Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

KONSEP DIRI DAN PENYEBARAN WACANA DALAM CYBERSPACE: TANTANGAN BAGI PENELITIAN ANTROPOLOGI Kumoro, Nindyo Budi
Jurnal RANAH Vol 2, No 01 (2012)
Publisher : Jurnal RANAH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan teknologi informasi melahirkan dunia baru bagimanusia, yaitu yang sekarang disebut dengan “ruang maya”atau cyberspace. Struktur cyberspace dalam internet memberiruang yang bebas bagi setiap individu untuk melakukan tindakanapapun. Orang juga tak lagi pasif menerima informasi-informasidari media massa, namun dapat secara aktif memproduksi danmenyebarkan informasinya sendiri. Saat ini kekuasaan wacanatidak lagi dipegang oleh pusat-pusat penyebar informasi sepertinegara atau media massa melainkan pada setiap individu yangdapat mengakses teknologi informasi. Di sisi lain fenomena inijuga memicu booming informasi di mana orang tak lagi dapatmembedakan yang bermanfaat atau tidak, yang pantas atautidak. Tentunya penggunaan interaksi dalam dunia maya iniberpengaruh pada kehidupan masyarakat nyata dan membentukpola-pola baru dalam hubungan sosial manusia.Kata Kunci: cyberspace, realitas, identitas, wacana
DAYAK KAHARINGAN DI TENGAH PERUBAHAN SOSIAL EKOLOGI DAN PRAKTIK PERPINDAHAN AGAMA DI PEDESAAN KALIMANTAN TENGAH Kumoro, Nindyo Budi
Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol. 22 No. 1 (2020)
Publisher : P2KK LIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmb.v22i1.939

Abstract

This paper tries to explain the relation between social-ecological change and the phenomenon of religious conversion in a minority group in Indonesia. The case study is the Dayak community religion in Central Kalimantan, Kaharingan, with 'world' or 'official' religions such as Christianity, Catholicism, or Islam. The study of Kaharingan in this paper is placed in the context of Kalimantan as an object of resource expansion with massive intensity by the global economic capitalist chain. Forest exploitation and local gold mining activity from outsiders urged Dayaks to participate in new economic patterns, which caused swidden cultivation to become inaccessible to villagers and began to slowly be abandoned. This has implications for the transformation of the Dayaks in perceiving their relationship with the natural environment, a relationship that was previously the basis of Kaharingan religious beliefs and practices. Based on my ethnographic research in the rural Dayak community upriver Katingan, this paper shows that the religious conversion from Kaharingan to a new religion is more driven by social and economic morals that emphasize individual-household relations rather than the communal-collective pattern as before. This paper also argues that although traditional beliefs have slowly been abandoned, the practice of Kaharingan ceremonies is still held intensively for different purposes.Keywords: Minority religion, socio-economic and ecological change, religious conversion Abstrak Artikel ini berupaya menunjukkan relasi perubahan sosial-ekologi dengan fenomena perpindahan agama pada kelompok minoritas di Indonesia. Studi kasus dalam tulisan ini adalah agama masyarakat Dayak Kalimantan Tengah, yakni Kaharingan, dengan agama ?dunia? atau ?resmi? seperti Kristen, Katolik, maupun Islam di sana. Kajian mengenai Kaharingan di sini diletakkan dalam konteks Kalimantan sebagai obyek dari ekspansi sumber daya dengan intensitas yang massif oleh rantai ekonomi kapitalisme global. Eksploitasi kayu maupun pertambangan lokal dari pihak luar mendorong orang Dayak turut berpartisipasi dalam pola ekonomi baru menggeser perladangan berpindah ke posisi yang tidak menguntungkan. Hal ini turut mendorong perubahan orang Dayak dalam memaknai relasi mereka dengan alam sekitar, relasi yang sebelumnya menjadi basis kepercayaan dan praktik agama Kaharingan. Dengan mendasarkan pada hasil riset etnografi pedesaan Dayak di hulu Sungai Katingan, tulisan ini menunjukkan bahwa perpindahan agama dari Kaharingan ke agama baru lebih didorong oleh moral sosial dan ekonomi baru yang menekankan relasi individu-rumah tangga dari pada komunal-kolektif seperti sebelumnya. Tulisan ini juga ingin menunjukkan meskipun kepercayaan lama telah ditinggalkan, namun praktik upacara Kaharingan tetap digelar dengan intensif meskipun untuk tujuan yang berbeda. Kata kunci: Agama minoritas, perubahan material-ekologi, perpindahan agama 
READING THE MUSEUM ANGKUT: CULTURAL SPACE PRODUCTION AND EXHIBITION NARRATIVE Nindyo Budi Kumoro; Irsyad Martias; Manggala Ismanto; Hipolitus Kristoforus Kewuel; Andi Azmi Saifullah; Jihananda Marcel Egidyah
Sosiohumaniora Vol 22, No 3 (2020): SOSIOHUMANIORA, NOVEMBER 2020
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v22i3.26956

