Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Percentage of Hard Coral Cover and Coral Recruitment on in Bangsring Beach, Banyuwangi Regency Samuel, Pratama Diffi; Fakhri, Muhammad; Dewi, Citra Satrya Utama; Ellona, Jessica; Anam, M. Choirul
Research Journal of Life Science Vol 10, No 1 (2023)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.rjls.2023.010.01.3

Abstract

One of the tourist attractions at Bangsring Beach is the condition of the coral reef ecosystem and unique marine biota that tourists can enjoy by snorkeling and diving. Based on research (Ekawati et al., 2021) using remote sensing, the area of live coral reefs on Bangsring Beach is as follows; 2005; 3.38, 2008; 2.61, 2011; 3.7, 2017; 3.98, 2020; 6.1 Ha). It can be said that the area of coral reefs increases yearly, although, in 2008-2011, it decreased by 32%. The results of the economic valuation explain that the (Total Economic Value) of the coral reef ecosystem in Bangsring Beach is 38.2 billion Rupiah/year or 2.9 billion Rupiah hectares/year. The use-value that has the largest economic value comes from tourism utilization of 25 billion or 60% of the Total Economic Value. The coral community structure includes Coral Branching, Coral Encrusting, Coral Massive, Coral Submaasive, and Coral Mushroom. Mushroom Coral is found solitary and shaped like a mushroom. The research data shows the average value of Bangsring Fish House cover is 82.5%. Fish house cover here is seen and assessed based on the presence of hard corals, soft corals, and algae. The average percentage of hard corals growing at the Bangsring Fish House was 30%, soft corals 21.5%, and algae 17.5%. Found 21 types of coral such as; Acropora, Favia, Turbinaria, Symphyllia, Goniastrea.
Sistem Monitoring dan Kendali Pembatasan Penggunaan Air Bersih pada Rumah Tangga Menggunakan Wireless Sensor Network (WSN) Anam, M. Choirul; Winarno, Totok; Radianto , Donny
Scientica: Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi Vol. 2 No. 6 (2024): Scientica: Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi
Publisher : Komunitas Menulis dan Meneliti (Kolibi)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam memenuhi kebutuhan air masyarakat menggunakan jasa dari perusahaan PDAM. Sayangnya, masih banyak orang yang menggunakan air secara sembarangan, bahkan lupa mematikan keran sehingga menyebabkan air terbuang sia-sia. Dan juga ketidaktahuan pada saat terjadi kebocoran di instalasi pipa di dalam rumah dapat menyebabkan jumlah pemakaian air akan terus meningkat tanpa ada pembatasan. Dalam proses pengukuran dan pencatatan jumlah pemakaian air pada masing masing pelanggannya, PDAM masih mengirim petugas ke rumah pelanggan. Dari permasalahan tersebut di atas, diperlukan suatu sistem yang mampu memantau penggunaan air dan dapat melakukan pembatasan kuota penggunaan air serta bisa dikendalikan dan dimonitoring menggunakan sistem Wireless Sensor Network (WSN). Membatasi penggunaan air menggunakan kuota penggunaan air, yang merupakan batas banyaknya volume air yang digunakan. Dari hasil pengujian pengukuran pembatasan pengguna air didapatkan persentase error sebesar 0,79% pada slave 1 menggunakan k-faktor 2,8 dan 0,99% pada slave 2 dengan k-faktor 2,9. Pengujian Wireless Sensor Network (WSN) yang menggunakan protokol ESP-NOW untuk komunikasi master-slave menunjukkan jarak maksimal hingga 250 m. Untuk monitoring jarak jauh menggunakan aplikasi Android yang terhubung via internet.
Kladistik Genera Famili Leiognathidae melalui Penelusuran Morfologi Eksternal dan Otolith: Cladistic Genera of Family Leiognathidae Based on External Morphology and Otolith Samuel, Pratama Diffi; Wiadnya, Dewa Gede Raka; Anam, M. Choirul; Setyanto, Arief; Khamidah, Nur; Yasmin, Delviega Aisyah; Astuti , Septiana Sri
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol. 9 No. 1 (2025): JFMR on March
Publisher : Faculty of Fisheries and Marine Science, Brawijaya University, Malang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2025.009.01.15

