Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Respons Arsitektur Pos Ronda Sebagai Ruang Belajar di Masa Pandemi COVID-19 Dina Shafira Irawan; Ikaputra; Muhammad Sani Roychansyah
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 10 No. 2 (2021): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (978.84 KB) | DOI: 10.32315/jlbi.v10i02.35

Abstract

Di masa pandemi COVID-19, pos ronda mengalami perubahan peran sosial sebagai ruang belajar daring. Penelitian ini menganalisis respons spasial dan arsitektur pos ronda terhadap perubahan. Penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Pengambilan data dilakukan melalui observasi perilaku pengguna dan layout furniture. Dari studi kasus empat pos ronda yang digunakan sebagai ruang belajar di masa pandemi COVID-19, peneliti menganalisis respons spasial pada variabel peletakan pos ronda, ukuran pos ronda, serta morfologi ruang terbukanya. Ditemukan tiga tipe ruang terbuka pada pos ronda yang digunakan sebagai ruang belajar, yaitu, pos ronda dengan satu ruang terbuka. ruang terbuka tipe selasar, serta ruang terbuka berbentuk lorong. Keterbatasan ruang menyebabkan pengguna ruang cenderung menggunakan furnitur yang mudah dipindahkan untuk mengatur tempat duduk saat melakukan kegiatan belajar. Penggunaan furnitur portable menyebabkan pola pengaturan tempat duduk cenderung mengikuti bentuk ruang pos ronda. Pos ronda merespon perubahan peran sosialnya sebagai ruang belajar daring semasa pandemi dengan menlakukan adaptasi spasial, dengan penambahan furnitur portable yang menyebabkan pola penyusunan tempat duduk pengguna ruang cenderung mengikuti bentuk ruang pos ronda.
KETERKAITAN KONSEP PERANCANGAN KOTA TERHADAP PENGEMBANGAN TRANSPORTASI HIJAU Muhammad Iqbal Abubakar Abdurrahman; Ikaputra
Pawon: Jurnal Arsitektur Vol 6 No 2 (2022): PAWON: Jurnal Arsitektur
Publisher : Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36040/pawon.v6i2.3698

Abstract

Kota Hijau adalah gagasan pembangunan yang pro terhadap pedoman pembangunan kota berkelanjutan. Untuk mewujudkannya salah satu faktor yang harus dikembangkan adalah perlunya managemen transportasi yang baik. Transportasi berkelanjutan adalah suatu ide yang dikembangkan sebagai antitesis terhadap kegagalan pengambilan keputusan, praktik dan kapasitas pola transportasi yang dikembangkan selama kira-kira 50 tahun belakangan. Sehingga perlu adanya eksplorasi konsep mengenai keterkaitan konsep perancangan kota terhadap pengembangan transportasi hijau sebagai sumber ilmu pengetahuan sekaligus memperkuat ilmu mengenai arsitektur dan perancangan kota. Tahapan penelitian diawali dengan mengetahui posisi transportasi dalam perancangan kota, isu dan prinsip kemudian elaborasi transportasi hijau dalam perancangan kota. Isu transportasi hijau adalah mobilitas dan tata guna lahan untuk membangun hubungan antar kota, mobilitas transportasi publik untuk mempercepat perpindahan manusia, barang dan jasa serta moda transportasi ramah lingkungan berorientasi pada penggunaan angkutan berbahan bakar nonfosil untuk mencapai kota dengan bebas emisi polusi kanbordioksida. Prinsip dalam mewujudkan transportasi hijau diantaranya prioritas moda, konektivitas antar moda dan konektivitas antar ruang kota. Konsep perancangan kota secara keseluruhan mempunyai keterkaitan dengan pengembangan transportasi hijau. Sehingga ketika terpenuhinya aspek transportasi hijau pada suatu perancangan kota maka secara tidak langsung telah memenuhi aspek-aspek dalam konsep perancangan kota.
NILAI ISTIMEWA LANSKAP PERDESAAN: LITERATUR REVIEW Pratiwi, Rian Adetiya; Ikaputra
Journal of Architectural Design and Development (JAD) Vol. 5 No. 2 (2024): JAD
Publisher : Program Sarjana Arsitektur Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37253/jad.v5i2.9362