Abstract

This article is a museum study from an anthropological perspective. Generally, the museum is an institution that stores and preserves particular material cultures. On the other side, a museum can also be critically seen as a space for the production of cultural discourse that narrates a particular ideology through exhibition strategies and display systems. This study wants to explore the discourse of cultural ideology that is represented by the museum through the design and exhibition. The museum is no longer only monopolized by the state but also developed by the private sector which offers a fusion model between the museum, edutainment, and amusement park. Thus, this article proposes a case study of the Museum Angkut in Batu, East Java, one of the most popular private museums in Indonesia that exhibits transportation system and world civilization themes assembled by implementing amusement park concepts.  This article would like to address the issue of the production of cultural discourse. The research questions are what kind of cultural discourse production is narrated in the Museum Angkut, and how has it been materialized through the display strategy? Additionally, this article explores the relationship of the visitor with material objects in the museum. This paper uses a hermeneutic approach, and Michael Foucault’s heterotopia to examine how cultural imagination with its ideology is represented in museum bodies. As a result, we argue that the Museum Angkut can reflect the character of society, as a post-colonial nation in the sense of seeing self and other cultures.
Pariwisata di Tengah Pandemi: Studi Kasus Tentang Pola Wisata Alternatif di Malang, Jawa Timur Hipolitus Kristoforus Kewuel; Nindyo Budi Kumoro; Mayang Anggrian
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology) Vol 7, No 2 (2022): Anthropos Januari
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/antro.v7i2.31741

Abstract

Even when the tourism industry in Indonesia has been devastated due to COVID-19 pandemic, this sector has not simply disappeared and succumbed. Some tourist destinations are still visited by tourists from big cities of Indonesia, although the numbers are not as much as before. Malang is a representative place to watch this phenomenon, there are certain moments where tourists still visit and have recreation there. This research questions what is the new or alternative pattern for people who continue to travel in the midst of a pandemic? This is interesting because previously the known tourism pattern was mass tourism (full of crowds and high mobility) which was difficult to do in the pandemic era. This research aims to identify the alternative (niche tourism) specifically its new patterns in the pandemic era in Malang, related to the form of attraction to the socio-demographic character of the tourist. In addition, it is also important to study how tourists view COVID-19 which allows them to travel. With the ethnographic method, this research seeks to find the appropriate new pattern for tourism development in Indonesia during a pandemic.
Pemuda Lereng Merapi: Agensi Perubahan yang Tak Terlihat Nindyo Budi Kumoro
Jurnal Studi Pemuda Vol 2, No 1 (2013): Pemuda Diantara Ruang Transisi
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.324 KB) | DOI: 10.22146/studipemudaugm.32053

Abstract

Artikel ini mengkaji mengenai bagaimana pemuda Lereng Gunung Merapi berpartisipasi secara signifi kan dalam memunculkan obyek wisata Volcano Tour. Tak seperti obyekwisata kebanyakan, Volcano Tour mampu memberi asupan ekonomi rumah tangga korban yang kosong setelah bencana. Letusan Gunung Merapi 2010 membuat struktur ekonomiwarga yang bersandar pada peternakan sapi perah luluh lantak. Di sini pemuda berperan mengubah pola ekonomi masyarakat setempat yang sebelumnya agraris menjadi berbasis kepariwisataan. Dalam konteks pemuda sebagai agen perubahan, tulisan ini mencoba menawarkan wacana yang berbeda di mana perspektif agensi tidak harus diterjemahkandalam seting politik negara, hierarki sosial, ideologi, sub-kultur, patologi sosial maupun identitas. Lebih jauh tulisan ini ingin menunjukkan bahwa pemuda manapun sama-sama memiliki modal untuk menjadi agen perubahan. Bukan karena intelektualitasnya, bukan pula semangat pemberontakannya, melainkan lebih pada energi yang tersimpan dalam setiap individu muda.Kata Kunci: Volcano Tour, perubahan ekonomi, energi pemuda.
Pemuda Lereng Merapi: Agensi Perubahan yang Tak Terlihat Nindyo Budi Kumoro
Jurnal Studi Pemuda Vol 2, No 1 (2013): Pemuda Diantara Ruang Transisi
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/studipemudaugm.32053

