Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Perbedaan Tatalaksana Mual Muntah Pasca Operasi pada Konsensus Terbaru: Tinjauan Literatur Firdaus, Riyadh; Setiani, Dea Britta Hilda
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 40 No 1 (2022): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (542.734 KB) | DOI: 10.55497/majanestcricar.v40i1.243

Abstract

Mual dan muntah merupakan dua efek samping pasca operasi yang paling sering ditemui. Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) juga erat kaitannya dengan lama rawat pasien di ruang pemulihan, perawatan yang sebelumnya tidak direncanakan, serta meningkatnya biaya perawatan. Tatalaksana PONV yang optimal merupakan serangkaian proses yang kompleks. International Anesthesia Research Society (IARS) mengeluarkan pedoman keempat untuk tatalaksana PONV pada Agustus 2020 lalu. Sebelumnya IARS telah mempublikasikan tiga pedoman terdahulu yaitu pada tahun 2003, 2009, dan 2014. Pedoman konsensus terbaru PONV memberikan lebih banyak evidence-based untuk tatalaksana PONV yang komprehensif baik pada orang dewasa maupun anak. Profilaksis multimodal PONV meliputi kombinasi antiemetik dari golongan yang berbeda, menggunakan dosis efektif minimum, minim penggunaan opioid, dan anestesi inhalasi. Prinsip – prinsip tatalaksana PONV pada pedoman saat ini juga diaplikasikan untuk tatalaksana PONV pada Enhanced Recovery Pathways.
Prediktor Luaran Pada Cedera Kepala: Laporan Kasus Berbasis Bukti Firdaus, Riyadh; Yunda, Girhanif Amri; Devani, Krissa; Gunanta, Yohanes
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 41 No 3 (2023): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v41i3.366

Abstract

Pendahuluan: Cedera kepala masih menjadi tantangan besar di dunia. Jumlahnya menyumbang mortalitas dan morbiditas lebih banyak dibandingkan dengan jenis trauma lain. Pada cedera kepala, prakiraan luaran merupakan satu hal yang sering didebatkan dan prediksi luaran pasien penting untuk menentukan keputusan klinis dokter. Pencarian literatur dilakukan sesuai pertanyaan klinis dan terstruktur menggunakan Cochrane Library® dan PubMed®. Presentasi Kasus: Seorang laki-laki 28 tahun dibawa ke instalasi gawat darurat dengan keluhan utama ditemukan tidak sadar di jalan selama 3 jam karena kecelakaan lalu lintas. Nilai GCS saat datang ke instalasi gawat darurat (IGD) E1M2V2. Pada saat penanganan di IGD terjadi perbaikan GCS menjadi E2M4Vett setelah pemberian manitol. Dilakukan CT scan (Computed Tomographic scan) ditemukan perdarahan epidural, perdarahan subdural dengan herniasi subfalcine 0,7 cm, dan fraktur multipel wajah. Selanjutnya diputuskan untuk tindakan kraniotomi dekompresi dan debridement. Pasien diintubasi dan diberikan cairan kristaloid serta transfusi darah selama persiapan preoperatif hingga hemodinamik stabil. Dilakukan pembiusan umum dan pasien diposisikan terlentang dengan elevasi kepala 30 derajat. Selama intraoperatif, hemodinamik pasien dijaga dengan kecukupan cairan maintenance dan produk darah tanpa menggunakan obat topangan. Pascaoperasi pasien dirawat di intensive care unit (ICU) selama 7 hari. Simpulan: Luaran buruk dan mortalitas cedera kepala dapat diprediksi secara klinis dengan melihat adanya hipotensi, perdarahan epidural, pembengkakan cisterna, skor Full Outline of Unresponsiveness (FOUR), Glasgow Coma Scale (GCS) terutama motorik, Abbreviated Injury Scale – Head (AIS-H), skoring radiologis CT (Computed Tomographic) dengan skor Marshall atau Rotterdam, serta uji yang sudah divalidasi dengan International Mission on Prognosis and Analysis of Clinical trials in Traumatic brain injury Extended (IMPACT-E). Kata kunci: cedera kepala; Evidence-based Medicine; mortalitas; penilaian klinis; prediktor luaran.
Sulit intubasi: Tantangan dan Masa depannya Firdaus, Riyadh
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 1 (2024): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i1.397

