Articles
HUKUM WARIS ISLAM SEBAGAI INSTRUMEN KEPEMILIKAN HARTA
Taqiyuddin, Hafidz
Asy-Syari'ah Vol 22, No 1 (2020): Asy-Syari'ah
Publisher : Faculty of Sharia and Law, Sunan Gunung Djati Islamic State University of Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.15575/as.v22i1.7603
Abstract: This research aims to explore how the distinction of Islamic inheritance law as an instrument in the right to own property. The topic of "human and wealth" is a theme that is quite interesting and popular both in academic circles and among the general public. Discourse on this matter can be highlighted from the legal and economic aspects. Furthermore, wealth in Islam is one of the mandates given to humans as majÄzi owners. This paper wants to explore the ownership of assets originating from inheritance regulated by Islamic inheritance law. Property ownership by inheritance is interesting to analyze because it has differences with other ways of obtaining ownership of assets. The research data was obtained through library research. After the concepts and philosophy of ownership of property through inheritance in Islam are studied and understood, the data are then analyzed comprehensively to find the characteristics and distinctions possessed by Islamic inheritance law. This research found that the important characteristics or principles in ownership of property through inheritance in Islam is the principle of ijbari, namely ownership of property by inheritance cannot be determined by humans. Then, in Islamic inheritance law there are also other principles, namely bilateral and balanced justice. These principles make this inheritance law different from other inheritance laws specifically and ownership of assets in other ways. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana distingsi hukum waris Islam sebagai instrumen dalam hak untuk memiliki harta. Topik mengenai “manusia dan harta†merupakan tema yang cukup menarik dan popular baik di kalangan akademik maupun di kalangan umum. Diskursus mengenai hal tersebut dapat disorot dari aspek hukum maupun ekonomi. Selanjutnya, harta dalam Islam merupakan salah satu amanat yang diberikan kepada manusia sebagai pemilik secara majÄzi. Tulisan ini ingin mengeksplorasi perihal kepemilikan harta yang berasal dari harta warisan yang diatur oleh hukum waris Islam. Kepemilikan harta dengan cara pewarisan menjadi menarik untuk dianalisa karna memiliki perbedaan dengan cara lain dalam memperoleh kepemilikan harta. Data penelitian ini diperoleh melalui penelitian pustaka (library research). Setelah konsep dan filosofi dari kepemilikan harta melalui pewarisan dalam Islam dipelajari dan difahami, data kemudian dianalisa secara komprehensif untuk menemukan karakteristik dan distingsi yang dimiliki oleh hukum waris Islam. Penelitian ini menemukan karakteristik atau prinsip penting dalam kepemilikan harta melalui pewarisan dalam Islam adalah prinsip ijbari, yakni kepemilikan harta dengan cara pewarisan tidak bisa ditentukan oleh manusia. Kemudian, dalam hukum waris Islam juga terdapat asas lain, yakni bilateral dan keadilan berimbang. Asas-asas tersebut menjadikan hukum waris ini berbeda dengan hukum waris lain secara khusus dan kepemilikan harta dengan cara lain.
Puasa Istri Tanpa Izin Suami
Taqiyuddin, Hafidz
Holistic al-Hadis Vol 4 No 02 (2018): Juli - Desember 2018
Publisher : Jurusan Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin, Dakwah dan Adab UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32678/holistic.v4i02.1970
Kewajiban dan hak suami dan istri diatur dalam Islam, termasuk di antaranya diatur dalam hadis Nabi SAW sebagai bagian daripada dasar hukum Islam. Di antara hal yang diatur dalam hadis terkait hal tersebut adalah tentang puasa istridanpa izin suami. Kualitas sanad dan matan tentang puasa istri tanpa izin suami, baik hadis yang diriwayatkan oleh Abū Hurayrah maupun hadis yang diriwayatkan Abū Sa‟īd al-Khudry merupakan hadis-hadis shahih. Dengan demikian hadis-hadis tersebut yang dapat dijadikan sandaran hukum. Adapun maksud dari tidak dibolehkannya istri melakukan puasa tanpa izin suami adalah bahwa seorang istri tidak diperkenankan berpuasa tanpa izin suaminya dengan syarat-syarat berikut, yaitu: pertama, puasa yang hendak dilakukan adalah puasa Sunnah. Kedua, puasa istri dilakukan ketika suami tidak bepergian.