Abstract

Artikel ini mengkaji mengenai bagaimana pemuda Lereng Gunung Merapi berpartisipasi secara signifi kan dalam memunculkan obyek wisata Volcano Tour. Tak seperti obyekwisata kebanyakan, Volcano Tour mampu memberi asupan ekonomi rumah tangga korban yang kosong setelah bencana. Letusan Gunung Merapi 2010 membuat struktur ekonomiwarga yang bersandar pada peternakan sapi perah luluh lantak. Di sini pemuda berperan mengubah pola ekonomi masyarakat setempat yang sebelumnya agraris menjadi berbasis kepariwisataan. Dalam konteks pemuda sebagai agen perubahan, tulisan ini mencoba menawarkan wacana yang berbeda di mana perspektif agensi tidak harus diterjemahkandalam seting politik negara, hierarki sosial, ideologi, sub-kultur, patologi sosial maupun identitas. Lebih jauh tulisan ini ingin menunjukkan bahwa pemuda manapun sama-sama memiliki modal untuk menjadi agen perubahan. Bukan karena intelektualitasnya, bukan pula semangat pemberontakannya, melainkan lebih pada energi yang tersimpan dalam setiap individu muda.Kata Kunci: Volcano Tour, perubahan ekonomi, energi pemuda.
Dayak Kaharingan di tengah perubahan sosial ekologi dan praktik perpindahan agama di pedesaan Kalimantan Tengah Nindyo Budi Kumoro
Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol. 22 No. 1 (2020)
Publisher : LIPI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmb.v22i1.939

Abstract

This paper tries to explain the relation between social-ecological change and the phenomenon of religious conversion in a minority group in Indonesia. The case study is the Dayak community religion in Central Kalimantan, Kaharingan, with 'world' or 'official' religions such as Christianity, Catholicism, or Islam. The study of Kaharingan in this paper is placed in the context of Kalimantan as an object of resource expansion with massive intensity by the global economic capitalist chain. Forest exploitation and local gold mining activity from outsiders urged Dayaks to participate in new economic patterns, which caused swidden cultivation to become inaccessible to villagers and began to slowly be abandoned. This has implications for the transformation of the Dayaks in perceiving their relationship with the natural environment, a relationship that was previously the basis of Kaharingan religious beliefs and practices. Based on my ethnographic research in the rural Dayak community upriver Katingan, this paper shows that the religious conversion from Kaharingan to a new religion is more driven by social and economic morals that emphasize individual-household relations rather than the communal-collective pattern as before. This paper also argues that although traditional beliefs have slowly been abandoned, the practice of Kaharingan ceremonies is still held intensively for different purposes.Keywords: Minority religion, socio-economic and ecological change, religious conversion Abstrak Artikel ini berupaya menunjukkan relasi perubahan sosial-ekologi dengan fenomena perpindahan agama pada kelompok minoritas di Indonesia. Studi kasus dalam tulisan ini adalah agama masyarakat Dayak Kalimantan Tengah, yakni Kaharingan, dengan agama ‘dunia’ atau ‘resmi’ seperti Kristen, Katolik, maupun Islam di sana. Kajian mengenai Kaharingan di sini diletakkan dalam konteks Kalimantan sebagai obyek dari ekspansi sumber daya dengan intensitas yang massif oleh rantai ekonomi kapitalisme global. Eksploitasi kayu maupun pertambangan lokal dari pihak luar mendorong orang Dayak turut berpartisipasi dalam pola ekonomi baru menggeser perladangan berpindah ke posisi yang tidak menguntungkan. Hal ini turut mendorong perubahan orang Dayak dalam memaknai relasi mereka dengan alam sekitar, relasi yang sebelumnya menjadi basis kepercayaan dan praktik agama Kaharingan. Dengan mendasarkan pada hasil riset etnografi pedesaan Dayak di hulu Sungai Katingan, tulisan ini menunjukkan bahwa perpindahan agama dari Kaharingan ke agama baru lebih didorong oleh moral sosial dan ekonomi baru yang menekankan relasi individu-rumah tangga dari pada komunal-kolektif seperti sebelumnya. Tulisan ini juga ingin menunjukkan meskipun kepercayaan lama telah ditinggalkan, namun praktik upacara Kaharingan tetap digelar dengan intensif meskipun untuk tujuan yang berbeda. Kata kunci: Agama minoritas, perubahan material-ekologi, perpindahan agama 
Pemetaan Potensi Seni dan Budaya untuk Mendukung Industri Pariwisata Nindyo Budi Kumoro; Hipolitus Kristoforus Kewuel; Dhanny S Sutopo; Franciscus Apriwan; Manggala Ismanto; A. Faidlal; Romy Setiawan
Berdikari: Jurnal Inovasi dan Penerapan Ipteks Vol 9, No 2 (2021): August
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/berdikari.v9i2.10553