Abstract

Anggota famili Leiognathidae atau Peperek termasuk dalam kategori minor commercial, berfungsi sebagai komoditas ketahanan pangan sehingga kurang mendapat perhatian untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis penemuan seluruh genera dari Leiognathidae pada perairan Pantai Jawa Timur. Sampel ikan dikoleksi dari hasil tangkapan nelayan dengan alat penangkapan ikan; Jaring Tarik, Cantrang, dan Mini-Trawl dari Januari 2023 sampai Oktober 2024. Analisis genus dilakukan melalui deskripsi morfologi eksternal, morfometri, dan penyelidikan otolith. Studi otolith dilakukan melalui koleksi sagittae dari tulang telinga di belakang otak. Analisis morfometri untuk memperjelas definisi bentuk tubuh menggunakan perangkat lunak TpsDig. Total 12 variabel morfologi digunakan untuk menjelaskan masing-masing kerabat pada genus. Sementara deskripsi otolith dianalisis dengan menggunakan 15 variabel bentuk, cekungan, dan tonjolan dari otolith. Dendogram dihasilkan dari analisis morfologi dan otolith untuk memisahkan kekerabatan di antara genus. Hasil analisis membuktikan bahwa terdeskripsi total 10 genera dari famili Leiognathidae yaitu; Leiognathus, Aurigequula, Eubleekeria, Photopectoralis, Nuchequula, Karalla, Gazza, Deveximentum, Equulites, dan Photolateralis. Genus Gazza ditemukan pada seluruh lokasi sampling. Namun genus Karalla hanya ditemukan pada lokasi sampling di Selatan Barat Jawa Timur (Pantai Dangkal Pacitan, dan Prigi Trenggalek). Hasil analisis dendogram berhasil menempatkan Equulites satu kerabat dengan Photolateralis, namun tidak berhasil memisahkan antara Leiognathinae dengan Gazzinae. Sebaliknya, analisis menggunakan morfologi otolith tidak berhasil menempatkan Equulites satu kelompok dengan Photolateralis, namun bisa memisahkan antara sub famili Leiognathinae dengan Gazzinae. Kondisi lingkungan geografis mungkin menjadi faktor utama terjadinya adaptasi morfologi eksternal dan otolith yang berbeda. Deskripsi morfologi dan otolith bisa digunakan sebagai indikator apomorfi genus. Analisis genetik melalui DNA barcoding masih diperlukan untuk menelusuri kekerabatan diantara genus.   Members of family Leiognathidae are included in the minor commercial category, functioning as a food security commodity so that they have received less attention for research. The study aims to prove the hypothesis of the discovery of all genera of Leiognathidae within coastal waters of East Java. Fish samples were collected from the catches of fishermen using fishing gear; Beach Seine, modified Danish Seine, and Mini-Trawl, from January 2023 to October 2024. Genera analysis was carried out through external morphological descriptions, morphometry, and otolith investigations. Otoliths were collection of sagittae from the ear bones behind the brain. Morphometric analysis to clarify the definition of body shape were using TpsDig software. A total of 12 morphological variables were used to describe each genus within family. While the otolith description was analyzed using 15 variables of shape, depression, and protrusion of the otolith. Each dendrogram was generated from morphological and otolith analysis to separate the clade among genera. The results of the analysis proved that all 10 genera of Leiognathidae were described, consisting of: Leiognathus, Aurigequula, Eubleekeria, Photopectoralis, Nuchequula, Karalla, Gazza, Deveximentum, Equulites, and Photolateralis. The genus Gazza was found in all sampling locations. However, the genus Karalla was only described in two sampling locations in Southwest of East Java (Pantai Dangkal Pacitan, and Prigi Trenggalek). The results of dendogram analysis succeeded in placing Equulites in the same clade as Photolateralis, but failed to separate Leiognathinae from Gazzinae. On the other hand, the analysis using otolith morphology failed to place Equulites in the same group as Photolateralis, but could separate Leiognathinae from Gazzinae. Geographical barriers and environmental factors might be the main factor in the occurrence of different morphological and otolith adaptations. Genera can be distinguished through external morphology and otolith description. Genetic analysis through DNA barcoding is still needed to trace the lineage among genera of Leiognathidae.
Penelusuran Trait Morfologi Spesies pada Genus Panulirus (Famili: Palinuridae): Species Morphological Trait Search in the Genus Panulirus (Family: Palinuridae) Samuel, Pratama Diffi; Wiadnya, Dewa Gede Raka; Yasmin, Delviega Aisyah; Khamidah, Nur; Anam, M. Choirul; Setyanto, Arief
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol. 9 No. 3 (2025): JFMR on November
Publisher : Faculty of Fisheries and Marine Science, Brawijaya University, Malang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2025.009.03.2