HUKUM WARIS ISLAM SEBAGAI INSTRUMEN KEPEMILIKAN HARTA
Hafidz Taqiyuddin
Asy-Syari'ah Vol 22, No 1 (2020): Asy-Syari'ah
Publisher : Faculty of Sharia and Law, Sunan Gunung Djati Islamic State University of Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.15575/as.v22i1.7603
Abstract: This research aims to explore how the distinction of Islamic inheritance law as an instrument in the right to own property. The topic of "human and wealth" is a theme that is quite interesting and popular both in academic circles and among the general public. Discourse on this matter can be highlighted from the legal and economic aspects. Furthermore, wealth in Islam is one of the mandates given to humans as majāzi owners. This paper wants to explore the ownership of assets originating from inheritance regulated by Islamic inheritance law. Property ownership by inheritance is interesting to analyze because it has differences with other ways of obtaining ownership of assets. The research data was obtained through library research. After the concepts and philosophy of ownership of property through inheritance in Islam are studied and understood, the data are then analyzed comprehensively to find the characteristics and distinctions possessed by Islamic inheritance law. This research found that the important characteristics or principles in ownership of property through inheritance in Islam is the principle of ijbari, namely ownership of property by inheritance cannot be determined by humans. Then, in Islamic inheritance law there are also other principles, namely bilateral and balanced justice. These principles make this inheritance law different from other inheritance laws specifically and ownership of assets in other ways. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana distingsi hukum waris Islam sebagai instrumen dalam hak untuk memiliki harta. Topik mengenai “manusia dan harta” merupakan tema yang cukup menarik dan popular baik di kalangan akademik maupun di kalangan umum. Diskursus mengenai hal tersebut dapat disorot dari aspek hukum maupun ekonomi. Selanjutnya, harta dalam Islam merupakan salah satu amanat yang diberikan kepada manusia sebagai pemilik secara majāzi. Tulisan ini ingin mengeksplorasi perihal kepemilikan harta yang berasal dari harta warisan yang diatur oleh hukum waris Islam. Kepemilikan harta dengan cara pewarisan menjadi menarik untuk dianalisa karna memiliki perbedaan dengan cara lain dalam memperoleh kepemilikan harta. Data penelitian ini diperoleh melalui penelitian pustaka (library research). Setelah konsep dan filosofi dari kepemilikan harta melalui pewarisan dalam Islam dipelajari dan difahami, data kemudian dianalisa secara komprehensif untuk menemukan karakteristik dan distingsi yang dimiliki oleh hukum waris Islam. Penelitian ini menemukan karakteristik atau prinsip penting dalam kepemilikan harta melalui pewarisan dalam Islam adalah prinsip ijbari, yakni kepemilikan harta dengan cara pewarisan tidak bisa ditentukan oleh manusia. Kemudian, dalam hukum waris Islam juga terdapat asas lain, yakni bilateral dan keadilan berimbang. Asas-asas tersebut menjadikan hukum waris ini berbeda dengan hukum waris lain secara khusus dan kepemilikan harta dengan cara lain.
Konsep Islam Tentang Keadilan
Hafidz Taqiyuddin
Aqlania: Jurnal Filsafat dan Teologi Islam Vol 10 No 2 (2019): December
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (389.059 KB)
|
DOI: 10.32678/aqlania.v10i2.2311
artikel ini hendak mengeksplorasi tentang keadilan yang dikonsepkan oleh Islam dalam dalam berbagai keilmuan. Dalam Islam, selain dikenal adanya kewajiban, terdapat pula apa yang dinamakan dengan hak. Terkait dengan hak tersebut, tentu tidak dapat dilepaskan dari apa yang disebut dengan keadilan atau rasa adil. Keadilan yang terdapat dalam ajaran Islam dikemukakan didoktrinkan oleh berbagai aspke keilmuan baik itu filsafat, akhlak, teologi maupun hukum. Penelitian ini membahas secara khusus mengenai hubungan antara hak dan keadilan yang dikonsepkan dan diajarkan dalam Islam. Hasilnya, bahwa dalam Islam pemberian dan ketentuan hak seseorang ataupun kelompok tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan prinsip penting yakni keadilan.
