Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kontribusi Zat Besi, Seng, dan Vitamin B9 dari Konsumsi Terigu berdasarkan Data Survei Konsumsi Makanan Indonesia (SKMI) 2014: The Contribution of Wheat Flour to Fe, Zn, and Vitamin B9 based on Indonesian Food Consumption Survey (SKMI) Data 2014 Martianto, Drajat; Atmarita, Atmarita; Sardjunani, Nina; Kartika, Roza; Machfud, Elmira Fairuz Khilda
Jurnal Ilmu Gizi dan Dietetik Vol 3 No 2 (2024)
Publisher : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB dan PERGIZI PANGAN Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25182/jigd.2024.3.2.91-99

Abstract

Fortifikasi terigu menjadi salah satu program fortifikasi wajib yang diterapkan di Indonesia sebagai bagian dari upaya menanggulangi anemia gizi besi (AGB). Hingga saat ini evaluasi efektivitas program fortifikasi tepung terigu masih jarang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kontribusi konsumsi tepung terigu dan pangan olahannya terhadap asupan Fe, Zn, dan vitamin B9 (asam folat) menggunakan data Survei Konsumsi Makanan Indonesia (SKMI) 2014. Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian cross sectional. Jumlah subjek yang digunakan adalah 145.360 subjek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi tepung terigu penduduk Indonesia sebesar 43,17±72,78 g/kap/hari, jauh di bawah rata-rata konsumsi yang dapat memberikan dampak positif dari program fortifikasi pangan yaitu sebesar 75 g/kap/hari. Hanya 10–30% penduduk Indonesia yang mengonsumsi tepung terigu di atas 75 g/kap/hari. Konsumsi tepung terigu di atas 75 g/kap/hari berkontribusi terhadap asupan Fe sebesar 20,35±11,96% AKG, asupan Zn sebesar 57,52±32,73% AKG dan asupan asam folat sebesar 12,01±6,45% AKG. Monitoring konsumsi tepung terigu secara rutin diperlukan untuk mengevaluasi dampak fortifikasi terigu dalam penurunan defisiensi gizi mikro di Indonesia. Survey Konsumsi Makanan Indonesia (SKMI) perlu dilakukan saat ini untuk memenuhi gap sembilan tahun dari SKMI 2014 dan dilakukan secara reguler di masa mendatang agar perkembangan konsumsi terigu dan kontribusinya terhadap penanggulangan masalah AGB dapat terus dipantau dan menjadi dasar ilmiah penyempurnaan kebijakan penanggulangan masalah AGB di Indonesia melalui fortifikasi pangan.
Kontribusi Konsumsi Minyak Goreng Sawit Kemasan terhadap Asupan Vitamin A: Contribution of Packaged Palm Cooking Oil Consumption toward Vitamin A Adequacy Martianto, Drajat; Atmarita, Atmarita; Sardjunani, Nina; Machfud, Elmira Fairuz Khilda; Kartika, Roza
Jurnal Ilmu Gizi dan Dietetik Vol 3 No 3 (2024)
Publisher : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB dan PERGIZI PANGAN Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25182/jigd.2024.3.3.183-190

Abstract

Kekurangan asupan vitamin A dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius mulai dari gangguan penglihatan hingga kebutaan serta gangguan pertumbuhan dan sistem imun. Disamping suplementasi Vitamin A dosis tinggi, upaya fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng sawit telah dicanangkan pemerintah sebagai program fortifikasi wajib sejak pemberlakuan SNI Minyak Goreng Sawit tahun 2012 untuk minyak sawit yang dikemas. Penelitian ini bertujuan mengetahui kontribusi konsumsi minyak goreng kemasan terfortifikasi terhadap pemenuhan asupan vitamin A penduduk Indonesia. Hasil perhitungan menggunakan Estimated Average Requirement (EAR) dari data Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014 menunjukkan proporsi ketidakcukupan vitamin A penduduk Indonesia sebesar 59% dengan proporsi paling besar terjadi pada kelompok ibu hamil yang hampir mencapai 70%. Hasil analisis data menunjukkan konsumsi minyak goreng sawit kemasan rata-rata hanya 14,99% sisanya 85% konsumsi minyak goreng sawit curah yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpendapatan rendah yang sangat potensial kekurangan Vitamin A akibat rendahnya kualitas diet mereka. Fortifikasi minyak untuk mengatasi kurang vitamin A tanpa menyertakan minyak curah menjadi kurang efektif karena tidak menyasar tepat pada kelompok berpendapatan rendah yang paling rentan. Oleh karena itu regulasi untuk mewajibkan fortifikasi seluruh minyak goreng sawit melalui kewajiban pengemasan minyak goreng sawit dan mengikuti ketentuan SNI sangat diperlukan.