AUTAR ABDILLAH
Unknown Affiliation

Published : 18 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

PROSES KREATIF KIRUN DALAM KESENIAN KETOPRAK DAN LUDRUK BANGKIT ALFARIZS, RIZCKY; ABDILLAH, AUTAR
APRON Jurnal Pemikiran Seni Pertunjukan Vol 1, No 15 (2020)
Publisher : APRON Jurnal Pemikiran Seni Pertunjukan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT Kirun is a talented ludruk artist and also a talented ketoprak. When he was young he often studied and played ludruk in various places. People can learn to be funny but there are people who are really funny. Abah Kirun made this hermitage intending to treat traditional arts and culture. In addition, Abah Kirun preserves art so it is not lost by the current of globalization. He was also born from ludruk and ketoprak artists since he was young. With the creative ideas from Abah Kirun, Indonesian people love their culture more. In the art of Ketoprak and Ludruk Abah Kirun has a unique creativity starting from the cultivation of the play to another interesting thing there are several performances of Ludruk from Abah Kirun, Jula Juli. Her chants are in round 4 or mid-staging. Abah Kirun also often directs Ketoprak and Ludruk which he created himself. The research method used is qualitative. Data collection techniques used in this study were interviews, observation, and documentation validated using triangulation of sources, techniques, and methods. Furthermore, the data obtained will be reduced data, data interventions, and drawing conclusions The results of this study indicate that Ketoprak and Ludruk Abah Kirun work together with one another. Starting from the method of cultivation of the round, cultivation techniques, factors of creativity to those raised in cultivation are almost synergized with each other. The commercial problems of Ketoprak and Ludruks art have an impact on the continuity of this traditional art, so there are also several factors in creativity ranging from environmental factors to social factors. Frequent achievement also increases the selling price and manages the creativity of Ketoprak and Ludruk Abah Kirun Abah Kirun. Keywords: Creativity, Ludruk, Ketoprak, Abah Kirun
PROSES KREATIF KIRUN DALAM KESENIAN KETOPRAK DAN LUDRUK BANGKIT ALFARIZS, RIZCKY; ABDILLAH, AUTAR
APRON Jurnal Pemikiran Seni Pertunjukan Vol 1, No 15 (2020)
Publisher : APRON Jurnal Pemikiran Seni Pertunjukan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT Kirun is a talented ludruk artist and also a talented ketoprak. When he was young he often studied and played ludruk in various places. People can learn to be funny but there are people who are really funny. Abah Kirun made this hermitage intending to treat traditional arts and culture. In addition, Abah Kirun preserves art so it is not lost by the current of globalization. He was also born from ludruk and ketoprak artists since he was young. With the creative ideas from Abah Kirun, Indonesian people love their culture more. In the art of Ketoprak and Ludruk Abah Kirun has a unique creativity starting from the cultivation of the play to another interesting thing there are several performances of Ludruk from Abah Kirun, Jula Juli. Her chants are in round 4 or mid-staging. Abah Kirun also often directs Ketoprak and Ludruk which he created himself. The research method used is qualitative. Data collection techniques used in this study were interviews, observation, and documentation validated using triangulation of sources, techniques, and methods. Furthermore, the data obtained will be reduced data, data interventions, and drawing conclusions The results of this study indicate that Ketoprak and Ludruk Abah Kirun work together with one another. Starting from the method of cultivation of the round, cultivation techniques, factors of creativity to those raised in cultivation are almost synergized with each other. The commercial problems of Ketoprak and Ludruks art have an impact on the continuity of this traditional art, so there are also several factors in creativity ranging from environmental factors to social factors. Frequent achievement also increases the selling price and manages the creativity of Ketoprak and Ludruk Abah Kirun Abah Kirun. Keywords: Creativity, Ludruk, Ketoprak, Abah Kirun
Posisi Liminal Batik Tulis Tenun Gedog Sanggar Sekar Ayu Wilujeng dalam Glokalisasi Agustin, Iffah Ainul Fajariyah; Abdillah, Autar; Lodra, I Nyoman
LOKABASA Vol 11, No 2 (2020): Vol. 11 No. 2, Oktober 2020
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v11i2.28005

