Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PEMAHAMAN TEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP GERAKAN DAKWAH FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) Dzawafi, Agus Ali
AdZikra : Jurnal Komunikasi & Penyiaran Islam Vol 3 No 1 (2012): Januari-Juni
Publisher : Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini mencoba untuk melacak pola pemahaman FrontPembela Islam (FPI) dalam menafsirkan nash al-Quran atau Sunnahyang cenderung bersifat tekstual yang selanjutnya diharapkan mampumemahami bagaimana dampak pemahaman tekstual tersebut terhadapgerakan dakwah FPI yang lebih mengutamakan “kekuatan tangan”daripada cara-cara yang lain, di samping itu sebagai upaya untukmengetahui dimana posisi pemahaman FPI jika dibandingkan denganpemahaman kelompok-kelompok Islam yang lain, bukan untuk menilaiapakah FPI itu ormas yang baik atau buruk apalagi sampaimemberikan rekomendasi perlu dibubarkan atau tidak.
TEOLOGI MUSTADH’AFIN DALAM SURAT AN-NISA AYAT 97 DAN 98 PERSPEKTIF IMAM AL-ALŪSĪ : (STUDI KITAB TAFSIR RUH AL-MA’ANI) Muhamad Hafizh; Agus Ali Dzawafi Agus Ali Dzawafi
Al-Fath Vol 17 No 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v17i2.10646

Abstract

This research analyzes the mustadh'afin theology in Surah an-Nisa verses 97 and 98 from the perspective of Imam al-Alūsī in his book Ruḥ al-Maʿānī, in outline explaining the command to the mustadh'afin to fight against various forms of oppression. Mustadh'afin are a group of people who are targeted for oppression because they have been weakened physically, intellectually, economically and in their thinking and have no enthusiasm for life. Using the Tafsir Ruḥ al-Maʿānī book in analyzing the meaning contained in the mustadh'afin verses, the aim of this research is to find the implied meaning, because the book Tafsir Ruḥ al-Maʿānī uses the Isyari or amali Sufism interpretation style. The method used in this research is library research with a descriptive analytical approach, using the book Tafsir Ruḥ al-Maʿānī as a primary source and secondary sources taken from scientific research on the mustadh'afin. Reviewing the mustadh'afin in general and based on Imam al-Alūsī's interpretation provides a structured understanding in this research, thereby keeping the discussion focused on one topic in finding reformers in the Islamic intellectual treasures. Keywords: Mustadh'afin, Book of Ruḥ al-Maʿānī, Thoughts of Imam al-Alūsī.
The Feminine Aspect in Islamic Spirituality (A Study of the Thought of Annemarie Schimmel) Umi, Umi; Dzawafi, Agus Ali; Hafidz Taqiyuddin
Jurnal Ar Ro'is Mandalika (Armada) Vol. 5 No. 2 (2025): JURNAL AR RO'IS MANDALIKA (ARMADA)
Publisher : Institut Penelitian dan Pengembangan Mandalika Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59613/armada.v5i2.4900

Abstract

This research aims to explain the feminine aspect in Islamic spirituality by using the study of Annemarie Schimmel's thoughts. The term feminine is generally interpreted as a trait, a characteristic possessed by women. In the context of Sufism, the terms feminine and masculine do not lie in literal gender, but rather in the characteristics or spiritual traits that are considered to have traits that are often identified with the concept of feminine or masculine. The type of research used in this study is a pure type of library research that examines various related information from both primary data sources (primary source) and supporting data sources (second source). The results of this study explain that women have a very important role in Sufism. The attributes of Jalal and Jamal are two aspects of Allah's attributes towards His Essence. This is what Annemarie Schimmel's thinking is based on, she shows various feminine elements, such as the archetype of the soul (nafs) which is represented and embodied in the form of a woman, because nafs in Islam has several meanings associated with traits that are considered female characteristics. In the Quran for example, nafs can mean “soul” that incites evil (QS Yusuf: 53), “accusing soul” (QS al-Qiyamah :2), or “peaceful soul” (QS al-Fajr: 27-28).
Psychosomatic Therapy and the Pursuit of Happiness: Insights from Ibn Sina’s Philosophy of the Soul and Stoicism Chania, Salma Anggita; Hudaeri, Mohamad; Dzawafi, Agus Ali
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol. 10 No. 1 (2025): Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jaqfi.v10i1.30695