Abstract

Intubasi merupakan prosedur medis yang umum dijumpai dengan risiko seperti nyeri dan trauma. Sulit intubasi, disebabkan oleh faktor anatomi atau patologis, merupakan tantangan serius dalam praktik klinis. Sulit intubasi dapat menyebabkan komplikasi serius dan bahkan kematian. Evaluasi pra-anestesi penting untuk mendeteksi potensi sulit intubasi dengan menggunakan prediktor klinis seperti skor Mallampati dan Cormack-Lehane. Integrasi teknologi medis terkini, seperti video laringoskop, dapat meningkatkan keberhasilan dan keamanan prosedur. Namun, pemilihan alat harus mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pengembangan metode baru, seperti penggunaan 3D imaging, sedang diteliti untuk meningkatkan pemahaman dan penanganan sulit intubasi.
Tatalaksana Kejang Intraoperatif pada Operasi Glioma dengan Tehnik Awake Craniotomy Sutaniyasa, I Gede; Firdaus, Riyadh; Bisri, Dewi Yulianti
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24244/jni.v12i3.558

Abstract

Tehnik Awake Craniotomy (AC) untuk reseksi tumor glioma di area eloquent, menjadi pilihan untuk menghindari gangguan neurologis dan kognitif pascabedah. Perempuan, 34 tahun, diagnosa tumor intra-axial (high grade glioma), dengan keluhan kejang fokal pada tangan kiri sejak 4 bulan sebelumnya. Pemeriksaan MRI kepala dengan kontras ditemukan massa supratentorial intra-axial mengesankan suatu primary malignant brain tumor (high grade glioma). Dilakukan operasi AC dengan Monitored Consciuos Sedation (MCS), menggunakan dexmedetomidine dan scalps block. Selama operasi pasien mengalami 3 kali kejang, dari kejang fokal sampai kejang umum. Lama operasi 4 jam, reseksi tumor lebih dari 60%, operasi selesai karena pasien mengalami gangguan fungsi motorik pada ekstremitas atas dan bawah kiri. Pascabedah di rawat di ICU selama 2 hari, mengalami satu kali kejang pascabedah, dengan hemiparese sinistra grade 3. Kejang merupakan salah satu komplikasi yang paling sering dilaporkan pada prosedur AC. Kejang intraoperatif bisa menggagalkan AC, diganti ke anestesi umum dengan intubasi atau pemasangan laryngeal mask airway (LMA), dan kejang saat AC dikaitkan dengan meningkatnya morbiditas dan lama perawatan di rumah sakit Pemilihan pasien yang tepat, dukungan psikologis perioperatif, tim anestesi dan bedah yang berpengalaman memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi dengan prosedur AC.Management of Intraoperative Seizures during Awake Craniotomy in Glioma Tumors AbstractThe Awake Craniotomy (AC) technique for resection of glioma tumors in the eloquent area is performed, while preserving neurological and cognitive functioning. Female, 34 years old, diagnosed with an intra-axial tumor (high-grade glioma), with complaints of focal seizures in the left hand since 4 months before. Head MRI examination with contrast found a supratentorial intra-axial mass suggesting a primary malignant brain tumor (high-grade glioma). AC surgery was performed with monitored conscious sedation (MCS), using dexmedetomidine and scalp blocks. During the operation, the patient had three seizures, ranging from focal seizures to generalized seizures. Operation time was 4 hours, tumor resection was more than 60%, and the operation was completed because the patient had impaired motor function in the left upper and lower extremities. Postoperatively, he was treated in the ICU for 2 days and experienced one postoperative seizure with grade 3 left hemiparesis. Seizure is one of the most commonly reported complications associated with awake craniotomy. Intraoperative seizure resulted in AC failures, requiring intubation or laryngeal mask airway change to to general anesthesia, and seizures during AC were associated with increased neurological short-term morbidity and a longer length of hospital stay. Selection of the right patient, perioperative psychological support, an experienced anesthetic and surgical team play an important role in the success of surgery with AC procedures.
Manajemen Anestesi pada Kraniotomi Pengangkatan Tumor Meningioma dengan Riwayat Operasi Kliping Aneurisma: Studi Kasus Firdaus, Riyadh; Omega, Andy; Lantang, Anastasia Magdalena; Yustisia, Fitria Isnarsandhi
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 12, No 2 (2023)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24244/jni.v12i2.549

