Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Yuridis Normatif yang didukung pendekatan Yuridis Empiris. Perlindungan hukum oleh penyidik pada Satreskrim Polres Agam terhadap anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual dilakukan dengan memberikan akses konseling dari psikolog untuk membantu mengatasi trauma akibat kekerasan seksual. Layanan ini diberikan melalui kerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Agam. Bagi korban yang mengalami ancaman atau tekanan dari pelaku, polisi bekerja sama dengan rumah aman untuk memberikan tempat perlindungan sementara. Layanan rehabilitasi sosial juga diberikan agar korban bisa melanjutkan pendidikan dan aktivitas sehari-hari secara normal. Menggunakan Teknik wawancara ramah anak, melibatkan ahli psikologi dan pendampingan korban, dan melindungi identitas korban selama proses hukum berlangsung. Prosedur pemeriksaan ramah anak, dilakukan di ruangan khusus dengan suasana yang tidak intimidatif, guna membuat anak merasa nyaman. Penghindaran Reviktimisasi, Penyidik menghindari pertanyaan berulang yang dapat memperparah trauma anak. Hambatan dalam pemberian perlindungan hukum oleh penyidik pada Satreskrim Polres Agam terhadap anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual dapat di kelompokkan menjadi hambatan struktural, hambatan prosedural, dan hambaran kultural. Hambatan struktural kurangnya jumlah penyidik terlatih, kekurangan fasilitas yang ramah anak. Hambatan prosedural adalah kurangnya koordinasi antara berbagai instansi yang terlibat. Meskipun sudah ada regulasi yang mengharuskan kerja sama antar instansi, seperti P2TP2A dan rumah sakit. Hambatan kultural, banyak keluarga yang enggan melapor karena takut akan stigma sosial.