Abstract

The majority of tourism objects in East Java still rely on artificial and nature-based tourism. As a result, there is an impression that the potential in the society in art and culture has not been optimized for the tourism industry. This service was intended in the context of optimization through exploring the potential of art and culture to support the tourism industry in East Java. This service also aimed to produce mapping data on the potential of cultural arts in the context of creating a directory of arts and culture in Malang Raya. Malang Raya will be used as a pilot project before it can be developed throughout East Java. The data collection method was focused on field studies based on the study of the PPKD (Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah) documents for each region, while focus group discussions (FGDs) and field observations were also conducted. The results of the community service program showed that the potential of Malang Raya culture and arts could be compiled online and included in the PPKD mapping document.
Eksplorasi Daerah Dataran Tinggi: Studi Transformasi Pertanian di Desa Rejo, Jawa Timur Utama, Aji Prasetya Wahyu; Kumoro, Nindyo Budi; Al Hamid, Ahmad Farhan; Putri, Richita Camelia Mayne
Biokultur Vol. 13 No. 1 (2024): Transformations and Social Resistants in Indonesia
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/bk.v13i1.54360

Abstract

Desa di dataran tinggi, digambarkan oleh Hüsken (1998), sebagai wilayah yang kompetitif, dimana anggota masyarakatnya -petani- saling bersaing satu sama lain. Para petani saling berkompetisi untuk menjadi yang terkuat meski harus mengorbankan yang lain. Situasi ini menempatkan petani menjadi makluk yang sangat rasional, jauh dari anggapan umum roamantisme kehidupan desa yang penuh solidaritas dan saling tolong menolong. Tulisan ini berusaha untuk melihat transformasi ekonomi pedesaan yang belakangan ternyata, tidak hanya berkiblat pada industri pertanian, tapi juga pariwisata. Kami berangkat dari permasalahan, apakah transformasi mata pencaharian di pedesaan, dengan perluasan sektor usaha di desa, mampu mendorong keterlibatan lebih banyak petani, dan sekaligus mengurangi semangat kompetisi yang ada? Sekilas temuan lapangan memperlihatkan bahwa perluasan sektor usaha di desa tidak serta merta memberikan kesempatan bagi petani yang sudah tereksklusi untuk dapat ambil bagian dalam bisnis baru -pariwisata- ini. Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi partisipasi dan wawancara di sebuah desa dataran tinggi, Desa Rejo, yang sedang mengalami transformasi dari sektor pertanian ke sektor pariwisata. Kata kunci: petani dataran tinggi, transformasi mata pencaharian, diversifikasi ekonomi.
PERCEPTION OF BANYUWANGI AND BLITAR SOCIETY ON RELIGIOUS HARMONY: PERSEPSI MASYARAKAT BANYUWANGI DAN BLITAR TENTANG KEHARMONISAN BERAGAMA Latifah, Latifah; Dhamayanti, Wina; Murdana, Kadek Yudi; Kamanitra, Rakyan Paranimmita; Kumoro, Nindyo Budi
Jurnal Pencerahan Vol. 12 No. 1 (2019): Jurnal Pencerahan (Mencerdaskan dan Mencerahkan)
Publisher : Syailendra Buddhist College / Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Syailendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58762/jupen.v12i1.24

Abstract

This study examines the perception of religious harmony in the Banyuwangi and Blitar communities, East Java. The aim is to find out about the level of acceptance of Banyuwangi and Blitar people on the reality of diversity of beliefs and religions in Indonesia. In addition, this paper also looks at how the attitudes of the two communities face various impacts on diversity to create inter-religious harmony. With a quantitative descriptive approach through analysis of minimum and maximum frequency (number) and comparison of relative frequencies (percentages) of two data groups, namely Blitar and Banyuwangi communities, this study shows that people in these two cities: (1) are increasingly critical in seeing problems in relations between-religion; (2) see that maintaining relationships, togetherness, and mutual assistance is an obligation in social life; In addition, (3) insights about other religions are very important to develop religious harmony by not only avoiding prejudice, but also building empathy for people of other religions or beliefs. Putting this into consideration, this research suggests that the existing interfaith forum needs to be more community based