Abstract

Eksistensi dari tumor otak beserta dengan aneurisma serebral sangat jarang terjadi, dengan estimasi kejadian 0,5-4,5%. Prioritas tatalaksana pembedahan pada dua patologi yang terjadi bersamaan ini belum jelas, di mana sering kali operasi pada aneurisma serebral didahulukan terlebih dahulu, sebelum dilakukan operasi pengangkatan tumor otak. Penanganan tumor otak pada pasien dengan riwayat kliping aneurisma memiliki tantangan tersendiri dalam bidang anestesi, di mana tindakan anestesi memiliki tujuan untuk menurunkan resiko ruptur aneurisma, mencegah iskemik serebral, serta mengoptimalkan fungsi sistemik dalam memfasilitasi prosedur surgikal. Studi kasus ini melaporkan perempuan 58 tahun dengan operasi pengangkatan tumor meningioma dengan riwayat kliping aneurisma. Operasi kliping aneurisma dilakukan 3 bulan sebelum dilakukan pengangkatan tumor otak. Pasien dengan klinis nyeri kepala dan pandangan mata kanan yang kabur, tanpa defisit neuorologis lainnya. Manajemen anestesi dilakukan dengan target tidak menaikan tekanan intrakranial, dengan analgetik adekuat, teknik relaksasi otak yang baik, serta pencegahan hiperkapnia, hipokapnia, serta hipoksia. Selain itu tekanan darah yang harus dijaga dengan mencegah terjadinya hipotensi ataupun hipertensi. Di akhir operasi, pasien diekstubasi dan melanjutkan perawatan lanjut di ruang rawat intensif. Pada pemeriksaan postoperasi pasien dengan kesadaran baik, tanpa kejang, serta tanpa defisit neurologisAnesthesia Management in Craniotomy Removal Tumor Meninigoma of Patient with History of Aneurysm Clipping Surgery: a Case ReportAbstractThe co-existence of brain tumors with cerebral aneurysms is extremely rare, with an estimated incidence of 0,5-4,5%. The priority for surgical treatment of these two pathologies is not clear, where surgery on a cerebral aneurysm is sometimes performed initially before surgical removal of brain tumor. Treatment of brain tumors in patients with a history of clipping aneurysm has its own challenges in the field of anesthesia, where anesthetic action has the goal of reducing the risk of aneurysm rupture, preventing cerebral ischemia, and optimizing systemic function while facilitating surgical procedures. This case study reports on a 58-year-old woman who underwent surgical removal of a meningioma tumor with a history of aneurysm clipping. Aneurysm clipping surgery was performed 3 months before brain tumor removal. Patient with clinical headache and blurred vision in the right eye, without other neurological deficits. Anesthetic management is carried out with the target of preventing further increase in intracranial pressure, with adequate analgesia, proper brain relaxation techniques, and prevention of hypercapnia, hypocapnia, and hypoxia. In addition, blood pressure must be maintained by preventing hypotension or hypertension. At the end of the operation, the patient was extubated and transffered to the intensive care unit. On postoperative examination the patient was conscious, without seizures, and without neurological deficits
Efek Penggunaan Propofol terhadap Kejadian Disfungsi Kognitif Pasca Operasi pada Pasien Lanjut Usia: Sebuah Telaah Sistematik Firdaus, Riyadh; Tantri, Aida Rosita; Wicaksana, Daffa Abhista; Theresia, Sandy; Anakotta, Vircha
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24244/jni.v11i3.481

