Kartika Sasi Wahyuningrum
Universitas Adiwangsa Jambi

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

KEBIJAKAN PERBAIKAN NORMA DALAM MENJANGKAU BATASAN MINIMAL UMUR PERKAWINAN Lasmadi, Sahuri; Wahyuningrum, Kartika Sasi; Disemadi, Hari Sutra
Gorontalo Law Review Volume 3 No. 1 April 2020, Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.025 KB) | DOI: 10.32662/golrev.v3i1.846

Abstract

Tujuan artikel ini untuk mengetahui reformasi kebijakan pengaturan perkawinan dan perubahan batasan minimal umur perkawinan di Indonesia. Penelitian ini merupakan doktrinal, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yaitu metode penelitian hukum yang mendasarkan pada pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan analisis deskritif analitis. Hasil penelitian ini menunjukan adanya reformasi atau perubahan terkait pengaturan perkawinan di Indonesia, melalui perubahan  UU Perkawinan tahun 1974 menjadi UU Perkawinan tahunn 2019. Subtansi perubahan UU Perkawinan ini berfokus pada perubahan batasan minimal umur perkawinan umur untuk perempuan menjadi 19 tahun. Karena pengaturan batasan umur sebelumnya (16 tahun) tidak sejalan dengan ketentuan yang ada dalam UU Perlindungan Anak yang menyatakan anak adalah seseorang yang berusia belum 18 tahun. Selain itu adanya fakta bahwa perempuan yang menikah diusia 16 tahun lebih rentan mengalamin gaguan kesehatan serta mental. Perubahan ini juga merupakan uapaya pemenuhan hak dasar anak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil, haka kesehatan, hak pendidikan dan hak sosial anak yang sulit terpenuhi akibat pernikahan di usia dini.
PERLINDUNGAN HAK-HAK PENYIDIK KEPOLISIAN YANG DITUDUH MELAKUKAN PENGANIAYAAN KEPADA TERSANGKA Kartika Sasi Wahyuningrum; Hari Sutra Disemadi; Eko Soponyono
Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Vol 7 No 1 (2020)
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum uin alauddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jurisprudentie.v7i1.11432

Abstract

Pentingnya perlindungan hak-hak penyidik dikarena banyaknya kasus mengenai tuduhan penganiayaan yang dilakukan penyidik pada saat penyidikan. Sehingga sangat renta dialnggar hak-haknya. Dalam menjawab permasalahan jurnal ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang berdasarkan asas-asas dan teori. Serta menggunakan analisis Normative Kualitative yaitu data yang diperolehakan dianlisis dengan pembahasan dan penjabaran hasil-hasil penelitian dengan mendasarkan pada norma-norma dan doktrin-doktrin yang berkaitan dengan materi yang diteliti. Hasil dari penelitian ini yaitu adanya upaya serta pengaturan dalam memulikan hak-hak penyidik.
INDEPENDENSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI: BENARKAH ADA? Kartika Sasi Wahyuningrum; Hari Sutra Disemadi; Nyoman Serikat Putra Jaya
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 4 No 2 (2020): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (431.712 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2020.v4.i2.p239-258

Abstract

The importance of the independence of the Corruption Eradication Commission (KPK) is to accelerate the performance of the KPK itself. However, the enactment of Law Number 19 of 2019 concerning the Second Amendment to Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission (a revision of KPK Law) has concretely resulted in a weakening of the KPK institution. This doctrinal research uses a normative legal research method that is based on the statutory approach and conceptual approach in analytical descriptive analysis. The result of this study shows that the KPK has lost its independence by amending the Article 3 of the KPK Law. The weakening of the KPK can be seen through the formation of a supervisory body, and also the regulation of the State Civil Apparatus as the compulsory background of KPK staff resulting the KPK has limited space to perform as it is bound by the central command.
Penanganan Kasus Kemanusiaan Melalui Lembaga Peradilan International Criminal Court : Perbudakan Seksual Terhadap Perempuan Etnis Yazidi Oleh ISIS Candra Ulfatun Nisa; Asiyah Jamilah; Kartika Sasi Wahyuningrum
Journal of Judicial Review Vol 22 No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37253/jjr.v22i2.1495

