Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PENERAPAN KEDAULATAN RAKYAT DI DALAM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Ofis Rikardo
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i1.228

Abstract

ABSTRACTElections are a means of implementing the sovereignty of the people regulated in the 1945 Constitution. In the implementation of indirect democracy, a representative democratic system is inevitable, so that elections that uphold direct, public, free, secret, honest and fair spirit are a means of regenerating leadership politics to run the government both at central and regional levels. People as the owner of the highest sovereignty surrender their sovereignty to state institutions such as the President, DPR, DPD, and DPRD through elections. After the change in the 1945 Constitution there was a shift in the regulation of popular sovereignty such as the MPR is no longer the executor of popular sovereignty, the implementation of direct presidential elections by the people, until the emergence of the Constitutional Court that can try and decide the president and vice president to stop in his term of office. All of this is an effort to uphold the people's sovereignty and at the same time to maintain the people's sovereignty based on the 1945 Constitution. Keywords: People's Sovereignty, Elections, 1945 Constitution
Peningkatan Fungsi Pengawasan DPRD Melalui Penyebarluasan/Sosialisai Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perpasaran Ofis Rikardo
Abdi Bhara: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 2 No. 2 (2023): Abdi Bhara: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (552.865 KB) | DOI: 10.31599/epxrv498

Abstract

Regional regulations are a type of statutoryregulation contained in the Indonesian legal system. Theformation of regional regulations must not conflict with higherregulations, namely the UUD 1945, TAP MPR, and UU/Perpu.DKI Jakarta Provincial Government Regional RegulationNumber 2 of 2018 concerning Markets is a progressive step inregulating markets in DKI Jakarta where previously there was aRegional Regulation that regulated the same thing, namelyRegional Regulation Number 2 of 2002. After sixteen years havepassed there have been changes to the structure society'seconomy and its supporting laws and regulations. So thepresence of Regional Regulation Number 2 of 2018 is a step thatshould be appreciated in advancing the economy in markets inDKI Jakarta. Regional Regulation Number 2 of 2018 is here toprovide market regulations that are more integrated, equal andfair in an effort to create fashion certainty and balancedcooperative relationships between suppliers and retailers whilestill paying attention to the alignment of cooperatives, as well asmicro, small and medium enterprises.
Peningkatan Fungsi Pengawasan DPRD Melalui Penyebarluasan/Sosialisasi Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum Rikardo, Ofis; Ofis Rikardo
Abdi Bhara: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 3 No. 1 (2024): Abdi Bhara: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/xmj97306

Abstract

Dalam melaksanakan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah memerlukan insturen hukum berupa peraturan daerah. Pemerintahan Daerah dapat menuangkan kekhasan daerahnya dan kebutuhan daerahnya melalui suatu peraturan daerah. Keberadaan Peraturan Daerah Provinsi untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat perihal kota yang terbit, tentram, nyaman bersih dan indah. Walau demikian, perda ketertiban umum (Perda Ketertiban Umum) untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat perihal kota tertib, tentram, nyaman, bersih dan indah. Walaupun demikian , perda ketertiban umum tidak berarti tanpa penolakan. Di sipil menolak keberadaan Perda Ketertiban Umum, ihwal ini karena Perda Ketertiban Umum sarat dengan nuasa pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam upaya menegakan Perda melakukan perubahan terhadap peraturan daerah ini terlebih perubahan dan perkembangan tata nilai kehidupan, bermasyarakat warga kota Jakarta.
PENERAPAN KEDAULATAN RAKYAT DI DALAM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Ofis Rikardo
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Sasana: June 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i1.228

Abstract

ABSTRACTElections are a means of implementing the sovereignty of the people regulated in the 1945 Constitution. In the implementation of indirect democracy, a representative democratic system is inevitable, so that elections that uphold direct, public, free, secret, honest and fair spirit are a means of regenerating leadership politics to run the government both at central and regional levels. People as the owner of the highest sovereignty surrender their sovereignty to state institutions such as the President, DPR, DPD, and DPRD through elections. After the change in the 1945 Constitution there was a shift in the regulation of popular sovereignty such as the MPR is no longer the executor of popular sovereignty, the implementation of direct presidential elections by the people, until the emergence of the Constitutional Court that can try and decide the president and vice president to stop in his term of office. All of this is an effort to uphold the people's sovereignty and at the same time to maintain the people's sovereignty based on the 1945 Constitution. Keywords: People's Sovereignty, Elections, 1945 Constitution
Eksistensi Penggunaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Dalam Sistem Hukum Indonesia Ofis Rikardo; Syawalludin; Raka Justitia
Jurnal Hukum Sasana Vol. 9 No. 2 (2023): Jurnal Hukum Sasana: December 2023
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/btq65w81

