Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENGARUH EKSTRAK BIJI NIMBA (Azadirachta indica) TERHADAP PENURUNAN DERAJAT PARASIT DAN JUMLAH HEMOZOINPADA KULTUR Plasmodium falciparum Aini, Noer; Soebaktiningsih, Soebaktiningsih; Fitri, Loeki Enggar; Kalsum, Umi; Sumarno, Sumarno
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 20, No 3 (2004)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.584 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2004.020.03.2

Abstract

Malaria infection is still one of world health’s problems that cause a high death rate (20.9% - 50%). One of the reason is Plasmodium falciparum resist to conventional anti-malarial drugs. Neem seeds extract had been reported has antimalarial effect by decreasing parasitemia, but there has not been any report on its effect in inhibition hemazoin formation. The aimof this research was to find the effect of Neem seeds extract on parasitemia and hemazoin level in Plasmodium falciparum culture. Laboratory experiment was done by using Papua isolate of Plasmodium falciparum (2300) from NAMRU 2 Jakarta. After synchronized, malarial culture was divided into 4 groups namely Control group (culture medium only), Chloroquine group, Artemisinin group, and Neem seeds extracts group. Each treatment group was devided into 5 drug doses of 6.25 µ/ml, 12.5 µ/ml, 25 µ/ml, 50 µ/ml and 100 µ/ml respectively. Parasitemia was measured by Pyridine-hemochrome methods using spectrophotometer  λ560 nm. Statistical analysis was done involving one-way-ANOVA followed by Tukey HSD and Pearson’s Correlation. A significant difference was found between control and treatment groups in parasitemia and hemozoin level. Different dose in treatment groups didn’t show any significant difference in both parasitemia (p=0.99) and hemozoin level (p=0.985). Tukey test between treatment groups didn’t show a significant difference decrease of hemazoin level and parasitemia (r=0.970). The conclusion was Neem deeds extract can inhibit P. falciparum growth by decreasing parasitemia and hemazoin level. Key words: Neem seeds extract, parasitemia, hemazoin level, P. falciparum
INTERAKSI OBAT HERBAL TERSTANDAR MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) DENGAN AMOKSISILIN TERHADAP PENGHAMBATAN Staphylococcus aureus Faiqo Nabila; Noer Aini; Rio Risandiansyah
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 10, No 2 (2022)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.65 KB)

Abstract

ABSTRAKPendahuluan: Meniran (Phyllanthus niruri L.) memiliki senyawa aktif yang bersifat antibiotik dari golongan flavonoid, terpenoid, alkaloid, dan saponin serta tersedia dalam bentuk Obat Herbal Terstandarisasi (OHT). Penelitian sebelumnya melaporkan interaksi sinergistik antara ekstrak metanolik meniran dengan amoksisilin terhadap bakteri S.aureus, namun kombinasi OHT meniran dengan amoksisilin terhadap S.aureus belum ada sehingga perlu diteliti.Metode: Penelitian ekperimental in vitro dengan tujuh kali pengulangan dalam dua waktu berbeda. Kandungan bahan dalam OHT meniran diukur dengan metode fitokimia. Efek antibiotik diuji dengan metode difusi cakram Kirby-Bauer dan jenis interaksi antar kelompok dinilai dengan metode Ameri-Ziaei Double Antibiotic Synergism Test (AZDAST). Hasil dianalisa dengan  One-way ANOVA dan p <0.05 dianggap signifikan.Hasil: Uji fitokimia larutan OHT menunjukkan adanya senyawa flavonoid, tannin, phenolic, dan saponin. Pada OHT meniran tidak didapatkan zona bening pada S. aureus. Kombinasi amoksisilin dengan OHT meniran konsentrasi 220, 440, dan 880 ppm menghasilkan zona hambat sebesar 28.96±1.48; 31.42±2.07 dan 26.39±0.64 mm, sedangkan pada amoksisilin tunggal adalah 27.84±1.91, dan amoksisilin double disk 28.07±0.44. Hal ini menunjukkan peningkatan secara signifikan pada konsentrasi 440 ppm, dan penurunan signifikan daya hambat pada dosis konsentrasi 880 ppm.Kesimpulan: Interaksi OHT meniran dengan amoksisilin not distinguishable pada 220 ppm, potensiasi pada 440 ppm, dan antagonis pada 880 ppm.Kata Kunci: Phyllanthus niruri L., Amoksisilin, OHT, AZDAST, Hasil interaksi.
EFEK PEMBERIAN KOMBINASI JAMU TAPAK LIMAN (Elephantopus scaber L.) DENGAN AMOKSISILIN TERHADAP DAYA HAMBAT PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus Shabrina Yasyfi Hanifati; Noer Aini; Rio Risandiansyah
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 9, No 1 (2021)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (574.817 KB)

