Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Visum et Repertum as Evidence for Penal Acts in Region Violence Raharjo, Jatmiko; Syamsuddin Muchtar; Audyna Mayasari Muin
Amsir Law Journal Vol 1 No 2 (2020): April
Publisher : Faculty of Law, Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36746/alj.v1i2.22

Abstract

The aim of the study is to determine the application of Visum et Repertum as evidence for criminal acts in domestic violence. This study was empirical legal research. The location of this study was conducted in Kejaksaan Negeri Klaten. The result of the research showed that as proof of domestic violence with evidence Visum et Repertum was one of the law enforcements oriented to realize for legal certainty and protection of victims in proving the occurrence of criminal acts in domestic violence. The lack of evidence bothers the process of law enforcement, regarding requirements to determine the victim provided at least two evidence and for the judges to decide on criminal cases with valid evidence at least can be avoided by using Visum et Repertum. The obstacles to prove the evidence for criminal acts in domestic violence with Visum et Repertum includes the differences of understanding among law enforcement officials about the use of Visum et Repertum for criminal acts in domestic violence.
Efektivitas Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Terkait Hak-Hak Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Musbirah Arrahmania; Abd. Asis; Audyna Mayasari Muin
El-Iqthisadi Volume 3 Nomor 1 Juni 2021
Publisher : Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Uin Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/el-iqthisadi.v3i1 Juni.22135

Abstract

Abstract               This study aims to analyze the implementation related to the provision of wages and premiums to assisted residents at the Prison Class IIA Palopo and to analyze the ideal concept of implementation related to the provision of wages and premiums to assisted residents in the Prison Class IIA Palopo. This research is an empirical juridical study using interview and literature research methods as data collection techniques which are then analyzed qualitatively and presented descriptively. The conclusions of this study, namely (1) implementation related to the provision of wages and premiums to prisoners or assisted residents who work is carried out by contract between the Correctional Institution Class IIA Palopo with partners consisting of agriculture, animal husbandry, welding workshops and furniture. There are several obstacles faced, but there have been efforts that can overcome the obstacles that arise, and (2) the ideal concept of giving wages and premiums to prisoners or assisted citizens who do work refers to the National Institute of Law Enforcement and Criminal Justice (NILECJ), for example by implementation of the work release. Penitentiary Class IIA Palopo still needs efforts to realize the ideal form in its implementation.Keyword: effectiveness, correctional, rights, assisted residents, correctional institutionsAbstrakTujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi terkait pemberian upah dan premi kepada warga binaan pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Palopo dan untuk menganalisis konsep ideal pelaksanaan terkait pemberian  upah dan premi kepada warga binaan pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Palopo. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris yang menggunakan metode penelitian wawancara dan kepustakaan sebagai teknik pengumpulan data yang kemudian dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif.  Adapun kesimpulan dari penelitian ini, yaitu (1) implementasi terkait dengan pemberian upah dan premi kepada narapidana atau warga binaan yang bekerja dilakukan dengan kontrak antara Lembaga Pemasyaraktan Kelas IIA Palopo dengan mitra kerja yang terdiri atas bidang pertanian, peternakan, bengkel las dan meubel. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi namun telah terdapat upaya yang dapat menanggulangi kendala-kendala yang timbul, dan (2) konsep ideal pemberian upah dan premi kepada narapidana atau warga binaan yang melakukan pekerjaan merujuk National Institute of Law Enforcement and Criminal Justice (NILECJ) contohnya dengan pelaksanaan work release. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Palopo masih membutuhkan adanya upaya dalam mewujudkan bentuk ideal dalam pelaksanaannyaKata Kunci : Efektifitas, Pemasyarakatan, Hak, Warga Binaan, Lembaga Pemasyarakatan
KEDUDUKAN JAKSA DALAM PELAKSANAAN PENUNTUTAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA MILITER BERDASARKAN SINGLE PROSECUTION SYSTEM Muh. Irfan F; Syamsuddin Muchtar; Audyna Mayasari Muin
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 11 No 1 (2022): Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini membahas tentang kedudukan jaksa dalam pelaksanaan penuntutan dalam sistem peradilan pidana militer berdasarkan prinsip single prosecution system dan kendala Jaksa dalam pelaksanaan penuntutan dalam sistem peradilan pidana militer di Indonesia dengan menggunakan penelitian hukum normatif melalui pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Kedudukan Jaksa dalam pelaksanaan penuntutan dalam sistem peradilan pidana militer berdasarkan prinsip single prosecution system adalah dengan dibentuknya Jaksa Agung Muda Pidana Militer yang merupakan sarana atau lembaga penuntutan satu atap yang menghimpun dan mengelaborasikan para Oditur Militer dan Jaksa untuk bersatu padu dalam koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang teknis penuntutan dalam penanganan perkara koneksitas antara TNI dan Sipil sehingga kedudukan dapat memberikan dampak penguatan kelembagaan serta sebagai implementasi dari Pinsip Single Prosecution System Jaksa Agung adalah penuntut umum tertinggi di Indonesia. Kendala Jaksa dalam pelaksanaan penuntutan dalam sistem peradilan pidana militer di Indonesia belum adanya SOP koordinasi dalam pelaksanaan perkara sebagaimana tugas dan fungsi dibentuknya Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil).
UPAYA PENEGAKAN HUKUM PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL MELALUI E-COMMERCE OLEH PPNS BBPOM MAKASSAR Asirah Asirah; Andi Muhammad Sofyan; Audyna Mayasari Muin
UNES Law Review Vol. 5 No. 3 (2023): UNES LAW REVIEW (Maret 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Makassar terhadap peredaran kosmetik ilegal melalui e-Commerce sesuai yang diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses penegakan hukum ini. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis upaya yang dilakukan PPNS BBPOM Makassar dan untuk membahas hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap peredaran kosmetik ilegal melalui e-commerce di wilayah kerja BBPOM Makassar. Metode penelitian menggunakan metode empiris melalui pendekatan interdisipliner. Sumber bahan hukum primer diperoleh melalui wawancara dengan PPNS BBPOM Makassar dan hasil survei terhadap konsumen yang berada di wilayah kerja BBPOM Makassar. Bahan hukum sekunder diperoleh dari peraturan, buku hukum dan jurnal hukum. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terkumpul dikaji secara kualitatif deskriptif. Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh PPNS BBPOM Makassar terdiri atas upaya preventif dan upaya represif. Secara preventif upaya penegakan hukum dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran melalui kegiatan patroli siber. Upaya represif dilakukan ketika terjadi pelanggaran hukum melalui proses penyidikan. Upaya penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain dari hukum itu sendiri, penegak hukum, sarana dan prasarana penunjang, pengaruh masyarakat dan pengaruh kebudayaan.
KAJIAN TEORI HUKUM CHAOS TERHADAP PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI KOTA MAKASSAR Hasdiwanti Hasdiwanti; Wiwie Heryani; Audyna Mayasari Muin
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.488

