Putu Budiadnya
Unknown Affiliation

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

MAKNA RELIEF TAPAL KUDA PADA CANDI SUKUH DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU Putu Budiadnya
Widya Aksara Vol 25 No 1 (2020)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.72 KB)

Abstract

The temple has become a monument to the civilization and pride of the Indonesian people. The pride of this monumental historical building has been proven by the government's program to renovate and reconstruct and maintain and preserve temples as historical relics throughout the country so that it becomes a historical tourism area. Sukuh Temple is found in Karangayan Regency. In this temple there are different relifs from other temples in the Middle Ages. Relif Horseshoe in Sukuh Temple is a philosophy of paraning dumadi. The Horseshoe Relif is located within the surroundings of Sukuh Temple which is a cultural preservation of historical, scientific, national and state development. Sukuh Temple has noble values ??that must be preserved in order to strengthen the practice of increasing national dharma, strengthening national unity, and improving the welfare of society. Based on this background, the research problem can be formulated as follows: What is the shape of the Horseshoe Relif at Sukuh Temple? What is the meaning of Relief Horseshoe Hindu Religious Education Perspective? Sangkan Paraning Dumadi in the Kejawen philosophy teaches that the ultimate goal of human life is God Almighty, so that in living this life we ??must approach the noble values ??of God. Honest, Fair, Responsibility, Caring, Simple. In the teachings of Hindu hospitality there is a way to reach perfection, namely Moksa, by connecting and focusing one's mind to Ida Sang Hyang Widhi Wasa called Catur Marga Yoga, Ast?ngga yoga, namely yama, nyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana and samadhi and samadhi The Ethics Education Values ??contained in the Javanese dance are very paraning. Dumadi The noble values ??of the divinity include honesty, fairness, responsibility, caring, simple, friendly, disciplined and this commitment can be found in the tembang dangganggula heritage of the ancestors who until this moment. still being echoed. The value of ethical education contained in the Horseshoe Relif is very relevant to the needs of ethical education standards for Hindus in particular, and humanity in general. Dhana or not greedy nature is very relevant to the guidelines of human morality at this time, especially to avoid the occurrence of global warming which is more due to the nature of human greed in exploiting natural resources on this earth.    
NILAI NILAI PENDIDIKAN ETIKA PADA RELIEF CANDI SOJIWAN Mino; Putu Budiadnya
Widya Aksara Vol 25 No 2 (2020)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Relief Candi Sojiwan. Fokus permasalahan yang menjadi pokok bahasan ini adalah: Nilai Pendidikan Etika Relief Candi Sojiwan. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai narasumber, sumber tertulis dan foto guna memperoleh data yang diperlukan. Penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi pustaka, dan pendokumentasian. Proses analisis data dengan melalui tahapan pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian dari Studi Bentuk dan Makna Relief Candi Sojiwan adalah : (1) bentuk relief candi Sojiwan keseluruhannya berjumlah 14 relief terbuat dari batu andesit berwarna abu-abu, berbentuk balok dalam bentuk panil-panil berukuran 30 cm x 30 cm dan 30 cm x 50 cm yang dihias dengan ukiran datar bermotif manusia dan binatang yang disusun sedemikian rupa di dinding candi pada bagian kaki candi sehingga membentuk relief utuh, dalam satu adegan relief berjumlah 6 hingga 9 balok batu. (2) adegan relief Candi Sojiwan dipetik dari cerita fabel Pancatantra dan Jataka yaitu cerita tentang kehidupan dalam agama budha. Adegan relief bercitarasa penuh dengan unsur spiritualitas, mengandung ajaran moral yang masih relepan sampai sekarang
AGAMA HINDU PELESTARI BUDAYA LOKAL Putu Budiadnya; Sujaelanto
Widya Aksara Vol 26 No 1 (2021)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perwujudan dari rasa syukur ini dilakukan Umat Hindu dalam sebuah penyelenggaraan upacara atau odalan yang umumnya dikenal dengan pelaksanaan yadnya atau korban suci. Bebantenan di Bali merupakan ciri khas yang unik dengan mengaitkan daya cipta yang religius serta mengandung budaya seni dan adat yang bercirikan pada Desa-Kala-Patra (tempat, waktu dan keadaan tradisi masyarakat pendukungnya). Budaya merupakan segala hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Segala bentuk cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh suatu masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi adalah hal – hal yang muncul karena budi dan akal manusia. Budaya merupakan pola hidup menyeluruh yang bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Ada tiga kerangka dasar dalam pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama Hindu, antara lain: 1). Tattwa (pengetahuan tentang filsafat), 2). Etika, (pengetahuan tentang sopan santun, tata krama) 3). Upacara atau ritual (pengetahuan tentang yajna) Ketiga kerangka dasar tersebut tidak berdiri sendiri tetapi merupakan suatu kesatuan yang harus dimiliki. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu sebagai berikut : Bagaimana hubungan agama Hindu dan Budaya lokal?, Bagaimana Agama Hindu Melestarikan budaya lokal? Terdapat hubungan yang sangat erat dan selaras antara budaya dan agama Hindu dimana menjiwai budaya yang ada. Baik itu dalam bentuk dharma gita, seni tari, seni tabuh, upacara keagamaan, pakaian adat, maupun bangunan suci. Semua itu merupakan bentuk usaha manusia untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang bernafaskan ajaran – ajaran Weda.Jenis – jenis budaya yang ada dalam agama Hindu antara lain : Dharma Gita, Seni Tari, Seni Tabuh, Upacara Keagamaan, Pakaian Adat, dan Bangunan Suci. Dari setiap budaya yang telah di paparkan tadi di atas dapat dibuktikan adanya unsur kehinduan yang menjiwai masing – masing budaya sebagai bentuk ekspresi dari pengamalan ajaran agama Hindu
PERSEMBAHYANGAN PAGERWESI DI PURA WIJAYA KUSUMA DESA BANARAN KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO (PERSPEKTIF TRI KERANGKA DASAR AGAMA HINDU) Putu Budiadnya; I Komang Prayogi
Widya Aksara Vol 27 No 1 (2022)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/widyaaksara.v27i1.173