Abstract

Landscapes are dynamic and balanced combinations of nature and culture under human influence which form the distinctive character of each region. The cultural landscape formed by the interaction between humans and nature will intentionally produces areas with distinctive characteristics, which cover rural to urban areas. This article aims to find out the forming process of rural landscapes, as well as to identify the special values of rural landscapes. This study was prepared using a literature study approach, by utilizing library sources and documents to obtain research data without going to the field. The rural landscape was originally formed because of basic human needs for life. Rural landscape is land inhabited, cultivated and modified by humans by utilizing its natural resources. Natural landscape patterns are modified in such a way as to create new forms of land use which often present extraordinary characteristics in the form of rural landscapes. The rural landscape is one of the physical manifestations of the cultural landscape, which is the result of human interaction with the natural environment which forms the character of an extensively built landscape which still has stronger natural characteristics than the urban landscape. Rural landscapes have features that include cultural values, social values, economic values, and scientific values and functions. All the processes that occur in the rural landscape will produce a visual product that has a unique aesthetic value.
Communicating architectural strategies (semiotics) Susanti, Wiwik Dwi; Ikaputra
International Journal of Architecture and Urbanism Vol. 8 No. 3 (2024): International Journal of Architecture and Urbanism
Publisher : Talenta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32734/ijau.v8i3.17343

Abstract

Semiotics is the science of signs aimed at communicating. In architecture, semiotics is a sign language that aims to provide information to society through architectural elements. Architectural semiotics consists of three elements: representation, user and meaning aimed at communication. The challenge in architectural semiotics is the process of delivering information that an architect wants to convey, whether it can be understood by an observer. Communication processes are not only limited to the process of understanding but capable of interpreting signs on architectural objects. To understand communicative architectural strategies, this study involves a case study of three architecture objects, which are then analyzed using semiotics. Gapura was chosen as an object of research, because it was a simple architectural object but had a load of meaning and signs. Research methods using the study of literature (journal, book and research report). The results of the research explained that the communication strategies of the three gaps were different, so architectural communications strategies were avoided by many things. (history, culture, identity dll). The architect's ability is tested to be able to communicate with the recipient through the signs he designs, so communication strategies and semiotic definitions are important to understand. Semiotics is the science of signs that aim to communicate. In architecture, semiotics is a language of signs that aims to provide information to the public through architectural elements. Architectural semiotics consists of three elements: representation, user and meaning, which aim to communicate.
Keberlanjutan Tata Bangunan pada Kawasan Kauman Sebagai Permukiman Perkotaan di Surakarta Nifida Alsya Khairunnisa; Ikaputra
SARGA: Journal of Architecture and Urbanism Vol. 19 No. 1 (2025): January 2025
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/sarga.v19i1.1912

Abstract

Kauman merupakan permukiman perkotaan di Kota Surakarta, Jawa Tengah yang juga memiliki nilai sejarah tinggi. Dahulunya merupakan tempat tinggal para abdi dalem Keraton serta para khatib Masjid Agung Surakarta. Selain sebagai permukiman, kawasan ini juga menjadi pusat kegiatan keagamaan. Seiring perkembangan zaman dengan bertambahnya penduduk beserta kebutuhan ekonominya, kawasan sekitar Kauman tumbuh menjadi pusat komersial. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat pesat kemudian memicu beberapa bangunan termasuk Kauman beralih fungsi menjadi pertokoan. Terletak di tengah kota dan menjadi pusat aktivitas memicu peningkatan tekanan pembangunan di Kauman, sehingga menjadikan kawasan ini tidak sepenuhnya lagi berfungsi sebagai permukiman. Eksistensi budaya di Kauman perlahan menurun seiring terjadinya perubahan fungsi lahan dan dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko kehilangan atau keaslian permukiman perkotaan. Maka dari itu, Kauman sudah selayaknya mendapat perhatian khusus untuk keberlanjutan kawasannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberlanjutan kawasan Kauman Surakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan pengembangan kawasan sehingga dapat melestarikan Kampung Kauman Surakarta.
Universal Design is “not only” a Design for People with Disabilities Pujiyanti, Indah; Ikaputra
Journal of Architectural Research and Design Studies Vol. 9 No. 1 (2025)
Publisher : Departement of Architecture, Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jars.vol9.iss1.art5