Abstract

Salah satu wujud kasus kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity) yang menuai banyak perhatian masyarakat internasional adalah berupa kejahatan perbudakan seksual terhadap perempuan etnis Yazidi yang dilakukan oleh Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). Penelitian ini difokuskan pada peran International Criminal Court (ICC) dalam menangani masalah kejahatan kemanusiaan dalam kasus perbudakan seksual terhadap perempuan etnis Yazidi oleh ISIS. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa ICC tetap dapat mempunyai yurisdiksi dalam mengadili dan menghukum kelompok ISIS, dengan berdasarkan adanya rujukan atau rekomendasi dari Dewan Keamanan PBB. Namun, Dewan Keamanan PBB belum mengusulkan rekomendasi terhadap pihak Penuntut Umum ICC, sehingga belum ada penyelidikan terkait pelanggaran HAM berat yang dilakukan kelompok ISIS.
Perlindungan Hukum Terhadap Notaris dalam menjalankan Tugas dan Fungsi Sebagai Pejabat Umum Kartika Sasi Wahyuningrum; Sahuri Lasmadi
Recital Review Vol. 4 No. 2 (2022): Volume 4 Nomor 2 Juli 2022
Publisher : Magister Kenotariatan, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/rr.v4i2.17733

Abstract

Notaries as General Officials have the scope of duties of carrying out the position of a Notary, namely making evidence desired by the parties for a certain legal action, and the evidence is at the level of Civil Law, that the Notary makes a deed because there is a request from the parties who appear, without If there is a request from the parties, the notary cannot make a deed. However, in carrying out their duties and obligations, the notary often gets into legal problems because the parties provide false information or letters, which causes the notary to suffer material and immaterial losses. Therefore, this study focuses on the legal protection of notaries as public officials and the legal consequences of notary protection as public officials. The results of the study are that legal protection for notaries is contained in Article 66 paragraph 1 of the UUJN which requires Polri investigators to obtain prior permission from the Notary Regional Supervisory Council with the aim that the examination is carried out in accordance with the law. The results of the next research are that the legal consequences of Article 66 paragraph 1 UUJN, according to this article, if the Notary is proven guilty, he can be summoned before the trial and can provide information about the deed made, this makes the Notary can violate the Notary's Oath of Office regarding the Notary's obligation to keep secret the contents of the deed. Abstrak Notaris sebagai Pejabat Umum memiliki ruang lingkup tugas pelaksanaan jabatan Notaris yaitu membuat alat bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu, dan alat bukti tersebut berada dalam tataran Hukum Perdata, bahwa Notaris membuat akta karena ada permintaan dari para pihak yang menghadap, tanpa ada permintaan dari para pihak maka notaris tidak dapat membuat akta. Akan tetapi dalam menjalankan tugas dan kewajibannya notaris sering mendapatkan masalah hukum karena para pihak memberikan keterangan atau surat palsu, yang menyebabkan notaris mengalamin kerugian materil dan imateril. Oleh sebab itu penelitian ini berfokus terhadap perlindungan hukum notaris sebagai pejabat umum dan Akibat Hukum perlindungan notaris sebagai pejabat umum. Hasil dari penelitian yaitu bahwa perlindungan hukum terhadap notaris terdapat dalam Pasal 66 ayat 1 UUJN yang mewajibkan penyidik Polri memperoleh ijin terlebih dahulu dari Majelis Pengawas Daerah Notaris yang bertujuan agar pemeeriksaan berjalan sesuai dengan Undang-Undang.  Hasil penelitian berikutrnya bahwa akibat hukum dengan adanya Pasal 66 ayat 1 UUJN maka sesuai Pasal ini jika Notaris terbukti bersalah maka dapat di panggil di muka persidangakn serta dapat memberi keterangan mengenai akta yang dibuat hal ini menjadikan notaris dapat melanggar Sumpah Jabatan Notaris mengenai kewajiban Notaris untuk merahasiakan isi akta.
Black Campaign Pada Platform Media Sosial Instagram Asiyah Jamilah; Candra Ulfatun Nisa; Kartika Sasi wahyuningrum
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 2 No. 2 (2019): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35141/jyu.v2i2.519

