) Radian Zaki Rabbani; Endy Yudho Prasetyo
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373520.v5i2.19099

Abstract

Perang. Perang dunia satu dan dua telah memberikan berbagai macam efek negatif ke seluruh penjuru dunia dalam berbagai aspek. Salah satu aspeknya adalah budaya, dimana budaya luar memaksa masuk dan menggantikan budaya-budaya yang sudah ada, seperti yang telah diungkapkan oleh Rem koolhaas “in 1914, it made sense to talk about a ‘chinese’ architecture, a ‘swiss’ architecture, an ‘indian’ architecture. one hundred years later, under the influence of wars, diverse political regimes, different states of development, national and international architectural movements, individual talents, friendships, random personal trajectories and technological developments, architectures that were once specific and local have become interchangeable and global. national identity has seemingly been sacrificed to modernity”. Sama halnya dengan Indonesia, arsitektur Nusantara telah dikorbankan demi komodernan. Lantas apakah seorang arsitek hanya akan tinggal diam melihat kasus ini? Untuk menangani kasus ini maka sudah tentu diperlukan sebuah upaya arsitektur untuk meresponnya. Sebuah percobaan melalui angan-angan “akan seperti apa arsitektur Nusantara (rumah betang) jika perang dunia satu dan dua tidak pernah terjadi?”, “akan seperti apa arsitektur Nusantara (rumah betang) jika budaya luar masuk dan ditanggapi dengan pemikiran kritis?”. Objek rancangan ini selain bertujuan untuk memvisualisasikan arsiektur Nusantara (rumah betang) sekaligus juga untuk mengembalikan identitas nasional dan fundamentalisme arsitektur nusantara, karena sejatinya kehilangan identitas nasional merupakan kekalahan terbesar yang dapat dialami oleh sebuah Negara.
Penjara, Batas, dan Persepsi: Penggabungan Ruang Publik dengan Penjara untuk Mengubah Stigma Negatif Masyarakat Muhammad Siraj Darami; Endy Yudho Prasetyo
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1015.567 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v6i1.22663

Abstract

Sebagian besar masyarakat menafsirkan kata penjara sebagai tempat bagi orang-orang yang mutlak berdosa sehingga membentuk pandangan bahwa orang-orang yang keluar dari penjara adalah orang-orang yang harus dihindari dalam pergaulan sehari-hari. Padahal penjara memiliki peran besar terhadap rehabilitasi narapidana demi terciptanya keadilan serta keamanan bagi masyarakat. Demi mengubah persepsi masyarakat serta narapidana terhadap penjara, maka perlu adanya keterlibatan masyarakat terhadap penjara tersebut. Penjara bukan lagi hanya untuk merehabilitasi narapidana dari tindakan kejahatannya, tapi juga mempersiapkan narapidana untuk terjun langsung berkehidupan bermasyarakat pasca menjalani hukuman penjara. maka dari itu area penjara harus dapat dijangkau masyarakat tanpa menghilangkan kaidah keamanan penjara tersebut agar masyarakat dapat merasakan kebermanfaatan penjara dan ikut serta dalam mengembalikan narapidana untuk berkehidupan bermasyarakat. Pada akhirnya hal tersebut akan mengubah persepsi masyarakat terhadap penjara dan narapidana serta persepsi narapidana terhadap penjara itu sendiri.
Pendekatan Biophilic untuk Meningkatkan Kualitas Ruang pada Perkantoran Vertikal Kartika Rahmasari; Endy Yudho Prasetyo
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (756.509 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v6i2.25528

Abstract

Manusia hidup dalam sebuah lingkungan yang mampu mempengaruhi kondisi fisik maupun mental nya. Selain itu aktivitas yang dilakukan oleh manusia sehari - hari juga menjadi sebuah kunci utama kondisi tubuhnya. Sadar atau tidak sadar faktor eksternal mempengaruhi kondisi mental manusia itu sendiri. Kondisi mental manusia akan menghasilkan sebuaht respon yang salah satunya adalah emosi yang berkaitan erat dengan produktivitas. Keberadaan fenomena ini kemudian dijabarkan sebagai sebuah kemampuan pengguna dalam menterjemahkan ruangan yang ada disekitarnya. Yang kemudian dapat digambarkan sebagai Spatial Triad. Dengan adanya sebuah fenomena ini dapat dimanfaatkan untuk mengolah ruang yang ada pada sebuah tempat yang berhubungan dengan produktivitas. Oleh karena itu, sebuah perkantoran merupakan objek yang tepat sebagai wadah penerapan Spatial Triad yang kemudian menggunakan pendekatan desain Biophilic untuk penyelesaiannya.
Arsitektur berdasarkan Perubahan Aktivitas dan Waktu Fairuuz Syafiqoh Firdausi; Endy Yudho Prasetyo
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (542.472 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v6i2.26483