Abstract

The article discusses the relationship between psychosomatic therapy and happiness based on the thoughts of Ibn Sina and the Philosophy of Stoicism. Psychosomatic disorders are physical responses due to emotional stress, which in the philosophy of Ibn Sina and Stoicism can be overcome through self-transformation and soul control. Ibn Sina also emphasized the importance of tazkiyah al-nafs (purification of the soul) and the balance of body and soul in achieving holistic health and true happiness. Meanwhile, Stoicism emphasizes self-acceptance and emotional control as the key to inner peace. This research uses a qualitative method of literature with an analytical and deductive descriptive approach. Data obtained from primary and secondary texts, then analyzed thematically and comparatively. The results showed that the integration of Ibn Sina's thoughts and Stoicism in psychosomatic therapy was able to create a holistic approach to mental health, focusing on self-transformation, emotional control and balance of body and soul as a path to happiness.
MEMANUSIAKAN MANUSIA: REFLEKSI KRITIS ATAS GAGASAN KEMANUSIAAN DALAM PEMIKIRAN GUS DUR DAN NELSON MANDELA Wandana, Arya Cipta; Hudaeri, Mohamad; Dzawafi, Agus Ali
Tajdid Vol 9 No 2 (2025): Oktober
Publisher : LP2M IAI Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52266/tadjid.v9i2.4711

Abstract

Penulisan jurnal ini bertujuan merefleksikan secara kritis gagasan kemanusiaan dalam pemikiran Gus Dur dan Nelson Mandela sebagai respons terhadap tantangan dehumanisasi kontemporer. Fenomena intoleransi, diskriminasi berbasis identitas, polarisasi politik, dan krisis kemanusiaan global menunjukkan urgensi kajian ini. Subjek penelitian ini adalah pemikiran kemanusiaan Gus Dur dan Nelson Mandela, yang dianalisis secara komparatif. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitis dan studi pustaka (library research). Data dikumpulkan dari literatur (buku, jurnal, artikel) dan dianalisis menggunakan metode kualitatif komparatif untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Keduanya menggunakan posisi politiknya untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip kemanusiaan. Kemudian Gus Dur dan Nelson Mandela memiliki fondasi kemanusiaan pada humanisme, pluralisme, dan perjuangan anti-penindasan. Keduanya menjunjung tinggi nilai anti-kekerasan dalam mencapai perubahan. Perbedaannya terletak pada konteks dan implementasi, Gus Dur fokus pada pluralisme agama dan budaya di Indonesia dengan pendekatan dialogis, sementara Mandela fokus pada perjuangan anti-diskriminasi dan anti-rasisme yang pendekatannya dengan konsep rekonsiliasi dan pengampunan pasca-apartheid di Afrika Selatan. Gagasan kemanusiaan kedua tokoh ini dapat menjadi inspirasi dan solusi konkret dalam mengatasi tantangan kemanusiaan di era modern, mendorong sikap saling menghargai dan keadilan universal.
Pengaruh 'Abd Al-Qahhär Terhadap Perkembangan Tarekat Syattariyah di Banten Nurhayanah, Nurhayanah; Dzawafi, Agus Ali; Taqiyuddin, Hafidz
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v9i10.16237