Abstract

Agama Hindu merupakan agama yang tertua di dunia, ajaran-ajaranya bersumber pada kitab suci Veda yang merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Bila seseorang secara mantap mengikuti semua ajaran agama yang bersumber pada sabda suci Tuhan Yang Maha Esa itu, maka akan diperoleh ketentraman dan kebahagiaan hidup yang sejati yang disebut “Moksratam jagadhita ya ca iti dharma”(Titib, 2003 :2). Tri Kerangka Dasar Agama Hindu merupakan tiga konsep yang mendasari ajaran Agama Hindu tersebut. Tattwa, Susila dan Ritual atau upacara merupakan satu kesatuan yang utuh yang harus dilaksanakan secara seimbang dalam melaksanakan suatu aktivitas agama Hindu. Karena ketiga aspek ini saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Kalau salah satu dari ketiga aspek tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, maka tujuan dari agama Hindu yaitu “Moksartam jagadhita ya ca iti dharma” tidak akan tercapai dengan sempurna. Sehingga dalam setiap melaksanakan aktivitas agama Hindu terutama dalam hal yadnya atau persembahan suci tentu tidak pernah lepas dari konsep Tri Kerangka Dasar Agama Hindu (Sudharta, 2007 : 5) Secara realita yang ada disekitar khususnya di Desa Banaran, pelaksanaan persembahyangan Pagerwesi kalau dilihat sepintas tidak diragukan lagi mengenai hal ritual atau upacaranya. Tetapi dalam hal Etika dan Tattwa atau filsafatnya kurang dipahami dan terkadang dikesampingkan. Sebagian besar umat Hindu Desa Banaran didalam melaksanakan ritual atau upacara persembahyangan pagerwesi belum memahami secara benar bagaimanakah cara beretika dengan baik dan semua hal tersebut berdasarkan tattwa yang mana. Hal inilah yang menjadi kebiasaan kurang baik oleh Umat Hindu Desa Banaran khususnya dalam melaksanakan suatu aktivitas keagamaan.
IMPLEMENTASI PEMBIASAAN MENINGKATAKAN KARAKTER DAN PRESTASI SISWA PADA PENDIDIKAN PASRAMAN NON FORMAL DI EKS KARESIDENAN SURAKARTA Farida Setyaningsih; Putu Budiadnya; Setyaningsih; Titin Sutarti; Sujaelanto; Gayatri Sindi Mahesti
Widya Aksara Vol 27 No 1 (2022)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/widyaaksara.v27i1.184

