Sasiana Gilar Apriantika
Jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Konsep Cinta Menurut Erich Fromm; Upaya Menghindari Tindak Kekerasan dalam Pacaran Sasiana Gilar Apriantika
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 10, No 1 (2021): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Pendidikan Sosiologi FIS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v10i1.41050

Abstract

Kekerasan dalam pacaran (Dating Violence) merupakan pelecehan fisik, seksual, emosional atau verbal dari pasangan romantik atau seksual. Data terakhir Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2017 menyebutkan, terdapat 16% angka kekerasan dalam pacaran, dengan angka mencapai 1.873 kasus, dan masih terus bertambah. Beberapa faktor menjadi penyebab munculnya kekerasan dalam pacaran, baik dari faktor eksternal (konstruk budaya), maupun faktor internal (individu). Tulisan ini mencoba mengurai tentang bagaimana pemaknaan konsep cinta yang keliru, sebagai basis dari terbentuknya hubungan pacaran yang diskriminatif. Tinjauan tentang hakikat cinta dan bagaimana pemaknaan tentang cinta, dilakukan dengan menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Erich Fromm. Kajian ini menjadi penting untuk menjelaskan bagaimana seharusnya  pemaknaan tentang cinta sebagai sebuah proses menjadi (To Be), bukan sebagai tujuan untuk memiliki (To Have). Kajian ini memungkinkan individu lebih bisa memaknai hubungan pacaran dengan konsep cinta yang produkif, sehingga terbebas dari tindak kekerasan dalam pacaran, baik sebagai korban maupun pelaku.
ANALISIS PENGATURAN PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR DIGITAL PADA MASA PANDEMI COVID-19 LEVEL MIKRO DAN MAKRO Sasiana Gilar Apriantika; Poerwanti Hadi Pratiwi; Aris Mariana; Datu Jatmiko
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 11, No 1 (2022): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Pendidikan Sosiologi FIS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v11i1.59124

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk pemetaan pengaturan pemanfaatan sumber belajar digital (SBD) dalam perguruan tinggi dalam level mikro (satuan Pendidikan, daerah) maupun level makro (kementerian dan pusat), sebagai bentuk dukungan regulasi dalam pembelajaran daring masa Pandemi Covid-19 khusunya berkaitan dengan penggunaan sumber belajar digital. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan Teknik pengumpulan data menggunakan analisis isi (analisis konten). Analisis konten digunakan dengan melakukan kajian terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kebijakan sumber belajar digital yang terdiri dari 10 dokumen kebijakan. Hasil dari penelitian ini adalah kebijakan berkaitan dengan Sumber Belajar Digital belum banyak ditemukan, namun lebih banyak kebijakan terkait aspek pendidikan selama Pandemi Covid-19 adalah berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran daring. Pada 10 dokumen kebijakan secara umum, terdapat beberapa poin yang menjadi fokus pembahasan kebijakan. Terdapat 2 level, yaitu level Makro dan mikro. Pada level makro, dokumen kebijakan lebih banyak mengatur tentang (1) pihak yang terlibat dalam pembelajaran di masa Pandemi Covid-19. (2) Menata Ulang Pendidikan dan Mempercepat Perubahan Positif dalam Pengajaran dan Pembelajaran/ (3) Peluang dan Tantangan Pemanfaatan Sumber Belajar Digital (SBD) Selama Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19. Sedangkan pada level mikro (tingkat perguruan tinggi UNY) (1) analisis kebijakan berfokus pada kebijakan berkaitan dengan pembelajaran daring di level Universitas Negeri Yogyakarta. Sebelum pandemic Covid-19, UNY telah melaksanakan Hybrid Learning. (2) Pembatasan kerja dan pembatasan belajar bagi sivitas akademika UNY.
Transformasi Nilai Maskulinitas Laki-Laki Pengguna Kosmetik Ngafiatut Diniyah; Farida Hanum; Sasiana Gilar Apriantika
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 12, No 1 (2023): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiolgi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v12i1.58087

Abstract

Penelitian mengkaji alasan laki-laki menggunakan kosmetik dan transformasi nilai maskulinitasnya. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan laki-laki menggunakan kosmetik yaitu untuk mengatasi masalah wajah dan kulit, menjaga penampilan, merawat diri, sumber konsep merawat diri pada laki-laki, dan tuntutan pekerjaan. Penggunaan kosmetik pada laki-laki menunjukkan terjadinya transformasi nilai maskulinitas di masyarakat.  Laki-laki yang peduli dengan kesehatan wajah dan kulit melalui penggunaan produk kosmetik. Aspek-aspek maskulin ditunjukkan dengan peduli penampilan fisik selain memperhatikan penampilan dan tubuh berisi, cerah dan wangi). Penelitian menemukan bahwa telah terjadi perubahan atau pergeseran pada nilai maskulinitas yang ada di masyarakat ditunjukkan dengan penggunaan produk kosmestik.
Religiosity versus class existence: Indonesian Muslim middle class fashion consumption on Instagram Sasiana Gilar Apriantika
SIMULACRA: JURNAL SOSIOLOGI Vol 6, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/sml.v6i1.19034