Puasa Istri Tanpa Izin Suami (Analisis Hadis)
Hafidz Taqiyuddin
Holistic al-Hadis Vol 4 No 2 (2018): December 2018
Publisher : Jurusan Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin, Dakwah dan Adab UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32678/holistic.v4i2.3256
Kewajiban dan hak suami dan istri diatur dalam Islam, termasuk di antaranya diatur dalam hadis Nabi SAW sebagai bagian daripada dasar hukum Islam. Di antara hal yang diatur dalam hadis terkait hal tersebut adalah tentang puasa istridanpa izin suami. Kualitas sanad dan matan tentang puasa istri tanpa izin suami, baik hadis yang diriwayatkan oleh Abū Hurayrah maupun hadis yang diriwayatkan Abū Sa‟īd al-Khudry merupakan hadis-hadis shahih. Dengan demikian hadis-hadis tersebut yang dapat dijadikan sandaran hukum. Adapun maksud dari tidak dibolehkannya istri melakukan puasa tanpa izin suami adalah bahwa seorang istri tidak diperkenankan berpuasa tanpa izin suaminya dengan syarat-syarat berikut, yaitu: pertama, puasa yang hendak dilakukan adalah puasa Sunnah. Kedua, puasa istri dilakukan ketika suami tidak bepergian.
Sumber Hukum dalam Menetapkan Status Bagi Mafqud Oleh Hakim Pengadilan Agama
Hafidz Taqiyuddin
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 1 (2019): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37035/syakhsia.v20i1.1982
Penelitian ini menunjukkan bahwa sumber hukum yang digunakan sebagai asas pandangan hakim di pengadilan agama di Indonesia untuk menetapkan status hukum bagi mafqud (orang yanghilang) dalam kepentingan dalam kasus pewarisan di Pengadilan Agama Kediri dan Yogyakarta adalah hukum materi dan hukum formil yang diberlakukan untuk proses di Peradilan Agama. Adapunsumber hukum yang dijadikan dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan status mati bagi mafqud di Pengadilan Agama Kediri adalah istishhab, maslahah dan Pasal 165 HIR jo pasal 1867 KUH Perdata.
Hak Puasa Bagi Istri Yang Tanpa Izin Suami : Analisis Hadis
Hafidz Taqiyuddin
MISYKAT Jurnal Ilmu-ilmu Al-Quran Hadist Syari ah dan Tarbiyah Vol 4, No 1 (2019): Misykat: Jurnal ilmu-ilmu Al-Quran, Hadits, Syariah dan Tarbiyah
Publisher : Pascasarjana Institut Ilmu Al Quran (IIQ) Jakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (731.853 KB)
|
DOI: 10.33511/misykat.v4n1.101-124
Kewajiban dan hak suami dan istri diatur dalam Islam, termasuk di antaranya diatur dalam hadis Nabi Saw sebagai bagian daripada dasar hukum Islam. Di antara hal yang diatur dalam hadis terkait hal tersebut adalah tentang puasa istridanpa izin suami. Kualitas sanad dan matan tentang puasa istri tanpa izin suami, baik hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurayrah maupun hadis yang diriwayatkan Abu Sa‟id al-Khudry merupakan hadis-hadis shahih. Dengan demikian hadis-hadis tersebut yang dapat dijadikan sandaran hukum. Adapun maksud dari tidak dibolehkannya istri melakukan puasa tanpa izin suami adalah bahwa seorang istri tidak diperkenankan berpuasa tanpa izin suaminya dengan syarat-syarat berikut, yaitu: pertama, puasa yang hendak dilakukan adalah puasa Sunnah. Kedua, puasa istri dilakukan ketika suami tidak bepergian.
