Articles
Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup Yang Dilakukan Oleh Korporasi Pasca Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016
Fitriani Rahmadia;
Hari Sutra Disemadi;
Nyoman Serikat Putra Jaya
Unram Law Review Vol 4 No 1 (2020): Unram Law Review (Ulrev)
Publisher : Faculty of Law, University of Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29303/ulrev.v4i1.86
Corporations are organized groups of people and / or properties, both in the form of legal entities or non-legal entities. In relation to the corporation as a legal subject in environmental crime, it is formulated in Article 1 number 32 of the Law Number 31 Year 2009 about Environmental Protection and Management, each person is an individual or business entity, both legal entities and non-legal entities. The context of corporate crime in the environment is still not solid enough to ensure corporations in criminal sanctions because there is no legal basis regarding the procedures for handling environmental crimes committed by corporations. The Supreme Court Regulation Number 13 of 2016 concerning Procedures for Handling Corporate Crime provides a basis for enforcement of criminal law, then the purpose of writing this article is to find out the form of criminal liability for corporations for environmental crimes and legal consequences after the Supreme Court Regulation Number 13 of 2013.The type of research used is legal research which is included in the normative legal research typology where this study focuses on positive legal norms in the form of legislation. The theory used by the author in analyzing is using the theory of criminal liability which is based on the principle of legality. The conclusions include: criminal sanctions that can be applied to corporations based on Article 4 of Supreme Court Regulation Number 13 of 2016 are in the form of criminal fines, additional crimes, and disciplinary actions except prisons and confinement. Last, the legal consequences of the application Article 25 Supreme Court Regulation Number 13 of 2016 with the principal criminal is a criminal fine and then the criminal added according to the law governing environmental criminal acts is the Law Number 32 Year 2009 concerning Environmental Protection and Management.
The enforcement of restorative justice in Indonesia criminal law
Virginia Garcia;
Hari Sutra Disemadi;
Barda Nawawi Arief
Legality : Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 28 No. 1 (2020): March
Publisher : Faculty of Law, University of Muhammadiyah Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Restorative Justice is a philosophy, process, ideas, theories and interventions that emphasize the improvement of the harm caused or expressed by criminal behavior. This process is in sharp contrast to the standard way of handling crime as is commonly carried out in criminal law in Indonesia. Restorative justice finds a foothold in the basic philosophy of the fourth principle of Pancasila, namely deliberation on priorities in decision making. The purpose of the settlement by mediating victims of violators is to humanize the justice system, justice that is able to answer what the real needs of victims, perpetrators and the community.
ADULTERY CHILD STATUS IN ISLAMIC LAW AND IN THE CIVIL CODE
HARI SUTRA DISEMADI
Hukum Islam Vol 19, No 2 (2019): HUKUM TATA NEGARA, KELUARGA DAN EKONOMI SYARIAH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24014/jhi.v19i2.7534
Problems regarding the status of children born outside of legal marital relations are still interesting discussions. In the community the status of children is often questioned, because not a few children are born without marriage. So from this this study will focus on the status of illegitimate children in Islamic law and in the Civil Code. The research method used is a normative juridical research method based on secondary data, namely primary legal material, secondary legal material and tertiary legal material. This research shows that in Islamic law and Civil Code the legitimate denial of children can result in the breakup of marriage making the child an illegitimate child and not having an inheritance relationship with his parents, but his mother according to Islamic law. If the child of adultery is associated with obligations and responsibilities regarding survival, then the parents or fathers are still charged with the obligation to provide a living. As the cost of living and the cost of their education as needed or according to their abilities, because he is the biological father of the child. If the status of the adultery child is associated with inheritance according to BW, then he does not inherit at all to the two tunya people. but if it is associated with Islamic inheritance, then he inherits only his mother and his mother's family.
PERLINDUNGAN HAK-HAK PENYIDIK KEPOLISIAN YANG DITUDUH MELAKUKAN PENGANIAYAAN KEPADA TERSANGKA
Kartika Sasi Wahyuningrum;
Hari Sutra Disemadi;
Eko Soponyono
Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Vol 7 No 1 (2020)
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum uin alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/jurisprudentie.v7i1.11432
Pentingnya perlindungan hak-hak penyidik dikarena banyaknya kasus mengenai tuduhan penganiayaan yang dilakukan penyidik pada saat penyidikan. Sehingga sangat renta dialnggar hak-haknya. Dalam menjawab permasalahan jurnal ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang berdasarkan asas-asas dan teori. Serta menggunakan analisis Normative Kualitative yaitu data yang diperolehakan dianlisis dengan pembahasan dan penjabaran hasil-hasil penelitian dengan mendasarkan pada norma-norma dan doktrin-doktrin yang berkaitan dengan materi yang diteliti. Hasil dari penelitian ini yaitu adanya upaya serta pengaturan dalam memulikan hak-hak penyidik.