Abstract

Pendahuluan: Tanaman tapak liman (Elephantopus scaber L.) diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus. Kombinasi fraksi semi-polar dan polar ekstrak metanolik tapak liman dengan amoksisilin didapatkan peningkatan aktivitas amoksisilin terhadap penghambatan pertumbuhan S. aureus. Namun, penelitian serupa dengan menggunakan jamu belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui interaksi kombinasi jamu tapak liman dengan amoksisilin terhadap bakteri S. aureus.Metode: Jenis penelitian adalah eksperimental laboratorium secara in vitro. Jamu tapak liman yang telah terdaftar pada Badan Pengawas Obat dan Makanan dilarutkan berdasarkan dosis anjuran minum (166,67 ppm) dan setengah dosis anjuran (83,33 ppm). Larutan diresapkan dalam cakram kosong dan disusun dengan cakram amoksisilin 30 μg sesuai ketentuan metode Ameri-Ziaei Double Antibiotic Synergism Test (AZDAST). Uji zona hambat dilakukan dengan metode Kirby-Bauer. Interaksi kombinasi diinterpretasikan berdasarkan metode AZDAST.Hasil: ZOI kombinasi dan interaksi kombinasi larutan sampel jamu tapak liman 166,67 ppm dan amoksisilin tidak dapat diidentifikasi. ZOI kombinasi pada konsentrasi 83,33 ppm lebih besar dibandingkan amoksisilin akan tetapi tidak berbeda signifikan (p>0,05). Interaksi kombinasi jamu tapak liman 83,33 ppm dan amoksisilin adalah not distinguishable. Saponin, fenol, flavonoid, tannin dan alkaloid tidak terdeteksi pada larutan jamu tapak liman.Kesimpulan: Penambahan larutan sampel jamu tapak liman konsentrsi 83,33 ppm tidak mempengaruhi zona hambat amoksisilin terhadap S. aureus. Interaksi kombinasi larutan sampel jamu tapak liman 83,33 ppm dengan amoksisilin adalah not distinguishable terhadap S. aureus.Kata Kunci: Elephantopus scaber L., Amoksisilin, Uji Kombinasi Antibiotik dan Herbal
EFEK PAPARAN KRONIK CADMIUM CHLORIDE (CdCl2) DOSIS RENDAH TERHADAP HIPERPLASIA LAMELA SEKUNDER INSANG DAN NEKROSIS SEL TUBULUS PROKSIMAL GINJAL IKAN ZEBRA DEWASA (Danio rerio) Evilya Fitra Indriana; Rio Risandiansyah; Noer Aini
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 8, No 1 (2020)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (455.72 KB)