Abstract

This study aimed to see how the consumption behavior of the Muslim middle class through the digital space is within a dualistic view, namely as a religious identity or as an affirmation of class identity. This study used the Norman Fairclough Critical Discourse Analysis (CDA) method by analyzing three aspects: text, discursive analysis, and social practice. The scope of this research analysis is the content (in the form of posts) tagged on the official Instagram accounts of three Muslim fashion brands that produce Islamic clothing, namely (Brand A), (Brand B), and (Brand C). The results suggest that middle class Muslim fashion is no longer just an aspect of religiosity and religious identity, but has become a class affirmation. Social media postings using Muslim fashion brands (both A, B, and C) and then tagging them on the brands’ official Instagram accounts shows a strengthening of class identity. Identifying Muslim fashion by tagging the brands that appear can confirm that they are able to consume Hijabs and Muslim clothing are not only used to identify symbols of religion or religiosity, but more as symbols of social class. The use of Muslim fashion is not enough except to show class identity.
Interaksi manusia dan alam pada tradisi sedekah bumi di Japon Blora Erwanda Mareta Putri; Vicensia Indah Sri Pinasti; Sasiana Gilar Apriantika
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 12, No 2 (2023): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v12i2.60988

Abstract

Penelitian meengkaji perkembangan tradisi sedekah bumi sebagai bentuk relasi antara manusia dan alam di Japon , Blora, Jawa Tengah. Dengan pendekatan kualitatif melalui penelitian lapangan mewawancarai dan mengamati kegiatan dilokasi, penelitian mengidentifikaasi pergeseran makna tradisi sedekah bumi dalam kehidupan modern.  Tradisi ini tidak sekedar dipahami sebagai wujud syukur dari hasil panen yang didapatkan melainkan wujud syukur kepada Tuhan atas kesehatan dan keselamatan yang diberikan. Bentuk relasi manusia dan alam pada tradisi sedekah bumi ini adalah masyarakat menggunakan hasil yang diperolehnya, kemudian diolah menjadi makanan. Tradisi ini mendapatkan dukungan penuh dari tokoh dan anggota masyarakat di Japon, Blora.
Domination and Intimidation as Forms of Symbolic Violence in Adolescent Dating Relationships Apriantika, Sasiana Gilar; Hendrastomo, Grendi; Agustina, Dwi; Hidayah, Nur
JSW (Jurnal Sosiologi Walisongo) Vol 7, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Social and Political Sciences - UIN Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/jsw.2023.7.2.16046

Abstract

The National Commission on Violence Against Women in Annual Record Data 2021 stated that there were 1309 cases of violence in personal relationships in 2020. Among these cases, psychological, physical, and sexual aggression is the most prevalent. This research aims to explore what forms of violence in dating, i.e., domination and intimidation, are experienced by adolescents. This research uses a qualitative approach, with data collected through survey methods. The findings show that domination and intimidation are experienced by more than half of adolescents in dating relationships. The two forms of domination are expectations from and sacrifice for a partner. Meanwhile, the forms of intimidation are speaking in a high tone, threatening, and inflicting fear to do something without the partner’s permission. This violence continues perpetuating, with Doxic through rules that are never considered coercion. This research has implications for educating the adolescents about various forms of violence in relationship that are often considered as a normal things.
The binary of gender-based spaces in schools: A heterotopia study in Yogyakarta Apriantika, Sasiana Gilar; Supraja, Muhamad; Itriyati, Fina
SIMULACRA: JURNAL SOSIOLOGI Vol 7, No 2 (2024): November
Publisher : Universitas Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/sml.v7i2.27385

Abstract

This study aims to explore how schools legitimize public as gender based power spaces. This research uses a qualitative approach, aspecially caes study methode. This research uses the theory of the heterotopia concept by Michel Foucault. Research findings indicate that there is gender-based spatial polarization, particularly in engaging in activities outside class hours. The hall, aisle, and canteen are predominantly occupied by male students, while the classrooms are mostly occupied by female students. Masculinity as a gender role taught to male students makes them more familiar with activities and relationships in public spaces. The traits of dominance and bravery make male students more comfortable socializing in their surroundings, allowing them to enjoy their breaktime in the hall and corridor. Meanwhile, femininity as a gender role taught to female students, makes them more at ease spending their break time in the classroom, because the classroom is the only space they posses personally. So, the responsibility of caring for and maintaining the classroom is also more heavily borne by female student. Schools legitimize space as a landscape that forms a binary relationship between private and public spaces. This polarization also emphasizes how schools serve as a platform to prevent individuals from becoming deviant and crisis actors.
Konsep Pendidikan Asah, Asih, Asuh dalam Pedagogi Feminis dan Tantangannya di Indonesia Sasiana Gilar Apriantika
Sosietas: Jurnal Pendidikan Sosiologi Vol 14, No 1 (2024): Sosietas : jurnal pendidikan sosiologi
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/sosietas.v14i1.72677

Abstract

The development of the educational paradigm has brought changes and adaptations in the implementation of education, both globally and at the local level. One of the recent developments in the educational paradigm is feminist pedagogy. This article aims to explore how the principles of feminist pedagogy have emerged in the concept of Asah, Asih, Asuh education and the challenges of applying feminist pedagogy in the education system in Indonesia. The method used is a literature study that uses literature review from various sources in accordance with the field of study such as books, journal articles, and research results. This research results in a study that the concept of Asah which means educating which focuses on developing cognitive aspects, is relevant to the concept of feminist pedagogy to produce education that is not value-free. Where education needs to pay attention to the different conditions and characters of each actor, so as to produce contextual and conditioned education. Furthermore, Asih, means giving sincere affection to each other and developing good values in life. Where this concept is relevant to the main principles of feminist pedagogy to provide compassion-based education. Third is Asuh, an educational concept that emphasizes developing an independent personality. This concept is relevant to the principles of feminist pedagogy in the form of education based on empowerment, by maximizing every potential of students and teachers in ongoing learning.