ASPEK HUKUM TENTANG BLACK CAMPAIGN PADA PLATFORM MEDIA SOSIAL INSTAGRAM
Candra Ulfatun Nisa;
Hari Sutra Disemadi;
Kholis Roisah
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24235/mahkamah.v5i1.6032
Metode kampanye politik mengalami perkembangan hingga pada pemanfaatan media sosial sebagai bentuk adanya kemajuan teknologi dan informasi, salah satunya media sosial Instagram. Pemanfaatan media sosial Instagram dalam kampanye politik sering disalahgunakan untuk penyebaran black campaign. Efek yang ditimbulkan black campaign tidak sekedar tercorengnya nama baik peserta pemilu saja, tetapi juga berefek bagi masyarakat dalam hal hak mendapatkan suatu informasi pemilu secara akurat dan objektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tatanan hukum sekaligus akibat hukum terhadap black campaign melalui media sosial Instagram. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan doktrinal, dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang didasarkan pada data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan tatanan hukum mengenai pelaksanaan kampanye melalui media sosial diatur secara rinci dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 28 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Akibat hukum yang ditimbulkan dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, yang memunculkan adanya dualisme undang-undang. Bahkan, penafsiran mengenai subjek tindak pidana pemilu khususnya peserta masih belum selaras, sehingga menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan bagi masyarakat.
Perlindungan Hukum Keputusan Bisnis Direksi BUMN Melalui Business Judgement Rule Doctrine
Hari Sutra Disemadi;
Mochammad Abizar Yusro;
Ali Ismail Shaleh
Jurnal Jurisprudence Vol 10, No 1 (2020): Vol. 10, No. 1, Juni 2020
Publisher : Muhammadiyah University Press
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23917/jurisprudence.v10i1.11006
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis perlindungan hukum terhadap keputusan bisnis Direksi BUMN yang dikriminalisasi akibat keputusan bisnis tersebut merugikan keuangan negara. Metodologi: Penelitian yang bersifat deskriptif ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang mengedepankan pada data sekunder. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.Temuan: Hasil penelitian ini menunjukkan perlindungan hukum yang diberikan kepada Direksi BUMN dalam mengambil keputusan bisnisnya dapat berupa hak imunitas, yang mana dengan hak ini seorang Direksi BUMN dapat terlepas dari pertanggungjawaban pidana apabila Direksi tersebut dapat membuktikan bahwa keputusan bisnis yang telah diambil dan dijalankan telah sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis yang layak (business judgement rule) sesuai ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas.Kegunaan: Hasil penelitian ini dimaksudkan agar dapat berkontribusi dalam literatur mengenai perlindungan hukum bagi keputusan bisnis Direksi BUMN yang telah dikriminalisasi.Kebaruan/Orisinalitas: Berbeda dengan penelitian terdahulu, pada penelitian ini menunjukkan business judgment rule doctrine dapat dipergunakan untuk menlindungi keputusan bisnis Direksi BUMN yang merugikan negara dan penelitian ini berfokus pada perlindungan hukum keputusan bisnis Direksi BUMN setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor No. 48/PUU-XI/2013 dan 62/PUU-XI/2013.
PRINSIP SYARIAH DALAM PENYELENGGARAAN BANK WAKAF MIKRO SEBAGAI PERLINDUNGAN HAK SPIRITUAL NASABAH
Zeehan Fuad Attamimi;
Hari Sutra Disemadi;
Budi Santoso
Jurnal Jurisprudence Vol 9, No 2 (2019): Vol. 9, No. 2, Desember 2019
Publisher : Muhammadiyah University Press
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23917/jurisprudence.v9i2.8897
ABSTRAK Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai prinsip syariah dalam pengelolaan Bank Wakaf Mikro (BWM) sebagai upaya perlindungan hak spiritual nasabah atau masyarakat pada umumnya. Metodologi : Penelitian ini adalah metode yuridis normatif atau metode penelitian hukum yang bersifat doctrinal, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Temuan: Penelitian ini menunjukan dasar hukum penyelenggaraan BWM di Indonesia sebagai bagian dari LKM diatur dalam UU LKM. UU LKM ini mewajibkan penerapan prinsip syariah dalam pengelolaan bisnis BWM. Kebijakan penerapan prinsip syariah ini dimaksudkan sebagai jaminan perlindungan hak spiritual masyarakat khususnya nasabah dari BWM yang mayoritas beragama Islam. Kegunaan : Kebijakan hadirnya bisnis BWM pada dasarnya untuk memberikan pilihan bagi masyarakat, khususnya umat Islam dalam memilih lembaga keuangan yang menyediakan jasa keuangan seperti pembiayaan. Sedangkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengghilangkan sikap “skeptis” masyarakat terhadap lembaga keuangan berbasis Hukum Islam yang masih dianggap sama dengan lembaga keuangan konvensional lainnya. Kebaruan/Orisinalitas : Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini lebih berfokus pada kebijakan prinsip syariah pada BWM sebagai upaya perlindungan hak spiritual.
