Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

The relationship between drug therapy adherence and the results of blood pressure targets achievement in hypertensive patients with dyslipidemia complications at Government Hospital in Yogyakarta Andriana Sari; Faridah Baroroh; Fitriani Puji Astuti
Pharmaciana Vol 10, No 3 (2020): Pharmaciana
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.965 KB) | DOI: 10.12928/pharmaciana.v10i3.16553

Abstract

Hypertension is a chronic disease that affects most people. Almost every people have certain specific factors that can cause this disease to increase. One of which is inadequate physical activity so that cholesterol levels remain and tend to get higher, which is a risk factor for heart and blood vessel disorders. Patients with this disease and having dyslipidemia complications must treat with appropriate therapy until reaching success. The patient's adherence determines the success of the treatment. Therefore the purpose of this research is to assess the relationship. Its objects were hypertensive patients at the Government Hospital in Yogyakarta. The specialty of the hypertensive patient is having dyslipidemia complications. The study uses non-experimental with a cross-sectional study. The sample was selected based on the purposive sampling technique in December 2018-February 2019. The measurement of therapy adherence used MARS questionnaire and the achievement of therapy targets through secondary data on patient blood pressure. Chi-square test was chosen to determine the relationship between 2 variables, which are therapy adherence and achieving blood pressure targets. The sample in this study were 47 respondents, of which 53.2% of the patients were <60 years old, in which 51.1% of them were female. The results showed that patients who were adherent to therapy were 25.5%, and those who were not were 74.5%. The results of achieving the blood pressure target are known to be 68.1%. The data analysis results showed that the one-way hypothesis in Fisher's test obtaining p-value = 0.171 (p> 0.05) was no relationship between adherence and target achievement. Therefore the results of this study concluded that there is no relationship between drug therapy adherence and blood pressure targets achievement.
KUALITAS HIDUP PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT SWASTA DI YOGYAKARTA YANG MENDAPATKAN TERAPI ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB) DAN KOMBINASI OBAT LAIN Faridah Baroroh; Willy Nurul Ichwan; Andriana Sari
Media Farmasi: Jurnal Ilmu Farmasi Vol 18, No 1: Maret 2021
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.071 KB) | DOI: 10.12928/mf.v18i1.16762

Abstract

Kualitas hidup yang buruk pada seseorang dapat diakibatkan karena perasaan tidak nyaman, terapi dengan obat antihipertensi sering berhubungan dengan munculnya efek samping yang tidak nyaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan kualitas hidup pasien hipertensi yang diberi terapi angiotensin receptor blockers (ARB) dan kombinasi obat lain. Metode penelitian ini adalah observasional analitik melalui pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel purposive sampling, lokasi penelitian di rumah sakit swasta di Yogyakarta. Analisis data dengan skoring kuesioner EQ5D dimensi menjadi EQ5D indeks, dilanjutkan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian dari 55 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kualitas hidup tertinggi dengan nilai indeks EQ5D 0,933 dan kualitas hidup terendah dengan nilai indeks EQ5D 0,243. Kualitas hidup yang sangat bermasalah dari empat dimensi yaitu perawatan diri, kegiatan yang biasa dilakukan, rasa sakit/tidak nyaman, rasa cemas/depresi. Kualitas hidup yang paling banyak mempunyai masalah yaitu pada dimensi rasa kesakitan/tidak nyaman (50,9%). Terdapat hubungan signifikan usia (p=0,008) dengan kualitas hidup, dan tidak terdapat hubungan signifikan jenis kelamin (p=0,857), pendidikan (p=0,079), pekerjaan (p=0,507) dengan kualitas hidup. Tidak ada perbedaan signifikan (p=0,317) kualitas hidup pasien hipertensi yang mendapatkan terapi angiotensin receptor blockers (ARB) dan kombinasi obat lain. Kesimpulan penelitian, tidak ada perbedaan signifikan (p=0,317) kualitas hidup pasien hipertensi yang mendapatkan terapi angiotensin receptor blockers (ARB) dan kombinasi obat lain.
ANALISIS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA BEDAH CESAR DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA Faridah Baroroh; Haafizah Dania; Moch. Saiful Bachri
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina (JIIS): Ilmu Farmasi dan Kesehatan Vol 1 No 2 (2016): JIIS
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ISFI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.96 KB) | DOI: 10.36387/jiis.v1i2.42

