Kekerasan terhadap perempuan dan anak, terutama di Banyumas, merupakan masalah yang semakin muncul ke permukaan. Akhir-akhir ini banyak peristiwa terkait yang terjadi, seperti kasus anak usia 12 tahun yang dirudapaksa oleh empat kakek di mana mereka adalah tetangga anak tersebut, maupun anak yang dilecehkan oleh ayahnya sendiri sampai melahirkan 7 bayi hasil inses yang kemudian bayi tersebut pun dibunuh dengan cara dikubur. Sementara itu, berdasarkan data “Banyumas dalam Angka” yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas, pada tahun 2023 telah tercatat 37 kasus kekerasan terhadap Perempuan di mana pada tahun sebelumnya adalah 35 kasus. Sedangkan kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2022 sebanyak 76 kasus di mana pada tahun sebelumnya sebanyak 81 kasus. Jumlah kasus yang dipaparkan menandakan perlunya edukasi dan pendampingan bagi masyarakat dan dalam hal ini ‘Aisyiyah dapat mengambil peran.Mitra kegiatan pengabdian ini adalah PDA Banyumas yang berada di Jalan Masjid Gang II nomor 1 Purwokerto. PDA Banyumas melalui Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Pengabdian ini dilaksanakan melalui koordinasi dengan mitra untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dan solusi yang dibutuhkan. Berdasarkan kesepahaman bersama dalam koordinasi, mitra dan tim IbM sepakat untuk melaksanakan penyuluhan hukum dengan materi mencakup hukum positif terkait topik tersebut dan perspektif hukum Islam. Peserta teridir dari pengurus MHH Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah (PCA di Banyumas) yang berjumlah 28 cabang. Masing-masing cabang mengirimkan minimal 2 pengurus MHH, maka total peserta yaitu 56 orang.Peserta mengetahui melalui media masa bahwa tren kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat. Mitra tidak pernah mengakses informasi resmi yang diterbitkan oleh Komnas Perempuan dan Anak maupun data statistik yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik khususnya Kabupaten Banyumas yang menyoroti jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Mitra sebelumnya juga tidak memahami bahwa eksploitasi dengan cara memanfaatkan seseorang secara sewenang-wenang atau berlebihan demi keuntungan ekonomi merupakan salah satu jenis tindakan kekerasan. Eksploitasi semacam ini adakalanya terjadi di tempat kerja di mana korban tidak dipertimbangkan mengenai kepatutan, keadilan, sampai kompensasi kesejahteraan. Guna mengukur tingkat pemahaman peserta terhadap materi penyuluhan, maka dilakukan pre-test dan post-test yang melibatkan 45 responden dari total 56 peserta dan diperoleh hasil post-test yaitu 78,5% responden menjawab dengan benar dan 21,5% responden menjawab dengan salah. Sementara hasil pre-test diperoleh 61,3% responden yang menjawab benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa 78,5% responden telah menguasai dan memahami upaya pencegahan, penanggulangan, dan penghapusan kekerasan perempuan dan anak dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif. Dengan demikian, penguasaan mitra mengenai upaya pencegahan, penanggulangan, dan penghapusan kekerasan perempuan dan anak dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif meningkat sebanyak 17,2% setelah mengikuti penyuluhan, yaitu dari 61,3% menjadi 78,5%.