Abstract

Pemanfaatan Instagram dalam berkampanye seringkali disalahgunakan banyak oknum yang tidak bertanggung jawab yang mudahnya menyisipkan black campaign sekaligus membuat situasi semakin memanas antara peserta pemilu satu dengan lainnya.Efek-efek yang dapat ditimbulkan oleh media sosial tersebut tidak bisa dianggap remeh, sehingga perlu adanya aturan khusus yang tegas untuk menghadapi black campaign yang dilakukan di media sosial, salah satunya media sosial Instagram.Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif. Untuk lebih mendalami permasalahan yang diteliti, maka selain statute approach, dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan hukum (case law approach).1. Tatanan Hukum Indonesia Dalam Mengatur Black Campaign, 2. Akibat Hukum Terhadap Black Campaign Yang Dilakukan Di Platform Media Sosial Instagram Black Campaign yang dilakukan melalui media sosial Instagram dapat dijerat dengan UU 7/2017 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016).Mengingat black campaign melalui media sosial Instagram termasuk dalam tindak pidana pemilu disamping pula merupakan tindak pidana siber karena erat kaitannya dengan pemanfaatan teknologi.
Politik Kriminal Terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sahuri; Kartika Sasi Wahyuningrum
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 6 No. 1 (2023): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35141/jyu.v6i1.787

Abstract

Anak sebagai pelaku tindak pidana, akan dilakukan tindakan hukum atau proses hukum. Dalam tindakan hukum tersebut, yang masih anak-anak lebih didepankan pada aspek perlindungan hak-hak anak tersebut dalam tiap tingkat pemeriksaannya.Anak sebagai salah satu sumber daya manusia merupakan generasi penerus bangsa, sudah selayaknya mendapatkan perhatian khusus terutama anak yang berperkara dengan hukum, untuk itu hak-haknya harus dilindungi. Menurut Maidin Gultom bahwa anak tidak dapat melindungi sendiri hak-haknya, banyak pihak yang mempengaruhi kehidupannya.Negara dan masyarakat berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak. Penelitian ini membahas mengenai Politik Kriminal Terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hasil penelitian ini menunjukan berdasarkan hasil penelitian Kasus Pidana anak Dalam praktek satu satunya solusi adalah menitipkan ke dinas sosial di bawah kemensos, namun ada kesulitan pertama, tidak semua wilayah juga ada lembaga sosialnya. Kedua, jika terkait keamanan (misalnya potensi anak lari dari tempat penitipan) Polisi setempat tidak bisa melakukan penjagaan setiap hari di dinas sosial, dan ada pula soal birokrasi pengamanan di Polri yang harus dilakukan, intinya untuk penempatan di dinas sosial belum ada peraturan yang mewadahinya. Akibatnya anak-anak juga berpotensi dititipkan ke Rumah Tahanan, yang justru ditolak oleh UU SPPA.
Politik Kriminal Terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Lasmadi, Sahuri; Wahyuningrum, Kartika Sasi
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 6 No. 1 (2023): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35141/jyu.v6i1.787

Abstract

Anak sebagai pelaku tindak pidana, akan dilakukan tindakan hukum atau proses hukum. Dalam tindakan hukum tersebut, yang masih anak-anak lebih didepankan pada aspek perlindungan hak-hak anak tersebut dalam tiap tingkat pemeriksaannya.Anak sebagai salah satu sumber daya manusia merupakan generasi penerus bangsa, sudah selayaknya mendapatkan perhatian khusus terutama anak yang berperkara dengan hukum, untuk itu hak-haknya harus dilindungi. Menurut Maidin Gultom bahwa anak tidak dapat melindungi sendiri hak-haknya, banyak pihak yang mempengaruhi kehidupannya.Negara dan masyarakat berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak. Penelitian ini membahas mengenai Politik Kriminal Terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hasil penelitian ini menunjukan berdasarkan hasil penelitian Kasus Pidana anak Dalam praktek satu satunya solusi adalah menitipkan ke dinas sosial di bawah kemensos, namun ada kesulitan pertama, tidak semua wilayah juga ada lembaga sosialnya. Kedua, jika terkait keamanan (misalnya potensi anak lari dari tempat penitipan) Polisi setempat tidak bisa melakukan penjagaan setiap hari di dinas sosial, dan ada pula soal birokrasi pengamanan di Polri yang harus dilakukan, intinya untuk penempatan di dinas sosial belum ada peraturan yang mewadahinya. Akibatnya anak-anak juga berpotensi dititipkan ke Rumah Tahanan, yang justru ditolak oleh UU SPPA.
PELINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENDAFTARAN KEKAYAAN INTELKTUAL SECARA ONLINE: MANFAAT HUKUM Pratiwi , Meirina Dewi; Wahyuningrum, Kartika Sasi; Erniwati
Judge : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 02 (2025): Judge : Jurnal Hukum
Publisher : Cattleya Darmaya Fortuna