Abstract

Introduction: Cadmium (Cd) is a toxic heavy metal, and can water soluble. Chronic low-dose exposure of the metal causes disturbances on the respiratory system and kidneys. In adult zebrafish the toxic effect causes hyperplasia gill and necrotic nuclei of kidney cell in adult fish. This research studies the effect of chronic toxicity of CdCl2 on secondary lamella of gills and kidney cell nucleus in zebrafish  exposed to CdCl2 since juvenile phase to adulthood.Methods: Juvenile zebrafish (Danio rerio), age 3 months, were divided into 4 groups, namely the control group, 3 groups receiving CdCl2 dose of 0,5 ppm, 1 ppm, and 1,5 ppm respectively, for 30 days. Hiperplasia secondary lamella of gills and necrotic nuclei of kidney cells were histologically observed. Prior to the observations the gill and kidney were stained by HE. Secondary lamella gill data were tested by One-Way Anova followed by Post Hoc Tests, data of renal proximal tubular cell nuclei necrosis was tested by Kruskal Wallis followed by Mann Whittney test (p <0.05).Results: Exposure to CdCl2 doses of 0,5 ppm, 1 ppm, and 1,5 ppm significantly increased the amount of hyperplasia secondary lamella of the gills by 67%, 78%, and 86% respectively compared to those of the control group. Exposure to CdCl2 doses of 0.5 ppm, 1 ppm, and 1.5 ppm significantly increased the core necrosis of kidney cells nucleus in adult zebrafish 75%, 79%, and 84% compared to the control group.Conclusion: Exposure to CdCl2 doses of 0.5 ppm, 1 ppm, and 1.5 ppm increases the number of hyperplasia secondary lamella of gills and necrotic nuclei of kidney cells adult zebrafish.Keywords: Cadmium chloride (CdCl2), secondary lamella hyperplasia of gills, kidney cell nucleus necrosis, adult zebrafish.
PENGARUH METODE EKSTRAKSI (MASERASI, DIGERASI, SOKHLEKTASI) TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa Muhammad Dimas Taufandi Astra; Noer Aini; Yoni Rina Bintari
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKLatar Belakang: Gracilaria verruccosa merupakan rumput laut merah yang diduga memiliki aktivitas antioksidan. Perbedaan metode ekstraksi dapat menghasilkan hasil aktifitas antikosidan yang berbeda pula. Penelitian ini menggunakan variasi metode ekstraksi maserasi, digerasi, dan sokhletasi, dan diuji aktivitas antioksidannya.  Penelitian ini melakukan variasi metode untuk mendapatkan aktifitas antioksidan yang tertinggi.Metode: Penelitian secara eksperimental in vitro, menggunakan ekstraksi. Variasi metode ekstraksi maserasi, digerasi, dan sokhletasi menggunakan pelarut etanol. Pengukuran rendementasi dengan pengulangan sebanyak 3 kali pada setiap metode ekstraksi. Untuk mengetahui metabolit sekunder dilakukan uji skrining fitokimia. . Uji aktivitas antioksidan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis panjang gelombang (λ) 517 nm menggunakan 1,1-difenil-2-pikrilhidradrazil (DPPH). Uji One Way ANOVA digunakan untuk menganalisa data yang dinyatakan bermakna apabila hasil least signifikan difference (LSD) adalah p<0.05. Hasil: Metode digerasi memperoleh hasil rendemen terbesar yaitu 21,3% dibandingkan dengan maserasi (19,7%) dan sokhletasi (20,3%). Hasil uji fitokimia didapat metabolit sekunder golongan flavonoid dan alkaloid. Uji One way ANOVA didapatkan p>0.05 tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada variasi metode ekstraksi terhadap aktifitas inhibisi radikal DPPH. Uji aktivitas antioksidan didapatkan nilai IC50 metode maserasi 60,59±4,15 ppm, digerasi 104,34±2,06 ppm, dan sokhletasi 75±5,06 ppm.Kesimpulan dan Saran: Metode ekstraksi yang paling optimal adalah metode maserasi yang ditunjukkan dari hasil IC50 paling kuat daripada metode ekstraksi digerasi dan sokhletasi. Variasi metode ekstraksi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap aktifitas antioksidan. Kata Kunci: Gracilaria verrucosa, Fitokimia, DPPH, Antioksidan.
INTERAKSI OBAT HERBAL TERSTANDAR MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) DENGAN AMOKSISILIN TERHADAP PENGHAMBATAN Staphylococcus aureus Faiqo Nabila; Noer Aini; Rio Risandiansyah
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPendahuluan: Meniran (Phyllanthus niruri L.) memiliki senyawa aktif yang bersifat antibiotik dari golongan flavonoid, terpenoid, alkaloid, dan saponin serta tersedia dalam bentuk Obat Herbal Terstandarisasi (OHT). Penelitian sebelumnya melaporkan interaksi sinergistik antara ekstrak metanolik meniran dengan amoksisilin terhadap bakteri S.aureus, namun kombinasi OHT meniran dengan amoksisilin terhadap S.aureus belum ada sehingga perlu diteliti.Metode: Penelitian ekperimental in vitro dengan tujuh kali pengulangan dalam dua waktu berbeda. Kandungan bahan dalam OHT meniran diukur dengan metode fitokimia. Efek antibiotik diuji dengan metode difusi cakram Kirby-Bauer dan jenis interaksi antar kelompok dinilai dengan metode Ameri-Ziaei Double Antibiotic Synergism Test (AZDAST). Hasil dianalisa dengan  One-way ANOVA dan p <0.05 dianggap signifikan.Hasil: Uji fitokimia larutan OHT menunjukkan adanya senyawa flavonoid, tannin, phenolic, dan saponin. Pada OHT meniran tidak didapatkan zona bening pada S. aureus. Kombinasi amoksisilin dengan OHT meniran konsentrasi 220, 440, dan 880 ppm menghasilkan zona hambat sebesar 28.96±1.48; 31.42±2.07 dan 26.39±0.64 mm, sedangkan pada amoksisilin tunggal adalah 27.84±1.91, dan amoksisilin double disk 28.07±0.44. Hal ini menunjukkan peningkatan secara signifikan pada konsentrasi 440 ppm, dan penurunan signifikan daya hambat pada dosis konsentrasi 880 ppm.Kesimpulan: Interaksi OHT meniran dengan amoksisilin not distinguishable pada 220 ppm, potensiasi pada 440 ppm, dan antagonis pada 880 ppm.Kata Kunci: Phyllanthus niruri L., Amoksisilin, OHT, AZDAST, Hasil interaksi.
PENINGKATAN USAHA KECIL INDUSTRI RUMAH TANGGA JAMU TRADISIONAL BERBAHAN DASAR “TANAMAN TOGA” DI KELURAHAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG Noer Aini; Mustaufir Mustaufir; Warsito Warsito; Shofiatul Jannah
Martabe : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 5, No 7 (2022): Martabe : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jpm.v5i7.2474-2480

