Ni Komang Ratih Kumala Dewi
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

TINDAKAN KEBIRI KIMIAWI TERHADAP PELAKU KEKERASAN SEKSUAL ANAK DAN KAITANNYA DENGAN TENAGA MEDIS Ni Komang Ratih Kumala Dewi
Kerta Dyatmika Vol 18 No (1) (2021): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46650/kd.18.(1).1067.68-80

Abstract

The crime of sexual violence is a crime against society, especially children. In order to protect children's growth and development, the government issued Law Number 27 of 2016, to impose additional sanctions in the form of chemical castration. There is a principle conflict in the imposition of castration sanctions for medical personnel who will become executors, on the one hand carrying out orders from statutory regulations and court decisions, on the other hand medical personnel have the principle of healing and respecting human life naturally in accordance with the professional oath. The purpose of this study is to determine the regulation of castration sanctions and to know the basis for the actions of medical personnel, the method used is normative legal research. The results of his research on the regulation of castration sanctions are regulated in the provisions of Article 81 paragraph 7 of Law No. 27 of 2016 and Government Regulation number 70 of 2020, then Government Regulation Number 77 of 2020 becomes the basis for implementation guidelines which in the provisions provide legitimacy and orders to medical personnel and psychiatrists to carry out the task of providing chemical castration based on justice.
PEMERIKSAAN DAN PUTUSAN TANPA KEHADIRAN TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGADILAN KAITANNYA DENGAN HAK ASASI TERDAKWA I Nyoman Agus Trisnadiasa; Ni Komang Ratih Kumala Dewi
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol 2 No 1 (2020): Jurnal Hukum Saraswati
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The perspective of legal development, examination and decision without the presence of the defendant in a corruption case are regulated in the provisions of Article 38 paragraph (1) of Law Number 31 of 1999 in conjunction with Law Number 20 of 2001, but there are norms that are contrary to the principle of the presence of the accused before the accused the trial is governed by the provisions of Article 189 paragraph (1) of the Criminal Procedure Code. These conflicting norms create a dilemma for choosing practices in absentia that eliminate the rights of the accused or protect the rights of the suspect. The research method used in this study is normative research.Article 38 paragraph (1) of the Law on the Elimination of Criminal Acts of Corruption can be applied provided that a legal summon is first carried out. and the procedure does not violate the defendant's human rights, bearing in mind the principle of derogation which, as in the application of Article 29 of the UDHR, Article 4 paragraph (2) of ICCOR and Article 28J of the 1945 Constitution, rights which can be postponed Keywords: , ,
TRADISI KELACI SEBAGAI RANGKAIAN DARI UPACARA PERKAWINAN DI DESA KEDISAN, KECAMATAN KINTAMANI Anak Agung Adi Lestari; Ni Komang Ratih Kumala dewi; I Made Kariyasa; Ida Ayu Prami; Marta Dwi Atmiprihartini
Jurnal Hukum Saraswati Vol 5 No 2 (2023): JHS September 2023
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/jhshs.v5i2.8235

Abstract

Desa Kedisan merupakan salah satu desa di wilayah Bali Timur yang merupakan desa yang terletak di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Desa ini dikenal dengan adat serta tradisi yang diwariskan turun temurun oleh masyarakatnya sejak jaman nenek moyang mereka. Salah satu tradisi yang tetap dijalankan oleh Masyarakat desa Kedisan adalah Tradisi Kelaci. Kelaci merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kedisan di hari yang disepakati oleh pasangan yang akan melaksanakan kelaci dan kepala desa. Kelaci merupakan suatu rangkaian akhir dari sebuah upacara perkawinan di Desa Kedisan,yang dimana diperuntukan bagi Masyarakat yang dianggap sudah sah melakukan suatu upacara perkawinan.seiring dengan perkembangan zaman tradisi yang sudah ada mulai diagap tidakn penting bahkann dihapuskan oleh karena itu dibutuhkan suatu model konsep penguatan perlindungan terhadap kelaci sebagai bagian tradisi meminang gadis di Desa Kedisan. Adapunmetode penelitian yanhg dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian empiris yaitu penelitia hukum yang menggunakan fakta-fakta empiris melalui hasil wawancara. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi (1) Bagaimana problematika tradisi kelaci bagi masyarakat yang sudah meminang anak gadis di Desa Kedisan (2) Bagaimanakah mekanisme tradisi kelaci di Desa Kedisan Kecamatan kintamani Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tradisi Kelaci di Desa adat Kedisan ini dilakukan sebagai suatu rangkaian dari sebuah upacara Perkawinan dan bentuk cara mempertahan tradisi yang merupakan warisan terdahulu yang wajib di lindungi bahkan dilestarikan walaupun zaman yang semkain berkembang.
KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM MELAKUKAN RESTORATIVE JUSTICE PADA TINDAK PIDANA PERBANKAN Ni Komang Ratih Kumala Dewi
Jurnal Yusthima Vol. 4 No. 02 (2024): YUSTIMA : Jurnal Prodi Magister Hukum FH Unmas Denpasar
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Mahasaraswati Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36733/yusthima.v4i02.10538

Abstract

Restorative justice merupakan hal penting dalam tindak pidana perbankan terlihat dari upaya untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan pidana dan institusi perbankan. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan. Dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. kepolisian berwenang sebagai penyidik tindak pidana di sektor jasa keuangan, termasuk di dalamnya tindak pidana perbankan berdasarkan Putusan MK Nomor 59/PUU-XX/2023 yang kemudian dapat melaksanakan restorative justice dengan dilandaskan penerapannya melalui Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
PERANAN DESA ADAT KUTA DI DALAM MENERTIBKAN MONEY CHANGER ILEGAL YANG MELAKUKAN JUAL BELI VALUTA ASING DI DAERAH DESTINASI WISATA I Gusti Agung Eka Purnawan; Ni Komang Ratih Kumala Dewi
Jurnal Hukum Mahasiswa Vol. 5 No. 1 (2025): EDISI APRIL 2025
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Mahasaraswati Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank di Bali telah menjadi perhatian utama karena kompleksitasnya yang mengganggu sektor pariwisata. Banyaknya usaha money changer di daerah kuta, dipengaruhi oleh kondisi yang strategis dan merupakan pusat pariwisata maju di Indonesia serta memiliki begitu banyak akomodasi yang memadai sehingga mampu menarik minat wisatawan asing. Keberadaan usaha-usaha Money Changer ini mudah ditemui di setiap ruas jalan bahkan hampir di setiap kios yang berada di sepanjang jalan kawasan Kuta, dan beberapa diantaranya terindikasi tidak berizin jika dilihatmenurut ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/10/PBI/2016 Tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank. Permasalahan terkait usaha money changer ilegal ini yaitu melakukan penipuan. Desa Adat Kuta juga sudah membuat nota kesepakatan dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali terkait dengan penertiban dan pengawasan usaha money changer yang ilegal atau tanpa izin. Peranan Desa Adat Kuta di dalam melakukan penertiban terhadap money changer ilegal yang didampingi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali adalah sebagai ujung tombak di dalam penerepan Tri Hita Karana yang merupakan konsep dan ajaran agama hindu yang mengajarkan kesejahteraan dan keharmonisan. Karena apabila money changer ilegal ini dibiarkan akan berdampak buruk terhadap citra pariwisata kuta dan sangat mengganggu perkembangan sektor pariwisata di daerah tersebut, yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan angka wisatawan yang berkunjung ke kuta.