Solidaritas antara masyarakat pendatang dan masyarakat lokal memegang peran penting dalam memperkuat integrasi nasional, khususnya dalam konteks masyarakat desa yang majemuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung dan menghambat terbangunnya solidaritas sosial di Desa Rumak, Lombok Barat, Indonesia, sebagai representasi dari interaksi sosial antar kelompok dalam ruang sosial yang beragam. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan analisis dokumen dari warga pendatang maupun lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gotong royong, komunikasi terbuka, dan penerimaan terhadap keberagaman merupakan faktor utama yang mendorong terciptanya solidaritas. Nilai-nilai tersebut memperkuat kepercayaan, pengakuan sosial, dan partisipasi kolektif, memungkinkan masyarakat pendatang terintegrasi secara bermakna ke dalam komunitas lokal. Di sisi lain, perilaku individualistik, sentimen primordial, dan kesenjangan sosial ekonomi menjadi penghambat utama yang melemahkan kohesi sosial dan membatasi interaksi lintas kelompok. Temuan ini menegaskan bahwa solidaritas merupakan proses sosial yang terbentuk melalui interaksi kultural dan tantangan struktural yang terus berubah. Penelitian ini memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman solidaritas akar rumput dan memperkaya diskursus tentang kohesi sosial dalam masyarakat majemuk. Kajian ini juga menjadi dasar penting bagi perumusan kebijakan integrasi yang inklusif dan kontekstual.Solidarity between immigrant and local communities plays a pivotal role in promoting national integration, especially in plural rural settings. This study investigates the factors that support and hinder social solidarity in Rumak Village, West Lombok, Indonesia, where diverse populations interact within a shared socio-cultural space. Employing a qualitative descriptive approach, the research gathered data through in-depth interviews, participatory observation, and document analysis with both immigrant and local residents. The findings highlight that mutual cooperation (gotong royong), open communication, and cultural acceptance serve as primary drivers of solidarity. These mechanisms foster trust, social recognition, and community participation, enabling immigrants to integrate meaningfully into local society. Conversely, the study reveals that individualistic behavior, strong primordial attachments, and economic disparities are major obstacles, leading to social exclusion and weakened collective identity. These results suggest that solidarity is a dynamic social process shaped by both cultural resilience and structural challenges. The study affirms the relevance of classical and contemporary sociological theories while offering new insights into grassroots integration practices. By focusing on localized interactions and community-based mechanisms, the research contributes to a deeper understanding of social cohesion and provides a foundation for future policies aimed at inclusive integration in diverse societies.