EKSISTENSI DAN KEBIJAKAN REGULASI PERIZINAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN
HARI SUTRA DISEMADI;
RADEN ANI EKO WAHYUNI
Jurnal Yustisiabel Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Luwuk
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (206.079 KB)
|
DOI: 10.32529/yustisiabel.v3i2.384
Hadirnya Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagai bagian dari lembaga keuangan non bank adalah upaya pemerintah mengentaskan kemiskinan dan diharapkan mampu memberdayakan masyarakat berpenghasilan ke bawah dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi LKM di Indonesia serta regulasi perizinannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif yang mana menggunakan pendekatan perundang-undangan. Penelitian ini menunjukan keberadaan LKM di Indonesia banyak ditemukan dalam bentuk badan hukum Koperasi maupun Perseroan Terbatas. Keberadaan LKM tidak lepas dari kemudahkan proses perizinan LKM. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki fungsi pengaturan telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 61/POJK.05/2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keungan Nomor 12/POJK.05/2014 Tentang Perizinan Usaha Dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro.
MEMBANGUN KEADABAN POLITIK PENGAKUAN DALAM UPAYA MEREDAM ISU AGAMA
Blasius Mau Kau;
Hari Sutra Disemadi;
Yusriadi Yusriadi
Jurnal Yustisiabel Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Luwuk
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (255.267 KB)
|
DOI: 10.32529/yustisiabel.v4i1.494
Dewasa kini muncul konflik-konflik serupa di sekitar politik diferensiasi (perbedaan). Dimana gengsi politik universal berjuang demi bentuk-bentuk non-diskriminasi sebagai kewajiban yang dengan tenang, tidak mampu melihat cara-cara mana yang para warga negara tersebut berbeda politik diferensiasi sering mendefenisikan asas non-diskriminasi sebagai kewajiban bahwa kita membuat distingsi distingsi ini. Suatu dasar perlakuan diferensial. Sehingga kelompok-kelompok anggota suku asli (pribumi) akan mendapat hak-hak dan kekuatan-kekuatan tertentu yang tidak dinikmati oleh orang-orang kanada lainnya, jika tuntutan-tuntutan otonomi pemerintahan penduduk asli (pribumi) secara final disepakati, dan kelompok-kelompok minoritas tertentu akan mendapatkan hak untuk melarang masuk orang lain dengan maksud agar dapat memelihara integritas kultural mereka dan lain sebagainya. Namun isu diferensiasi agama akhir-akhir ini mencuat dalam diskursus bangsa ini. Agama di frame jadi instrumen politk, bahkan ditunggangi demi kepentingan sesat untuk kelomopok lain, sehingga eksistensi bangsa tentang given sebagai multikultural sedikit mengalami guncangan.
The Position of Crime Resolution Institutions in Indigenous Peoples in the Identity Politics Perspective
Blasius Mau Kau;
Hari Sutra Disemadi;
Y Yusriadi
Jurnal Hukum Prasada Vol. 7 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Prasada
Publisher : Magister of Law, Post Graduate Program, Universitas Warmadewa
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (798.776 KB)
|
DOI: 10.22225/jhp.7.2.2020.79-84
One of the demands is to disregard modern justice institutions and utilize customary law as a means to achieve justice for those involved in a criminal offense. But on the other hand, the settlement of the case with customary law turned out to still cause injustice to the victim, and even gave birth to new crimes arising as a result of coercion carried out by the customary leaders of both parties acting as judges. This study discussed about the position of crime resolution institutions in indigenous peoples in the perspective of identity politics and the reassessing the position of crime resolution institutions in indigenous peoples, certainly cannot be separated from the recognition of identity with all the structures and positions of indigenous peoples themselves. This study was designed by using normative legal research approach. The results show that efforts to reassess the position of crime resolution institutions in indigenous peoples, of course, cannot be separated from the recognition of identity with all the structures and positions of indigenous peoples themselves. However, the dominance arising from the resolution of indigenous peoples' crimes is still determined by cultures that are patriarchal, rigid and as if forced from above so as to ignore dialogue both from perpetrators and victims, so that the measure used is the perspective of tribal leaders. However, domination is believed to restore order, order and harmony, but there is one neglected value of ethical legitimacy, namely justice. Therefore, the resolution of crimes against indigenous peoples does not all distribute justice to all parties.