Abstract

Penggunaan antibiotika pada bedah cesar di rumah sakit yang bervariasi, mengakibatkan besarnya biaya obat yang bervariasi juga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komponen biaya medik langsung dan biaya antibiotika pada bedah cesar di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan data retrospektif. Subyek penelitian adalah semua pasien bedah sesar pada periode 1 Januari – 31 Maret 2014 yang memenuhi kriteria inklusi. Analisa biaya dilakukan melalui payers perspective yang difokuskan pada biaya medik langsung (direct medical cost). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata total biaya bedah cesar tiap pasien di rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta antara Rp.7.302.127 sampai Rp.11.057.450. Komponen biaya terbesar adalah biaya tidakan bedah sebesar 56,31% - 59,35%, biaya perbekalan farmasi sebesar 13,93% - 17,78%, dan biaya rawat inap sebesar 10,35% - 13,27,35%.  Jenis antibiotika yang banyak digunakan pada pasien adalah ceftriaxon – amoxicilin sebesar 63,79%, dengan biaya antibiotika sebesar 0,26% - 11,77% dari biaya perbekalan farmasi. Lama hari rawat inap tidak berpengaruh terhadap besarnya biaya antibiotik yang digunakan pada pasien bedah cesar (p > 0.05). Komponen biaya terbesar pada tindakan bedah cesar adalah biaya tidakan bedah sebesar 56,31% - 59,35%, dan biaya perbekalan farmasi sebesar 13,93% - 17,78%. Biaya antibiotika sebesar 0,36% - 11,77% dari biaya perbekalan farmasi.
ANALISIS BIAYA TERAPI STROKE PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA Faridah Baroroh Baroroh; Lailla Affianti Fauzi
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina (JIIS): Ilmu Farmasi dan Kesehatan Vol 2 No 1 (2017): JIIS
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ISFI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.725 KB) | DOI: 10.36387/jiis.v2i1.87

Abstract

Stroke merupakan penyebab kematian paling tinggi di dunia selain kanker, selain itu terapi stroke juga memerlukan biaya yang besar, sehingga pengatasan tepat sangat diperlukan untuk mengatasinya. Tujuan penelitian untuk mengetahui jenis obat, komponen biaya, dan rata-rata biaya obat terapi stroke perhari rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan data retrospektif Januari-Juni 2015 yang memenuhi kriteria inklusi. Analisa biaya dilakukan melalui payers perspective yang difokuskan pada biaya medik langsung. Hasil penelitian menunjukkan dari 130 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, 10,4% stroke hemorrhage dan 89,6% stroke non hemorrhage. Jenis obat terapi stroke yang banyak digunakan adalah neuroprotektan citicholine dan piracetam. Komponen biaya terbesar adalah biaya obat, stroke stroke hemorrhage 34.6% dan non hemorrhage 34.7%. Rata-rata biaya obat perhari rawat inap stroke hemorrhage Rp.65.323 – Rp.79.979 dan stroke non hemorrhage Rp.115.384 - Rp.119.723. Rata-rata biaya obat stroke per hari rawat inap pasien stroke hemorrhage dan stroke non hemorrhage menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05). Kesimpulan penelitian ini adalah jenis obat yang banyak digunakan neuroprotektan citicholine dan piracetam, dengan komponen biaya terbesar adalah biaya obat 34.6% - 34.7% dari biaya total perawatan, serta tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05) rata-rata biaya obat stroke per hari rawat inap pasien stroke  hemorrhage dan stroke non hemorrhage.
Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Kombinasi Candesartan-Amlodipin Dibandingkan dengan Kombinasi Candesartan-Diltiazem pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan Faridah Baroroh; Andriana Sari
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia) Jurnal Pharmacy, Vol. 14 No. 02 Desember 2017
Publisher : Pharmacy Faculty, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.872 KB) | DOI: 10.30595/pharmacy.v14i2.1952

