Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

IMPLEMENTASI KERJASAMA UN WOMEN DAN NCW DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN DI MESIR (2017-2022) Wowiling, Andrea Aletta; Hikmawan, Rizky; Darmastuti, Shanti
Jurnal Paradigma Vol 27, No 2 (2023): July 2023
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN "Veteran" Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/paradigma.v27i2.10217

Abstract

Mesir merupakan salah satu negara kawasan dunia Arab yang masih menganut tradisi patriarki. Mesir telah mengambil beberapa langkah dalam beberapa tahun terakhir untuk mengadaptasi dan mereformasi kerangka hukum dan kebijakannya untuk mendukung partisipasi politik perempuan. Mesir telah mendirikan berbagai institusi sesuai dengan Pasal 214 UUD 2014 salah satunya adalah National Council for Women (NCW). NCW didirikan pada tahun 2000 untuk mengkonsolidasikan semua upaya nasional mengenai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Rendahnya partisipasi politik perempuan di Mesir kemudian menarik perhatian Organisasi Internasional yaitu UN Women untuk turut membantu NCW dalam meningkatkan partisipasi politik perempuan. UN Women merupakan organisasi PBB yang didedikasikan untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Kerja sama kedua organisasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan peran perempuan dalam ruang publik, khususnya partisipasi politik perempuan di Mesir.
Redefinisi Ketahanan Nasional Guna Mewujudkan Ketahanan Regional di Asia Tenggara Hikmawan, Rizky
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional LINO: Asia Tenggara Dan Dinamika Hubungan Internasional Multidimensional Vol 1 No 1 (2020): Asia Tenggara dan Dinamika Hubungan Internasional Multidimensional
Publisher : Universitas Sulawesi Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31605/lino.v1i1.828

Abstract

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis redefinisi konsep ketahanan dalam konteks regionalisme. Ketahanan Regional sebagai isu strategis diperhadapkan dengan perbedaan kepentingan nasional dan sistem masing-masing negara anggota yang terlebih dahulu eksis. Tulisan ini kemudian menjabarkan analisis Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan (ATHG) dalam meneropong prospek ketahanan Regional Asia Tenggara. bergulirnya ASEAN Community (Komunitas ASEAN) di akhir tahun 2015 mengarahkan negara anggota untuk mewujudkan integrasi yang lebih mendalam. Hal ini akan interdependensi antar negara anggota akan semakin meningkat yang dapat menjadi peluang maupun ancaman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketahanan regional merupakan sesuatu yang dituju oleh ASEAN. Namun tak ada Tidak ada pengertian maupun penjelasan yang operatif dari istilah tersebut. Peluang untuk membentuk ketahanan regional selalu ada, hanya saja, perlu ada solusi untuk mengatasi persoalan klasik di ASEAN ada beberapa faktor penyebab kegagalan implementasi ketahanan regional secara nyata. Pertama, adanya ego dari setiap negara anggota yang lebih mengedepankan kepentingannya sendiri. Kedua, adanya pemaknaan subyektif atas ASEAN Way, terutama prinsip non-intervensi, Ketiga, mindset dari negara anggota atas makna ketahanan regional itu sendiri yang masih bersifat sempit sehingga tidak melihat manfaatnya di masa depan ketika krisis telah terjadi.
KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME (APU/PPT) UNI EROPA TERHADAP HIGH-RISK THIRD COUNTRIES PERIODE 2015-2020 Narzain, Muhammad Taqaruby; Ma’arif, Dairatul; Hikmawan, Rizky
Aliansi Vol 3, No 2 (2024): Aliansi : Jurnal Politik, Keamanan Dan Hubungan Internasional
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/aliansi.v3i2.45851