Hak Waris Anak Perempuan di Cimanuk (Antara Kompilasi Hukum Islam dan Penetapan Pengadilan Agama Nomor 69/Pdt.P/2013/Pdlg)
Yusuf Somawinata;
Hafidz Taqiyuddin
AL-ISTINBATH : Jurnal Hukum Islam Vol 5 No 2 November (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Curup
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1057.953 KB)
|
DOI: 10.29240/jhi.v5i2.1839
This research was to explore the importance of the inheritance rights of women towards the inheritance rights of deceased brothers who were applied in the Pandeglang district, Banten. The object of this research is inheritance law in the Islamic Law Compilation. The secondary source of this research is the Religious Court Decision Number 69/Pdt.P/2013/PA.Pdlg. The interviews related to this research were conducted in Cimanuk sub-district, Pandeglang district. This research is a collaborative research of library and field research which is qualitative model. The collected data is processed by selecting and classifying data. Then the data is analyzed by comparing and interpreting. This study found that in general, the Cimanuk ulama or community leaders gave the asabah (remaining assets) portion to deceased brothers or sisters, both siblings and brothers who inherited along with the daughters. However, there are also those who argue that a brother or sister, both siblings and a father is veiled by a daughter, so that they do not get part of the inheritance inheritance. It was also found that in principle the determination had been made by the people of Cimanuk sub-district. The conclusion of this study is the provisions in the Pandeglang Religious Court Decision Number 69/Pdt.P/2013/PA.Pdlg. November 7th, 2013 shows the difference with the provisions in the Islamic Law Compilation. KHI has a stipulation that girls do not prevent (hijab) their brothers,inheritance right, while the Religious Court rulings show that girls can obstruct the inheritance rights of brothers.
The The Justice Dimensions in the Provision of Al-'Awl on Islamic Inheritance Law
Hafidz Taqiyuddin
Jurnal Hikmatuna Vol 7 No 2 (2021): HIKMATUNA: Journal for Integrative Islamic Studies, December 2021
Publisher : Postgraduate Program, Universitas Islam Negeri (UIN) K. H. Abdurrahman Wahid Pekalongan, Indonesia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (580.522 KB)
|
DOI: 10.28918/hikmatuna.v7i2.3635
This article explores one of the provisions in Islamic inheritance law, namely the provision of al-'awl. Al-'awl is a provision that makes the heirs’ share reduced from the legal portion that has been determined by al-nass. This research focuses on how the dimensions of justice are in al-'awl from Islamic theology and philosophy perspective. This research is a literature study using the Islamic legal philosophy approach. This approach is used in this research because the ushul fiqh approach is an approach that can reveal an object of research from the aspects of philosophy and theology. The study explores different fuqaha perspectives on al-'awl, so finally found that the al-'awl is a rule in the distribution of inheritance with dimensions of justice or benefit. The study’s result state that the solution to proportionally reduce the definite all heirs’ share is a solution that provides public benefits (maslaha) compared to reducing the exact share of some heirs. This research concludes that the provision in the distribution of inheritance that shows justice is a provision under the Allah SWT.’ destiny, In the form of death and family structure, and provisions that resolve problems, not harm family members left by the heir.
The Justice Dimensions in the Provision of Al-'Awl on Islamic Inheritance Law
Taqiyuddin, Hafidz
Hikmatuna : Journal for Integrative Islamic Studies Vol 7 No 2 (2021): Hikmatuna: Journal for Integrative Islamic Studies, December 2021
Publisher : UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.28918/hikmatuna.v7i2.3635
This study focuses on the justice contained in al-'awl as a part of the inheritance system in Islam. For some people, justice in the Islamic inheritance is a form of injustice, and others consider it proportional justice. Therefore, tracing how the value of justice in the initial concept is a challenge in itself. Moreover, the concept of Al-Awl is considered as a reduction of existing parts. In addition, this article also focuses on the problem of the distribution of Al-Awl's manifestations with the provisions of God's law. This research used a qualitative method with a philosophical-theological approach to answering this question. This study shows that al-Awl in the Islamic inheritance system is closely related to the value of justice. This is because al-Awl shows equality by reducing legal provisions to avoid conflicts between family members, not injustice or proportional justice. Al-Awl is a solution to reduce the definite portion of all heirs proportionally, which is a way out that provides the general benefit compared to reducing the definite portion of some heirs. In addition, al-Awl's concept is a manifestation of the acceptance of God's law in the destiny of death and the reality of the remaining family structure.