Abstract

Pengobatan hipertensi membutuhkan biaya yang besar, karena dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Adanya efektivitas antihipertensi yang berbeda-beda maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas biaya pengobatan kombinasi candesartan-amlodipin dibandingkan dengan kombinasi candesartandiltiazem pada pasien hipertensi rawat jalan. Penelitian ini dirancang secara Cohort prospektif dengan pengamatan outcame selama 3 bulan di rumah sakit swasta di Yogyakarta. Outcame yang dinilai untuk menilai efektifitas biaya pengobatan adalah penurunan tekanan darah mencapai target setelah pengobatan. Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan payers perspective yaitu BPJS, dengan komponen biaya yang diukur adalah biaya medik langsung. Efektivitas biaya pengobatan dianalisis menggunakan ICER (Incrimental Cost Effectiveness Ratio) dihitung berdasarkan rasio antara selisih biaya dan outcame pada kedua kelompok pengobatan. Subyek penelitian yang terlibat sebanyak 33 pasien, 24 pasien pengobatan kombinasi candesartanamlodipin, dan 9 candesartan-diltiazem. Sebesar 81,82% perempuan dan 72,73% memiliki rentang usia 51-70 tahun, komplikasi penyakit paling banyak adalah diabetes mellitus (60,60%). Hasil penelitian menunjukkan efektivitas pengobatan candesartanamlodipin 58,33%, sedangkan efektivitas pengobatan candesartan-diltiazem 22,22%. Nilai ICER sebesar Rp -23.187,40, hal ini menunjukkan candesartan-amlodipin mutlak lebih cost effectiveness dari candesartan-diltiazem. Pengobatan kombinasi candesartanamlodipin mutlak lebih cost effectiveness dari candesartan-diltiazem dengan nilai ICER sebesar Rp -23.187,40.
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN BEDAH SESAR DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA Haafizah Dania; Faridah Baroroh; Moch Saiful Bachri
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia) Jurnal Pharmacy, Vol. 13 No. 02 Desember 2016
Publisher : Pharmacy Faculty, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penggunaan antibiotika pada pasien bedah sesar perlu dicermati untuk memperkecil adanya resiko infeksi luka operasi. Antibiotika yang diresepkan seharusnya dipilih secara bijaksana, dengan tepat dosis, cara pemberian dan lama pemberian yang sesuai dengan kebutuhan pasien, dan efek samping yang minimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penggunaan antibiotika dan mengevaluasi penggunaan antibiotik pasien bedah sesar di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data retrospektif. Subyek penelitian adalah semua pasien bedah sesar pada periode 1 Januari–31 Maret 2014. Data diperoleh dari rekam medik dan catatan medik lain secara restrospektif di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. Data pasien yang dianalisis meliputi ketepatan pemilihan antibiotik, dosis, dan lama pemberian. Analisis ketepatan pemilihan antibiotik dengan perhitungan persentase berdasarkan pada guideline dan pedoman terapi di rumah sakit sedangkan analisis dosis, frekuensi, dan lama pemberian berdasarkan pada Drug Information Handbook edisi 19 tahun 2010-2011. Total pasien yang masuk dalam kriteria inklusi adalah sejumlah 59 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis sejumlah 3 pasien (5,08%), antibiotik terapi pascabedah sesar sejumlah 10 pasien (16,95%), dan antibiotik kombinasi profilaksis dan terapi sejumlah 46 pasien (77,97%). Antibiotik profilaksis yang digunakan adalah ceftriaxone sejumlah 48 pasien dan ferotam (sulbactam Na 500 mg, cefoperazone Na 500 mg) sejumlah 1 pasien. Jenis antibiotik terapi pascabedah yang paling banyak digunakan adalah amoxicillin sejumlah 25 pasien (44,64%) kemudian diikuti dengan kombinasi ceftriaxone dan amoxicillin sejumlah 20 pasien (35,71%). Kesesuaian jenis antibiotik yang digunakan berdasarkan pada pedoman terapi di rumah sakit adalah 100%, sedangkan kesesuaian jenis antibiotik berdasarkan pada Guideline Antibiotic Prophylaxis in Obstetric Procedures tahun 2010 adalah 0%. Kesesuaian dosis dan frekuensi antibiotik berdasarkan Drug Information Handbook edisi 19 tahun 2010-2011 adalah 100%. Antibiotic usage for cesarean section have to be observed to minimize the risk of wound infections. The prescribed antibiotics should be selected correctly, with exact doses, appropriate method and term of administration regarding patient needs, and with minimum side effect. This research was intended to find a description of antibiotic usage and evaluate the use of antibiotics for caesarean patients at PKU Muhammadiyah hospital in Bantul Yogyakarta. The type of this research was a descriptive research using retrospective data. The subject of this research were all caesarean patients within the period of 1 January-31 March 2014. The data were collected from medical records and other medical history retrospectively at PKU Muhammadiyah hospital, Bantul Yogyakarta. Patients data were analyzed including appropriate antibiotics choice, doses, and term of administration. Analysis on correct antibiotics choice was based on guidelines and therapy handbook at the hospital, while the analysis on doses, frequency dan term of administration was based on Drug Information Handbook edition 19th. The amount of patient included in inclusion criteria is 59 patients. The results of the research showed that the use of antibiotic prophylaxis involved 3 patients (5.08%), post-caesarean therapy antibiotics involved 10 patients (16.95%), and combined prophylaxis and therapy antibiotics involved 46 patients (77.97%). Prophylaxis antibiotics used were ceftriaxone for 48 patients and ferotam (sulbactam Na 500 mg, cefoperazone Na 500 mg) for 1 patient. The most used antibiotic for therapy was amoxycillin for 25 patient (44.64%) and then combination of ceftriaxone+amoxicillin for 20 patients (35.71%). The appropriateness of antibiotics usage based on hospital therapy handbook was 100%, while the correctness of antibiotics type based on Guideline Antibiotic Prophylaxis in Obstetric Procedures was 0%. The appropriateness of antibiotic doses and frequency based on Drug Information Handbook edition 19th was 100%.
Quality of Life of Hypertensive Patients with Candesartan and Candesartan-Amlodipine Combination Therapy at a Governmental Hospital in Yogyakarta, Indonesia Faridah Baroroh
Journal of Global Pharma Technology Volume 12 Issue 09 (2020) Sept. 2020
Publisher : Journal of Global Pharma Technology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (486.898 KB)