Abstract

FATF menyerukan Negara-negara untuk memerangi praktek pencucian uang. UE tergolong aktif dalam memerangi praktik pencucian uang, pada tahun 2015 Uni Eropa mengadopsi kerangka peraturan modern yang mencakup beberapa peraturan dan direktif, yaitu direktif keempat UE, salah satu kebijakannya adalah kebijakan terhadap negara ketiga, dimana komisi diwajibkan untuk mengidentifikasi negara ketiga berisiko tinggi dengan kekurangan strategis dalam rezim APU/PPT-nya. Yang mana kebijakan tersebut menuai kontroversi di tengah banyak pengamat dan masyarakat dunia. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan UE terhadap Negara ketiga berisiko tinggi tersebut serta mengungkap sebenarnya apa yang melatar belakangi UE membentuk kebijakan tersebut, Penelitian ini menggunakan teori Model Kebijakan Luar Negeri Adaptif dan konsep Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme. Hasil temuan Peneliti adalah bahwa kebijakan tersebut dibentuk berdasarkan prinsip kebijakan luar negeri dan keamanan bersama UE, yang dirancang untuk menyelesaikan konflik dan mendorong pemahaman internasional, didasarkan pada diplomasi dan penghormatan terhadap aturan internasional. Dan diluar dari semua kontroversi yang timbul dalam perancangan dan pengimplementasian kebijakan tersebut, harus diakui bahwa dengan kebijakan tersebut UE telah berhasil membuat ekosistem keuangan internasional selangkah lebih baik. FATF urges states to take action against and money laundering practices. The European Union is one of those that is actively combating it, in 2015, the EU adopted a modern regulatory framework that includes several regulations and directives, namely the EU's fourth directive, one of its policies is a policy towards third countries, where the commission is required to identify high-risk third countries with strategic deficiencies in its AML/CFT regime. Which policy sparked debate among observers and the international community. Using descriptive qualitative research methodologies, this study seeks to look into EU policies toward high-risk third countries and uncover what motivates the EU to formulate these policies. This research uses the idea of the Adaptive Foreign Policy Model, as well as the concepts of Anti-Money Laundering and Countering Financing of Terrorism. According to the conclusions of this study, policy is established based on the EU's common foreign and security policy objectives, with the goal of resolving crises and promoting international understanding via diplomacy and respect for international laws. Despite the controversies that have emerged as a result of the design and implementation of these policies, it must be acknowledged that the EU has succeeded in strengthening the international financial ecosystem.
Sosialisasi Nilai-Nilai Bela Negara Di Yayasan Al Kamilah Kamaluddin Nashir, Asep; Hikmawan, Rizky; Sekarwati
AMMA : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 7 : Agustus (2024): AMMA : Jurnal Pengabdian Masyarakat
Publisher : CV. Multi Kreasi Media

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Parents are parties who cannot be excluded in education. They are the first school for children. For this reason, it is the responsibility of parents to be able to educate their children so that they grow into successful people in the future. One form of children's success is when they are able to become strong individuals who can play a positive role in the development of the nation and state. For this reason, parents also need to instill the values of patriotism in their children from a young age. However, many parents have limitations in understanding the values of patriotism. Therefore, it is necessary to disseminate the values of patriotism to parents to make it easier for them to implement them with their children in their daily lives. In this Community Service, the values of patriotism will be socialized to the parents of students at the Al Kamilah Foundation.
Digital Public Diplomacy of the Ministry of Foreign Affairs through the Instagram Account @KEMLU_RI Indonesia's G20 Presidency in 2022 Hikmawan, Rizky; Fathun, Laode Muhammad; Astuti, Wiwiek Rukmi Dwi
Intermestic: Journal of International Studies Vol 9 No 1 (2024)
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/intermestic.v9n1.7