Abstract

Karya ilmiah ini akan membahas pengaruh ‘Abd al-Qahhar terhadap Tarekat Syattariyah di Banten. Tarekat adalah cara, jalan untuk mengamalkan zikir tertentu kepada Allah SWT. Berdasarkan ulama ulama besar tertentu. Tarekat Syattariyah adalah ajaran yang pertama kali muncul di negara India pada abad ke-15. Tarekat ini diajarkan oleh tokoh yang telah mengembangkan dan mempopulerkannya yaitu Abdullah Asyattar yang kemudian disebarluaskan oleh para mursyid dan murid-muridnya, sampai dengan ke tanah Banten. Tujuan penelitian ini yaitu: untuk mengetahui pengaruh Abd Qahhar terhadap perkembangan Tarekat Syatariyyah di tanah Banten. Metode penelitian yang digunakan yaitu analisis kualitiatif dengan jenis penelitian lapangan (field research), yakni pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti guna mendapatkan data yang relevan di Tanara Banten. Data primer penelitian ini yaitu mewawancarai Kyai Mustanjid Tajudin sebagai penyambung sanad (mursyid) dari Tarekat Syatariyyah di Tanara Banten. Data sekunder yang diperoleh atau dikumpulkan melalui buku-buku, brosur, dan artikel yang didapat dari website yang berkaitan dengan penelitian. Hasil dari penelitian ini bahwa terekat Syattariyah sangat popular sekali di kalangan masyarakat Banten, namun pada masa kesultanan Ageng Tirtayasa sudah tidak populer lagi karena di kembangkan oleh Sultan Haji atau Syaikh Abdullah Ibnu Abdul Qahhar Al-Syatari al- Bantani karena beranggapan tarekat ini berlawanan dengan politik.
Perkembangan dan Nilai - Nilai Ajaran Thoriqoh Syattariyyah di Banten Komariah, Siti; Dzawafi, Agus Ali; Rosyadi, Salim
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v9i8.17043

Abstract

Perkembangan Thoriqoh memiliki pengaruh yang besar pada setiap daerah di Indonesia. Banten salah satu daerah yang memiliki ketenaran mengenai ajaran Thoriqoh. Bahkan, menjadi salah satu lembaga keagaman tersohor yang menolak kolonialisme. Karena itu peneliti mencari fakta-fakta sejarah tentang perkembangan Thoriqoh, terutama Thoriqoh Syattariyyah yang pernah menjadi primadona di kalangan masyarakat Banten. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode dengan studi lapangan atau field research, sebagai data primer. Serta didukung oleh data sekunder seperti buku, jurnal-jurnal dan artikel. Penelitian ini bertujuan untuk mengunggap sejarah yang terkubur tentang Thoriqoh Syattariyyah, mengemukakan ajaran Thoriqoh Syattahiyah yang masih eksis di Banten. Thoriqoh Syatthariyah yang masih ada di Banten yaitu bertempat di Tanara dan Cakung. Kemudian muncul terbaru di daerah padarincang, tepatnya di pondok Pesantren Shadana Padarincang-Banten yang di pimpin langsung oleh Kiyai H Arif Hidayat. Dengan di temukannya mursyid Thoriqoh Syattariyyah di kawasan padarincang semoga penelitian ini bisa menjadi sebagai sumber referensi untuk penelitain selanjutnya.
Correlation of Justice in the Mahabharata Film with the Concept of Justice of Murtadho Muthahhari Rahmawati, Devi; Mansur, Syafi’in; Dzawafi, Agus Ali
Jurnal Indonesia Sosial Teknologi Vol. 5 No. 10 (2024): Jurnal Indonesia Sosial Teknologi
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jist.v5i10.5311

Abstract

The writing of this scientific paper discusses how the correlation between justice in the Mahabharata film and the concept of justice by Murtadho Muthahhari. Justice has become a topic of discussion by philosophers, religious scholars, politicians, and of course legal experts such as Murtadho Muthahhari. The purpose of this study is to find out the situation in the Mahabharata film, the concept of justice of Murtadho Muthahhari, and how it correlates with each other. The research method used is a qualitative method, with data sources obtained from the Mahabharata film, as well as books, and scientific works that support the research. After conducting this research, it can be found that there are similarities between justice in the Mahabharata film and the concept of justice by Murtadho Muthahhari. Murtadho Muthahhari explained that a person's good and bad deeds will not be separated from the judgment of God Almighty. In the story of Mahabharata which describes a person who does good, there will be a reward for his deeds. Likewise with evil deeds. Conclusion As in his story, the Pandavas who always do good will get a good reward from God, as well as Kaurawa who always does evil, will always get misfortune. This belief has been embraced by every religion, Hinduism, Buddhism, Christianity, and Islam as the religion that the author follows.