Abstract

Many types of antihypertensive drugs produce different efficacies, and their use in therapy is often associated with unpleasant side effects that diminish the quality of life. This prospective cohort study intended to compare the impacts of two different treatments, namely candesartan and the combination of candesartan and amlodipine, on the quality of life of hypertensive outpatients at a government hospital in Yogyakarta, Indonesia. Starting with preliminary data survey, the analysis continued to measuring the quality of life of 100 respondents, which had met the inclusion and exclusion criteria, after three months of therapy. In the EQ5D questionnaire on quality of life, the EQ5D dimension was converted to EQ5D Index. The data analysis involved chi-square and correlation tests. The EQ-5D index ranged from 0.540 to 0.933 with an average of 0.819. Based on gender and complications, the quality of life of the patients who underwent candesartan therapy was not significantly different from those who took candesartan and amlodipine (p> 0.05). Meanwhile, based on age, occupation, income, and education, a significant difference was detected (p <0.05). The quality of life significantly correlated with age, employment, income, and education (p <0.05) but insignificantly with gender and complications (p> 0.05). As a conclusion, candesartan and candesartan-amlodipine therapies do not affect the quality of life of the patients differently, and the type of treatment is a factor that does not significantly affect the quality of life of the patients (RR; 95% CI = 1.135; 0.812-1.587). Keywords: Quality of life, Candesartan, Candesartan-Amlodipine, Hypertension, Outpatient.
Hubungan Karakteristik Demografi Dengan Kesediaan Untuk Membayar Vaksin Covid-19 Pada Masyarakat Di Kecamatan Tanah Grogot Kalimantan Timur Faridah Baroroh; Guntur Ilham Wahyudi; Ferawati Suzalin
Jurnal Kesehatan Farmasi Vol 4, No 1 (2022)
Publisher : Jurusan Farmasi, Poltekkes Kemenkes Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (647.71 KB) | DOI: 10.36086/jpharm.v4i1.1235