Abstract

This paper aims to evaluate the implementation of the Ministry of Foreign Affairs' digital public diplomacy through social media, Instagram. Given the many uploads that have been made by the @kemlu_ri account, this research will focus on the content of Indonesia's presidency of the G20 in 2022. The G20 presidency was chosen given its status as a national agenda that has international attention, both from the institutional aspect and the post-pandemic situation. The theories/concepts used in this research are digital public diplomacy and social media. The method used is qualitative by making @kemlu_ri content uploads as a primary data source plus interviews with the Directorate of Information and Media, Ministry of Foreign Affairs, as a form of data verification. From the evaluation conducted, the author argues that the use of social media Instagram as a means of digital public diplomacy related to Indonesia's presidency in the G20 in 2022 is not optimal. The argumentation given in this paper refers to the three dimensions of social media in digital public diplomacy, namely: (i) agenda-setting; (ii) presence expansion; and (iii) conversation-generating.
Joe Biden's Efforts to Restore and Expand the Scope of DACA in the United States During the 2020–2024 Period Ardelia, Putri; Hikmawan, Rizky
Insignia: Journal of International Relations Vol 12 No 1 (2025): April 2025
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.ins.2025.12.1.14884

Abstract

Abstract Immigration is a multifaceted issue that significantly impacts various areas. In a lot of developed countries, such as the U.S., this causes a new problem, which is illegal immigration. As an effort to eliminate this issue, the U.S. has implemented the DREAM Act in 2001, followed by DACA in 2012, which was created by Obama, that aims to protect illegal immigrants who came to the U.S. as children. However, DACA faced significant challenges when Trump became president and attempted to repeal DACA and successfully made changes to the policy. Biden, as Trump’s successor, adopted a different approach to the issue of illegal immigration, seeking to restore and expand the scope of DACA. With this in mind, this study aims to analyze and evaluate Biden's efforts to restore and expand DACA during the 2020–2024 period, using Lee & Anderson's immigration policy framework, particularly regarding the policy process. John Rourke's five idiosyncratic indicators to assess the obstacles Biden faced in restoring and expanding DACA's scope. The research employs a descriptive qualitative method with secondary data and data analysis. The findings indicate that Biden's efforts. Such as the codification of DACA, the Build Back Better Bill, the U.S. Citizenship Act of 2021, and providing ACA access to Dreamers, were hindered by Congressional disagreement, court rulings, and Biden's idiosyncratic factors, such as personality, physical and mental health, ego, experience, and the reality not aligning with his agenda. Keywords: DACA, Joe Biden, illegal immigrants Abstrak Imigrasi merupakan isu yang kompleks dan berdampak signifikan pada berbagai bidang. Di banyak negara maju, seperti AS, hal ini menimbulkan isu baru, yaitu imigrasi ilegal. Sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut, AS telah menerapkan DREAM Act pada tahun 2001, dilanjutkan oleh DACA pada tahun 2012 yang dibuat oleh Obama, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada imigran ilegal yang datang ke AS sebagai anak-anak. Namun, DACA menghadapi tantangan besar ketika Trump menjadi Presiden dan berusaha menghapus DACA serta berhasil membuat perubahan terhadap kebijakan tersebut. Biden, sebagai penerus Trump, mengadopsi pendekatan yang berbeda terhadap isu imigrasi ilegal, dengan berupaya untuk merestorasi dan memperluas cakupan DACA. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi upaya Biden merestorasi dan memperluas DACA pada periode 2020–2024, dengan menggunakan konsep kebijakan imigrasi Lee & Anderson, terutama mengenai proses kebijakan, dan lima indikator idiosinkratik Rourke untuk mengevaluasi hambatan yang dihadapi Biden dalam merestorasi dan memperluas cakupan DACA. Metode yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif dengan data sekunder, serta analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya Biden, seperti kodifikasi DACA, RUU Build Back Better, U.S. Citizenship Act 2021, dan pemberian akses ACA kepada Dreamers, terhambat oleh ketidaksetujuan Kongres dan putusan pengadilan, serta faktor idiosinkratik dari Biden, seperti kepribadian, kondisi fisik dan mental, ego, pengalaman, dan realita yang tidak sesuai dengan agendanya. Kata kunci: DACA, Joe Biden, imigrasi ilegal