Abstract

Panulirus (White, 1847) dari famili Palinuridae merupakan komoditas lobster bernilai ekonomi tinggi secara global dan nasional. Di Indonesia telah teridentifikasi delapan spesies Panulirus, namun kajian morfologi–morfometri di Jawa Timur masih terbatas. Penelitian ini mendeskripsikan karakter morfologi eksternal dan morfometri enam spesies Panulirus di Jawa Timur. Dua puluh individu dari tiga lokasi (PPN. Prigi/Kab. Trenggalek, PP Paciran/Kab. Lamongan, dan Kab. Situbondo) dianalisis menggunakan karakter diagnostik antennular plate dan abdominal somites, serta tiga ukuran morfometri: panjang karapas/KRP (cm), antennular plate/ANT (mm), dan flagela/FLG (mm). Hasilnya, teridentifikasi enam spesies: P. homarus, P. longipes, P. ornatus, P. penicillatus, P. polyphagus, dan P. versicolor. Komposisi spesies per lokasi ialah: Kab. Trenggalek 5 spesies, Kab. Lamongan 1 spesies (P. polyphagus), dan Kab. Situbondo 2 spesies (P. ornatus dan P. homarus). Rata-rata KRP per lokasi menunjukkan Lamongan 8,44 ± 1,11 cm (n=5), Situbondo 7,12 ± 4,29 cm (n=5), dan Trenggalek 6,28 ± 1,85 cm (n=10). Pengelompokan UPGMA atas karakter morfologi menghasilkan dua pasangan yang berdekatan secara fenetik (P. longipes–P. versicolor; P. ornatus–P. homarus), sementara P. polyphagus dan P. penicillatus relatif terpisah. Hasil penelitian ini merupakan catatan awal yang menekankan karakter diagnostik; integrasi dengan data genetik pada sampel yang lebih besar diperlukan untuk menguji kesesuaian pola fenetik dengan garis keturunan evolusioner serta untuk mendukung pengelolaan sumber daya lobster secara berkelanjutan.   Spiny lobsters of the genus Panulirus (White, 1847; family Palinuridae) are high-value fisheries commodities globally and nationally. In Indonesia, eight Panulirus species have been documented, yet morphology–morphometrics for East Java remain limited. This study describes external morphological characters and morphometrics for six Panulirus species from East Java. Twenty individuals from three sites—PPN Prigi (Trenggalek Regency), PP Paciran (Lamongan Regency), and Situbondo Regency—were examined using diagnostic features of the antennular plate and abdominal somites, together with three morphometric measurements: carapace length (KRP, cm), antennular length (ANT, mm), and antennal flagellum length (FLG, mm). Six species were identified: P. homarus, P. longipes, P. ornatus, P. penicillatus, P. polyphagus, and P. versicolor. Species composition by site was: Trenggalek, five species; Lamongan, one species (P. polyphagus); and Situbondo, two species (P. ornatus and P. homarus). Mean KRP by site was 8.44 ± 1.11 cm (Lamongan, n = 5), 7.12 ± 4.29 cm (Situbondo, n = 5), and 6.28 ± 1.85 cm (Trenggalek, n = 10). UPGMA (unweighted pair group method with arithmetic mean) clustering of external characters resolved two phenetically close pairs (P. longipes–P. versicolor; P. ornatus–P. homarus), whereas P. polyphagus and P. penicillatus were relatively isolated. These results constitute a preliminary note emphasizing diagnostic characters; larger, spatially replicated samples and integration with genetic data are needed to test the congruence between phenetic patterns and evolutionary lineages and to support sustainable lobster management.