Abstract

Latar Belakang dan Tujuan: Disfungsi kognitif pascaoperasi/Postoperative Cognitive Dysfunction (POCD) umum terjadi pada pasien usia lanjut setelah operasi. Propofol merupakan salah satu agen anestesi yang sering digunakan, namun keterkaitannya dengan kejadian POCD. Telaah sistematik ini bertujuan mengetahui efek anestesi propofol terhadap POCD pada pasien lanjut usia.Subjek dan Metode: Penelusuran literatur melalui database PubMed, Cochrane, dan ScienceDirect untuk mengidentifikasi semua uji acak yang membandingkan tingkat kejadian POCD pada pasien lanjut usia ? 55 tahun yang menerima agen anestesi propofol dengan agen anestesi lainnya dan dipublikasikan dalam Bahasa Inggris. Artikel sekunder yang bukan merupakan jurnal dan artikel penelitian akan dieksklusi. Cochrane Risk of Bias digunakan untuk menilai potensi bias. Hasil: Kami mengidentifikasi 3 uji acak dengan total 478 pasien yang menjalani pembedahan. 478 pasien yang menjalani operasi non-kardiak. 212 subjek mendapatkan intervensi propofol, 266 mendapat intervensi agen anestesi lain seperti dexmedetomidine, midazolam, atau sevoflurane. Mayoritas membahas perbandingan propofol dan agen anestesi lain terhadap kejadian POCD pada bedah non-kardiak Simpulan: Propofol dan agen anestesi lain seperti dexmedetomidine, midazolam, dan sevoflurane tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap insidensi POCD pada pasien lanjut usia. Namun, propofol terbukti memiliki insidensi POCD jangka pendek yang lebih rendah dibandingkan dengan agen anestesi lain..
Penggunaan Lidokain Intravena untuk Adjuvan Obat Analgesik pada Operasi Bedah Saraf Firdaus, Riyadh; Tantri, Aida Rosita; Kurniawan, Teddy; Agusta, Laksmi Senja; Fadhila, Fulki; Sukoco, Gunawan; Reza, Harris Putra
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 11, No 2 (2022)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.975 KB) | DOI: 10.24244/jni.v11i2.448

Abstract

Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang bersifat subjektif yang melibatkan sensoris, emosional, dan tingkah laku yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kerusakan jaringan. Manajemen nyeri pascaoperasi dinilai esensial karena akan memberikan hasil luaran yang baik pada pasien serta meningkatkan kualitas hidup pascaoperasi. Opioid merupakan obat analgesik intravena yang paling sering digunakan sebagai terapi nyeri perioperatif, namun memiliki efek samping yang kurang menyenangkan. Pengembangan dalam penggunaan obat analgesik yang lebih efektif diperlukan, salah satu adalah lidokain intravena yang memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan opioid. Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan lidokain sebagai obat analgesik intraoperatif memiliki efek samping minimal dan pemulihan lebih cepat. Penelitian lain juga menunjukkan penggunaan lidokain sebagai analgesik pada operasi bedah saraf memiliki efek yang cukup baik. Maka dari itu, tinjauan pustaka ini akan membahas mengenai penggunaan lidokain sebagai terapi adjuvan obat analgesik, khususnya pada operasi bedah saraf.The Use of Intravenous Lidocaine as Adjuvant Analgesia in NeurosurgeryAbstractPain is a subjective feeling or experience involving sensory, emotional, and unpleasant behavior caused by tissue damage. Postoperative management is considered essential because it will provide excellent results for patients and improve postoperative quality of life. Opioids are intravenous analgesic drugs that are most often used as perioperative pain therapy but have unpleasant side effects. Developments in using more effective analgesic drugs are needed, one of which is intravenous lidocaine which has fewer side effects than opioids. Several studies have shown that lidocaine as an intraoperative analgesic drug has minimal side effects and faster recovery. Other studies have also shown lidocaine as an analgesic in neurosurgery surgery to have a fairly good effect. Therefore, this literature will discuss lidocaine as an adjuvant therapy, especially in neurosurgery operations.
The Effect of Integrative Learning on Improving Understanding of Science Concepts of Grade V Elementary Students Public School 40 Negeri Katon Firdaus, Riyadh; Herpratiwi, Herpratiwi; Fitriawan, Helmy; Firdaus, Rangga
JURNAL PAJAR (Pendidikan dan Pengajaran) Vol 8, No 5 (2024)
Publisher : Laboratorium Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33578/pjr.v8i5.10012