Abstract

This study aims to discuss the liminality of Gedog woven batik in its position as a product of Indonesian art and culture in glocalization. This research begins by discussing the historiography of batik and the problems of batik in global cultural treasures, the identification of the batik motifs of the Gedog woven at Sanggar Sekar Ayu Wilujeng, and conservation efforts undertaken in the global arena, in terms of glocalization. This study used a qualitative descriptive analytic study, which was conducted at Sanggar Sekar Ayu Wilujeng, Tuban Regency, East Java. Primary data of the study were obtained by direct observation at Sanggar Sekar Ayu Wilujeng and documentation study related to the woven batik Gedog. Furthermore, data analysis was carried out by looking at historiography, development of form, meaning, and philosophy, development of its use or functionalias, and the liminal position of gedog woven batik in glocalization. The results showed that the liminal position of Gedog woven batik at Sanggar Sekar Ayu Wilujeng placed it in a strategic position in the global arena as an effort to preserve and preserve Indonesia's cultural assets. Batik motifs, conceptualization, manufacture, and use of hand-woven batik gedog are still preserved by their sacredness and initial philosophy until now. This is because the hand-woven batik gedog embodies the people of Tuban Regency through its motives. Furthermore, the locality that is in the woven batik gedog is strengthened, and is reflected back to the global scene as glocalization. The reflection process is an institutional isomorphism mechanism for the handmade batik of Sanggar Sekar Ayu Wilujeng as a cultural product, and as an effort to preserve cultural products.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk membahas liminalitas batik tulis tenun gedog dalam posisioningnya sebagai produk seni budaya Indonesia dalam glokalisasi. Penelitian ini diawali dengan membahas historiografi batik dan permasalahan batik dalam khasanah kebudayaan global, identifikasi motif batik tulis tenun gedog Sanggar Sekar Ayu Wilujeng, dan upaya pelestarian yang dilakukan dalam kancah global, dalam istilah glokalisasi. Penelitian ini menggunakan kualitatif dengan penjabaran deskriptif analitik, yang dilakukan di Sanggar Sekar Ayu Wilujeng, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada Januari 2019 hingga Januari 2020, terhitung mulai dari pengajuan rencana penelitian, hingga penulisan artikel terkait batik tulis tenun gedog. Data primer penelitian didapatkan dengan observasi secara langsung di Sanggar Sekar Ayu Wilujeng dan studi dokumentasi terkait batik tulis tenun gedog. Selanjutnya, analisis data dilakukan dengan menggunakan melihat historiografi, perkembangan bentuk, makna, dan filosofi, perkembangan penggunaannya atau fungsionaliasnya, dan posisi liminal batik tulis tenun gedog dalam glokalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi liminal batik tulis tenun gedog Sanggar Sekar Ayu Wilujeng menempatkannya dalam posisi strategis dalam kancah global sebagai upaya pelestarian dan aset budaya Indonesia. Motif batik, konseptualisasi, pembuatan, dan pemanfaatan batik tulis tenun gedog masih terjaga kesakralan dan filosofi awalnya sampai saat ini. Hal ini dikarenakan batik tulis tenun gedog menubuh dengan masyarakat Kabupaten Tuban melalui motif-motifnya. Selanjutnya, lokalitas yang ada di dalam batik tulis tenun gedog diperkuat, dan dipantulkan kembali ke kancah global sebagai glokalisasi. Proses refleksi tersebut merupakan mekanisme isomorfisme institusional terhadap batik tulis tenun gedog Sanggar Sekar Ayu Wilujeng sebagai produk budaya, dan sebagai upaya pelestarian produk budaya.
JEMEK SUPARDI: BERPOLITIK MELALUI KARYA PANTOMIM sabri, indar; Jazuli, Muhammad; Sumaryanto, Totok; Abdillah, Autar
GETER Vol 2, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/geter.v2n1.p46-54