Abstract

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) merupakan instrument hukum yang diberikan oleh UUD 1945 di dalam mengatasi situasi kegentingan yang memaksa. Definisi kegentingan yang memaksa ini tidak memiliki batasan bagaimana hal ihwal kegentingan yang memaksa itu sehingga pemerintah dalam hal ini adalah presiden dapat saja menetapkan Perpu yang bertentangan dengan hukum. Perpu dan undang-undang berada pada tingkat / derajat yang sama, ini menujukkan Perpu mengatur hal yang sama dengan yang di atur pada undang-undang. Sehingga DPR harus pula secara aktif melakukan pengawasan baik penetapan maupun pelaksanaan perpu itu dilapangan jangan sampai bersifat eksesif dan bertentangan dengan tujuan awal yang melatarbelakanginya.
Kewenangan Konstitusional Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Sengketa Hasil Pemilu Dan Pilkada Serentak Ofis Rikardo; Viranti Nur Ikhwan; Fani Larasati
Jurnal Hukum Sasana Vol. 9 No. 1 (2023): Jurnal Hukum Sasana: June 2023
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v9i1.1345

Abstract

Decision of the Constitutional Court Number 14/PUU-XI/2013 provides legal implications for the implementation of elections (elections for DPR, DPD, President and Vice President, and DPRD members). The election for members of the representative body which was previously held earlier than the election for the president and vice president, based on this decision of the constitutional court, the election for members of the representative body and the election for president and vice president will be held concurrently. The concurrent elections and local elections which will be held in 2024 have the potential to cause disputes over the results which will lead to the resolution of disputes over election results at the Constitutional Court. With the constitutional authority possessed by the Constitutional Court, the Constitutional Court is required to be able to resolve disputes over election and local election results in order to maintain elections and local elections that are direct, general, free, secret, honest and fair as mandated by the 1945 Constitution.
Peranan Peraturan Daerah Dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Purwadini, Silvi Aulia; Maharany, Sekar Fuad; Ofis Rikardo
Jurnal Hukum Sasana Vol. 10 No. 1 (2024): Jurnal Hukum Sasana: June 2024
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v10i1.2110

Abstract

Kaidah hukum menurut teori Stufenbau dari Hans Kelsen ialah berjenjang dimana kaidah hukum yang lebih rendah berasal dari kaidah hukum yang lebih tinggi. Keberadaan Perda pun dapat dijelaskan dengan teori ini dimana Perda merupakan peraturan yang dari hierarki berada di bawah dari Peraturan-peraturan lain dimulai dari UUD 1945, TAP MPR, UU/Perpu, PP, Perpres. Sehingga Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota tidak dapat bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Di atas norma-norma itu terdapat grundnorm yang merupakan sebagai norma dasar yang menjiwai peraturan-peraturan yang di bawahnya yaitu Pancasila. Peraturan Daerah merupakan salah satu peraturan yang masuk pada tata urutan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011. Fungsi Perda ialah sebagai instrumen untuk melaksanakan otonomi daerah dan pembentukannya sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Di dalam pembentukan Perda perlu dilakukan pengawasan yaitu berupa pengawasan, preventif, represif, maupun pengawasan umum agar di dalam pembentukan dan pelaksanaan Perda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Pinjaman Online (Pinjol) Ofis Rikardo
Abdi Bhara: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 3 No. 2 (2024): Abdi Bhara: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/trvdyq08

Abstract

Pelambatan perekonomian berdampak pada golongan ekonomi kelas menengah ke bawah dan di saat yang bersamaan menjamurnya penyedia layanan jasa Pinjaman Online (Pinjol). Dalam penagihan utang yang telah jatuh tempo, penyedia layanan jasa Pinjol ilegal kerapkali melakukan ancaman dan intimidasi secara verbal dan non-verbal sehingga membuat Pengguna Pinjol depresi yang tak jarang mengambil jalan pintas bunuh diri. Undang-Undang No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai salah satu instrumen hukum dalam melindungi Pengguna Pinjol harus dapat ditegakkan secara optimas. Dengan adanya UU ini maka perlindungan hukum terhadap Pengguna Pinjol dapat maksimal dari intimidasi maupun dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik data pribadi yang kerapkali digunakan penyedia layanan jasa Pinjol dalam melakukan penagihan. Peran Otorotas Jasa Keuangan (OJK) dalam membuat regulasi baik untuk Pinjol berizin maupun ilegal harus serius dilakukan. Sementara Peran aparat penegak hukum (kepolisian) harus lebih ditingkatkan dalam merespon laporan masyarakat atas adanya intimidasi dan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
Penerapan Pasal Pemakzulan dalam Upaya Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam Masa Jabatan Ofis Rikardo
Jurnal Hukum Sasana Vol. 11 No. 1 (2025): Jurnal Hukum Sasana: June 2025
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v11i1.3885

Abstract

Presiden sebagai pemegang mandat dari rakyat memiliki kewenangan besar yang diberikan oleh UUD 1945. Sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial, UUD 1945 mengatur kondisi seorang Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk dapat diberhentikan dalam masa jabatan. UUD 1945 Pasal 7A Pasal 7B, Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) mengatur Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Jabatan Presiden yang tetap atau pasti jangka waktunya (fix term) hanya dapat diterobos bilamana Presiden dan/atau terbukti melakukan pelanggaran pasal-pasal pemakzulan. Namun upaya melakukan pemakzulan bukan sebuah hal yang mudah. Konfigurasi politik di DPR dalam bentuk koalisi partai-partai yang mendukung pemerintah membuat pengawasan DPR terhadap pemerintah cenderung melemah yang menyisakan sebagian kecil partai oposisi. Sehingga bilamana terjadi situasi Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran terhadap pasal-pasal pemakzulan upaya pemakzulan untuk menegakkan konstitusi akan sulit untuk dilakukan.