Abstract

Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak, jika hal tersebut tertanam dan terpatri dalam diri setiap insan sejak dini, hal tersebut merupakan awal yang baik bagi setiap Pendidikan anak bangsa untuk menjalani proses selanjutnya. Melihat betapa pentingnya pembiasaan meningkatkan karakter dan prestasi siswa, maka peneliti mengambil 3 rumusan masalah yaitu; jenis pembiasaan apa yang digunakan untuk meningkatkan karakter dan prestasi siswa pada Pendidikan Pasraman Non Forma di Eks Karesidenan Surakarta, bagaimana implementasi pembiasaan untuk meningkatkan karakter dan prestasi siswa pada Pendidikan Pasraman Non Formal di Eks Karesidenan Surakarta, dan bagaimana dampak implementasi pembiasaan terhadap karakter dan prestasi siswa pada Pendidikan Pasraman Non Forma di Eks Karesidenan Surakarta. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji dari rumusan masalah supaya bermanfaat secara teoritis maupun praktis dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, dokumentasi, observasi, partisipan dan kepustakaan. Penelitian ini mengunakan teori pembiasaan klasik untuk membedah rumusan masalah 1, teori pembentukan karakter digunakan untuk membedah rumusan masalah 2, dan teori dampak untuk membedah rumusan masalah 3. Sehingga dapat ditarik simpulan jenis pembiasaan antara Pasraman satu dengan yang lainnya bisa ada beberapa yang sama, juga ada jenis pembiasaan yang berbeda, dalam implementasi pembiasaan juga ada yang sama dan ada yang berbeda, dalam arti ada yang rajin, kurang raji, fokus, lebih fokus, dan kurang fokus, bahkan ada yang rutin, telaten, tepat waktu sesuai jadwal yang ditentukan namun ada juga yang kurang disiplin, sehingga dampaknya juga berbeda terhadap peningkatan karakter dan prestasi siswa pada Pendidikan Pasraman Non Formal di Eks Karesidenan Surakarta. i
Strategi Pengembangan Profesionalitas Guru Agama Hindu Di Kota Surakarta I Wayan Tudy Subawa; Toto Margiyono; Putu Budiadnya
Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu Vol 29 No 1 (2024)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/widyaaksara.v29i1.260

Abstract

Proses profesionalisme guru agama Hindu di Kota Surakarta mampu mengimplementasikan berbagai teori dan metodelogi dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru, menunjukkan ada keragaman tingkat profesionalisme. Dengan kondisi ini maka profesinalitas guru agama Hindu di Kota Surakarta harus lebih dikembangkan hingga pada tataran yang lebih subtantif melalui upaya-upaya rekayasa manejerial. Pelaksanaan manajemen sumber daya manusia (guru agama Hindu di Kota Surakarta) hingga saat ini belum dapat berjalan secara baik, hal ini dikarenakan kebijakan strategis yang dilakukan oleh kepala sekolah ditempat para guru agama Hindu mengajar kurang memperhatikan keperluan pendukung (sarana dan prasarana belajar agama Hindu). Strategi yang diterapkan dalam mengembangkan profesionalitas guru agama Hindu di kota Surakarta lebih menggunakan pendekatan informal dalam konteks mikro institusonal. Sedangkan pola pengembangan yang diterapkan lebih menggunakan pola in the job site, dalam banyak hal masih belum menunjukkan upaya yang terencana secara sistemik.
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA MOMONG, AMONG, NGEMONG MELALUI AJARAN TRI KAYA PARISUDHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 KARANGNONGKO, KABUPATEN KLATEN Putu Budiadnya; Dewi Ayu Wisnu Wardani; Liya Apriayani
Jawa Dwipa Vol. 5 No. 1 (2024)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/jd.v5i1.89

Abstract

Ini adalah artikel tentang bagaimana pendidikan Ki Hajar Dewantara, yang mengusungkonsep "momong, among, ngemong" dan ajaran Tri Kaya Parisudha diterapkan untukmembentuk karakter siswa di SMP Negeri 1 Karangnongko, Kabupaten Klaten. Konsep"momong, among, ngemong", yang berasal dari nilai-nilai kebudayaan Jawa, sangat pentingdalam proses pendidikan secara keseluruhan. Untuk membangun karakter siswa, Tri KayaParisudha terdiri dari tiga prinsip utama: berpikir benar (manacika), berkata benar (wacika),dan berbuat benar (kayika). Metode ini digunakan dalam penelitian ini untuk menyelidikibagaimana penggabungan nilai-nilai ini ke dalam kurikulum dan kegiatan sekolah dapatberdampak positif pada perkembangan karakter siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwametode ini bekerja dengan baik dalam membangun siswa yang baik hati, jujur, dan bertanggungjawab. Penelitian ini mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengembangkan model pendidikan karakterdi Indonesia.