Abstract

Keterlibatan seniman di dunia politik sebagai legislatif sejak era reformasi di Republik Indonesia kian marak. Keberadaan seniman dianggap representatif sebagai salah satu perwakilan dari masyarakat oleh partai politik, keterlibatan seniman dalam dunia politik peraktis terkadang menimbulkan berbagai pertanyaan tentang kesenimannya itu sendiri. “Seni yang terlibat”dapat diartikan sebagai seni yang memiliki garis lurus yang tegas antara karya dan laku atau menciptakan  karya yang bertema politik, sedangkan kehidupan peraktis sehari-hari seniman justru apolitis. Jemek Supardi merupakan salah satu seniman yang banyak menciptakan karya-karya bertemakan politik namun tidak terjun dalam dunia politik praktis. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, dokumen dan wawancara yang dipaparkan secara diskriptif. hasil yang didapat adalah sejak Indonesia memasuki era reformasi 1997 hingga saat ini, Jemek Supardi banyak menciptakan karya-karya yang bertemakan politik.Kata kunci : Jemek Supardi, Pantomim, Politik
BAHASA RUPA PADA GAMBAR ANAK DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN awalini, Tika; Martadi; Autar Abdillah
PRASI Vol. 19 No. 01 (2024)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/prasi.v19i01.74392

Abstract

Children with hearing loss cannot hear sounds perfectly or even at all. Children with hearing loss will also experience problems with verbal language, they will have difficulty expressing what they know or the imagination that is in their minds. Images are a universal visual language and can be a medium for children to express themselves. At the age of 9-10 years, children have an imagination that begins to develop and are familiar with simple schemes such as the concept of land lines in pictures. Visual language theory was used to answer the research objective, namely to examine the tendency of object visualization in grouping several themes obtained from the results of collecting sample images of children with hearing impairments at Putra Asih SLB, Kediri city. The method used in this research is descriptive qualitative. Analysis was carried out on 10 students with hearing impairments with varying abilities. Judging from the visual language analysis, the wimba produced are quite diverse, while the wimba methods used are enlarging objects that are considered important, placing objects using a natural point of view, expressive depiction of the wimba, understanding land lines, and using colors that make the object appear more visible. life. From the results of the analysis, it was found that even though students have limitations in verbal language, they are good observers of what is around them.  Keywords : Children's drawings, visual language, hearing impairment.   Abstrak Anak dengan gangguan pendengaran tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali. Anak dengan gangguan pendengaran juga akan mengalami kendala dalam bahasa verbal, mereka mengalami kesulitan dalam mengungkapkan apa yang mereka ketahui ataupun imajinasi yang ada dalam fikirannya. Gambar menjadi bahasa visual yang universal dan dapat menjadi media anak dalam berekpresi. Pada usia 9-10 tahun  anak memiliki imajinasi yang mulai berkembang dan telah mengenal skema sederhana seperti konsep garis tanah pada gambar. Teori bahasa rupa digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu mengkaji kecenderungan visualisasi objek dalam pengelompokan beberapa tema yang didapat dari hasil pengumpulan sampel gambar anak dengan gangguan pendengaran di SLB Putra Asih kota Kediri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Analisis dilakukan terhadap 10 peserta didik yang mengalami gangguan pendengaran dengan kemampuan yang beragam. Ditinjau dari analisis bahasa rupa, wimba yang dihasilkan cukup beragam, sedangkan cara wimba yang digunakan adalah memperbesar objek yang dianggap penting, penempatan objek menggunakan sudut pandang wajar, penggambaran wimba yang ekspresif, telah memahami garis tanah, dan penggunaan warna yang membuat kesan objek tampak lebih hidup. Dari hasil analisis didapatkan bahwa peserta didik meskipun memiliki keterbatasan dalam bahasa verbal namun mereka adalah pengamat yang baik terhadap apa yang ada di sekitarnya.
PERANCANGAN AUDIO VISUAL SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA DALAM PELESTARIAN BUDAYA PANJI DI KEDIRI Prayoga, Dwiki Setya; Lodra, I Nyoman; Abdillah, Autar
Brikolase : Jurnal Kajian Teori, Praktik dan Wacana Seni Budaya Rupa Vol. 11 No. 2 (2019)
Publisher : Institut Seni Indoensia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.74 KB) | DOI: 10.33153/brikolase.v11i2.2829