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hukum pidana formil dan materil terkait penanganan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Kota Makassar dan bagaimana kajian teori hukum chaos terhadap penanganan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Kota Makassar. Jenis penelitian yang penulis gunakan yakni penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar yakni di Polrestabes Makassar, Kejaksaan Negeri Makassar, Pengadilan Negeri Makassar, LSKP, LSM GMBI, KNIP, AJI, Ormas Oi, dan PBHI-LBH Makassar. Hasil yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penegak hukum belum menerapkan hukum pidana formil dan materil dalam menangani begal dengan baik. Adapun penanganan terhadap begal yang dilakukan masyarakat bertentangan dengan hukum pidana formil maupun materil, mereka melakukan perbuatan main hakim sendiri yang bertentangan dengan Pasal 365 dan Pasal 170 KUHP serta Pasal 44 dan Pasal 33 ayat (1) Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 2) Kegagalan penegak hukum untuk meminimalisir terjadinya begal di Kota Makassar membuat masyarakat menjadi tidak percaya dengan kinerja penegak hukum hingga menggunakan cara sendiri dalam menanganai begal telah mengakibatkan kekacauan hukum. Namun, terlepas dari kekacauan yang terjadi, menurut teori chaos, maka hukum akan kembali pada kondisi yang teratur dengan kerjasama masing-masing pihak.
COMPARISON OF ARRANGEMENTS FOR THE CRIME OF CATTLE THEFT ACCORDING TO THE CRIMINAL CODE AND THE DRAFT CRIMINAL CODE MUH. HASRUL; HAERANAH; SYARIF SADDAM RIVANIE PARAWANSA; AUDYNA MAYASARI MUIN
Awang Long Law Review Vol. 4 No. 1 (2021): Awang Long Law Review
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.589 KB) | DOI: 10.56301/awl.v4i1.248