Abstract

Universal design is an approach that aims to create products, buildings, environments and services that are inclusive and accessible to everyone, regardless of age, gender or physical ability. In its development, universal design has been widely used in planning and architectural design. This research aims to discover how the development of the universal design paradigm from its inception identifies the pros and cons of applying universal design. This research hopes to explain the correct position of universal design for architects and policymakers so that there is an increase in the quality realization of accessibility/elements of universal design that is improving. The method used in this study is to examine various sources of journal articles that are relevant to universal design theory. Through a comprehensive literature analysis, the results of this study found that the origin of universal design stemmed from the development of the concept of barriers, which changed the perception of exclusivity to inclusivity. In addition, several benefits of implementing universal design are known in the form of long-term investment, economic value, and support for sustainable design. Keywords: Architecture; Barrier-Free; Disabled; Paradigm; Universal Design
Exploring Sensory Perception and Space Quality in Shaping Rural Cultural Landscape Tourism Experience Meytasari, Cinthyaningtyas; Ikaputra
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 9 No 2 (2025): Jurnal Arsitektur ARCADE Juni 2025
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31848/arcade.v9i2.4048

Abstract

Abstract: Humans have the most developed senses among living creatures, which shape their perceptions, including spatial quality. In tourism, the tourist experience is the most important, especially in rural cultural landscape. This study examines how sensory elements—such as visual, auditory, tactile, and olfactory stimuli—interact with physical and spatial features, influencing tourists’ emotional responses. The method in this study is qualitative with the research technique being a literature review, focusing on the integration of traditional land use, architecture, and rural cultural landscape, this study explores how sensory factors shape spatial perception. The aim is to understand the importance of sensory experiences in enhancing space quality, thereby enhancing tourists’ experiences in rural cultural landscape. This study ultimately aims to offer insights into maintaining the integrity of these landscapes through sustainable tourism management that prioritizes sensory and space quality. Keywords: Sensory perception, rural cultural landscape, space quality. Abstrak: Manusia memiliki indera yang paling berkembang di antara makhluk hidup, yang membentuk persepsi mereka, termasuk kualitas ruang. Dalam pariwisata, pengalaman wisata adalah yang terpenting, terutama di lanskap budaya pedesaan. Studi ini meneliti bagaimana elemen sensori—seperti rangsangan visual, pendengaran, sentuhan, dan penciuman—berinteraksi dengan fitur fisik dan ruang, yang memengaruhi respon emosional wisatawan. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik penelitian adalah studi literatur, yang berfokus pada integrasi penggunaan lahan tradisional, arsitektur, dan lanskap budaya pedesaan, penelitian ini mengeksplorasi bagaimana faktor sensori membentuk persepsi ruang. Tujuannya adalah untuk memahami pentingnya pengalaman sensori dalam meningkatkan kualitas ruang, sehingga meningkatkan pengalaman wisatawan di lanskap budaya pedesaan. Studi ini pada akhirnya bertujuan untuk menawarkan wawasan dalam menjaga integritas lanskap ini melalui manajemen pariwisata berkelanjutan yang memprioritaskan kualitas sensori dan ruang. Kata Kunci: persepsi sensori, lanskap budaya pedesaan, kualitas ruang.   Keywords: Sensory perception, rural cultural landscape, space quality.
Transformasi Morfologi Permukiman Desaa Sesua (1932 - 2024) Sri Rahayu Ningsih; Ikaputra
SARGA: Journal of Architecture and Urbanism Vol. 19 No. 2 (2025): July 2025
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/v19i2.2931