Abstract

Ruang merupakan elemen yang sangat penting dalam arsitektur. Ruang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia baik secara psikologis emosional (persepsi), maupun dimensional. Manusia berada dalam ruang, bergerak serta menghayati, dan melakukan aktivitas atau kegiatan yang dikehendakinya. Ruang dalam arsitektur dan aktivitas memiliki keterkaitan yang erat, dimana ruang dapat tercipta melalui aktivitas manusia yang berada di dalamnya. Namun tanpa kita sadari kekosongan dari suatu ruang pada suatu waktu karena tidak adanya aktivitas di dalamnya membuat ruang tersebut menjadi tidak bermakna. Kekosongan tersebut merupakan suatu hal yang biasa terjadi dan diabaikan. Arsitektur pada hakekatnya harus mampu menjawab permasalahan ini. Sehingga efisiensi ruang menjadi suatu hal yang penting. Dengan adanya sebuah perubahan aktivitas yang terjadi di tiap waktunya maka kekosongan ruang tidak lagi terjadi. Maka konfigurasi dan hubungan antar ruang merupakan hal utama yang akan di bahas pada objek arsitektur ini.
Arsitektur sebagi Media Interaksi Manusia dan Hewan Sayid Rasyid Ridha; Endy Yudho Prasetyo
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (576.943 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v7i1.29267

Abstract

Keinginan untuk terhubung dengan alam merupakan salah satu sifat alami yang dimiliki oleh manusia. Namun, seiring dengan berkembangnya wilayah urban, alam yang berada di sekitar manusia mulai tergantikan oleh pemukiman manusia. Hal ini menyebabkan semakin berkurangnya habitat bagi makhluk hidup lainnya, salah satunya adalah hewan. Akibatnya, munculah suatu fenomena yang disebut dengan synanthropization, yaitu masuknya hewan ke dalam lingkungan manusia untuk beradaptasi dengan habitat manusia tersebut. Keberadaan hewan-hewan tersebut ada yang dapat ditolerir oleh manusia, namun ada juga yang justru menjadi masalah bagi manusia. Dalam menanggapi fenomena ini, diperlukan adanya desain suatu kawasan di mana manusia dan hewan tadi dapat hidup bersama tanpa adanya rasa ketidaknyamanan diantaran kedua spesies. Kawasan ini didesain untuk menyediakan habitat bersama bagi hewan dan manusia di mana kedua spesies dapat saling berinteraksi, namun di satu sisi tetap memiliki batas-batas tertentu untuk menjaga area privasi masing-masing spesies
Parameterisasi dalam Penggabungan Program Arsitektur Markus Parcoyo; Endy Yudho Prasetyo
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373520.v7i2.31217

Abstract

Pada saat ini kebutuhan manusia dalam beraktivitas dalam suatu konteks telah menjadi semakin kompleks dan dinamis (gambar 1). Kompleks dan dinamis yang dimaksud adalah, aktivitas manusia semakin beragam dan berubah-ubah seiring waktu. Hal ini memicu perubahan dalam arsitektur yang mana merupakan respon manusia akan pemenuhan kebutuhannya dalam beraktivitas[1], untuk berkembang menjadi kompleks dan dinamis. Perkembangan ini selanjutnya ditandai dengan adanya fenomena menggabungnya dua atau lebih program dalam sebuah arsitektur, crossprograming, transprograming, disprograming [2]. Dalam menggabungkan dua atau lebih program dalam sebuah arsitektur dibutuhkan suatu cara yang efektif sekaligus memberikan hasil yang optimal. Oleh sebab itu, teknik parameterisasi dipilih karena kemampuannya dalam memetakan karakteristik program arsitektur secara terperinci. Teknik ini memetakan setiap karakteristik program arsitektur dengan menggunakan beberapa parameter. Hasil pemetaan data selanjutnya akan digunakan sebagai acuan dasar dalam melakukan perancangan. Pemetaan ini bertujuan untuk memudahkan perancang dalam memberikan respon yang tepat dalam menggabungkan program arsitektur. Sehingga menghasilkan sebuah arsitektur yang kompleks dan dinamis.
Pendekatan Theory of Affordances pada Oblique Coworking Space Anisa Claudina; Endy Yudho Prasetyo
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.254 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v7i2.33144

Abstract

Posisi stasioner horizontal dan vertikal tidak lagi sesuai dengan dinamika umat manusia. Melihat hal ini Claude Parent dan Paul Virilio kemudian mengkonseptualisasikan tatanan arsitektural baru dalam apa yang mereka sebut dengan the function of the oblique. Gagasan bidang miring ini diharapkan dapat men-trigger pergerakan manusia sehingga merangsang manusia untuk beradaptasi dan merasakan hubungannya dengan lingkungan. Hubungan ini dapat terwujud dengan pendekatan Theory of Affordances. Theory of Affordances akan mencari proses persepsi terhadap objek dengan memperhatikan sifat relatif lingkungan terhadap manusia, termasuk di dalamnya kemungkinan kemiringan bidang yang sesuai. Hal ini bertujuan untuk memunculkan keterkaitan dinamis antara persepsi manusia dan karakteristik desain lingkungan yang spesifik. Pendekatan ini dilaksanakan pada metode desain yang terdiri dari blurring sebagai conceptual tools; kajian preseden, pembacaan aktivitas terhadap bidang dan alur pengguna sebagai programatic tools; dan integrasi kebutuhan ruang dan besaran, persyaratan terkait ruang, dan zona pengguna sebagai formal tools.