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54209/judge.v6i02.1288

Abstract

Pendaftaran hak cipta yang dilakukan secara online tanpa adanya pemeriksaan secara mendetail mengakibatkan peluang bentuk terjadinya kejahatan terhadap kekayaan intelektual. Penelitian ini memiliki rumusan masalah yaitu Bagiaman Pengaturan Hukum mengenai Pendaftaran Hak Cipta Secara Online? Dan Bagiamana perlindungan hukum terhadap pemegang Hak kekayaan intekektual yang di daftarkan secara onlien?, Metode penerlitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah Pengetauran mengenai pendaftarn hak cipta secra eletronik di atur dalam Pasal 66 ayat (2) menerangkan bahwa permohonan pencatatan ciptaan dan produk hak terkait dilakukan secara elektronik dan/atau non elekronik. Namun baik dalam Pasal 66 maupun bagian penjelasan pasal tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang hal tersebut. Jika dicermati keseluruhan dari Pasal 64 – Pasal 79 UU Hak Cipta hanya mengatur hal-hal pokok mengenai pencatatan ciptaan dan produk hak terkait. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 70, yakni “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Namun peraturan pemerintah ini nampaknya hingga saat ini belum dilahirkan. Mengenai perlindungan hukum terhadap ppemegang hak yang mendaftarkan hak cipta secara online Berdasarkan ketentuan di atas maka pendaftraan hak cipta dapat dibatalkan demi hukum jika tidak sesuai dengan UU Hak Cipta. Hal ini sesuai dengan prinsip “Hak Cipta diperoleh bukan karena pencatatan, akan tetapi dalam hal terjadi sengketa di pengadilan mengenai ciptaan yang tercatat dan yang tidak tercatat serta apabila pihak-pihak yang berkepentingan dapat membuktikan kebenarannya, hakim dapat membuktikan pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian pencatatan atas ciptaan tersebut.
Legal Protection Analysis Of Palembang Songket Motif According To Law No. 28 Of 2014 On Copyright Audia, Depi; Erniwati, Erniwati; Wahyuningrum, Kartika Sasi
JURNAL HUKUM SEHASEN Vol 11 No 2 (2025): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum Dehasen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37676/jhs.v11i2.9515

Abstract

Throughout its history, the traditional Palembang songket fabric was initially worn only by royal families and nobility. However, over time, its use has expanded to include various official events, making it a symbol of rich culture and local identity. This study aims to analyze the legal protection of Palembang songket motifs, based on the provisions set forth in Law No. 28 of 2014 on Copyright. The study also explores various factors that hinder the official registration of these motifs, despite their high cultural and economic value. The method used in this research is normative legal research, focusing on the study of laws and regulations and their implementation in practice. The findings reveal that out of 100 Pandai Sikek songket motifs, only 23 motifs have copyright certificates. Several factors hindering registration include the unknown creators of the motifs, lack of awareness regarding registration from the start, and widespread plagiarism that harms the original copyright holders. Legal protection of songket motifs is differentiated into two types: preventive protection, which includes socialization and the registration of works, and repressive protection, which involves legal enforcement against copyright violations. This research provides insights into the importance of legal protection in preserving local culture and encouraging creativity in the traditional textile industry.