Abstract

Penelitian ini membahas transformasi morfologi Desa Sesua, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, sejak masa awal pembentukannya pada tahun 1932 hingga tahun 2024. Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur, dokumentasi visual, dan wawancara dengan masyarakat lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa morfologi desa mengalami tiga fase utama: fase pembentukan dengan hunian rumah panjang komunal, fase transisi yang ditandai pergeseran ke rumah-rumah pribadi, serta fase perkembangan di mana permukiman menyebar mengikuti pembangunan infrastruktur jalan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan meliputi nilai budaya Dayak Bulusu, kebijakan pemerintah, pertumbuhan penduduk, dan pembangunan akses jalan menuju kebun serta jalur utama desa. Studi ini menegaskan bahwa perubahan bentuk fisik desa tidak menghapus nilai-nilai budaya lokal, melainkan menunjukkan adaptasi masyarakat terhadap dinamika sosial, ekonomi, dan kebijakan. Temuan ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi perencanaan permukiman yang sensitif terhadap konteks lokal dan berkelanjutan.
TIPOLOGI FASAD PABRIK GULA ERA HINDIA BELANDA DI YOGYAKARTA Husna, Nugrainna Malinda; Ikaputra
Journal of Architectural Design and Development (JAD) Vol. 5 No. 1 (2024): JAD
Publisher : Program Sarjana Arsitektur Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37253/jad.v5i1.8852

Abstract

Pada era Hindia Belanda, Karesidenan Yogyakarta yang sekarang menjadi provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pernah memiliki 19 pabrik gula. Hal tersebut menjadikannya daerah dengan konsentrasi pabrik gula tertinggi di banding daerah lain di Pulau Jawa. Pada saat itu Pulau Jawa memiliki ratusan pabrik gula yang menjadikannya penghasil gula terbesar nomor 2 di dunia. Arsitektur pabrik gula dapat menjadi representasi gaya arsitektur yang berlangsung pada era itu. Mesin-mesin produksi yang berukuran besar membuat ukuran pabrik gula sendiri sangat masif, dominan, dan menjadi landmark di dalam kawasannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipologi fasad pabrik gula serta apa saja faktor yang mempengaruhi berbagai tipe fasad pabrik gula pada era Hindia Belanda di Yogyakarta. Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan rekonstruksi dua dimensi dari foto lama yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Dari penelitian ini ditemukan 10 tipologi fasad dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu posisi bangunan terhadap jalan, teknologi struktur atap, perluasan dan renovasi bangunan, perubahan kepemilikan pabrik gula, dan biro teknis yang melakukan renovasi.
Unpacking Etimology Urban Space Quality: Menuju Definisi Umum Wirasmoyo, Wiliarto; Ikaputra
Arsir: Jurnal Arsitektur Vol 8 No 1 (2024): Arsir
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/arsir.v8i1.49

Abstract

The concept of "urban" is often understood from various perspectives, but not comprehensively. This writing aims to provide a deeper understanding of the concept of urban, particularly urban space quality. The definition of urban space quality has not been fully captured, which motivates the need for a more in-depth exploration of the term. The research problem is the lack of a comprehensive understanding of the concept of urban space quality, leading to the absence of a universally accepted definition. The aim of this article is to examine the suitability of the use of the term "urban space quality" to provide a reference for its usage. The article utilizes a literature review, drawing from credible and traceable sources such as books, national-international journals, dictionaries, official documents, and previous studies related to the etymology of urban, urban space, and urban space quality. Urban space is defined as an external space contributing to the city's structure, communication, and social interaction. The concept of urban space quality remains multifaceted, with varying interpretations and dimensions, including safety, livability, environmental conditions, and social development. The findings underscore the complexity of urban space quality and the need for a comprehensive understanding of its parameters and factors.