Abstract

The crime of cattle theft is regulated in Article 363 paragraph (1) number 1 of the Criminal Code, where the qualification of this crime is categorized as a crime against property. The cattle theft is included in the theft by weight or qualified theft. Based on the formulation of the elements regulated in Article 363, cattle theft is qualified as a formal offense. Meanwhile in the Draft Criminal Code, the cattle theft is still regulated in Article 483 paragraph (1) point c. However, in contrast to the formulation in the Criminal Code, the cattle theft has expanded not only regulated cattle but also goods that are a source of livelihood or a person's main source of livelihood.
THE EFFECTIVENESS OF LAW NUMBER 12 YEAR 1951 AGAINST THE USE OF FIREARMS IN MAKASSAR FROM THE SOCIOLOGY OF LAW PERSPECTIVE Anggelita Fuji Lestari; Muhadar; Audyna Mayasari Muin
Awang Long Law Review Vol. 5 No. 1 (2022): Awang Long Law Review
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (373.424 KB) | DOI: 10.56301/awl.v5i1.550

Abstract

This study aims to analyze the effectiveness of Law Number 12 Year 1951 in preventing the misuse of firearms in Makassar from the perspective of legal sociology. This research is sociological legal research. Sources of data in this study are direct interviews with respondents as the primary data source and literature study as a secondary data source. The collected data was then analyzed qualitatively. This study shows that (1) The effectiveness of Law Number 12 Year 1951 in preventing the misuse of firearms in Makassar City from the perspective of legal sociology is still less effective because seen from the licensing and control procedures for firearms, it is very strict but in the application of sanctions that do not the maximum and even in many cases the application of sanctions is less than half of the maximum threat as regulated in the Law Number 12 Year 1951; and (2) Obstacles faced in implementing the Law Number 12 Year 1951 concerning firearms in Makassar are due to law factors, law enforcement officials, facilities and infrastructure factors, cultural factors, and community factors. Among these five factors, cultural factors are quite influential in the effectiveness of law enforcement against the misuse of firearms in Makassar, it can be seen that cultural factors can actually encourage others to commit crimes.
Psychological Recovery of Crime Victims within Contemporary Restorative Justice: An Islamic Legal Perspective Nur Azisa; Audyna Mayasari Muin; M. Aris Munandar; Muhammad Mutawalli Mukhlis; Aspalella A. Rahman
MILRev: Metro Islamic Law Review Vol. 4 No. 2 (2025): MILRev: Metro Islamic Law Review
Publisher : Faculty of Sharia, IAIN Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32332/milrev.v4i2.11184

Abstract

This article examines the implementation of Restorative Justice (RJ) in Indonesia, focusing on its effectiveness in addressing victims' psychological recovery. Although RJ has been formally incorporated into national regulations, including Supreme Court Regulation (Perma) No. 1 of 2024 and Prosecutor's Regulation No. 15 of 2020, its practical application often prioritises procedural settlement over substantive victim healing. This study employs normative legal research, combining legislative, case, and conceptual approaches, to analyse RJ's legal framework and the structural barriers to its implementation. The findings identify several persistent challenges: the absence of mandatory psychological assessments, limited involvement of mental health professionals, weak post-mediation monitoring, and socio-cultural factors such as victim blaming and third-party interference. These obstacles undermine voluntariness, reduce effectiveness, and prevent RJ from fulfilling its intended role in safeguarding victims' rights and recovery. This study contributes to the literature by emphasising the urgent need to integrate psychological recovery mechanisms into RJ practices, supported by stronger legal provisions and institutional innovations. Policy recommendations include revising victim protection regulations, incorporating professional psychological support, and establishing specialised recovery centres. In this way, RJ can be repositioned as a mechanism for dispute resolution and a comprehensive, victim-centred framework for achieving substantive justice in Indonesia.