Abstract

Latar Belakang: Vaksin COVID-19 merupakan salah satu upaya untuk memutus penyebaran penyakit COVID-19. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan kemanjuran vaksin 65,30% dalam mencegah penyakit COVID-19, diperlukan vaksinasi ulang selama beberapa waktu yang akan datang karena kemungkinan penurunan kekebalan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara karakteristik demografi dengan kesediaan untuk membayar vaksin COVID-19. Metode: Metode penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner online googleform. Subyek penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Tanah Grogot dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Analisis hubungan antara demografi masyrakat dengan kesediaan untuk membayar vaksin pada penelitian ini menggunakan uji chi square. Hasil: Penelitian ini melibatkan 108 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 64,81% bersedia untuk membayar vaksin COVID-19. Terdapat hubungan antara karakteristik demografi pendapatan (p=0,000) (OR=5,056;CI95%:2,152-11,875) dan tingkat pendidikan (p=0,000) (OR=13,533;CI95%:5,220-35,089) dengan kesedian membayar vaksin COVID-19. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik demografi usia (p=0,520) dan jenis kelamin (p=0,358) dengan kesedian membayar vaksin COVID-19. Kesimpulan: Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik demografi pendapatan dan tingkat pendidikan dengan kesedian membayar vaksin COVID-19, serta tidak terdapat hubungan antara karakteristik demografi usia dan jenis kelamin dengan kesedian membayar vaksin COVID-19.
Interprofessional education applied in first-year and third-year health students: cross-sectional study Dyah Aryani Perwitasari; Faridah Baroroh; Andriana Sari; Putri Rachma Novitasari; Nurul Kodriati; Ratu Matahari; Barkah Djaka Purwanto
Pharmaciana Vol 13, No 3 (2023): Pharmaciana
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12928/pharmaciana.v13i3.27253

Abstract

Health professions work together to provide the best service in health care facilities by collaborating with patients, families, worker and the community. Interprofessional education (IPE) were practice of collaboration between two or more students from different health profession programs. The purpose of study was to compare IPE results from first and third year batches. The two batches included 345 first-year students and 460 third-year students, from three different health disciplines, including medicine, pharmacy, and public health. These students met for four weeks to increase interprofessional collaboration, improve communication skills, foster respect and increase knowledge of the various roles each discipline, especially case management, conflict management and team work. Before IPE program, the students were given pre-questionnaire to assess their prior understanding of IPE. Each group of first-year students presented the outcomes of their discussions in the fourth week, while the third-year students created a poster about the subject and presented it in the second week. The students complete the program and post-questionnaire after their presentation. The International Collaborative Competencies Attainment Survey served the development the IPE questionnaire (ICCAS). The result of pre-IPE domains’ score revealed substantial disparities in the team work domain, with third-year students score was lower than the first students, whereas first-year students had the highest score in the most of IPE categories, unless collaboration and conflict management (p>0.05). The post-IPE domains’ score showed significant differences in all of the domains. Most of the IPE domains had higher score in first year students, excluding communication and team work.