Abstract

Desain audio visual sebagai media propaganda dalam pelestarian budaya budaya di Kediri dilakukan oleh Pemerintah dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Kediri. Audio visual adalah bagian terpenting dari propaganda karena konten yang telah dikemas dan disajikan dalam hitungan menit harus dapat menarik perhatian publik. Selain itu, penyebaran informasi juga melalui situs web media. Dengan harapan budaya / cerita spanduk dapat lebih dikenal dan masih dilestarikan dari dalam dan luar negeri terutama masyarakat lokal di Kediri.Indonesia juga mengajukan dokumentasi Konferensi Asia-Afrika untuk diserahkan kepada MOW. Memory of the World adalah salah satu program dua tahunan UNESCO di bawah unit kerja komunikasi dan informasi yang berfokus pada pencegahan kepunahan warisan dokumenter dari manuskrip, peta, foto atau audiovisual. Warisan dokumenter dunia yang diselamatkan oleh berbagai negara dianggap memiliki nilai historis yang sangat penting dan perlu dilestarikan dan untuk masa depan akan didigitalkan. UNESCO memberikan pengakuan terhadap dokumen-dokumen bersejarah ini dengan tujuan memelihara dan menyebarluaskan arsip dan koleksi berharga di perpustakaan dari seluruh dunia. Setiap negara dapat mengajukan naskah atau dokumen sebelumnya untuk masuk ke daftar warisan dunia. Ada tiga kondisi yang dapat dimasukkan oleh dokumen ke MOW asli, memiliki dampak domestik, dan dampak internasional.Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif deskriptif, dengan objek penelitian video propaganda Panji. Dalam perancangan ini menggunakan pendekatan meliputi wawancara, observasi, dokumentasi dan studi literatur.
PENGEMBANGAN PERHIASAN UNTUK PENGRAJIN DI DESA BATAN KRAJAN KAB. MOJOKERTO JAWA TIMUR Prasetyo, Yongky Danang; Lodra, I Nyoman; Abdillah, Autar
Ars: Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 23, No 3 (2020): Desember 2020
Publisher : Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/ars.v23i3.4497

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pengembangan perhiasan dan mendeskripsikan kuwalitas pengembangan perhiasan motif Majapahit untuk pengrajin di Desa Batan Krajan Kab. Mojokerto Jawa Timur. Penelitian yang berpendekatan pengembangan seni kriya, ditinjau dari sudut proses dan kualitas produk perhiasan bermotif Surya Majapahit. Menggunakan metode eksperimen untuk menghasilkan produk perhiasan dengan gaya klasik dan postmodern. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data ialah menggunakan metode observasi untuk memperoleh data utama, serta metode wawancara dan metode analisa dokumentasi untuk memperoleh data penunjang. Hasil dari penelitian dilapangan bahwa perhiasan motif Surya Majapahit dengan kolaborasi teori ikonografi, teori ergonomi, teori design thingking dan PPE, sangat membantu pengrajin untuk dapat mengembangkan perhiasan. Mulai dari segi proses sampai kwalitas produk perhiasan yang berbahan perak. Saran yang bisa diajukan dalam penilitian ini agar bisa dimanfaatkan oleh pengrajin dalam memproses perhiasan yang berkwalitas. Sehingga untuk pengrajin lebih meningkatkan kwalitas perhiasan dalam segi desain maupun perhiasan yang bercirikan atau bermotif Majapahit. Dan bagi peneliti dapat mengkaji dan menganalisa lebih mendalam tentang perhiasan klasik maupupun postmodern bermotif Surya Majapahit lebih mendalam.
Sistem Pewarisan Tenun Sasak sebagai Pendidikan Budaya Sasak Fahmi, Khairul; Sabri, Indar; Supratno, Haris; Suryandoko, Welly; Abdillah, Autar
Jurnal Humanitas: Katalisator Perubahan dan Inovator Pendidikan Vol 11 No 2 (2025): Juni
Publisher : Universitas Hamzanwadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29408/jhm.v11i2.28487

Abstract

One of Indonesia's cultural heritages that deserves to be preserved is the art of weaving, which symbolizes identity and local wisdom, especially among the Sasak tribe in Lombok. Weaving is not just a skill, but also rich in cultural and spiritual values. For Sasak women, weaving skills are even an important requirement in marriage. The weaving tradition in Pringgasela Village, East Lombok, faces significant challenges in its preservation. Changes in lifestyle toward modernization, a lack of regeneration among the younger generation, and low income from weaving products have led to a decline in interest in the art of weaving. This study aims to explore the role of Sasak women in preserving and passing down the weaving tradition as part of Sasak cultural education. The research findings indicate that while there are groups of women who remain committed to preserving this tradition, external factors such as modernization and competition from industrial products are affecting the sustainability of the weaving tradition. Therefore, support from the government and society is needed to preserve and maintain the art of weaving so that it remains an integral part of Indonesia's cultural identity.