Abstract

Industri kecil rumah tangga saat ini telah banyak ditekuni oleh masyarakat sebagai bentuk usaha untuk meningkatkan kesejahteraan. Salah satunya adalah industri rumah tangga yang mengelola jamu tradisional berbahan baku tanaman toga milik Ibu Fitroh yang berlokasi di kelurahan Kedungkandang kecamatan Kedungkandang kabupaten Malang. Namun industri jamu tradisional tersebut masih mengalami beberapa kendala seperti, kendala dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi jamu tradisional yang disebabkan beberapa faktor antara lain: minimnya pengetahuan tentang cara mengolah jamu yang bersih dan sehat, penggunaan alat yang masih tradisional belum tersentuh IPTEK,  dan bagaimana cara pengemasan yang bagus serta cara memasarkan produk. Adapun metode pengabdian masyarkat ini adalah sosialisasi yaitu memberikan materi serta alat inovasi guna mengembangkan dan meningkatkan industri rumah tangga jamu tradisional. Hasil dari pengabdian kepada masyarakat ini antara lain memberikan pendampingan dalam mengambangkan alat berbasis teknologi, menyediakan pelatihan dan pendampingan dalam pembuatan jamu yang bersih dan sehat, managemen pemasaran serta menyediakan pelatihan tentang managemen pengeloaan dan managemen keuangan.
Evaluation of Antioxidant Activity of Methanol Extract of Neem Leaves (Azadirachta indica) Using DPPH, ABTS, and FRAP Methods Aini, Noer; Tilaqza, Andri
Scientific Journal Vol. 4 No. 5 (2025): SCIENA Volume IV No 5, September 2025
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56260/sciena.v4i5.267

Abstract

Introduction: Azadirachta indica leaves are rich in bioactive compounds with antioxidant potential. Aims: To assess the antioxidant activity of methanolic neem leaf extract using three in vitro methods DPPH, ABTS, and FRAP and to identify its major secondary metabolites. Method: Extraction was performed using Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) with methanol as the solvent. Qualitative phytochemical screening was conducted to determine the presence of key antioxidant-related compounds. Antioxidant activity was evaluated using a microplate reader, and IC₅₀ values were calculated based on the inhibition percentage across several concentrations. Results: Phytochemical analysis confirmed the presence of flavonoids, phenolics, terpenoids, and alkaloids. The extract showed strong antioxidant activity in the DPPH assay, with an IC₅₀ value of 54.91 ppm. However, the ABTS and FRAP assays did not yield measurable IC₅₀ or RP₅₀ values, even at concentrations up to 1000 ppm, suggesting limited electron transfer-based antioxidant capacity. These results indicate that the extract’s primary antioxidant mechanism is likely through hydrogen atom transfer (HAT), rather than single electron transfer (SET). Conclusion Methanolic extract of A. indica leaves exhibits strong free radical scavenging activity through the HAT mechanism, as shown in the DPPH assay. This activity is presumably due to the presence of flavonoids and phenolics.