Abstract

The problem in this study is the low learning outcomes of fifth grade students of SD Negeri 40 Negeri Katon Pesaaran. The purpose of this study was to determine the effect of integrative learning on increasing the understanding of science concepts of Class V Students of Elementary School Negeri 40 Negeri Katon. The research method used in this research is Quasi Experiment can be interpreted as research that is close to experiments or pseudo experiments. This research design uses a "non-equivalent control-group design", then the two groups are both given a pre-test and post-test, but only the experimental group is given treatment in this study taken using Purposive Sampling technique. Data collection techniques using concept understanding tests, observation and documentation with data analysis using simple linear regression tests the results showed that r count 0 with N = 20 for α = 0.05 obtained r table 0.444; so that r count> r table (0>0.444). Then R square = the magnitude of the termination coefficient (carrying capacity) of the independent variable (Integrative Learning model) in predicting the magnitude of the dependent variable (understanding of the science concept of students) of 0. So it can be concluded that there is an effect of Integrative Learning on increasing the understanding of science concepts of Class V Students of State Elementary School 40 Negeri Katon in the 2023/2024 school year.
The Use of Ketamine in Traumatic Brain Injury Firdaus, Riyadh; Natanegara, Ahmad Pasha; Sutedja, Anasthasia D.; Kartika, Gloria
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 14, No 1 (2025)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24244/jni.v14i1.633

Abstract

Ketamine, initially developed as an anesthetic agent, has gained significant attention for its potential therapeutic effects in various neurological conditions, particularly in patients with traumatic brain injury (TBI). The use of ketamine is controversial, especially due to concerns that it may increase intracranial pressure in patients with TBI. In this case report, a 29-year-old male with a diagnosis of severe head injury complicated by hemorrhagic shock from multiple traumas presented with decreased consciousness, active bleeding from the extremities, and hemodynamic instability. Rapid Sequence Intubation (RSI) was performed, during procedure which the patient was administered ketamine at a dose of 1 mg/kg, lidocaine 1.5 mg/kg, and rocuronium at 1 mg/kg. Fluid resuscitation with 1000 ml of crystalloid solution and norepinephrine drip 0.1 mcg/kg/min was also initiated. Post-resuscitation, the patient's hemodynamics were monitored and found stable. A literature search revealed systematic reviews from 2020 and studies from 2022 that focused on outcomes related to intracranial pressure and mortality in TBI patients receiving ketamine. The use of ketamine did not demonstrate evidence of harm in patients with traumatic head injury.
Anesthesia Management for Epilepsy Surgery with Total Intravenous Anesthesia: A Case Report Firdaus, Riyadh; Talitaputri, Clarissa Emiko
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 14, No 1 (2025)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24244/jni.v14i1.649

Abstract

Background: Epilepsy is a neurological disorder characterized by recurrent seizures, affecting many aspects of life. Approximately 3040% of patients do not respond to antiepileptic medications, making surgery a crucial option. While only 1030% of these patients qualify for surgical intervention, procedures like temporal lobectomy are becoming more common. Anesthetic management is essential for intraoperative mapping of the epileptogenic focus. This case report discusses anesthetic strategies in elective epilepsy surgery. Case: A 55-year-old man with recurrent seizures was scheduled to undergo temporal lobectomy with amygdala-hippocampectomy. The patient was classified as American Society of Anesthesiologists (ASA) class 2 without sign of increased intracranial pressure and there was no plan to use intraoperative functional monitoring or intraoperative electroencephalogram by the surgeon, as the epileptogenic focus could be identified through previous functional magnetic resonance imaging (fMRI). The patient underwent general anesthesia with total intravenous anesthesia (TIVA) using a combination of propofol, remifentanil, and rocuronium. Depth of anesthesia was monitored using the Bispectral Index (BIS). There were no significant hemodynamic fluctuations intraoperatively, except for bradycardia during manipulation of the limbic system. The patient was extubated at the end of the operation and there were no seizures during postoperative monitoring. Conclusion: In epilepsy surgery, it is important to understand if intraoperative electrocorticography is planned, the impact of anesthetic drugs on epilepsy, brain protection management, hemodynamics, and early neurological function assessment postoperatively. The use of TIVA, along with adequate monitoring of the depth of anesthesia, is safe and beneficial for assessing neurological function early